Anda di halaman 1dari 42

JENIS – JENIS dan KONSEP

PENELITIAN
Makalah ini diajukan untuk mata kuliah
“ Metode Penelitian”

Dosen Pembimbing :
Dr . H . Abd . Kadir , M.A

Oleh :
M Labib Amin A ( D31208023 )
M Dwi Fidiqsa ( D31208034 )

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan dan kekuatan dalam
menyusun tugas ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah member tauladan dan petunjuk dalam mengarungi bahtera
kehidupan di dunia dan di akherat kelak. Alhamdulillah , akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar.

Dengan kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada “ Dr H Abd Kadir MA”,
selaku dosen pembimbing mata kuliah “ Metode Penelitian ” telah tercurahkan perhatiannya
demi terselesaikan makalah ini , dan tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada segenap
pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
tugas ini.

Akhirnya hanya kepada allah SWT jualah penulis berserah diri dengan senatiasa
mengharap ridho-Nya . Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.

Surabaya , 31 Maret 2010

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diberi oleh Allah akal yang berguna unuk berfikir. Berfikir adalah upaya
manusia untuk memperbaiki dirinya baik dihadapan Allah maupun manusia , sebab denga
proses berfikir mnusia akan cederung terlihat bijaksana dalam menyelesaikan
masalahnya.

Keinginan untuk menjadi cerdas dari yang adalah wajar. Karena itu manusia
selalu ‘mencoba-coba’ apakah hal itu sesuai dengan pemikirannya atau tidak. Kita semua
faham bahwa sesungguhnya ,makanan bagi akal kita adalah sepiring akal dan segelas
nasihat. Dengan itu, manusia akan selalu merasa ditinya ‘kan selalu dalam kebaikan.

Demi menunjang ketercapaiannya itu, maka adakalanya kita butuh apa yang
disebut dengan penelitian. Penelitian memiliki maksud untuk menjadi lantaran bagi jalan
kita dalam membuat suatu rancangan dasar bagi pemahaman kita. Kita tidak akan
mengerti ataupun memahami jikalau kita tidak berusaha untuk meneliti masalah atau hal
itu. Penelitian memiliki bermacam-macam jenis seperti yang akan kami jelaskan. Semoga
ini tidak membosankan dan dapat membuka wawasan kita tentang penelitian tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Sebutkan Jenis-jenis penelitian ?

2. Bagaimana konsep penelitian menurut tujuannya ?

3. Bagaimana konsep penelitian menurut pendekatannya ?

4. Bagaimana konsep penelitian menurut bidang keilmuannya ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.1

Ciri ilmiah :

• Rasional
• Empiris
• Sistematis2
Syarat data untuk penelitian :

• Valid (derajat ketepatan)


• Reliabel (derajat konsistensi/keajegan)
• Objektif (interpersonal agreement)
• Data yang valid maka reliabel dan objektif, tetapi tidak sebaliknya.3

Data valid diperoleh dengan cara :

• Menggunakan instrumen penelitian yang valid.


• Mengunakan sumber data yang tepat dan cukup jumlahnya.
• Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat/benar4.
Data reliabel diperoleh dengan cara :

1
Marzuki, C. Metodologi Riset.( Jakarta: Erlangga, 1999),4
2
Ibid.,
3
Ibid.,5
4
Ibid.,
• Menggunakan instrumen penelitian yang reliabel.
Data objektif diperoleh dengan cara :

• Menggunakan sampel atau sumber data yang besar (jumlahnya mendekati populasi).
Untuk memahami masalah jenis-jenis dan konsep dari penelitian , maka kami berikan
rinciannya sebagai berikut:

A. Menurut Tujuan
1. Penelitian Eksploratif
Bertujuan untuk mengungkap secara luas dan mendalam tentang sebab-sebab dan hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu.

2. Penelitian Pengembangan
Bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan suatu prototipe baru atau yang sudah ada
dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif,
efektif dan efisien.

3. Penelitian Verifikatif
Bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian yang dilakukan terdahulu/ sebelumnya5.

B. Menurut Pendekatan
4. Penelitian Longitudinal (Bujur)
Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses dan waktu yang lama terhadap
sekelompok subjek penelitian tertentu (tetap) dan diamati/diukur terus menerus mengikuti masa
perkembangannya (menembak beberapa kali terhadap kasus yang sama).

5. Penelitian Cross-Sectional (Silang)


Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses kompromi (silang) terhadap
beberapa kelompok subjek penelitian dan diamati/diukur satu kali untuk tiap kelompok subjek
penelitian tersebut sebagai wakil perkembangan dari tiap tahapan perkembangan subjek
(menembak satu kali terhadap satu kasus)6.

C. Menurut Bidang Ilmu

5
Ibid., 6
6
Ibid., 7-8
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu
terapan.Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di
fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi.

Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran,
ilmuteknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut
sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research)
menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan)
dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik,
misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan
(misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan
tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan
budaya. Catatan: Suriasumantri menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai
“penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).

Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar


dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi
dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena
sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian
juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu
terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal
yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan
terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian
seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan
mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa”
melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada
sebelumnya).

Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut
bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan,
penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran,
keolahragaan, dan sebagainya7.

B. PENJELASAN RAGAM dan KONSEP PENELITIAN

Seperti yang sudah disinggung di atas mengenai jenis-jenis penelitian. Kami sedikit akan
mengulas konsep yang ada di dalamnya dan beberapa hal yang berkaitan denganya.

1. Penelitian Eksplorasi

Penelitian eksploratori (exploratory–dalam istilah “lama” disebut penelitian


eksploratif), merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian (kadang disebut pula
dengan desain penelitian). Pendekatan (desain) penelitian lainnya (selain eksploratori)
adalah penelitian deskriptif, dan penelitian kausal.Penelitian eksploratori, menurut
Kotler, adalah “penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan
membantu upaya menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis.”Penyebutan
penelitian eksploratori sebagai salah satu pendekatan penelitian antara lain:

The exploratory approach attempts to discover general information about a topic that is
not well understood by the marketer. For instance, a marketer has heard news reports
about a new internet technology that is helping competitors but the marketer is not
familiar with the technology and needs to do research to learn more. (Pendekatan
eksploratori berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu topik/masalah
yang belum dipahami sepenuhnya oleh seseorang petugas pemasaran (bisa kita ganti
sebutannya dengan yang lebih umum: peneliti). Sebagai contoh, seorang petugas
pemasaran (peneliti) telah mendengar berita tentang adanya teknologi internet baru yang
bisa membantu pihak-pihak yang berkompetisi di dunia pemasaran, tetapi si petugas
pemasaran tersebut belum akrab (kenal, paham) benar dengan peralatan teknologi

7
Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.(. Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 32
tersebut dan berkeinginan untuk melakukan penelitian guna mengenal lebih jauh
mengenainya.8

Istilah “disain” (bukan pendekatan) sebenarnya lebih menunjuk ke sisi


operasional pendekatan tersebut. .

The basic difference between exploratory and descriptive research is the researh design
(Perbedaan pokok antara penelitian eksploratori dan deskriptif adalah pada desainnya).
Exploratory research follows a format that is less structured and more flexible than
descriptive research (Penelitian eksploratori tatacara atau langkah-langkah penelitiannya
tidak terstruktur-baku seperti penelitian deskriptif, dan jauh lebih luwes-dapat diubah-
ubah sesuai situasi-pula).

This approach works well when the marketer doesn’t have an understanding of the topic
or the topic is new and it is hard to pinpoint the research direction .(Pendekatan
penelitian eksploratif ini akan sangat cocok digunakan apabila si petugas
pemasaran/peneliti belum paham benar mengenai sesuatu topik/masalah yang akan
dilteliti, atau topik tersebut merupakan sesuatu yang baru yang sangat sulit sekali untuk
menentukan arah ke mana penelitian terhadapnya akan menuju).9

Nah, jadi, penelitian eksploratif merupakan salah satu pendekatan penelitian yang
digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum
dipahami, belum dikenali, dengan baik.

2. Objek penelitian eksploratori

Istilah untuk menyebut sifat-keadaan topik/masalah penelitian eksploratori seperti


disebutkan di atas itu bermacam-macam, antara lain:
(1) a topic is not well understood(topic belum diketahui)
(2) s/he doesn’t know enough about (something–yang bersangkutan/peneliti belum tahu

8
Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia,1999) ,12

9
Ibid., 13
benar mengenainya/sesuatu yang akan diteliti),
(3) an issue or problem where there are few or no earlier studies to refer to (persoalan
atau masalah yang sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali hasil-hasil penelitian
terdahulu yang bisa dijadikan rujukan mengenainya),
(4) hardly anything is known about the matter at the outset of the project (sejak awal
proyek penelitian hampir-hampir tiada sesuatu apapun yang diketahui mengenai masalah
yang akan diteliti itu)10

Maka, “When gaining insight (i.e., discovery) on an issue is the primary goal,
exploratory research is used” [apabila yang menjadi tujuan utama penelitian adalah
memperoleh pengetahuan yang mendalam (misalnya "menemukan sesuatu yang belum
diketahui") mengenai sesuatu masalah/hal/objek penelitian, maka pendekatan penelitian
eksploratorilah yang paling tepat digunakan].

Dari beberapa penjelasan tersebut dapatlah dipahami bahwa apabila penelitian-


penelitian “kuantitatif-positivistik yang bersifat “mengukur-ukur” dan “uji hipotesis”
dimulai dari adanya sesuatu “masalah” (yang diidentifikasi lewat membaca literatur,
membuka-buka dokumen–data statistik dsb, atau pengamatan selintas–lewat wawancara
dsb), lalu membatasi masalah yang akan diteliti (salah satu atau beberapa dari sekian
masalah yang sudah teridentifikasi tersebut), kemudian dipertanyakan dipermasalahkan
(kenapa, apa penyebab dsb) yang dirumuskan sebagai “rumusan masalah” (dalam
kalimat tanya), penelitian eksploratif tidak mulai dengan langkah (desain) seperti itu.
Penelitian eksploratif mulai dari “ketidaktahuan” akan sesuatu fenomena yang menarik
untuk, atau perlu, diteliti.

