Anda di halaman 1dari 16

SUPERVISI KOLEGIAL

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut


lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan arus perkembangan tersebut.
Lulusan suatu sekolah harus sesuai dengan tuntutan perkembangan yang ada. Personil
sekolah yang memadai kemampuannya menjadi perhatian utama bagi setiap lembaga
pendidikan. Diantara personil yang ada, guru merupakan jajaran terdepan dalam menentukan
kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Karena itu guru yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh setiap sekolah.

Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan


sistematis dalam mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah
dipengaruhi banyaknya variabel (baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun
material) yang perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan.
Proses pembinaan dan pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi
pendidikan.

Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan


para guru. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara
efektif. Mantja (1998) mengemukakan supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan
guru sejak tahap perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi
kekurangtepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru pada umumnya.

Kepala sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena


keterlibatan guru sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan analisis
keberhasilannya. Guru diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan gutu lainnya (rekan
sejawat/kolegial) membahas tentang tugasnya. Pertemuan dalam kelompok kerja guru
merupakan salah satu upaya efektif melakukan pembinaan profesional. Burhanuddin
(2007:123-124) menyatakan kelompok kerja guru yang dikelola dengan baik dapat
memberikan manfaat bagi guru, berbagi pengalaman dan pikiran dengan rekan sejawat dalam
menyelesaikan masalah pengajaran, dan dapat memotivasi akan perlunya meningkatkan mutu
kemampuan sebagai guru.

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang akan dikaji adalah tentang beberapa
pendekatan dalam pembinaan guru, supervisi kolektif, supervisi pribadi secara langsung,
supervisi informal, dan bentuk supervisi kolegial.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah utama adalah bagaimana peranan supervisi kolegial di sekolah. Masalah utama
tersebut dirumuskan menjadi masalah khusus yaitu:

1. Apa pendekatan dalam pembinaan guru yang digunakan supervisor?


2. Bagaimana konsep supervisi kolektif?
3. Bagaimana konsep supervisi pribadi secara langsung?
4. Bagaimana konsep supervisi informal?
5. Apa yang termasuk dalam bentuk supervisi kolegial?

3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penulisan ini adalah untuk
mengetahui peranan supervisi kolegial di sekolah. Tujuan utama dirumuskan secara rinci
menjadi tujuan khusus, yaitu untuk:

1. Mengetahui pendekatan dalam pembinaan guru,


2. Mengetahui konsep supervisi kolektif,
3. Mengetahui konsep supervisi pribadi secara langsung,
4. Mengetahui konsep supervisi informal,
5. Mengetahui bentuk supervisi kolegial.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Beberapa Pendekatan dalam Pembinaan Guru

Perkembangan supervisi pendidikan tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teori


manajemen. Supervisi melandasi dirinya pada pandangan tertentu yang selalu berkembang
menuju kesempurnaan. Pandangan tersebut menyebabkan munculnya berbagai pendekatan
yang mewarnai konsep dan praktik supervisi. Pelaksanaan supervisi didasarkan pada salah
satu atau kombinasi dari teori manajemen yakni scientific management, human relations, dan
human resources (Burhanuddin dkk, 2007:12-13).

Pendekatan scientific management melukiskan pandangan klasik supervisi pendidikan


yang otokratis (Burhanuddin dkk, 1995). Guru dianggap sebagai alat manajemen dan dipakai
untuk melaksanakan segala kewajiban yang telah ditentukan sesuai dengan keinginan
manajemen. Pengawasan, efisiensi, dan pertanggungjawaban guru sangat dipentingkan.
Situasi hubungan antara guru dan supervisor seperti majikan dan pembantu.

Supervisi berdasarkan human relations merupakan tantangan paling berhasil terhadap


pandangan scientific management. Guru dipandang sebagai manusia yang utuh (whole
people) dan memiliki hak pribadi bukan sekedar paket energi, keterampilan, dan sikap yang
dibutuhkan oleh supervisor. Supervisor bekerja untuk menciptakan suatu kepuasan pada guru
dengan cara menunjukkan perhatian pada guru sebagai manusia utuh. Partisipasi dijadikan
sebagai metode penting dengan tujuan membuat guru agar mempunyai perasaan bahwa
mereka penting dan berguna bagi sekolah. Burhanuddin dkk (1995) berpendapat perasaan
pribadi dan hubungan yang menyenangkan merupakan semboyan pendekatan human
relations.

