Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kastela merupakan salah satu kelurahan yang secara administratif berada

dalam wilayah Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate Selatan, Provinsi Maluku

Utara. Secara geografis Kelurahan Kastela terletak pada posisi 127,300-127,310 BT

dan 0,750-0,760 LU. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Jambula di sebelah

utara, Desa Rua sebelah selatan, Hutan Kastela sebelah timur dan perairan lepas

sebelah barat, (Citra Landsat 7ETM+, 2008)

Masyarakat Kelurahan Kastela sebagian besar penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani dan nelayan, serta sebagian kecil dari mereka adalah

pegawai negeri sipil. Pendududuk Kelurahan Kastela biasanya melaut pada malam

hari sehinga perahu nelayan yang mendarat disekitar penanaman, serta jalan masuk

atau keluar yang dibuat menuju perahu dapat merusak tanaman. Selain itu, pada

musim barat atau ombak besar, perahu nelayan sering dinaikkan ke darat. Pendaratan

ini akan merusak tanaman apabila terletak dilokasi penanaman.

Kelurahan Kastela ini memiliki zona intertidal dengan bentuk topografi

landai (Gambar 4). Jenis substrat heterogen yaitu pasir, pasir berkarang, lumpur dan

lumpur berpasir. Selain ekosistem hutan mangrove, terdapat juga ekosistem terumbu

karang yang kondisinya sudah rusak dan padang lamun. Khususnya ekosistem hutan

mangrove kondisinya sangat memprihatinkan.

23
Gambar 5. Zona Intertidal Kelurahan Kastela

Untuk menghindari punahnya hutan mangrove di Kelurahan ini, maka Dinas

Kelautan dan Perikanan Kota Ternate telah melakukan antisipasi dengan

merehabilitasi areal-areal yang telah mengalami kerusakan. Namun kegiatan ini

mengalami kegagalan, dimana semua jenis mangrove yang ditanam bertahan hingga

3 bulan dan sempat mengeluarkan daun sebanyak 1-2 lembar, namun sepertinya

hewan ternak yang memakannya hingga tidak dapat tumbuh dan berkembang. Dari

hasil wawancara yang diperoleh khususnya ekosistem hutan mangrove kondisinya

sangat memprihatinkan, dan hanya terdapat satu jenis yaitu Sonneratia alba, dan

tidak adanya jenis lain.

4.2. Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove

Unit pelaksana kegiatan rehabilitasi mangrove di Kelurahan Kastela adalah

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, dengan melibatkan masyarakat hanya

pada saat penanaman sebanyak 20 orang. Sebelum kegiatan rehabilitasi dilaksanakan

24
tidak ada sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu dan tidak pernah dilakukan

penyuluhan tentang arti pentingnya hutan mangrove.

Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di

Kelurahan Kastela dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Di


Kelurahan Kastela

No Kegiatan Keterangan

1. Luas dan : Luas areal rehabilitasi 2 Ha. Pelaksanaan penanaman pada


Waktu Tahun 2002.
penanaman

2. Jenis Tanaman : Jenis mangrove yang ditanam yaitu Rhizophora spp dengan
jumlah bibit yang ditanam 5.500 buah.

3. Penyiapan bibit : Dalam penyiapan bibit dilakukan pengumpulan buah


(propagule) yang berasal dari kawasan mangrove Kabupaten
Halmahera Barat dan Pulau Moti. Buah yang dikumpulkan
dengan cara menggoyang pohon dan buah yang ikut terjatuh
digunakan sebagai bibit tanpa ada seleksi terhadap buah yang
masak.

4. Persemaian : Persemaian bibit dilakukan setelah bibit di tutupi dengan


bibit karung selama 4 hari. Lokasi yang digunakan sebagai tempat
persemaian bibit pada areal yang tidak terendam saat air
pasang dan dilakukan penyiraman. Persemaian ini dilakukan
selama 2 bulan. Dalam persemaian digunakan plastik
(polybag) berukuran 10 x 15 cm.