3. Langkah penelitian eksploratori konvensional

Di atas disebutkan bahwa ada perbedaan disain antara penelitian eksploratori dan
deskriptif, yaitu dalam hal penelitian eksploratori tahapannya tidak sebaku seperti
penelitian deskriptif. Namun demikian, agar tidak terlampau sulit memahaminya, Penulis
lebih suka membuat pilihan, bisa gunakan yang agak konvensional baku juga seperti
yang akan dipaparkan berikut.
10
Ibid.,15
Langkah pertama, pada “latar belakang penelitian” dikemukakanlah mengenai
adanya sesuatu fenomena yang “menarik” (misalnya–dalam contoh di atas–adanya
produk teknologi internet baru yang sangat penting untuk dunia pemasaran). Contoh lain
dalam pendidikan adalah adanya gerakan baru dalam manajemen sekolah (untuk saat ini
misalnya adanya ISOnisasi, SBN-isasi, SBI-nisasi). Konsep atau ide tentang ISO, SBN,
SBI mungkin bisa dirujuk dari literatur atau aturan/pedoman tertentu. Pelaksanaannya di
lapangan seperti apa, itu yang benar-benar belum ada rujukan tentangnya. Ini sebagai
contoh, dalam kenyataan sekarang tentu sudah ada beberapa penelitian tentangnya. Jadi,
anggap ISO,SBN, SBI sebagai ide yang benar-benar baru.11

Selanjutnya, langkah kedua, dimunculkanlah “pertanyaan penelitian”


(permasalahan penelitian) yang dinyatakan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat
tanya), misalnya, mengacu contoh di atas, “Seperti apakah sosok teknologi internet baru
tersebut dan seberapa besar tingkat kemanfaatannya untuk pelaksanaan pemasaran?”
Atau, “Bagaimana sekolah melaksanakan upaya untuk mencapai standar sekolah
nasional/internasional?” (Kasus SBN dan SBI). Atau “Bagaimana sekolah merancang
dan mengelola program untuk memberikan layanan prima kepada para pemangku
kepentingannya?” (Kasus: ISO).

Pertanyaan penelitian tersebut hanya berkaitan dengan aspek “what” dan/atau


“how” sesuatu yang diteliti (isu, problem) . Jadi, dengan kata lain, tidak mengenai “why”
(sebab-akibat).

Langkah berikutnya (berdasarkan langkah penelitian “baku”) adalah merumuskan


tujuan penelitian. Tentu saja tujuannya adalah “mengetahui (secara
mendalam/”understand”) mengenai sesuatu (topik/masalah) tersebut, untuk kemudian
“mendeskripsikannya”. Dengan kata lain, rumusannya boleh berupa “(untuk)
mengetahui ….” atau “(untuk) mendeskripsikan …” “Untuk mengetahui” berdasar pada
awal penelitian yang mulai dari “ketidaktahuan”, sementara “Untuk mendeskripsikan”

11
Ibid.,22
berdasar pada nantinya hasil penelitian akan dilaporkan seperti apa (dalam ujud tipe
pelaporan yang bagaimana).12

Langkah berikutnya, menelaah berbagai literatur (jika dipandang perlu–umumnya


perlu) untuk mendapatkan gambaran umum mengenai sesuatu (objek penelitian)
tersebut, terutama untuk mempertegas memperjelas “konsep-konsep” (istilah, sebutan)
yang berkaitan dengan sesuatu tersebut. Misalnya mempertegas memperjelas
makna/pengertian/definisi sebutan (konsep) ISO/TQM, sekolah berstandar
nasional/internasional, dan yang terkait dengannya.

Langkah berikutnya menjelaskan bagaimana penelitian itu akan dilakukan


(metode, prosedur, atau desain penelitian), yaitu penetapan sumber data/informasi
(subjek/responden/narasumber penelitian), serta penggunaan teknik pengumpulan dan
analisis data yang akan digunakan.

Itu jika berupa proposal. Jika suda dilakukan diubah jadi bagaimana penelitian
(dalam hal ini pengumpulan data) dilakukan.

Langkah terakhir, jika sudah meneliti, adalah menganalisis data yang diperoleh.
Ambil contoh permasalahan mengenai apa saja upaya yang dilakukan sekolah agar
menjadi sekolah berstandar internasional. Data diperoleh dengan wawancara terhadap
narasumber. Informasi (data) dari narasumber (semua narasumber) itu diolah (sama
dengan analisis) menjadi simpulan umum apa saja upaya yang dilakukan. Tentu harus
dikelompok-kelompokkan sesuai dengan temuan yang diperoleh. Misalnya mengenai
upaya menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan luar negeri, upaya membina
(membentuk) komitmen seluruh wearga sekolah untuk menjadi SBI, upaya memperoleh
dana sumber dana, upaya meningkatkan profesionalisem staf sekolah, upaya memenuhi
persyaratan fasilitas, upaya meningkatkan KBM/PBM, dan sebagainya.13

12
Ibid.,22 dan Kerlinger, Fred N. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

13
Ibid.,22-24
4. Langkah murni eksplorasi14

Penelitian eksploratori (eksploratif), sesuai dengan namanya, merupakan


penelitian penggalian, menggali untuk menemukan (konsep atau masalah). Jadi, karena
bersifat menggali (betul-betul mengeksplorasi), maka sebenarnya tidak ada langkah yang
baku. Lakukan saja penggalian, lalu seleksi segala macam yang tergali itu, temukan
bulir-bulir yang bernas, yang bermakna daripadanya.Ibaratkan seperti orang mencari
emas. Gali saja pasir-pasir dan tanah, lalu ayak, dan buang yang bukan emas, ambil yang
emas.

Jika cara ini yang dilakukan, bisa jadi (andaikata berkenaan dengan mahasiswa),
mahasiswa dan dosen pembimbingnya akan bingung karena di luar langkah-langkah
konvensional seperti dicontohkan di atas. Kan tidak semua dosen paham sepenuhnya
metodologi penelitian. Sudah terbiasa dengan “pola kuantiatif positivistik” pula.

Contoh:

Sebuah yayasan pendidikan melakukan terobosan baru dalam pelaksanaan pendidikan.


Murid-murid (yang disebut murid) tidak diberi pelajaran di kelas oleh guru yang
berceramah. Murid diajak bermain-main dengan alam. Semua belajar dengan dan dari
alam. Berbahasa dengan alam, bermatematika dengan alam, berIPA dengan alam, berIPS
dengan alam, berPKn dengan alam, berKertakes dengan alam, berolah raga dengan alam.
Pokoknya segala macam materi “skolastik” (pelajaran sekolah) dipelajari di, dengan, dan
lewat alam. Tidak ada ceramah dari guru, tidak ada ulangan dan ujian. Lalu, apa ukuran
keberhasilan “bersekolah”-nya? Bagaimana pula murid-murid itu belajar, dan bagaimana
guru mengajar?

Kan sebetulnya tertemukan juga pola (langkah) penelitiannya, walau benar-benar


akan eksploratif.

Pertama, ada sekolah alam yang tidak sama dengan sekolah alam yang sudah ada.
Itu latar belakangnya (ketidaksamaan dengan sekolah manapun).

14
Ibid.,22-25
Kedua, dipertanyakan banyak hal (menurut ukuran konvensional sistem sekolah):
pelajarannya apa saja, gurunya mengajar bagaimana, muridnya belajar bagaimana,
evaluasinya bagaimana, sarana-prasarana apa saja, dan sebagainya. Itu permasalahan
penelitian (rumusan msalah).

Ketiga, mengapa diteliti? Apa tujuannya? Rumusannya: Mengetahui seluk beluk


“sekolah alam” tersebut.

Keempat, menelaaah literatur? Ya tidak bakalan ada, lah! Kata bahasa gaulnya.
Jadi lewat. Langsung ke metode (prosedur) penelitian. Objeknya “seluk beluk sekolah
alam tersebut. Subjeknya “sekolah alam tadi itu. Narasumbernya seluruh staf
penyelenggara dan pelaksana. Teknik mengumpulkan datanya dengan wawancara dan
observasi partisipan (partisipatif/partisipatoris). Analisis datanya bisa kuantitatif, bisa
kualitatif, dan mungkin cukup hanya sampai taraf deskriptif (nah, istilah deskriptif ini
suka membingungkan–nanti kita bahas).

Kelima, laporan. Olah data, ceritera singkat gambaran umum, butir-butir penting
saja, jangan semua hal dimasukkan (“reduksi” atau penyaringan data di kepala saja, tak
usah diceriterakan data yang dibuang dan data yang dipakai). Kelompokkan menurut
yang lazim ada sebagai komponen sistem pendidikan (gurunya, muridnya,
kurikulumnya, sarana dan prasarananya, KBM-nya, dsb).

Misal: Siapa saja yang menjadi guru (latar belakang pendidikan, bagaimana
“dilatih” untuk belajar-mengajar di, dengan, dan lewat alam, bagaimana
mengembangkan profesionalismenya sebagai pendidik, dsb). Siapa saja yang menjadi
murid, dari kalangan orang tua yang seperti apa, bagaimana gairah belajarnya,
bagaimana (seperti apa) pengetahuan yang dimilikinya, bagaimana daya nalarnya,
bagaimana kemampuan “meneliti alam” yang dikuasainya, dsb. Dan aspek lainya
digambarkan seara ringkas, padat, mencakup, dan komunikatif.