Pandangan human resources memandang kepuasan sebagai tujuan yang diinginkan ke


arah mana guru akan bekerja (Burhanuddin, 2007:13). Kepuasan diperoleh apabila segala
aktivitas telah dikerjakan dengan berhasil dan keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan
merupakan komponen kunci daripada efektivitas sekolah. Supervisor yang menggunakan
pendekatan human resources selalu melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan
karena potensi yang mereka diasumsikan mampu meningkatkan efektivitas sekolah. Suatu
keputusan yang baik dan komitmen guru yang tinggi terhadap keputusan yang diambil akan
menjamin meningkatnya efektivitas kegiatan sekolah.

Supervisi pengajaran merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari


supervisi pengajaran adalah peningkatan mutu pengajaran melalui perbaikan mutu guru dan
pembinaan terhadap kemampuan gurunya. Dalam pelaksanaannya, supervisi pengajaran
berkembang melalui pendekatan yang memiliki pijakan ilmu tertentu. Pendekatan yang
dimaksud yaitu ilmiah, artistik, dan klinis (Sergiovanni, 1982). Disamping itu ada juga
pendekatan yang bertitik tolak pada psikologi belajar, yaitu psikologi humanistik, kognitif,
dan behavioral. Pendekatan yang muncul yaitu nondirektif, kolaboratif, dan direktif
(Glickman, 1981).

Pendekatan ilmiah memiliki indikator keberhasilan mengajar dilihat dari komponen


dan variabel proses pembelajaran. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih
ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan. Pendekatan
ilmiah berkaitan dengan efektivitas pengajaran. Pengajaran dipandang sebagai ilmu (science),
sehingga perbaikan pengajaran dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Guna
meningkatkan dan mengupayakan perbaikan pengajaran maka menurut Burhanuddin dkk
(2007:15-16) supervisor yang menggunakan pendekatan ilmiah dituntut dapat melaksanakan
hal-hal yaitu 1) mengimplementasikan hasil temuan para peneliti, 2) bersama-sama dengan
peneliti mengadaka penelitian dibidang pengajaran dan hal lain yang bersangkutpaut
dengannya, dan 3) menerapkan metode ilmiah dan mempunyai sikap ilmiah dalam
menentukan efektivitas pengajaran.

Pendekatan artistik melihat berhasil tidaknya pengajaran dan usaha meningkatkan


mutu guru banyak menekankan pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan supervisor (Eisner
dalam Sergiovanni, 1982). Supervisor diharapkan dapat mengapresiasi kejadian pengajaran
yang bersifat subtleties (lembut) dan bermakna di dalam kelas. Pengajaran di dalam kelas,
dengan demikian dilihat secara ekspresif, puitis, dan bahkan dengan menggunakan bahasa
simbol dan kiasan. Pendekatan artistik menempatkan supervisor sebagai instrumen observasi
dalam mencari data untuk keperluan supervisi. Oleh karena itu supervisor sendiri yang
ditempatkan sebagai instrumennya, maka supervisor yang membuat pemaknaan atas
pengajaran yang sedang berlangsung.
Pendekatan klinis menekankan pada kesejawatan antara supervisor dan guru
(Goldhammer dalam Sergiovanni, 1982). Keberhasilan pengajaran banyak ditentukan oleh
guru dalam penampilannya di kelas. Penentuan peningkatan kemampuan guru telah didahului
dengan kontrak (kesepakatan) antara guru dan supervisor, kemampuan apa yang perlu
diamati untuk ditingkatkan. Titik tolak pembinaan didasarkan atas kebutuhan guru. Supervisi
klinis sifatnya lebih ke arah yang khusus dan terbatas pada aspek tertentu yang dibutuhkan
dalam pengajaran guru. Triyono (2009) berpendapat supervisi klinis adalah bantuan
profesional yang diberikan pada guru berdasarkan kebutuhan dengan beberapa siklus tertentu
dan melibatkan guru sebagai target utama. Ada tiga siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis,
meliputi pertemuan awal, observasi, dan pertemuan balikan.

