Mie Ayam Dan Kotak Amal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

MIE AYAM DAN KOTAK AMAL

Suara adzan maghrib telah berkumandang. Imran dan istrinya, Zainab, segera

berbuka puasa. Menu puasa yang disediakan istrinya sungguh menggoda. Kolak

candil plus ubi ditambah minumannya teh hangat. Lapar dan dahaga pun lenyap

berganti syukur kepada Ilahi rabbi.

Setelah berbuka puasa, Imran melaksanakan sholat maghrib, sementara

istrinya yang sedang berhalangan mencuci piring dan gelas bekas berbuka

tadi. Kemudian sesudahnya, Imran bersiap untuk ke mesjid Ar Rahman dekat

rumah. Sholat isya dan tarawih di sana. Sambil mengoleskan pengharum

tubuh, Imran merogoh saku celananya. A ha, ada uang empat ribu rupiah sisa

ongkos angkot kemarin. Kebetulan sekali, pikir Imran. Ia ingin membeli mie

ayam kesukaannya. Nah, cukup uangnya untuk membeli semangkuk mie ayam

dan sisanya yang seribu rupiah untuk dimasukkan di kotak amal.

Tak berapa lama, istrinya datang setelah selesai dengan pekerjaannya

bersamaan dengan kumandang adzan isya.

“ Aa sudah siap-siap yah?. Ih, udah ganteng pisan. Neng titip doa yah A…”

“ Iya neng. Neng nungguin Aa yah di rumah. Jangan lupa, pintu rumah dikunci,”

pinta Imran.

“ Iya Aa ku sayaang,” jawab Zainab centil.

Lalu berangkatlah Imran ke mesjid. Zainab mengantarkannya sampai di pintu

depan rumah.
-..-

Malam itu di mesjid Ar Rahman meski sudah menginjak malam ke sepuluh,

jumlah jamaah yang hadir masih tetap banyak. Dan seperti malam

sebelumnya, ada ceramah dahulu sebelum melakukan sholat tarawih. Kali ini

tema tarawihnya mengenai “Menggapai Keikhlasan”. Penceramahnya adalah

ustadz H. Abdullah. Seluruh jamaah mendengarkan dengan seksama, tak

terkecuali Imran yang merangsek maju ke shaf depan. Biar lebih jelas dan

tidak mengantuk.

Ustadz tersebut menceritakan mengenai sahabat Rasulullah saw., Ali bin Abi

Thalib r.a., yang pada suatu peperangan tidak jadi mengayunkan pedangnya

untuk memenggal kepala seorang kafir Quraisy meski orang tersebut

meludahinya. Suatu ketika, sahabat Rasulullah yang lainnya bertanya

kepadanya. Gerangan apa yang membuatnya mengurungkan ayunan pedang

kepada musuh Islam itu. Ali r.a menjawab, hal yang menyebabkan ia

mengurungkan ayunan pedangnya karena dalam dirinya tiba-tiba muncul nafsu

ingin membunuh musuhnya tetapi bukan karena lillahi ta ala. Itulah yang

disebut ikhlas, yaitu pabila niat awalnya lurus karena Alloh swt hingga akhir

perbuatannya niat itu tidaklah berubah.

Sambil mendengarkan ceramah, para jama ah mengedarkan kotak amal

yang tersedia. Imran yang sudah mempersiapkan uang amal segera

merogoh sakunya. Begitu kotak amal sampai padanya, segera ia

memasukkan uangnya ke lobang kotak tersebut. Tapi sungguh

mengherankan, uangnya tersangkut di lobang tersebut. Ia coba tekan


kuat-kuat, namun tidak mau masuk juga. Dengan agak malu, dicabutnya

kembali uang tersebut kemudian ia lipat lagi dan dicoba kembali

memasukkannya kembali ke kotak amal. Alhamdulillah, kali ini uangnya

mau masuk ke kotak amal. Saat ia mengedarkan kotak tersebut ke

samping, ia melihat beberapa jama ah memperhatikannya dengan senyum

geli. Duh, malunya.