Contoh Penelitian Eksploratori (Eksploratif)


Ketika isu sertifikasi profesi muncul ke permukaan, apa yang dimaksudkan
dengan sertifikasi itu saja masih diperdebatkan orang. Sebagian punya pemahaman
tertentu, sebagian lain punya pemahaman lain lagi. Siapa yang melakukan sertifikasi
juga macam-macam pandangan, ada yang harus si empunya pendidikan akademik terkait,
ada yang memandang itu bagian asosiasi profesi, ada yang memandang dilakukan
bersama-sama. Itu yang muncul di media masa dan ceritera dari mulut ke mulut, ada yang
berupa artikel ada pula berita para pejabat.

Salah satu jabatan profesi adalah pustakawan. Menarik karenanya untuk digali
(dieksplor) pemahaman pustakawan dan tenaga perpustakaan mengenainya. Itu yang saya
lakukan sekian tahun yang lalu. Pustakawan yang dijadikan sampel sekedar memperoleh dari
berbagai lembaga (UNY, IAIN/UIN Sunan Kalijaga, UII, dan beberapa sekolah). Tidak banyak,
tapi cukup memberikan gambaran ragam pendapat mengenainya. Pertanyaan diajukan agak
terstruktur lewat angket semi terbuka. Ada tambahan pendapat atau pandangan yang boleh
dituliskan sebagai jawaban atau opini di luar yang dituliskan dalam angket. Laporannya
(deskriptif, kuantitatif hitung-hitung persentase yang berpendapat begini begitu) jadilah sebagai
makalah seminar “Ilmu Pendidikan” di UPI Bandung.

2. Penelitian Pengembangan (developmental)

Seiring dengan diberlakukannya kebijaksanaan otonomi daerah pada awal tahun


2001, maka tuntutan akan penelitian yang hasilnya langsung dapat
dimanfaatkan/diterapkan oleh masyarakat/daerah semakin terasa. Hal ini berkaitan
dengan sinyalemen yang menyatakan bahwa pada saat ini terdapat kesenjangan antara
penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi (yang kebanyakan berorientasi pada
penelitian dasar untuk mengembangkan teori), dengan kebutuhan masyarakat terhadap
penelitian yang hasilnya langsung dapat dimanfaatkan15.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka jenis penelitian pengembangan


(research and development) merupakan jawaban yang tepat. Hal ini karena penelitian

15
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang (UNM). Metodologi Penelitian Pengembangan Bidang
Pendidikan dan Pembelajaran.( Malang : Lemlit UNM, 2000),
pengembangan bukanlah penelitian yang dimaksudkan untuk menemukan teori,
melainkan penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan atau mengembangkan suatu
produk. Produk dalam kaitannya dengan pendidikan dan pembelajaran bisa berupa
kurikulum, model, sistem managemen, sistem pembelajaran, bahan/media pembelajaran
dan lain-lain. Dengan dihasilkannya berbagai produk pendidikan/ pembelajaran, maka
pihak-pihak yang berkepentingan tinggal menerapkan produk produk tersebut dalam
kegiatan pendidikan/pembelajaran.

Untuk mengembangkan produk-produk pendidikan/pembelajaran, perlu ditempuh


melalui sebuah pendekatan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar produk-produk yang
dihasilkan merupakan produk yang layak untuk dimanfaatkan dan benar-benar sesuai
dengan kebutuhan

A. Hakekat Penelitian Pengembangan


Untuk lebih memahami hakekat dari jenis penelitian dan pengembangan (research and
development) perlu dikemukakan tiga hal yang saling berkaitan dan berhubungan satu
sama lain dalam upaya pemecahan masalah-masalah pendidikan/pembelajaran.

Tiga hal tersebut adalah penelitian (research), evaluasi (evaluation) dan pengembangan
(development). Gephart menjelaskan tentang tiga hal tersebut bahwa proses penelitian
tujuannya untuk menemukan/mengetahui sesuatu (need to know), proses evaluasi
bertujuan untuk menentukan pilihan (need to choose), dan proses pengembangan
bertujuan untuk menemukan suatu cara/metode yang effektif (need to do) 16. Perlu penulis
ditambahkan di sini bahwa dalam evaluasi terkandung kegiatan yang bertujuan untuk
menyediakan informasi tentang sesuatu hal yang bersifat ilmiah, yang dapat dijadikan
dasar dalam pengambilan keputusan.

Asim menjelaskan bahwa: “Kalau kita ingin membuat atau menemukan suatu teori,
maka perlu melakukan penelitian, ingin mengetahui apakah sesuatu itu baik atau buruk,
perlu melakukan evaluasi dan kalau ingin memproduksi atau memperbaiki sesuatu maka
perlu melakukan penelitian pengembangan”.
16
Gephart, William J, Toward a Taxonomy of Empirically-Based Problem Solving Strategies. (Viscounsin:
University of Viscounsin, 1972),3
Setelah diperoleh gambaran tentang perbedaan ketiga hal tersebut, selanjutnya apa yang
dimaksud dengan penelitian pengembangan. Borg and Gall memberikan batasan tentang
penelitian pengembangan sebagai usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi
produk-produk yang digunakan dalam pendidikan17. Pengertian yang hampir sama
dikemukakan oleh Asim bahwa penelitian pengembangan dalam pembelajaran adalah
proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang
digunakan dalam proses pembelajaran18. Suhadi Ibnu memberikan pengertian tentang
penelitian pengembangan sebagai jenis penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan
suatu produk hard-ware atau soft-ware melalui prosedur yang khas yang biasanya
diawali dengan need assesment, atau analisis kebutuhan, dilanjutkan dengan proses
pengembangan dan diakhiri dengan evaluasi19.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian


pengembangan di bidang pendidikan merupakan suatu jenis penelitian yang bertujuan
untuk menghasilkan produk-produk untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran yang
diawali dengan analisis kebutuhan dilanjutkan dengan pengembangan produk, kemudian
produk dievaluasi diakhiri dengan revisi dan penyebaran produk (disseminasi).

B. Kegiatan-kegiatan Penting Dalam Penelitian dan Pengembangan

Dwiyogo mengemukakan tiga hal penting yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
penelitian pengembangan yaitu menganalisis kebutuhan, mengembangkan produk dan
menguji coba produk20. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu , namun menurut
Asim, ketiga langkah tersebut masih perlu dilengkapi langkah yang keempat, yaitu
diseminasi (penyebaran) produk.

• Analisis Kebutuhan (Need Assesment)

17
Borg W.R. and Gall M.D., Educational Research : An Introduction, 4 th edition. (London: Longman Inc., 1983),5
18
Asim, Dr. M.Pd, Sistematika Penelitian Pengembangan. (Malang : Lembaga Penelitian-Universitas Negeri
Malang, 2001),1
19
Suhadi, Ibnu, MA..Ph.D. Kebijakan Penelitian Perguruan.( Malang: Lembaga Penelitian-Universitas Negeri
Malang, 2001),5
20
Dwiyogo Wasis D Dr. M.Pd, Pelaksanaan Penelitian Pengembangan. (Malang: Lembaga Penelitian-Universitas
Negeri Malang, 2001),1
Analisis Kebutuhan (Need Assesment) merupakan langkah awal yang harus
dilakukan dalam kegiatan penelitian di bidang pengembangan. Analisis tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan guna mengatasi
masalah yang ditemui dalam kegiatan pendidikan/pembelajaran. Dengan demikian
diharapkan produk yang dihasilkan benar-benar produk yang sesuai dengan kebutuhan
(based on need).Kaufman menjelaskan bahwa kebutuhan pada hakekatnya merupakan
kesenjangan (gap) antara keadaan yang seharusnya (ideal) dengan kenyataan yang ada.
Sebagai contoh untuk menyiapkan peserta didik yang lulusannya siap bersaing di arena
global setiap sekolah di Indonesia seharusnya diberikan fasilitas untuk bisa akses ke
internet.

Sedangkan kenyataanya baru sekolah di kota-kota besar saja yang dilengkapi


fasilitas internet. Dengan demikian fasilitas untuk bisa akses ke internet merupakan
kebutuhan (need) bagi setiap sekolah di Indonesia. Kebutuhan dalam konteks
pendidikan/pembelajaran dibedakan menjadi tiga macam yaitu kebutuhan yang langsung
dirasakan oleh peserta didik, kebutuhan yang dirasakan oleh pihak-pihak lain (misalnya
para pakar bidang pendidikan dan pembelajaran, para guru, pemerintah, masyarakat dan
lain-lain), dan kebutuhan yang ingin diterapkan karena adanya sumber-sumber
pendukung setempat 21. Namun demikian kebutuhan bisa juga merupakan perpaduan dari
ketiga hal tersebut. Oleh karena itu dalam pengumpulan data untuk kepentingan analisis
kebutuhan di samping meminta masukan secara langsung dari calon peserta didik yang
akan menjadi sasaran, juga perlu meminta masukan dari pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengannya. Sebagai contoh ketika Pustekkom melakukan studi tentang
analisis kebutuhan Diklat bagi guru-guru SD melalui Siaran Radio Pendidikan (Diklat-
SRP), di samping meminta masukan langsung dari para guru yang bersangkutan juga
meminta masukan dari pemerintah (Direktur Ditgutentis, Direktur Ditdikdas, Para
Kepala Bidang Dikdasgu) para pakar/pengamat bidang pendidikan, para kepala SD, serta
para tokoh PGRI.

21
W a l d o p o. Modul Pelatihan Produksi Program Audio: Teknik Menulis Naskah Untuk Program Audio/Radio
Pembelajaran. (Jakarta: Pustekkom Depdiknas, 1999),8
Contoh lainnya, ketika banyak terlihat adanya fenomena kemerosotan moral di
kalangan warga masyarakat seperti narkoba, perampokan, pemerkosaan, tawuran antar
pelajar, perkelahaian antara warga, pertikaian antar etnis dan lain-lain maka pemerintah
(Depdiknas) dan para pakar pendidikan/pembelajaran merasakan adanya suatu
kebutuhan akan bentuk/ model pendidikan moral (budi pekerti) yang cukup menarik
efektif dan efisien.