Pendekatan nondirektif, kolaboratif, dan direktif dilaksanakan berdasar kondisi dan


perkembangan kemampuan guru yang disupervisi. Glickman menekankan dua aspek yaitu
derajat komitmen dan abstraksi guru. Berdasarkan dua aspek ini guru dikategorikan dalam
empat kelompok (kuadran). Adapun hubungan paradigma kategori guru dengan pendekatan
yang digunakan supervisor seperti pada Gambar 1.

Keterangan:

• Garis horizontal = Derajat komitmen,


• Garis vertikal = Derajat abstraksi.

Gambar 1 Paradigma Kategori Guru (Glickman, 1981)


Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah (Kuadran I
guru yang drop out) pendekatan supervisi yang tepat adalah direktif. Supervisor banyak
mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi model,
menetapkan patokan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif sosial dan
material.

Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (Kuadran II
guru kerjanya tak berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi namun
komitmennya rendah (Kuadran III guru yang pengamat analitik) pendekatan supervisi yang
cocok adalah kolaboratif. Supervisor berkolaborasi dengan guru. Kegiatan supervisor adalah
mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang menjadi sasaran supervisi,
menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran supervisi, mendengarkan guru,
mengajukan alternatif pemecahan masalah, bernegosiasi dengan guru.

Guru yang memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi
(Kuadran IV guru profesional) pendekatan supervisi yang tepat adalah nondirektif. Kegiatan
supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru,
membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.

2. Supervisi Kolektif

Glatthorn (1990) menggunakan ungkapan pengembangan kerjasama profesional untuk


menguraikan proses kolektif di mana para guru bersedia bekerja sama untuk pengembangan
profesional mereka sendiri. Glatthorn mengemukakan istilah supervisi panutan atau supervisi
kolektif, pendekatan ini menyarankan para guru berkomunikasi satu sama lainnya saling
mengawasi di dalam suatu manajemen. Pengembangan kerjasama profesional adalah suatu
strategi nonevaluasi kepada para guru untuk membantu satu sama lain sebagai rekan kerja
sama profesional. Glatthorn (1990) mendefinisikan supervisi kolektif sebagai proses yang
disusun di mana dua atau lebih guru menyetujui bekerja bersama-sama untuk pertumbuhan
profesional, yang pada umumnya dilakukan dengan pengamatan kelas satu sama lain,
memberi umpan balik satu sama lain tentang pengamatan, dan berdiskusi tentang profesi
mereka.

Pengembangan kerjasama profesional atau supervisi secara kolektif dapat mengambil


banyak format berbeda. Dalam beberapa sekolah, para guru dapat terorganisir ke dalam
beberapa tim. Saat pembentukan tim, guru berkesempatan memilih dengan siapa mereka suka
bekerja. Satu anggota terpilih sebagai ketua, tetapi tidak kaku untuk pemilihan tim. Ketika
membentuk, tim boleh memilih untuk bekerja sama pada sejumlah kegiatan mengenai
supervisi klinis secara intensif dan proses informal. Seperti antartim guru saling mengamati
kelas satu sama lain dan memberikan bantuan menurut keinginan dari guru yang sedang
diamati.

Guru yang lain kemudian, memberi umpan balik informal dan jika tidak
mendiskusikan isu pengajaran yang penting menurut pertimbangan mereka. Suatu pendekatan
yang bersandar pada unsur-unsur dan disain langkah-langkah pengajaran yang boleh jadi
digunakan pada kesempatan yang lain. Dalam hal ini penekanan pada pengajaran sedikit
dipusatkan pada isu spesifik yang dikenali oleh guru. Pada kesempatan yang lain penekanan
tidak dipusatkan dalam rangka mempersiapkan untuk memberikan pengajaran umum. Guru
berdiskusi terlebih dahulu untuk memutuskan aturan dan isu dari hasil pengamatan dan untuk
menentukan rapat berikutnya.

Ini merupakan suatu gagasan yang baik untuk secara kolektif supervisi meluas di luar
pengamatan kelas. Untuk itu perlu suatu aturan di mana para guru secara informal
mendiskusikan permasalahan mereka hadapi, berbagi gagasan, bantuan satu sama lain dalam
menyiapkan pelajaran, pertukaran strategi, dan memberikan dukungan lain ke satu sama lain.
Beberapa usul utama untuk menerapkan supervisi secara kolektif disiapkan dengan presentasi
materi.

