Anda di halaman 1dari 9

TANTANGAN DAN RONG-RONGAN TERHADAP KEUTUHAN

DAN KESATUAN BANGSA KASUS DARUL ISLAM ACEH


Di susun oleh:
1.M.Husen as’ari
2.Andrey wicaksono
3.Sidqi faris
4.Mochammad chakim
5.Surya adi santoso

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
D3 TEKNIK MESIN
OKTOBER 2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Republik Indonesia yang merdeka dari penjajahan bangsa asing,setelah


proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 banyak menjalani tantangan hambatan
dan ancaman dalam menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.

Proklamasi kemerdekaan yang dicetuskan itu menuntut upaya dan perjuangan


yang kuat untuk mempertahankan dari ancaman pemerintah Belanda yang
berusaha untuk menjajah kembali Indonesia selepas PD II.

Bangsa Indonesia yang mencintai kemerdekaan berjuang dengan segala


pengorbanan untuk tetap dapat menjaga kemerdekaan yang di proklamasikan
pejuangan itu baik melalui forum diplomatik maupun dengan militer menghasilkan
pengakuan kedaulatan RI dari kerajaan Belanda tahun 1949 dengan ancaman
terhadap keberadaan bangsa Indonesia dalam wadah suatu negara merdeka yang
berasal dari luar berhasil di hilangkan

Dalam perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya


muncul beberapa ancaman terhadap keutuhannya yang berasal dari beberapa
gerakan di daerah-daerah yang merong-rong keutuhan dan kesatuan bangsa.Salah
satu ancaman tersebut adalah Pemberontakan Darul Islam di Aceh.

1.2 Tujuan Penelitian

Makalah ini di tulis dengan tujuan:

1.Untuk menggambarkan Pemberontakan Darul Islam Indonesia di Aceh sebagai


salah satu tindakan yang merong-rong

2.Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman massa lampau yang amat


berguna bagi tetap terjaganya persatuan dan keutuhan bangsa
1.3 Rumusan Masalah

1.Bagaimana sejarah Darul Islam Di Aceh

2.Bagaimana pecahnya pemberontakan

3.Bagaimana tanggapan pemerintah terhadap Darul Islam

4.Bagaimana solusi dalam menyelesaikan konflik Darul Islam


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Darul Islam Di Aceh

Pada tanggal 21 september 1953,Teungku Muhammad Daud Bereueh


memproklamasikan daerah Aceh menjadi Negara bagian dari Negara Islam
Indonesia, yang didirikan oleh kartosuwiryo di Jawa Barat.

Darul Islam diproklamasikan pertama kali oleh Sukarmaji Karto Suwirjo


membentuk majelis umat Islam dan ia sendiri menjadi imam Negara Islam
Indonesia.

Tindakan Teungku Muhammad Daud Bereueh memimpin pemberontakan di


Aceh menentang kekuasaan pemerintah RI merupakan kejutan besar dipandang
dari peranannya yang besar selama masa-masa sebelumnya dalam menegakkan
perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ia adalah salah satu tokoh ulama terkenal dalam masyarakat Aceh sejak tahun
1939 ia memimpin perasatuan ulama seluruh Aceh (PUSA). Organisasi ini
memperoleh banyak pengikut di kalangan ulama dan masyarakat Aceh.Organisasi
ini telah menunjukkan perannya yang besar pada tahun 1942 ketika kekuasaannya
Belanda di Aceh akan berakhir.

Peranan Daud Berueuh selama massa awal kemerdekaan cukup besar, ketika
Belanda melakukan serangan-serangan terhadap daerah Republik Indonesia
dengan agresi militer pertama khususnnya setelah agresi militer kedua, Teungku
Muhammad Beureuh diangkat sebagai Gubernur Jendral Tituler, berdasarkan
keputusan No.4/WKP/sum/47 tanggal 26 agustus 1949.
Setelah pemerintah darurat Republik Indonesia dibubarkan tahun 1949,
Syarifudin prawinanegara menjabat sebagai wakil menteri yang berkedudukan di
Sumatra. Dalam kedudukannya yang demikian, pada 17 Desember 1949 dengan
mempergunakan kekuasaan istimewanya ia membentuk propinsi Aceh.

Pembentukan provinsi Aceh menimbulkan masalah dengan pemerintah pusat,


karena berdasarkan persetujuan RI dan RIS 20 juli 1950 Indonesia hanya terdiri
dari 10 provinsi dengan 3 diantaranya di Sumatra tanpa Aceh. Oleh karena itu
pemerintah pusat berusaha untuk tidak mengakui terbentuknya provinsi Aceh.

DPR di Aceh berusaha sekuat tenaga untuk tetap dapat mempertahankan status
provinsi Aceh yang telah diterima itu. Usaha tersebut misalnya dengan
mengeluarkan mosi pada 20 Agustus 1950 namun pemerintah pusat mengeluarkan
perpu meleburkan provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatar Utara. Sehigga Provinsi
Aceh resmi dibubarkan.

Pembubaran Provinsi Aceh itulah yang menimbulkan pemberontakan Darul


Islam tentara Islam Indonesia di Aceh

2.2 Pecahnya Pemberontakan

2.2.1 Situasi Menjelang Pemberontakan

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 8/Des/WKP/1949 yang


dikeluarkan oleh Mr Syarifudin prawiranegara sejak 1 Januari 1950 Aceh dijadikan
sebagai Provinsi otonom tetapi untuk emberikan kewaspadaan yang tinggi dalam
menghadapi Belanda.