• Mengembangkan Produk

Pada langkah ini, produk yang akan dimanfaatkan dalam kegiatan


pendidikan/pembelajaran harus dikembangkan lebih dahulu. Untuk mengembangkan
produk tersebut diperlukan keterlibatan dari berbagai pakar. Sebagai contoh bila kita
ingin mengembangkan program-program pendidikan Budi Pekerti bagi anak-anak usia
SD melalui TV, diperlukan keterlibatan banyak pakar seperti pakar pendidikan, pakar
media pembelajaran, psikolog, pakar komunikasi, ahli ceritera anak-anak, para praktisi
produksi media televisi dan lain-lain, agar program tersebut menarik untuk ditonton dan
sekaligus pesan moralnya dapat diserap oleh pemirsanya. Tentu hal ini akan
membutuhkan kemampuan managerial yang cukup tinggi serta biaya yang tidak sedikit,
namun jika kita mengingat akan dampak (jangka panjang) yang akan ditimbulkan yaitu
pembentukan kharakter dan perbaikan moral bangsa (nation and character building) ,
tentu hal ini tidaklah mahal. Di samping itu mengingat kemampuan media televisi yang
sangat luar biasa dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pemirsanya dan dalam waktu
yang bersamaan dapat ditonton oleh sejumlah orang yang tidak terbatas jumlahnya, maka
hal tersebut secara teoritis menjadi tidak mahal, bahkan boleh dikatakan sangat murah 22.

• Ujicoba Produk

Produk pendidikan/pembelajaran yang telah dihasilkan sebelum dimanfaatkan


secara massal perlu dievaluasi terlebih dahulu yaitu dengan diujicobakan. Ujicoba ini
dimaksudkan untuk memperoleh masukan-masukan maupun koreksi tentang produk yang

22
Perin, Donald G. Instructional Television : Synopsis of Television in Education.( New Jersey: Educational
Technology Publications, 1977),8
telah dihasilkan. Berdasarkan masukan-masukan dan koreksi tersebut, produk tersebut
direvisi/diperbaiki.

Ada tiga kelompok penting yang perlu dijadikan subyek ujicoba produk penelitian
pengembangan yaitu: para pakar, sasaran kelompok kecil dan kelompok besar yang
sifatnya lebih heterogen.

• Ujicoba kepada para pakar (Expert Judgement)

Kepada para pakar diminta untuk mencermati produk yang telah dihasilkan,
kemudian mereka diminta untuk memberikan masukan-masukan tentang produk tersebut.
Berdasarkan masukan-masukan dari para pakar produk tersebut direvisi. Seyogyanya
para pakar yang sejak awal sudah terlibat itulah yang diminta untuk mencermati program.

• Ujicoba kepada kelompok kecil (Small Group Try-out)

Kumpulkan sekitar 10 hingga 15 anak (yang dianggap memiliki karakteristik yang


sama dengan peserta didik yang akan menjadi target sasaran program atau main
audience) untuk menonton tayangan program, kemudian mereka diminta memberikan
komentar/masukan tentang program yang baru saja mereka tonton. Berdasarkan
masukan-masukan dari small group ini program direvisi. Sebagai contoh jika yang
menjadi sasaran utamanya anak-anak usia SD, maka ujicoba program juga diberikan
kepada siswa-siswa SD.

• Ujicoba Lapangan (Field Try-out)

Ujicoba pada tahap ini diberikan kepada jumlah anak yang banyak dengan subyek
yang lebih heterogen.Kalau ujicoba kepada para pakar dan kelompok kecil bisa dilakukan
oleh pihak intern yang terlibat dalam kegiatan penelitian pengembangan, maka ujicoba
lapangan sebaiknya dilakukan oleh pihak luar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
obyektifitas dari kesimpulan yang dihasilkan. Sebagai contoh ketika Pustekkom
Depdiknas melakukan ujicoba lapangan tentang penayangan program Pendidikan Budi
Pekerti melalui Serial Sinetron Laskar Anak Bawang (LAB), maka dalam
pelaksanaannya Pustestekkom bekerja sama dengan IFES dan LP3 ES23.

Masukan-masukan dari hasil ujicoba lapangan inilah yang menjadi dasar terakhir
bagi perbaikan dan penyempurnaan produk. Setelah diperbaiki sesuai masukan dari
lapangan, maka produk dianggap final dan siap untuk disebarkan atau dimanfaatkan
secara massal.

 Penyebaran (Disemination)

Sebenarnya setelah langkah ujicoba lapangan dan produk telah diperbaiki dan
disempurnakan sesuai masukan-masukan yang diperoleh dari kegiatan ujicoba (baik
ujicoba dari para pakar, ujicoba kelompok kecil maupun ujicoba lapangan), maka proses
kegiatan penelitian pengembangan telah selesai. Hal ini karena penelitian telah
menghasilkan produk yang dianggap final (final product), namun Asim berpendapat
masih ada satu langkah lagi yang harus dijalankan yaitu penyebaran produk
(disemination)24. Hal ini bisa dimengerti manakala orang berpendapat bahwa tidak akan
banyak manfaatnya jika produk yang telah dikembangkan dengan susah payah dengan
menghabiskan fikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, begitu selesai hanya
ditumpuk dan sekedar menjadi bahan dokumentasi dan wacana saja tanpa disebarkan
kepada warga masyarakat untuk dimanfaatkan.

Namun kalau hal ini akan dilaksanakan perlu dilakukan sebuah evaluasi summatif
yaitu setelah pemanfaatan produk berjalan selama pereode tertentu perlu dilakukan suatu
evaluasi untuk menilai apakah produk efektif dan efisien atau tidak, hal ini berkaitan
dengan pengambilan keputusan untuk menentukan apakah program tersebut diteruskan
atau tidak. Evaluasi pada tahap ini disebut dengan evaluasi summatif. Sedangkan
evaluasi pada tahap ujicoba pakar, kelompok kecil dan lapangan disebut dengan evaluasi
formatif yang tujuannya untuk memperbaiki/menyempurnakan produk.

23
Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Laporan Akhir Studi Evaluasi
Program Pendidikan Moral Melalui Televisi. (Jakarta: Pustekkom, LP3ES dan IFES, 2000),2
24
Asim. Op.cit.2
C. Pelaksanaan Penelitian Pengembangan

Karena sifatnya yang berorientasi pada pengembangan produk pendidikan/


pembelajaran, maka pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap. Waktunya
bisa satu tahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun atau bahkan lebih tergantung pada
pentahapannya. Misalnya pada tahap I melaksanakan analisis kebutuhan, dilaksanakan
pada tahun pertama. Tahap II mengembangkan produk, dilaksanakan antara tahun kedua
sampai dengan tahun ketiga, tahap III ujicoba dan merevisi produk dilaksanakan pada
tahun ke empat. Tahap IV penyebaran (diseminasi) produk dilaksanakan tahun kelima
dan seterusnya. Dalam melaksanakan penelitian tentunya peneliti tidak dapat
melaksanakannya sendirian, melainkan harus melibatkan berbagai pakar sesuai dengan
jenis produk yang akan dikembangkan.

3. Penelitian Verifikatif

Jenis penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu fenomena. Misalnya saja,
masyarakat mempercayai bahwa air sumur Pak Daryan mampu mengobati penyakit mata dan
kulit. Fenomena ini harus dibuktikan secara klinik dan farmakologik, apakah memang air
tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyembuhkan penyakit mata.
4. Penelitian Longitudinal

Penelitian longitudinal memiliki cakupan pengertiaserta karakteristik sebagai


berikut :
a. Data dikumpulkan untuk setiap variabel pada dua atau lebih periode waktu
tertentu.
b. Subjek atau kasus yang dianalisis sama, atau setidaknya dapatdiperbandingkan,
antara satuperiode dengan periode berikutnya.
c. Analisis melibatkan perbandingan data yangsama dalam satu periode dan antar
berbagaimetode yang berbeda.25
Penelitian longitudinal biasanya lebih kompleksdan membutuhkan biaya lebih
besar daripadapenelitian cross-sectional, namun lebih andal dalammencari jawaban
tentang dinamika perubahan. Selainitu, penelitian longitudinal berpotensi menyediakan
25
Dane, F.C. Research Methods. (Brooks/Cole Publishing Company. Belmont California,1990),23
informasi yang lebih lengkap, bergantung pada operasionalisasi teori dan metodologi
penelitiannya.Termasuk dalam rancangan penelitian longitudinaladalah cross-sectional
berulang (repeated cross-sectional) atau time-series, rancangan prospektif,dan rancangan
retrospektif 26. Tiga cara penelitian longitudinal ini dapat dipahami berikut ini:
1) Cross-Sectional Berulang (repeated crosssectional)atau Time-Series
Dalam penelitian sosial, observasi cross-sectionalsering digunakan untuk
menilai faktor pengaruh(determinan) perilaku, namun tidak memadai untuk
analisis diakronis tentang perubahan sosial.
Untuk mengatasi kendala tersebut maka dapat dilakukan pendataan cross-
sectional pada beberapa periode waktu, dengan sampel berbeda di setiap
pengambilan datanya, namun jumlah populasinya dijaga tetap. Jika data cross-
sectional diulang dengan konsistensi yang tinggi pada setiap pertanyaannya, maka
dimungkinkan bagi peneliti untuk melihat suatu trend perubahan.
Peneliti dapat mengamati stabilitas atau perubahan dari bentuk unit
tertentu, atau melacak situasi dan kondisinya dari masa ke masa.
2) Rancangan prospektif
Data temporal yang paling sering dijumpai dalam hasil penelitian sosial
adalah data panel, yang diambil dari sejumlah individu yang sama, yang
diwawancarai secara berulangkali dari waktu ke waktu selama periode tertentu.
Rancangan prospektif ini lebih unggul daripada tipe longitudinal lain, namun
lebih sulit dilakukan. Dalam studi panel peneliti mengamati individu-kelompok-
atau organisasi yang sama persis, selama rentang periode waktu tertentu.
Rancangan ini menuntut peneliti untuk mengikuti perjalanan orang yang
sama (sama persis responden dan kriterianya) dalam beberapa waktu. Terkadang
orang yang diamati telah meninggal atau tidak dapat dijumpai lagi karena sudah
berpindah lokasi. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat, bahkan penelitian panel
secara singkat sekalipun dapat memberikan gambaran jelas tentang dampak suatu
peristiwa tertentu terhadap individu-kelompok-organisasi yang sama. Rancangan
panel memiliki variasi sebagai berikut:
a. Panel Representatif