Glatthorn (1990) mendeskripsikan petunjuk penerapan supervisi kerjasama atau


supervisi kolektif adalah:

1. Para guru berhak berbicara dalam memutuskan dengan siapa mereka bekerja,
2. Perlu pertanggungjawaban akhir untuk menentukan tim pengawasan bersama-sama,
3. Struktur (pengawasan kolektif merupakan tim yang cukup formal untuk memelihara
arsip dan bagaimana penjelasan nonevaluatif) aktivitas pengawasan. Catatan ini harus
disampaikan tiap tahun anggota,
4. Prinsip menyediakan sumber daya yang diperlukan dan administratif yang
memungkinkan tim pengawasan kolegial berfungsi secara normal. Sebagai contoh
sukarelawan untuk kelas yang membutuhkan, atau untuk menyusun pengganti jika
dibutuhkan, atau untuk penyesuaian jadwal inovatif yang memungkinkan anggota tim
untuk bekerja sama,
5. Jika informasi yang didapatkan tim tentang mengajar dan pelajaran dipertimbangkan
menjadi bahan evaluatif, perlu berdiskusi dengan tim, membahas informasi dan data
tentang pembelajaran,
6. Tidak perlu mencari data evaluasi dari seorang guru tentang yang lain,
7. Masing-masing guru diharapkan untuk memelihara pertumbuhan profesional yang
mencerminkan praktik dan tumbuh secara profesional sebagai hasil aktivitas
pengawasan kolegial,
8. Perlu pertemuan tim pengawasan kolektif sedikitnya sekali setahun untuk tujuan
penilaian umum dan untuk pembagian informasi dan kesan tentang proses
pengawasan kolegial,
9. Perlu pertemuan individual sedikitnya sekali setahun dengan anggota tim pengawasan
kolektif untuk mendiskusikan pertumbuhan profesionalnya dan untuk menyediakan
bantuan dan dorongan yang diperlukan,
10. Biasanya, tim baru dibentuk pada tahun kedua atau ketiga.

3. Supervisi Pribadi secara Langsung

Pilihan lain yang dikemukakan oleh Glatthorn (1997) pada penetapan suatu sistem
yang berbeda adalah apa yang disebut dengan pengembangan pribadi. Di sini para guru
bekerja sendiri dan merasa bertanggung jawab untuk pengembangan profesional mereka
sendiri. Guru mengembangkan rencana tahunan yang berisi tujuan atau target untuk
memperoleh penilaian tentang kebutuhan mereka sendiri. Guru mengembangkan rencana
tahunan yang berisi tujuan atau target untuk memperoleh penilaian tentang kebutuhan mereka
sendiri.

Guru diberikan banyak waktu luang dalam mengembangkan rencana, tetapi supervisor
perlu memastikan bahwa rencana dan target yang terpilih adalah yang dapat dicapai dan
realistis. Pada akhir suatu periode tertentu, seperti pada umumnya, guru dan supervisor
mendiskusikan kemajuan guru untuk menemukan target pengembangan profesional. Guru
diharapkan menyediakan beberapa format dokumentasi (buku praktik, jadwal, foto, dan
contoh pekerjaan siswa) yang menggambarkan kemajuan. Pertemuan (konferensi) ini
kemudian memacu ke arah pembuatan target baru untuk pengembangan profesional individu
berikutnya.
Sejumlah permasalahan dihubungkan dengan pendekatan supervisi dengan
menentukan target yang sulit dicapai. Seperti supervisor terkadang mempertahankan target
tertentu dan terkadang memaksakan target lain kepada guru. Menerapkan suatu sistem
dengan target yang telah dirancang terfokus pada evaluasi dan guru dibatasi untuk
mengantisipasi masalah umum yang dikatakan sebelumnya. Ketika hal ini terjadi, tenaga dan
konsentrasi guru diarahkan untuk mencapai target, dan hal penting lain yang tidak ditargetkan
dapat dilalaikan. Pengaturan target dimaksudkan untuk membantu dan memudahkan, tidak
untuk merintangi proses peningkatan diri.