6. Penanaman Proses penanaman dilakukan setelah bibit berumur 2 bulan


dalam persemaian. Penanaman dilakukan langsung dengan
bambu dan plastik dengan kedalaman 10-20 cm. Hal ini
dilakukan pada saat surut dengan jarak tanam 2 x 2 m. Tiap
jenis di tanam dari arah laut ke darat.

7. Pemeliharaan : Kegiatan pemeliharaan dan penyulaman pada saat bibit


ditaman berumur 4 bulan. Kegiatan ini tidak berlangsung
secara terus menerus karena tidak ada dana pemeliharaan.
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate, 2002

25
4.3. Parameter Lingkungan Areal Rehabilitasi
4.3.1. Kualitas Air

Kualitas air yang mencakup suhu air, salinitas air, pH air dan pH tanah diukur

bersamaan dengan pengambilan sampel substrat. Suhu air berkisar 27-290C (Stasiun

1), 27-300C (stasiun 2), 28-320C (stasiun 3), sedangkan salinitas air 29-320/00,

(stasiun 1), 29-300/00 (stasiun 2), 30-320/00, (stasiun 3) dan pH air 6,0-6,10 (stasiun

1), 6,32-6,65 (stasiun 2) dan 6,85-6,78 (stasiun 3).

4.3.2. Kondisi Morfologi Lahan Rehabilitasi

4.3.2. 1. Komposisi Sedimen Lahan Rehabilitasi

Data hasil analisis komposisi sedimen tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar

6, 7, dan 8. Nilai persentase dari ketiga komposisi sedimen (pasir, debu dan liat)

disajikan dalam diagram segitiga tekstur untuk menentukan kelas tekstur dengan

pedoman menurut sistem pembagian USDA (Yulius dkk, 1997) (Gambar 8).

4.36%
7.81%

87.83%
Pasir Debu Liat

Gambar 6. Komposisi Sedimen Stasiun 1

26
Berdasarkan Gambar 6, menunjukkan persentase pasir 87,83%, debu 7,81%

dan liat 4,36%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir, debu, liat)

yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur diperoleh jenis

tekstur tanah berpasir

10.77%
15.51%

73.72%

Pasir Debu Liat

Gambar 7. Komposisi Sedimen Stasiun 2

Berdasarkan Gambar 7, menunjukkan persentase pasir 73,72%, debu 15,51%

dan liat 10,77%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir, debu, liat)

yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur tekstur

diperoleh jenis tekstur tanah yaitu pasir berlumpur.

15.09%

19.26%

65.65%
Pasir Debu Liat

Gambar 8. Komposisi Sedimen Stasiun 3

Berdasarkan Gambar 8, menunjukkan persentase pasir 65,652%, debu

19,26% dan liat 15,09%. Dari hasil analisis persentase komposisi sedimen (pasir,

27
debu, liat) yang diperoleh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam segitiga tekstur

tekstur diperoleh jenis tekstur tanah yaitu lempung berpasir.

1. Stasiun I
2. Stasiun II
3. Stasiun III

Gambar 9. Segititiga Tekstur

4.3.2.2 Salinitas Tanah dan pH Tanah

Hasil analisis salinitas tanah yang dilakukan di Laboratorium Fisika dan

Konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian Unsrat Manado diperoleh hasilnya

seperti pada Gambar 10. Berdasarakan Gambar 10 menunjukkan bahwa salinitas

tanah pada stasiun 1 sebesar 30/00 dengan pH 6,8, stasiun 2 sebesar 20/00 dengan pH

6,0 dan stasiun 3 sebesar 40/00 dengan pH tanah 7,0.

28
40/00
30/00

20/00
Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Gambar 10. Kisaran Salinitas Tanah (0/00) Tiap Stasiun

4.4. Pasang-surut

Untuk mengetahui areal yang dapat ditumbuhi mangrove atau distribusi

jenisnya maka diperlukan pengetahuan mengenai luas daerah limpasan air laut dan

tinggi pasang surut. Pasang-surut merupakan naik turunnya permukaan air laut secara

berkala, hal ini dipengaruhi oleh edaran bulan terhadap matari. Hasil pengukuran

pasang surut selama 39 jam di lokasi penelitian (Lampiran 2) diperoleh grafik

perubahan tinggi air laut seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10.