26
Ibid,7
Sampel ditetapkan secara random untuk individu yang sama, pada interval
yang tetap misal tiap 2-3 bulan atau tiap tahun).
Pengamatan dilakukan pada kebiasaan waktu tertentu. Tujuan utama panel
representative adalah untuk mendeteksi dan memastikan perubahan yang dialami
individual.
b. Panel Cohort (atau biasa disebut rancangan cohort)
Cohort didefinisikan sebagai sekelompok orang dalam populasi dan
geografis tertentu, yang didelineasi mengalami peristiwa hidup yang sama dalam
periode waktu tertentu.
Tujuan panel cohort adalah untuk meneliti perubahan dalam jangka
panjang dan proses perkembangan individual. Sampel biasanya diinterview ulang
setiap lima tahunan. Studi cohort dapat menjadi serial studi panel bila sampel
diambil dengan kriteria yang tetap sama (misal usia yang sama bukan kelompok
orang atau unit yang sama) dan pengamatan ditujukan pada sekumpulan orang
yang memiliki kategori pengalaman hidup yang sama dalam periode waktu
tertentu.
Fokus analisis cohort adalah pada cohort atau kategori tertentu, bukan
pada individu spesifiknya. Biasanya cohort yang digunakanadalah semua orang
yang lahir pada tahunyang sama (disebut birth cohort), semua orang yang
dipekerjakan pada waktu yang sama,semua orang yang pensiun pada rentang satu
atau dua tahun, atau orang yang lulus pada tahun yang sama. Tidak seperti studi
panel murni, sampel penelitian ini tidak perlu orang yang persis sama tetapi
kelompok yang mengalami peristiwa hidup sehari-hari yang sama.
c. Panel Terhubung (linked panel)
Dalam rancangan ini data yang semula terkumpul (misal data sensus)
bukan untuk
maksud studi panel, dicoba dihubunghubungkan dengan menggunakan
pengidentifikasi personal yang khusus.
3) Rancangan retrospektif (rancangan observasi berorientasi pada peristiwa)
Dalam rancangan retrospektif, data tentang periode waktu di masa lampau
dihimpun pada masa kini dengan menggunakan cara studi sejarah hidup (life-
histories event) dan menandainya dengan peristiwa-peristiwa yang dianggap
signifikan. Rancangan retrospektif seringkali disebut rancangan quasi-
longitudinal, karena memiliki banyak kelemahan, pendekatannya kualitatif dan
sangat mengandalkan pada rekonstruksi peristiwa masa lampau27.
5. Penelitian Cross Sectional
Penelitian cross-sectional lebih banyak dilakukan dibanding penelitian longitudinal,
karena lebih sederhana dan lebih murah. Dalam penelitian crosssectional, peneliti hanya
mengobservasi fenomena pada satu titik waktu tertentu. Pada penelitian yang bersifat
eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan
hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji
keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok
sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki
kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi
yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang
mempengaruhinya. Kelemahan rancangan cross-sectional lainnya adalah
ketidakmampuannya untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam objek/variabel yang
diteliti serta hubungan korelasionalnya. Rancangan crosssectional mampu menjelaskan
hubungan antara dua variabel, namun tidak mampu menunjukkan arah hubungan kausal di
antara kedua variabel tersebut 28.
6. Penelitian Pendidikan

Penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan
pengamatan empiris29. Kedua unsur penciri pokok penelitian ini harus dipakai dengan
konsisten, artinya dua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-logis. Dalam hal ini
logika merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang digunakan dan (b) asumsi dasar
yang digunakan oleh peneliti ketika akan memulai kegiatan penelitian. Di samping itu
pengamatan empiris bertolak dari (a) hasil kerja indera manusia dalam melaksanakan
observasi dan kekuatan pemahaman manusia terhadap data-data lapangan. Kegiatan antara
penggunaan logika dan pengamatan empirik harus berjalan konsisten: artinya kedua unsur
27
Kerlinger, Fred N. Op.cit.,22
28
Shklovski, Irina; Kraut, Robert; dan Rainie, Lee..“The Internet and Social Participation:Contrasting Cross-
Sectional and LongitudinalAnalysis”. Journal of Computer-MediatedCommunication. Vol. 10, No. 1. 2004),12
29
Supranto, J Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran. (Jakarta: Rineka Cipta,1997),22
(logika dan pengamatan empiris) harus memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi
dialog intensif. Dengan demikian pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan
pertimbangan logis yang ada. Sebagai contoh: dalam bidang pendidikan menurunnya
prestasi siswa dapat diterangkan dengan asumsi bahwa (a) telah terjadi berkurangnya minat
siswa terhadap mata pelajaran tertentu di sekolah sebagai akibat dari terbatasnya prasarana
laboratorium dan buku penunjang belajar (b) telah terjadi penurunan rerata nilai ujian untuk
matakuliah tertentu, disebabkan guru belum memahami pelaksanaan kurikulum yang
berbasis kepada KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).

Penelitian pendidikan sebenarnya suatu proses untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antar konsep yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian. Hubungan antar konsep itu
ditunjukkan dalam sebuah hubungan .Setiap konsep yang kembangkan sebagai variabel
penelitian harus dapat menunjukkan beberapa indikator empirik yang ada di lapangan.
Sebagai contoh konsep kemampuan mengajar guru, maka indikator empirik yang dapat
diketahui adalah (a) kemampuan penggunaan metode belajar guru di dalam kelas (b)
penguasaan materi belajar pada mata pelajaran tertentu di kelas, dan (c) kemampuan guru
mengadakan asosiasi beberapa mata pelajaran tertentu di kelas.

Hakekat pendidikan untuk mencerdaskan dan mencetak nilai-nilai luhur mengalami


reduksi besar-besaran yang cenderung bertumpu pada kepentingan pragmatis liberal semata.
Dunia dalam percepatan bukan diisi oleh generasi yang mampu menghadapi perubahan,
melainkan lebih pada generasi yang mengabdi pada kekuasaan.

Arah pendidikan makin jelas menuju pada kepentingan jangka pendek, seolah anak
ditempa menjadi manusia yang harus paham berbagai masalah dengan mengabaikan
kebebasan individunya. Anak diharuskan menjadi pribadi dengan predikat superlatif (serba
cakap-pandai), sedangkan yang tak memenuhinya silakan minggir. Menurut Benny, ini
akibat proses belajar yang terjadi bukan secara humanistik melainkan doktriner sehingga
pantaslah pendidikan kita hanya menghasilkan generasi robot, generasi yang dituntut selalu
seragam hingga menafikan perilaku luhur30.

30
Nazir.Op.cit.,23
Pendidikan memang perlu, tapi esensinya sudah tak penting lagi sehingga yang dikejar
adalah titel selangit.

Singkatnya, salah seorang pelopor pendidikan kita, R.A Kartini, menyebut perengkuhan
pendidikan berarti habis gelap terbitlah terang. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, KI
Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan Nasional sebagai bukti konkrit lain, bahwa
melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul,
sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.

Dalam prakteknya, pendidikan memang beragam. Beberapa metode pendidikan yang


diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW di antaranya melalui tiga tingkatan, yakni
lisan, tangan, dan hati. Tiga aspek pendidikan ini kemudian dijabarkan oleh para ahli terori
pendidikan dari Barat, misalnya Bloom, dengan pemenuhan aspek-aspek pengetahuan
(cognitive), keterampilan (psychomotor), dan sikap (affective). Jelasnya, gabungan tiga
aspek inilah yang dikehendaki oleh Islam.

Di bangku sekolah, teori pendidikan dan tujuan pendidikan di atas kelihatannya rumit
sekali. Mahasiswa bisa dibuat puyeng oleh segudang teori pendidikan. Padahal jika dikaji
lebih dalam, kenyataannya tidaklah demikian. Hakekat pendidikan sebenarnya sederhana
dan mudah diterapkan. Pula hasilnya bisa direngkuh.

Metodologi dalam arti umum, adalah studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-
prinsip yang mengarahkan penelitian ilmiah. Dengan demikian, metodologi dimaksudkan
sebagai prinsip-prinsip dasar dan bukan sebagai methods atau cara-cara untuk melakukan
penelitian.

Dalam bahasa sehari-hari, pengertian methodology dan methods ini sering dikacaukan.
Seringkali dijumpai istilah metodologi atau metode penelitian, padahal yang dimaksudkan
sebenarnya adalah methods atau cara penelitian-sebagai salah satu tahap dalam metodologi
penelitian yang kemudian dituangkan dalam usulan penelitian. Dengan demikian, istilah
”metodologi” di sini adalah dalam arti yang terbatas/sempit.
Sebagai suatu pola, cara penelitian tidak bersifat kaku-bagaimanapun, suatu cara
hanyalah alat (tool) untuk mencapai tujuan. Cara penelitian digunakan secara bervariasi,
tergantung antara lain pada obyek (formal) ilmu pengetahuan, tujuan penelitian, dan tipe
data yang akan diperoleh. Penentuan cara penelitian sepenuhnya tergantung pada logika dan
konsistensi peneliti.