Neagley dan Evan (1980) menyatakan pendekatan individu dalam supervisi adalah
ideal para guru untuk bekerja sendiri atau yang oleh karena penjadwalan atau berbagai
kesulitan lain, tidak mampu untuk bekerja dengan guru lain. Pilihan supervisi pada masalah
ini adalah dapat menggunakan waktu dengan efisien dan lebih menuntut kepercayaan orang
lain dibandingkan dengan pilihan lain. Karena pertimbangan ini supervisi pribadi secara
langsung dilakukan dengan pendekatan praktis. Pendekatan ini idealnya disesuaikan untuk
para guru yang mampu dan berkompeten.

Guru dalam pengembangan profesionalnya secara individual atau bekerja sendiri tetap
berkonsultas dengan supervisor. Danielson (2000) mengemukakan faktor yang harus
diperhatikan guru dalam berkonsultasi ialah:

1. Penentuan kegiatan dalam pembelajaran dan pencapaian/prestasi belajar siswa


(student achievement),
2. Aksi (kegiatan) khusus, metode, strategi, dan proses pengumpulan data yang berkaita
dengan kegiatan pembelajaran (sebagai refleksi diri dan bahan konsultasi
selanjutnya),
3. Penentuan sumber daya/media yang digunakan selanjutnya.

Glatthorn (1997) mendeskripsikan petunjuk untuk menerapkan supervisi individual


adalah:

1. Penentuan target. Didasarkan pada pengamatan tahun terakhir, konferensi, ringkasan


laporan, pelaksanaan supervisi klinis, atau alat-alat lain dari penilaian pribadi, para
guru mengembangkan target atau tujuan yang akan mereka harapkan dalam
meningkatkan tugas yang mereka emban. Target harus sedikit, jarang melebihi lima
atau enam dan lebih baik membatasi dua atau tiga. Perkiraan batasan waktu harus
disediakan masing-masing target, kemudian berdiskusi dengan supervisor,
merencanakan untuk mempersiapkan kegiatan informal dengan mengumpulkan guru,
2. Meninjau ulang target. Setelah meninjau ulang masing-masing target dan
memperkirakan batasan waktu, hal-hal yang prinsip dipersiapkan guru dalam bentuk
tulisan. selanjutnya membuat jadwal konferensi untuk mendiskusikan target dan
rencana,
3. Menentukan target konferensi. Pertemuan untuk mendiskusikan target, batasan waktu,
dan reaksi, guru supervisor utaman meninjau kembali target jika sesuai. Mungkin saja
suatu gagasan perbaikan supervisor kepada guru dalam bentuk ringkasan tulisan
menyangkut konferensi itu. Supervisor dan guru akan lebih baik jika menyiapkan
ringkasan tertulis bersama-sama,
4. Proses penilaian. Kesimpulan penilaian dimulai dari penentuan target konferensi dan
dilanjutkan ke batasan waktu yang disetujui. Umumnya spesifik dari proses penilaian
tergantung pada tiap target dan bisa meliputi pengamatan kelas informal dan formal,
suatu analisa kelas artifak, evaluasi siswa, analisis interaksi, dan informasi lain. Guru
bertanggung jawab mengumpulkan informasi penilaian dan menyusun material ini
dalam suatu laporan untuk didiskusikan dan ditinjau ulang oleh supervisor,
5. Ringkasan penilaian. Supervisor bersama guru meninjau ulang laporan penilaian.
Sebagai bagian dari proses ini, supervisor menafsirkan masing-masing target,
supervisor dan guru secara bersama-sama merencanakan siklus supervisi individu
berikutnya (supervisi pribadi langsung).

4. Supervisi Informal

Suatu bentuk berbeda dari sistem supervisi adalah supervisi informal. Supervisi
informal adalah suatu peristiwa pertemuan secara kebetulan antara para supervisor dengan
para guru di tempat kerja dan ditandai oleh seringnya pengamatan informal dan ringkas para
guru. Secara khusus supervisi ini tidak ada perjanjian untuk bertemu dan kunjungan tidak
diumumkan. Kesuksesan supervisi informal memerlukan penerimaan oleh para guru.