Grafik Pasang-surut

200
180
Tinggi Pasang-Surut (Cm)

18 0
175

160 16 0
150
140
130
120 12 0
115
12 0 12 0
110 110
105
100 100
95 95
10 0
90 90
85 86
80 80
72 75
80 80
75
80
75
80
70
65 65
60 60 60
50 50
4 5 45
40 40

20
0
0

0
0

0
.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0
.0

.0

.0

.0

.0
09

12

15

18

21

24

03

06

09

12

15

18

21

waktu Pengukura n (Jam)

Gambar 11. Perubahan Tinggi Permukaan Air Laut (Pasut) Selama 39 Jam

29
Keputusan Presiden nomor 32 Tahun 1990 tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

tertuang dalam BAB IV. Pokok-pokok Kebijaksanaan Kawasan Lindung yaitu

dalam: Pasal 26; dijelaskan, Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau

dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau

dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung

pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya dibelakangnya.

Kemudian pada Pasal 27; menyebutkan Kriteria kawasan pantai berhutan bakau

adalah minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah

tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat.

Berdasarkan Gambar 10 dan hasil analisis pasang surut oleh Dinas Hidro-

Oseanografi TNI AL (Lampiran 3) diperoleh tipe pasang surut termasuk tipe

campuran dominasi ganda (Mixed semi diurnal) (F = 0,50) dengan tinggi pasang

surut rata-rata 122 cm. Ini menandakan bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali

surut dalam sehari. Data Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL digunakan untuk

menghitung jalur hijau yang ideal untuk penanaman mangrve dan lamanya

perendaman, sedangkan Hasil pengukuran selama 39 jam pada lampirang dua

sebagai data pembanding.

30
Table 3, Kesesuaian Parameter lingkungan dan Jenis mangrove

Kesesuaian Parameter Lingkungan Hasil Pengukuran pada Areal Penelitian


No
Parameter Nilai Parameter Nilai
1 Suhu > 200C Suhu 27 – 320 C
2 Salinitas air 5 – 25 ‰ Salinitas air 29–320/00
3 Salinitas tanah >100/00 Kisaran Salinitas tanah 20/00 – 40/00
 Stasiun 1 30/00
 Stasiun 2 20/00
 Stasiun 3 40/00

4 pH perairan 6,0-7,5 ppt pH perairan 6,0 – 6,85


5 pH tanah 6,0 – 8,5 ppt pH tanah 6,0 – 7,0
 Stasiun 1 6,8
 Stasiun 2 6,0
 Stasiun 3 7,0
6 Substrat Substrat
Sonneratia spp dan Ø Stasiun 1 Pasir
Avisenia spp  Pasir 87,83%
 Debu 7,81%
 Liat 4,36%
Sonneratia spp, Ø Stasiun 2 Pasir berlumpur
avisenia spp,  Pasir 73,72%
Rhizophora spp  Debu 15,51%
 Liat 10,77%
Ø Stasiun 3 Lempung berpasir
Sonneratia spp,  Pasir 65,652%
avisenia spp, 19,26%
 Debu
Rhizophora spp 15,09%
 Liat
serta Bruguiera spp

7 Tipe Pasang Surut campuran dominasi ganda


8 Jenis Mangrove untuk kegiatan
rehabilitasi dan jenis substrat yang sesuai
pada tekstur tanah Berpasir (Satasiun I) Akan tetapi Jenis bibit yang di tanam hanya
adalah Sonneratia spp dan Avicennia spp, Rhizophora spp pada semua stasiun
untuk pasir-berlumpur adalah jenis
Avicennia spp, Rhizophora spp, (Stasiun
II) dan lempung berlumpur adalah jenis
Sonneratia spp, Avicennia spp.,
Rhizophora spp., dan Bruguiera spp
(Stasiun III)

Sumber : Data primer terolah, 2007; DKP Kota Ternate, 2003; Wiroatmodjo, 1994

31

Anda mungkin juga menyukai