Alternatif yang terbentang dengan konfrensi meja bundar ada 2:

1. Jika berlangsung dengan sukses maka kedua belah pihak dapat mentaati hasil
konfrensi itu

2. Jika Belanda mengkhianati maka dikeluarkan inpres tanggal 20 agustus 1949


Dengan memberikan kekuasaan kepada Syarifudin maka dipecahlah
provinsi Sumatra utara menjadi 2 yaitu Aceh dan Tapanuli, kemudian pada tanggal
25 sampai 29 April 1953 di langsa Aceh Timur diadakan kongres pusa yang
diketuai oleh Teungku Mohammad Beureuh. Kongres tersebut memutuskan
dibentuklah suatu organisasi persatuan bekas pejuang Aceh.

Untuk memperoleh dukungaan masyarakat luas dibentuklah organisasi-


organisasi massa. Organisasi-organisasi tersebut juga melakukan latihan militer
khususnya melatih metode penyerangan dan penyerbuan.

Sementara itu keadaan di Aceh semakin panas dengan semakin aktifnya


latihan-latihan yang dijalankan oleh beberapa organisasi secara besar-besaran.

Pada bulan Desember 1953 Teungku Muhammad Bereuh melakukan


pertemuan yang membicarakan tentang cara-cara melakukan kudita serta
menyusun territorium tentara pada akhirnay Kartosuwiryo menetapkan pada 1
agustus sebagai hari proklamasi Negara Islam Indonesia.

2.2.2 Sebab-Sebab terjadinya Pemberontakan

1. Munculnya konflik antara ulama dan kelompok masyarakat

--- Konflik antara 2 kelompok masyarakat karena revolusi nasional


tidak menghasilkan kembali nilai-nilai masa lampau

2. Ketidak puasan para pemimpin Aceh

--- konflik ini berawal dari pembebasan provinsi Aceh yang ditentang oleh

PUSA. Sehingga menimbulkan ketidak simpatian rakyat Aceh kepada


pemerintahan pusat

2.3 Tanggapan Pemerintah Terhadap Darul Islam


Reaksi pertama-tama pemerintah setelah meletusnya pemberontakan Darul
Islam adalah segera mengadakan pertemuan-pertemuan khusus untuk membicarakan
pemberontakan tesebut dalam suatu pertemuan itu menghasilkan

1. Bersatu dengan rakyat menghancurkan separatis ini dalam hubungan


ini PKI menyatakan dengan jujur dan ikhlas bahwa PKI berdiri
sepenuhnya dibelakang pemerinyah RI

Reaksi kedua dikeluarkannya oleh komandan resimen I infantri di kota raja terhadap
pemberontakan itu adalah dengan segera mengeluarkan pengumuman militer.
Pengumuman itu menyatakan di Aceh telah terjadi suatu pemberontakan yang
digerakan oleh gerombolan liar. Oleh karena itu diminta kepada rakyat agar tetap
tenang dan waspada serta memberikan bantuan sepenuhnya kepada aparatur negara
untuk menumpas pemberontakan tersebut.

2.4 Solusi Dalam Penyelesaian Konflik Darul Islam

Pemberontakan Darul Islam yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Bereuh telah
belangsung beberapa tahun, dan telah berganti beberapa kabinet dalam menyelesaikan
konflik bebeapa kabinet berbeda cara penyelesaiannya antara lain.

2.4.1 Kabinet Ali Sastroamidjojo

Menghadapi pemberontakan Darul Islam di Aceh pemerintah di bawah


pimpinan PM Ali Sastroamidjojo mengerahkan kekuatan milter secara penuh.
Hal ini sebenarnya tidak mudah, mengingat kaum pemberontak terus
memberikan perlawanan. Tetapi cara ini gagal dan pemberontakan Darul Islam
masih berlanjut.

2.4.2 Kabinet Burhannudin Harahap

Menghadapi pemberontakan Darul Islam, PM Burhannudin Harahap


mengarahkan metode dari kemiliteran ke arah perundingan. Pertemuan itu di
mulai pada tanggal 28 oktober sampai 1 november memberikan tuntutan dan
penawaran dari kedua belah pihak. Dan pada akhirnya dengan cara ini lah
pemberontakan Darul Islam dapat dihentikan, yaitu setelah terjadinya ikrar
“lamteh”. Pertempuran itu berhenti sama sekali meskipun ada tanda-tanda
baha gerakan Darul Islam akan berakhir dengan genjatan senjata dan ini
berlangsung sampai dengan tahun 1959.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberontakan / kudeta adalah tindakan yang melanggar hukum, sehingga


pemberontakan perlu di jauhkan dari setiap pikiran orang. Khususnya dalam hal
Darul Islam yang terjadi di Aceh, perlu kita jadikan pelajaran bahwa tidak mudah
menyatukan bangsa sebesar Indonesia. Terutama dari segi pembangunan di
sektor perekonomian merupakan hal yang paling sensitif. Jika pembangunan di
sektor perekonomian tidak seimbang (balance) antara 1 daerah dengan daerah
lain akan menimbulkan kecemburuan sosial dari situlah akan timbul suatu
pemikiran untuk melakukan pemberontakan karena merasa daerahnya tidak
diperhatikan sedangkan hasil buminya terus diambil oleh pemerintah pusat.

3.2 Saran

Kami sadar bahwa makalah ini ditulis dengan sangat sederhana dan
keterbatasan pengetahuan kami tentang permasalahan yang terjadi di Negeri ini
sehingga dalam penulisan banyak mengalami kesalahan oleh karena itu kami dari
kelompok 3 mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

 Alfian, Ibrahim (1987).Perang di Jalan Allah. Jakarta: Sinar Harapan.

 Amin.SM (1956). Sekitar Peristiwa Berdarah di Aceh. Jakarta: Soeroengan

 Boland, B.j (1958). Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta: Graffiti Press

Anda mungkin juga menyukai