Pendekatan informal berasumsi bahwa para supervisor utama tentu saja memimpin
atau guru berhak dan bertanggung jawab dari semua pengajaran yang berlangsung di dalam
sekolah. Supervisor adalah mitra bagi guru di tiap-tiap kelas untuk setiap situasi
pembelajaran. Manakala supervisi informal dilakukan dengan baik pada tempatnya, para
supervisor utama dipandang dapat memberikan pembinaan secara umum kepada guru dalam
peningkatan kualitas pembelajaran.

Supervisi informal tidak dapat dianggap sebagai suatu pilihan untuk para guru.
Glatthorn (1990) berpendapat bahwa suatu sistem supervisi yang berbeda diperlukan oleh
para guru untuk mengambil bagian di dalam supervisi informal. Sebagai tambahan terhadap
supervisi informal terlibat di dalamnya merupakan pendekatan tambahan seperti klinis, secara
kolektif, atau supervisi individu. Di dalam memilih pilihan tambahan, para supervisor utama
harus mengakomodasi pilihan guru tetapi bertanggung jawab untuk memutuskan kesesuaian
dari suatu pilihan dan tentu saja perlu memberikan hak penuh terhadap guru untuk
menentukan pilihan.

Walaupun supervisi informal terjadi secara kebetulan, dialog yang dilakukan


merupakan dialog profesional tentang berbagai hal berkaitan dengan perbaikan pengajaran.
Selama berlangsungnya supervisi informal supervisor diharapkan dapat berperan sebagai
konsultan yang edukatif atau narasumber yang berpikiran terbuka serta menjadi pendengar
yang baik.

Berdasarkan proses terjadinya supervisi informal yang secara kebetulan, maka


menurut Stones (2003) supervisor dituntut untuk memiliki kemampuan pedagogik
(pedagogical skills) yaitu co-operative exploration (mengeksplorasi atau menyelidiki guru
sedalam mungkin), heuristics in skill learning (memahami cara guru belajar secara heuristik),
teaching concepts (memahami konsep mengajar guru), learning theory (teori belajar), co-
operative supervision (bekerja sama dalam pelaksanaan supervisi), dan teaching skills a
perspective (memahami perspektif/sudut pandang proses guru mengajar).

5. Bentuk Supervisi Kolegial

Supervisi kolegial yang menekankan pada proses interaksi antara guru satu dengan
guru lainnya yang terbentuk dalam suatu kelompok/tim. Beberapa teknik yang termasuk
dalam supervisi kolegial menurut Burhanuddin (2007) adalah musyawarah guru mata
pelajaran, rapat dewan guru, penataran, dan kunjungan antarkelas.

1. Musyawarah guru mata pelajaran


Musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) merupakan teknik supervisi yang bersifat
kelompok berupaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil kegiatan pembelajaran
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tujuan supervisi pembelajaran adalah untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar
melalui pemberian bantuan yang terutama bercorak layanan profesional kepada guru.
Kegiatan MGMP menurut Soetopo dan Soemanto (1984:40-41) dapat membantu guru dalam
membimbing pengalaman belajar siswa, menggunakan media pembelajaran yang berbasis
teknologi informasi, menilai kemampuan belajar siswa, dan dalam pembuatan rencana
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Penyelenggaraan MGMP sesuai dengan prinsip-
prinsip supervisi yaitu ilmiah, demokratis, kooperatif, dan konstruktif.

Keilmiahan MGMP mencakup sistematis, obyektif, dan menggunakan instrumen.


Sistematis MGMP dilaksanakan secara teratur, kontinyu, dan berencana. Obyektif MGMP
diselenggarakan tidak berdasarkan pemikiran pribadi melainkan bersama-sama. Demokratis
MGMP menjunjung tinggi asas musyawarah dan terdapat adanya kekeluargaan dengan
menerima pendapat orang lain. Kooperatif seluruh anggota MGMP bekerja sama dalam
mengembangkan dan meningkatakan kualitas guru dalam mengajar. Konstruktif dan kreatif
yaitu dengan mendorong dan membina inisiatif guru dalam mengembangkan proses belajar
mengajar yang lebih baik

2. Rapat dewan guru

Rapat dewan guru merupakan pertemuan antara semua guru dan kepala sekolah.
Rapat dipimpin oleh kepala sekolah atau yang ditunjuk. Rapat dewan guru dimanfaatkan
untuk membicarakan berbagai hal yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan, terutama
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Pertemuan ini merupakan forum untuk
membahas masalah yang menjadi perhatian seluruh atau sejumlah guru secara bersama-sama.
Rapat dewan guru merupakan sarana komunikasi langsung antara kepala sekolah dan semua
guru serta antarsesama guru. Karena itu rapat dewan guru merupakan salah satu wahana
untuk melaksanakan kegiatan pembinaan profesional.