Pembuatan usulan penelitian merupakan suatu langkah konkret pada tahap awal
penelitian. Seorang guru yang baru meneliti atau ingin meneliti, dalam hal ini ingin
memperoleh informasi dari instrumen yang digunakan. Guru harus memiliki sejumlah
keterampilan khusus. Demikian pula, penelitian itu sedapat mungkin ditujukan untuk
memecahkan suatu masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat, negara, dan ilmu.

Sebagai suatu proses, penelitian membutuhkan tahapan-tahapan tertentu yang oleh Bailey
disebut sebagai suatu siklus yang lazimnya diawali dengan:

1. pemilihan masalah dan pernyataan hipotesisnya (jika ada);

2. pembuatan desaian penelitian;

3. pengumpulan data;

4. pembuatan kode dan analisis data; dan diakhiri dengan intepretasi hasilnya31.

Dalam kenyataannya, seorang peneliti dapat mengakhiri penelitiannya setelah interpretasi


hasil. Akan tetapi, proses penelitian sendiri tidak berhenti pada tahap itu. Ada kemungkinan
bahwa penelitian yang dilakukan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.
Dalam hal ini peneliti perlu melakukan revisi atas asumsi/ hipotesisnya dengan melewati
tahap pertama. Atau, mungkin juga asumsi/hipotasisnya benar tetapi terdapat kesalahan pada
hal-hal lain, misalnya kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam penentuan
sampel, kesalahan dalam pengukuran konsep-konsep, atau ketidaktepatan analisis data.
Maka dalan hal ini peneliti harus mengulang seluruh proses penelitiannya32. Pendapat ini
memperkuat posisi, bahwa pelaksanaan penelitian bersifat dinamis: yaitu penelitian yang

31
Ibid., dan Bailey. Educational Research (London : Oxford university,1990),10.
32
Bailey.Op.cit.
bersifat terbuka, dilakukan dengan berbagai pendekatan yang tidak kaku (rigit). Proses
penelitian diketahuai adalah proses yang dinamis, artinya perkembangan suatu teori diawali
dengan pemahaman terhadap teori itu sendiri, yang kemudian menghasilkan hipotesis, lalu
dari hipotesis itu diperoleh cara untuk melakukan observasi, dan pada gilirannya observasi
itu menghasilkan generalisasi. Atas dasar generalisasi inilah teori itu mungkin didukung atau
ditolak.

Pada hakekatnya sebuah penelitian adalah pencarian jawaban dari pertanyaan yang ingin
diketahui jawabannya oleh peneliti. Selanjutnya hasil penelitian akan berupa jawaban atas
pertanyaan yang diajukan pada saat dimulainya penelitian. Untuk menghasilkan jawaban
tersebut dilakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan metode
tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa satu ciri khas penelitian adalah bahwa
penelitian merupakan proses yang berjalan secara terus-menerus hal tersebut sesuai dengan
kata aslinya dalam bahasa inggris yaitu research, yang berasal dari kata re dan search yang
berarti pencarian kembali.

Biasanya, begitu seorang peneliti mendapatkan ide adanya masalah atau pertanyaan
tertentu, maka pada saat itu juga seorang peneliti mungkin sudah mempunyai jawaban
sementara atas masalah itu. Dengan demikian seorang peneliti harus berfikir : Apakah
masalah yang sedang terjadi, apakah pertanyaan yang ingin dicari jawabnya, atau apakah
hipotesis yang akan diuji. Dalam melakukan penelitian, berbagai macam metode digunakan
seiring dengan rancangan penelitian yang digunakan. Beberapa pertanyaan yang perlu
dijawab dalam menyusun rancangan penelitian diantaranya adalah: Pendekatan apa yang
akan digunakan, metode penelitian dan cara pengumpulan data apa yang dapat digunakan
dan bagaimana cara menganalisis data yang diperoleh.

Yang perlu diperhatikan bahwa sifat masalah akan menentukan cara-cara pendekatan
yang sesuai, dan akhirnya akan menentukan rancangan penelitiannya. Saat ini berbagai
macam rancangan penelitian telah dikembangkan dan salah satu jenis rancangan penelitian
adalah Penelitian Deskriptif. Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di
antaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan
33
antara variabel satu dengan variabel yang lain . Pendapat lain mengatakan bahwa,
penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya
pada saat penelitian dilakukan34. Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari
atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan
hipotesis. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau
kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk
membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel
lain. Karena itu pula penelitian komparasi dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok
penelitian deskriptif 35.

Secara lebih mendalam tujuan penelitian korelasi adalah untuk mengetahui sejauh mana
hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian jenis ini memungkinkan pengukuran
beberapa variabel dan saling hubungannya. Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tinggi
rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak ada saling hubungan tersebut. Dalam
penelitian komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang
dipersoalan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada urutan dan pola
yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.

Dalam kaitannya dengan tugas mengajar guru maka jenis penelitian yang diharapkan
adalah penelitian yang memiliki dampak terhadap pengembangan profesi guru dan
peningkatan mutu pembelajaran. Untuk itu walaupun penelitian yang dilakukan merupakan
penelitian deskriptif yang bersifat ex post facto, namun tetap harus mendeskripsikan upaya
36
yang telah dilakukan guru untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran . Upaya
tersebut dapat berupa penggunaan metode pembelajaran yang baru, metode penilaian atau
upaya lain dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi guru atau dalam rangka
33
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung: Alfabeta,1999),21

34
Arikunto, Op.cit.,.21

35
Ibid.,
36
Suhardjono. Metode Penelitian Pendidikan.( Jakarta : Rineka Cipta, 1998),12
meningkatkan mutu pembelajaran. Dilihat dari syarat penelitian deskriptif yang sesuai
dengan kegiatan pengembangan profesi tersebut (mendeskripsikan upaya yang telah
dilakukuan), sebenarnya penelitian seperti itu dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian
Pre Experimental Design One Shot Case Study atau One-Group Pretest-Posttest Design37.
Namun demikian, karena pelaksanaan penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung
maka tetap dapat dikatakan sebagai penelitian deskriptif. Lebih tepatnya, rancangan
penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif analitis yang berorientasi pemecahan
masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah
pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

Ilustrasi38

Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut. Pak Sahid seorang guru Fisika SMP
kelas IX. Dia mempunyai masalah di kelas IX-A karena siswanya sering gaduh dan malas
dalam mengikuti pelajaran. Berkali-kali pak Sahid sudah memperingatkan siswanya agar
mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi masih belum berhasil juga. Untuk itu dia berfikir
untuk menemukan cara bagaimana menarik perhatian siswa agar mau mengikuti pelajaran
dengan baik dan aktif dalam belajar. Untuk itu pak Sahid mencoba menerapkan metoda
pembelajaran dengan metode penemuan/inkuiri ditambah penggunaan berbagai media
pembelajaran. Mulailah dirancang langkah-langkah pembelajaran tersebut dan
dituangkannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Selanjutnya pak Sahid mulai
menerapkan metode tersebut yang ternyata mampu menarik siswanya sehingga mau
mengikuti pelajaran dengan baik dan lebih aktif dari sebelumnya. Selama pelajaran
berlangsung pak Sahid mencatat segala tingkah laku siswa, mana hal-hal yang membuat
siswa senang dan termotivasi, dan mana yang kurang menarik siswa. Dia juga merekam nilai
yang diperoleh siswa sebelum dan setelah metode tersebut diterapkan.

Karena keberhasilannya tersebut pak Sahid ingin mengetahui lebih mendalam tentang
sebab-sebab siswa tidak tertarik dan kemudian menjadi tertarik untuk mengikuti pelajaran.
Dia mulai menanyai (wawancara) siswanya tentang apa yang membuat menarik dan mana
yang tidak menarik, mana yang perlu dilakukan dan mana yang tidak perlu dan sebagainya.
37
Sugiyono,Op.cit.,19
38
Suhardjono, Op.cit. 30-32
Selain itu dia juga membuat angket yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam
pendapat siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkannya. Dari hasil wawancara,
angket maupun hasil penilaian, kemudian dilakukan analisis dan pembahasan tentang
penyebab ketidaktertarikan dan penyebab ketertarikan siswa, hal-hal yang membuat siswa
bergairah dan sebagainya. Selanjutnya pak Sahid menuliskan segala pengalamannya dalam
bentuk laporan penelitian, dituliskannya upaya yang telah dilakukan tersebut secara
sistematis mulai dari latar belakang mengapa dia menerapkan metode pembelajaran baru,
rumusan masalahnya, landasan teori dan metode penelitian yang digunakan serta te

Demikian tadi, pak Sahid sudah melakukan penelitian deskriptif analitis tentang upaya
yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran di knik
analisis/pembahasan dan akhirnya menyusun kesimpulan hasil penelitiannya. kelasnya.

Sebuah penelitian beranjak dari masalah yang ditemukan atau dirasakan. Yang dimaksud
masalah adalah setiap hambatan atau kesulitan yang membuat seseorang ingin
memecahkannya. Jadi sebuah masalah harus dapat dirasakan sebagai satu hambatan yang
harus diatasi apabila kita ingin melakukan sesuatu. Dalam arti lain sebuah masalah terjadi
karena adanya kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang seharusnya. Penelitian
diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau dengan kata lain dapat menutup atau
setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan itu.

Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, maka lalu perlu dirumuskan. Perumusan ini
penting, karena berdasarkan rumusan tersebut akan ditentukan metode pengumpulan data,
pengolahan data maupun analisis dan peyimpulan hasil penelitian. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu: Sebaiknya dirumuskan dalam bentuk
kalimat tanya, padat dan jelas, memberi petunjuk tentang memungkinkannya pengumpulan
data, dan cara menganalisisnya.

Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori,


konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis penelitian yang akan dilakukan itu.
Hal lain yang lebih penting makna dari penelaahan kepustakaan adalah untuk memperluas
wawasan keilmuan bagi para calon peneliti, karena kita sadari bahwa semua informasi yang
berkaitan dengan keilmuan dalam hal ini teori ataupun hasil penelitian para ahli semua sudah
tertuang dalam kepustakaan.

Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (a)
sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-konsep pada
umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud
buku-buku teks, ensiklopedia, dan sejenisnya. Generalisasi-generalisasi dapat ditarik dari
laporan hasil-hasil penelitian terdahulu itu pada umumnya seperti jurnal, tesis, disertasi dan
lain-lain sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian. Dua kriteria yang biasa
digunakan untuk memilih sumber bacaan itu ialah (a) prinsip kemutakhiran dan (b) prinsip
relevansi.

Setelah peneliti menjelaskan permasalahan secara jelas maka diperkirakan selanjutnya


adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang letak-
letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini peneliti
harus dapat memberikan sederetan asumsi dasar atau anggapan dasar. Anggapan dasar ini
merupakan landasan teori di dalam melaporkan hasil penelitian nanti. Untuk sebuah
penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan gejala yang ada maka setelah
ditetapkan anggapan dasar maka dapat langsung melangkah pada identifikasi variabel.
Namun untuk penelitian deskriptif yang akan dilanjutkan dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antar variabel, maka langkah berikutnya adalah merumuskan hipotesis.

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Konsep penting lain
mengenai hipotesis adalah mengenai hipotesis nol. Hipotesis nol, yang biasa dilambangkan
dengan Ho, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya saling hubungan antara dua
variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara
kelompok yang satu dan kelompok yang lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik
biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang
bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternatif, yang biasa dilambangkan dengan Ha, yang
menyatakan adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya
perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya,
kesimpulan uji statistik berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar.

Selanjutnya perlu dilakukan identifikasi variabel dan variabel-variabel tersebut perlu


didefinisikan secara operasional. Penyusunan definisi operasional ini perlu, karena definisi
operasional itu akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk
digunakan.Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel
kuantitatif misalnya banyaknya siswa dalam kelas, jumlah alat praktikum yang disediakan
dan sejenisnya. Contoh variabel kualitatif misalnya kedisiplinan siswa, keseriusan guru
dalam mengajar, dan sejenisnya. Berkaitan dengan kuantifikasi, data biasa digolongkan
menjadi empat jenis, yaitu (1) data nominal; (2) data ordinal; (3) data interval; dan (4) data
ratio. Demikian pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan cara yang sama.
Variabel nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses penggolongan,
contoh : jenis kelamin, status perkawinan, dan sejenisnya. Variabel ordinal, yaitu variabel
yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi
angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu dibawahnya diberi angka 3, dan
dibawahnya lagi diberi angka 4, dan seterusnya. Contoh : hasil lomba cerdas cermat,
peringkat siswa di kelas, dan sejenisnya. Variabel interval, yaitu variabel yang dihasilkan
dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit)
pengukuran yang sama. Contoh : variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap
metode pembelajaran, dan sejenisnya. Variabel ratio, adalah variabel yang dalam
kuantifikasinya memiliki angka nol mutlak.

Dalam hal subyek peneltian, maka peneliti dapat memilih apakah akan meneliti populasi
atau sampel. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya

Setelah peneliti melakukan persiapan seperti dijelaskan di atas, maka selanjutnya


dilakukan pengumpulan data. Untuk seorang guru, pengumpulan data dapat dilakukan di
kelasnya sendiri. Dalam hal rancangan penelitian deskriptif aplikatif, maka pengumpulan
data dapat dilakukan dengan menggunakan angket (bagi siswa SMP, SMA, SMK) atau
wawancara (bagi siswa TK atau SD) dan data yang dikumpulkan misalnya tentang
tanggapan siswa atas metode pembelajaran baru yang telah dilakukan guru atau hasil
observasi atas sikap siswa pada saat guru menyajikan pembelajaran dengan metode baru.
Data lain yang perlu dikumpulkan misalnya adalah nilai hasil belajar siswa, yang diperoleh
dari metode dokumentasi, dan keaktifan siswa, yang diperoleh dari hasil pengamatan.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan pengolahan
data. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang
rendah reliabilitas dan validitasnya serta data yang kurang lengkap digugurkan atau
dilengkapi sesuai aturan. Selanjutnya data yang lolos seleksi tersebut disajikan dalam bentuk
tabel, diagram, dan lain-lain agar memudahkan dalam pengolahan serta analisis selanjutnya.

Data hasil olahan tersebut kemudian harus dianalisis, untuk data kuantitatif (data dalam
bentuk bilangan) dianalisis secara statistik, untuk data yang bersifat kualitatif (deskriptif
kualitatif) dilakukan analisis non statistik. Data deskriptif kualitatif sering hanya dianalisis
menurut isinya dan karenanya analisis seperti ini juga disebut analisis isi (content analysis).
Dalam analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi, dan
kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar deviasi atau lainnya. Untuk
analisis statistik, model analisis yang digunakan harus sesuai dengan rancangan
penelitiannya. Apabila penelitian yang dilakukan guru hanya berhenti pada penjelasan
masalah dan upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan (untuk meningkatkan mutu
pembelajaran), maka setelah disajikan data hasil wawancara, angket, pengamatan atau
dokumentasi, maka selanjutnya dianalisis atau dibahas dan diberi makna atas data yang
disajikan tersebut. Tetapi apabila penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
hubungan maka harus dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana hipotesis yang telah
ditetapkan untuk diuji. Misalnya uji statistik yang dilakukan adalah uji hubungan, maka akan
diperoleh hasil uji dalam dua kemungkinan, yaitu hubungan antar variabel-variabel
penelitian atau perbedaan antara sampel-sampel yang diteliti, dengan taraf signifikansi
tertentu, misalnya 5% atau 10%., atau dapat terjadi hubungan antar variabel penelitian atau
perbedaan antara sampel yang diteliti tidak signifikan. Apabila ternyata dari hasil pengujian
diketahui bahwa hipotesis alternatif diterima (hipotesis nol ditolak) berarti menyatakan
bahwa dugaan tentang adanya saling hubungan atau adanya perbedaan diterima sebagai hal
yang benar, karena telah terbukti demikian. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil yang
kedua dinyatakan hipotesis alternatif tidak terbukti kebenarannya, maka berati hipotesis nol
yang diterima. Dengan telah diambilnya hasil pengujian mengenai penerimaan atau
penolakan hipotesis maka berati analisis statistik telah selesai, tetapi perlu diingat bahwa
pelaksanaan penelitian masih belum selesai, karena hasil keputusan tersebut masih harus
diberi interprestasi atau pemaknaan.

Hasil analisis dari pengujian hipotesis dapat dikatakan masih bersifat faktual, untuk itu
selanjutnya perlu diberi arti atau makna oleh peneliti. Dalam pemaknaan sering kali hasil
pengujian hipotesis penelitian didiskusikan atau dibahas dan kemudian ditarik kesimpulan.
Dalam penelitian dipastikan seorang peneliti mengharapkan hipotesis penelitiannya akan
terbukti kebenarannya. Jika memang demikian yang terjadi, maka kemungkinan pembahasan
menjadi tidak terlalu berperan walaupun tetap harus dijelaskan arti atau maknanya. Tetapi
jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak tahan uji, yaitu ditolak, maka peranan pembahasan
menjadi sangat penting, karena peneliti harus mengekplorasi dan mengidentifikasi sumber
masalah yang mungkin menjadi penyebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian. Akhirnya
dalam kesimpulan harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Jangan
sampai antara masalah penelitian, tujuan peneltian, landasan teori, data, analisis data dan
kesimpulan tidak ada runtutan yang jelas. Apabila penelitian mengikuti alur atau sistematika
berpikir yang runut seperti itu maka penelitian akan dapat dikatakan telah memiliki
konsistensi dalam alur penelitiannya.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa program bimbingan difokuskan pada tiga jenis
karya ilmiah, yaitu penelitian deskriptif, penelitian eksperimen dan penelitian tindakan kelas.
Dalam kaitannya dengan penilaian angka kredit guru terhadap penulisan karya ilmiah, maka
salah satu kriteria karya tulis ilmiah adalah Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten 39. Jadi yang
perlu diperhatikan bahwa karya tulis ilmiah tersebut harus asli buatan sendiri (bukan dibuat
orang lain), perlu atau bermanfaat untuk pengembangan profesi guru, ilmiah dalam arti
sesuai kaidah keilmuan dan penulisan ilmiah, serta konsisten dalam hal bidang yang diteliti,
yang diantaranya meliputi kesesuaian dengan tugas guru yaitu bidang pendidikan khususnya
pembelajaran, dan sesuai dengan latar belakang guru yang bersangkutan.