Tujuan rapat dewan guru secara umum adalah 1) mengatur dan menghimpun potensi
guru yang berbeda tingkat pendidikan, pengalaman, dan kemampuan sebagai upaya untuk
mengembangkan kualitas sekolah, 2) mendorong guru untuk memahami dan melaksanakan
tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan sebaik-baiknya, 3) menentukan cara untuk
memperbaiki kualitas proses pembelajaran, dan 4) meningkatkan arus komunikasi dan
informasi antarguru, termasuk kepala sekolah.

3. Penataran

Penataran merupakan salah satu teknik pembinaan yang sering digunakan, oleh karena
itu kegiatan penataran perlu diikuti dengan usaha tindak lanjut untuk menerapkan hasil-hasil
penataran. Usaha tindak lanjut ini dapat berupa kegiatan pembinaan langsung dengan
memberikan bantuan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan guru di lapangan. Suatu
penataran efektif sebaiknya keterlibatan penatar lebih berdasarkan dari penatar.

Kegiatan penataran hendaknya menerapkan prinsip-prinsip yaitu 1) penatar lebih


banyak berfungsi sebagai fasilitator, 2) penatar lebih banyak kegiatan, 3) penatar dapat
menerapkan asas belajar sambil mencoba atau atas asas belajar sambil melakukan sendiri
sehingga seusai penataran guru dapat menerapkan gagasan penataran di sekolah dan
menularkannya kepada rekan guru lainnya, dan 4) penatar sebaiknya banyak menggali
gagasan peserta untuk dijadikan titik tolak pengenalan gagasan.

4. Kunjungan antarkelas

Melalui kunjungan antarkelas setiap guru akan memperoleh pengalaman baru tentang
proses pembelajaran, pengelolaan kelas, dan metode pembelajaran. Kunjungan antarkelas
akan lebih efektif jika disertai kesempatan berdialog tentang hal-hal yang menarik perhatian
guru tamu dengan guru yang dikunjungi. Pada kunjungan antarkelas mungkin guru
berkesempatan untuk berkunjung berkali-kali dengan mengadakan magang. Guru magang
dapat berperan serta secara aktif di kelas sehingga dapat langsung mengalami dan
mendiskusikan setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian guru magang dapat
berkomunikasi secara intensif dengan guru kelas.

Tahapan selama kunjungan kelas adalah 1) tahap pertama, mengamati kegiatan


pembelajaran di kelas yang dikunjungi, 2) tahap kedua, menyiapkan kegiatan pembelajaran
bersama-sama dengan guru kelas, dan 3) tahap ketiga, melakukan kegiatan pembelajaran
bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai pengamat dan bila perlu memberikan
bantuan langsung dalam suatu pengajaran tim. Tahap selanjutnya dapat mengulangi tahap
tersebut secara sistematis dan berulang.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tujuan supervisi pengajaran adalah peningkatan mutu pengajaran melalui perbaikan


mutu guru, dan pembinaan terhadap kemampuan gurunya. Dalam pelaksanaannya, supervisi
pengajaran berkembang melalui pendekatan-pendekatan yang memiliki pijakan ilmu tertentu.
Pendekatan yang dimaksud yaitu ilmiah, artistik, dan klinis. Selain itu ada juga pendekatan
yang bertitik tolak pada psikologi belajar, yaitu psikologi humanistik, kognitif, dan
behavioral. Pendekatan yang muncul yaitu nondirektif, kolaboratif, dan direktif.

Supervisi kolektif sebagai proses yang disusun di mana dua atau lebih guru
menyetujui bekerja bersama-sama untuk pertumbuhan profesional, yang pada umumnya
dilakukan dengan pengamatan kelas satu sama lain, memberi umpan balik satu sama lain
tentang pengamatan, dan berdiskusi tentang profesi mereka.