39
Suhardjono, Op.cit.,31
Sehubungan dengan kriteria di atas, maka yang berkaitan dengan nilai kemanfaatan
adalah keharusan adanya tindakan yang bermanfaat atau upaya yang dilakukan oleh guru
untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan demikian, jenis karya tulis ilmiah yang
sesuai dengan kriteria tersebut adalah jenis penelitian tindakan kelas dan penelitian
eksperimen. Dengan demikian meskipun jenis penelitian deskriptif diperbolehkan, namun
tetap harus memiliki nilai manfaat untuk pengembangan profesinya. Jadi tidak boleh hanya
penelitian yang sifatnya mendeskripsikan kejadian yang ”biasa” terjadi, misalnya (yang
banyak ditulis dan ditolak/tidak diberikan angka kredit) : Hubungan Antara Kondisi
Ekonomi Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, Kaitan antara Kurikulum dengan
Motivasi Belajar Siswa, Peranan Perpustakaan Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa,
dan sejenisnya. Penelitian tentang hal itu memang termasuk penelitian yang bersifat ilmiah,
tetapi kurang bermanfaat dalam hal pengembangan profesi guru. Agar penelitian deskriptif
tetap memiliki nilai manfaat yang tinggi maka materi yang diangkat sebaiknya tetap berupa
deskripsi atau telaah tentang tindakan yang dilakukan atau upaya yang telah dilakukan oleh
guru (si penulis sendiri) untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Supaya lebih jelas di sini
dikutip pendapat Suhardjono40 dalam hal karya tulis ilmiah yang tidak memenuhi
persyaratan dalam hal kemanfaatan:

”(a) Masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan
yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis.

(b) Masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam
peningkatan/pengembangan profesinya.

(c) Masalah yang ditulis sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya, telah jelas
jawabannya, kurang jelas manfaatnya, dan merupakan hal yang mengulang-ulang.”

Selain hal di atas, agar sebuah karya tulis ilmiah benar-benar meyakinkan bahwa
penelitian tersebut benar-benar dilakukan, maka harus dilampirkan beberapa hal yang
berkaitan dengan penelitan seperti instrumen (pedoman wawancara, pedoman observasi,
angket, test hasil relajar dll), contoh hasil kerja siswa, data hasil penelitian, print-out
analisis, daftar hadir, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang perlu.
40
Ibid.,
7. Penelitian Ekonomi
Sebenarnya dalam perekonomian yang ada, Indonesia telah memenuhi kriteria
yang telah menjadi pedoman dalam penulisan hasil penelitian. Penelitian dalam bidang
ekonomi sebanarnya sama denhan penelitian pada bidang ilmu yang lainnya seperti
pendidikan yang mengacu pada sains, dan pada ekonomi ini di bidang akuntasi dan
gradulate management yang mana kita diajarkan bagaimana mengatur dan mengelola
tingkatan dalam akuntan dan perbankan.
Pada masa sekarang , ekonomi di Indonesia telah maju dan memiliki beragam
cara,kita pernah bahkan faham tentang ekonomi syari’ah yang berpegang teguh pada
ajaran – ajaran Islam ( fiqh muamalah ). Walaupun demikian ,Negara kita bukanlah
Negara Islam sehingga masih bergantung pada sistem Negara yaitu pada hal ini Bank
Indonesia.
Penelitian yang digunakan biasannya pada masalah harga pasar , pemasaran ,
saham , suku bunga , inflasi dan lainnya. Permasalahan seperti ini ,maka perlu dikaji
lebih dalam dengan penelitian . Bagaimana prosedur dari penellitian ini? Sama halnya
dengan penelitian pendidikan, yang membedakan adalah pada objeknya yaitu nominal
and value.41

BAB III
PENUTUP

41
Sugiyono.Op.cit.,23
Kesimpulan
Jenis-jenis penelitian sangat beragam macamnya, disesuaikan dengan cara pandang dan dasar
keilmuan yang dimiliki oleh para pakar dalam memberikan klasifikasi akan jenis penelitian yang
diungkapkan. Namun demikian, jenis penelitian secara umum dapat digolongkan sebagaimana yang akan
dipaparkan berikut ini.
• Jenis Penelitian Menurut Tujuan
Jenis penelitian menurut tujuan terdiri dari:
a. Penelitian Eksploratif
Jenis penelitian eksploratif, adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu
yang baru. Sesuatu yang baru itu dapat saja berupa pengelompokkan suatu gejala, fakta, dan penyakit
tertentu. Penelitian ini banyak memakan waktu dan biaya.
b. Penelitian Pengembangan
Jenis penelitian pengembangan bertujuan untuk mengembangkan aspek ilmu pengetahuan.
Misalnya: penelitian yang meneliti tentang pemanfaatan terapi gen untuk penyakit-penyakit menurun.
c. Penelitian Verifikatif
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu fenomena. Misalnya saja,
masyarakat mempercayai bahwa air sumur Pak Daryan mampu mengobati penyakit mata dan kulit.
Fenomena ini harus dibuktikan secara klinik dan farmakologik, apakah memang air tersebut mengandung
zat kimia yang dapat menyembuhkan penyakit mata.

• Jenis Penelitian Menurut Waktu


a) Penelitian Longitudinal
Penelitian longitudinal adalah penelitian yang dilakukan dengan ciri: waktu penelitian lama,
memerlukan biaya yang relatif besar, dan melibatkan populasi yang mendiami wilayah tertentu, dan
dipusatkan pada perubahan variabel amatan dari waktu ke waktu. Penelitian ini secara umum bertujuan
untuk mempelajari pola dan urutan perkembangan dan/atau perubahan sesuatu hal, sejalan dengan
berlangsungnya perubahan waktu. Jenis penelitian ini sering digunakan pada penelitian lingkup
Epidemiologi dengan beberapa rancangan yang khas, seperti kohort, cross-sectional, dan kasus kontrol.
a. Kohort
Penelitian kohort sering juga disebut penelitian follow up atau penelitian insidensi, yang dimulai
dengan sekelompok orang (kohor) yang bebas dari penyakit, yang diklasifikasikan ke dalam sub-
kelompok tertentu sesuai dengan paparan terhadap sebuah penyebab potensial terjadinya penyakit atau
outcome.
Penelitian kohort memberikan informasi terbaik tentang penyebab penyakit dan pengukurannya
yang paling langsung tentang resiko timbulnya penyakit. Jadi ciri umum penelitian kohort adalah:
a. dimulai dari pemilihan subyek berdasarkan status paparan.
b. melakukan pencatatan terhadap perkembangan subyek dalam kelompok studi amatan.
c. dimungkinkan penghitungan laju insidensi (ID) dari masing-masing kelompok studi.
d. peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit dan tidak dengan sengaja
mengalokasikan paparan.
Oleh karena penelitian kohort diikuti dalam suatu periode tertentu, maka rancangannya dapat
bersifat restropektif dan prospektif, tergantung pada kapan terjadinya paparan pada saat peneliti mau
mengadakan penelitian.
Rancangan penelitian kohort prospektif, jika paparan sedang atau akan berlangsung, pada saat
penelitian memulai penelitiannya. Rancangan kohort retrospektif, jika paparan telah terjadi sebelum
peneliti memulai penelitiannya. Jenis penelitian ini sering disebut sebagai penelitian prospektif historik.
b) Penelitian cross-sectional (Lintas-Bagian)
Penelitian lintas-bagian adalah penelitian yang mengukur prevalensi penyakit. Oleh karena itu
seringkali disebut sebagai penelitian prevalensi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan
penyakit dengan paparan dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada
individu dari populasi tunggal pada satu saat atau periode tertentu.
Penelitian lintas-bagian relatif lebih mudah dan murah untuk dikerjakan oleh peneliti dan amat
berguna bagi penemuan pemapar yang terikat erat pada karakteristik masing-masing individu. Data yang
berasal dari penelitian ini bermanfaat untuk: menaksir besarnya kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan
dari populasi tersebut. Instrumen yang sering digunakan untuk memperoleh data dilakukan melalui:
survei, wawancara, dan isian kuisioner.

• Jenis Penelitian Menurut Bidang Ilmu


i. Pendidikan
ii. Ekonomi

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.(. Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 32

Asim, Dr. M.Pd, Sistematika Penelitian Pengembangan. (Malang : Lembaga Penelitian-


Universitas Negeri Malang, 2001),1

Bailey. Educational Research (London : Oxford university,1990),10.

Borg W.R. and Gall M.D., Educational Research : An Introduction, 4 th edition. (London:
Longman Inc., 1983),5

Dane, F.C. Research Methods. (Brooks/Cole Publishing Company. Belmont California,1990),23

Dwiyogo Wasis D Dr. M.Pd, Pelaksanaan Penelitian Pengembangan. (Malang: Lembaga


Penelitian-Universitas Negeri Malang, 2001),1

Gephart, William J, Toward a Taxonomy of Empirically-Based Problem Solving Strategies.


(Viscounsin: University of Viscounsin, 1972),3

Kerlinger, Fred N. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Laporan Akhir
Studi Evaluasi Program Pendidikan Moral Melalui Televisi. (Jakarta: Pustekkom, LP3ES dan
IFES, 2000),2

Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang (UNM). Metodologi Penelitian Pengembangan


Bidang Pendidikan dan Pembelajaran.( Malang : Lemlit UNM, 2000),

Marzuki, C. Metodologi Riset.( Jakarta: Erlangga, 1999),4

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia,1999) ,12

Perin, Donald G. Instructional Television : Synopsis of Television in Education.( New Jersey:


Educational Technology Publications, 1977),8

Shklovski, Irina; Kraut, Robert; dan Rainie, Lee..“The Internet and Social
Participation:Contrasting Cross-Sectional and LongitudinalAnalysis”. Journal of Computer-
MediatedCommunication. Vol. 10, No. 1. 2004),12

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung: Alfabeta,1999),21

Suhadi, Ibnu, MA..Ph.D. Kebijakan Penelitian Perguruan.( Malang: Lembaga Penelitian-


Universitas Negeri Malang, 2001),5

Suhardjono. Metode Penelitian Pendidikan.( Jakarta : Rineka Cipta, 1998),12


Supranto, J Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran. (Jakarta: Rineka Cipta,1997),22

W a l d o p o. Modul Pelatihan Produksi Program Audio: Teknik Menulis Naskah Untuk


Program Audio/Radio Pembelajaran. (Jakarta: Pustekkom Depdiknas, 1999),8

Anda mungkin juga menyukai