Penetapan suatu sistem yang berbeda adalah apa yang disebut dengan pengembangan
pribadi. Di sini para guru bekerja sendiri dan merasa bertanggung jawab untuk
pengembangan profesional mereka sendiri. Guru diberikan banyak waktu luang dalam
mengembangkan rencana, tetapi supervisor perlu memastikan bahwa rencana dan target yang
terpilih adalah yang dapat dicapai dan realistis. Pada akhir suatu periode tertentu, seperti pada
umumnya, guru dan supervisor mendiskusikan kemajuan guru untuk menemukan target
pengembangan profesional.

Supervisi informal adalah suatu peristiwa pertemuan secara kebetulan antara para
supervisor dengan para guru di tempat kerja dan ditandai oleh seringnya pengamatan
informal dan ringkas para guru. Secara khusus supervisi ini tidak ada perjanjian untuk
bertemu dan kunjungan tidak diumumkan. Kesuksesan supervisi informal memerlukan
penerimaan oleh para guru.
Supervisi kolegial digunakan berdasarkan pengembangan kerjasama profesional untuk
menguraikan proses kolektif dimana para guru sedia bekerja sama untuk pengembangan
profesional mereka sendiri. Dalam model ini, disarankan agar guru berkomunikasi satu sama
lainnya saling mengawasi di dalam suatu manajemen. Pengembangan kerjasama profesional
adalah suatu strategi nonevaluasi kepada para guru untuk membantu satu sama lain sebagai
rekan kerja sama profesional.

Supervisi kolegial sebagai proses yang disusun di mana dua atau lebih guru
menyetujui bekerja bersama-sama untuk pertumbuhan profesional, yang pada umumnya
dilakukan dengan pengamatan kelas satu sama lain, memberi umpan balik satu sama lain
tentang pengamatan, dan berdiskusi tentang profesi mereka. Beberapa teknik yang termasuk
dalam supervisi kolegial adalah MGMP, rapat dewan guru, penataran, dan kunjungan
antarkelas.

2. Saran
1. Bagi guru, mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan derajat komitmen
dan abstraksinya, seperti mengikuti seminar, pelatihan penggunaan teknologi
informasi, dan workshop penyusunan silabus,
2. Bagi supervisor, memberi kesempatan guru mengikuti pendidikan formal
untuk mencapai kualifikasi pendidikan yang sudah ditentukan sebagai
prasyarat profesi yang diemban guru.
DAFTAR RUJUKAN

Burhanuddin, Effendi, H. A. R., Santoso, D. B., Hidayah, N., dan Imron, A. 1995. Profesi
Keguruan. Malang: IKIP Malang.

Burhanuddin, Soetopo, H., Imron, A., Maisyaroh, dan Ulfatin, N. 2007. Supervisi Pendidikan
dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional.
Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Danielson, C. 2000. Teacher Evaluation to Enhance Profesional Practice. Alexandria:


ASCD.

Glatthorn, A. A. 1990. Supervisory Leadership, Introduction to Instructional Supervision.


New York: Harper Collins Publishers.

Glatthorn, A. A. 1997. Differentiated Supervision. Alexandria: ASCD.

Glickman, C.D. 1981. Development Supervision: Alternative for Helping Teachers Improve
Instructions. Virginia, Alexandria: ASCD.

Mantja, W. 1998. Supervisi Akademik (Supervisi Pembelajaran). Makalah disajikan pada


Pelatihan Kepala Sekolah Menengah Umum, di Surabaya tanggal 26 Oktober – 14
Nopember 1998.

Neagley, R., L., dan Evan, N. 1980. Handbook for Effective Supervision of Instruction.
Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

Sergiovani, T. J. 1982. Supervisi of Teaching. Alexandria: ASCD.

Soetopo, H. dan Soemanto, W. 1984. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Malang:


Bina Aksara.

Stones, E. 2003. Supervision in Teacher Education A Counselling and Pedagogical


Approach. London: Methuen & Co. Ltd.

Triyono, N. 2009. Menyimak Desain Supervisi Sekolah (online).


(http://www.kabarindonesia.com, diakses 17 Mei 2009).

Anda mungkin juga menyukai