Setelah selesai ceramah, dilanjutkan dengan sholat tarawih delapan

raka at lalu ditutup dengan sholat witir tiga raka at. Sambil sholat,

pikiran Imran melayang ke lezatnya semangkok mie ayam dan kejadian

kotak amal tadi. Ingin rasanya ia menyuruh imam sholat agar

mempercepat bacaannya sehingga ia segera bisa pulang dan membeli

mie ayam kesukaannya. Pukul sembilan malam sholat tarawih selesai

sudah. Bergegas Imran keluar masjid dan menuju ke pangkalan mie

ayam dekat rumahnya.

Sesampainya di sana, ia melihat gerobak mie ayam bang Gepeng

mangkal. Segera ia menghampiri bang Gepeng yang sedang sibuk

menghitung uang penghasilannya.

“ Bang, pesan mie ayam satu mangkok tapi di bungkus yah bang dan

kuahnya dipisahin. Jangan terlalu pedas, nanti aye bisa mencret-mencret

kalau terlalu pedas, “ pesan Imran kepada bang Gepeng.

“ Waduh maaf pak, dagangan saya sudah habis tadi. Ini saya mau siap-

siap pulang ke rumah pak “, jawab bang Gepeng sambil memasukkan

uangnya ke dalam dompetnya.

“ Mari pak…”
Berlalulah bang Gepeng meninggalkan Imran yang terbengong-bengong

dibuatnya. Buyarlah angan-angannya untuk menyantap semangkok mie

ayam yang hangat ditemani istrinya di rumah malam ini. Ia

memperhatikan uang yang ada digenggamannya.

‘ Duh, ini karena gue tidak ikhlas beramal neh tadi di mesjid.

Semestinya kan gue masukin aja semuanya ke kotak amal di mesjid.

Lebih berkah dan tabungan akhirat lagi ‘, gerutunya dalam hati.

Dengan langkah gontai ia menuju ke rumah. Istrinya yang setia

menunggunya begitu mendengar suara suaminya dan ketukan di pintu

segera membukakan pintu rumah.

“ Assalamualaikum warohmatulloh Aa ku sayaang, Neng kangen deh sama

Aa…”, kata Zainab genit kepada suaminya.

“ Waalaikumussalam…,” jawab Imran sedikit hambar. Ia masih dongkol

dengan kejadian malam ini. Zainab memperhatikan betul roman muka

suaminya yang terlihat masam. Di tambah kuah bisa jadi sayur asem

neh, pikir Zainab.

“ Aaaa…kenapa sih, kok mukanya mendung. Sebel yah ma Zainab?”

“ Kagak Neng, mana mendung?...biasa-biasa aja kok,” kilah Imran.

“ Ooo…Ya sudah kalau begitu. Eh Aa...Neng tadi bereksperimen di dapur

lho sambil menunggu kedatangan Aa. Aa mau nyicipin nggak masakan

buatan Neng?”

“ Humm…Masak apaan sih Neng?,” tanya Imran penasaran.

“ Adaaaaa ajah…Aa mau nyicipin nggak?”, rayu Zainab lagi.

“ Iye…Iyeee…”
Zainab segera menggandeng suaminya ke ruang makan. Di meja makan

tersedia dua mangkok yang ditutupi dengan tutup plastik.

“ Apaan neh Neng?. Baunya sih harum dan mengundang selera Aa

neh…”, tanya Imran kepada Zainab sambil mengendus-enduskan hidungnya

mencium aroma masakan sang istri.

“ Aa bukalah tutupnya…,” pinta Zainab manja.

Lalu Imran membuka tutup plastik tersebut dan terkejutlah Imran.

“ Tralaaaaaa…semangkok mie ayam ala Zainab buat suami tercinta,” kata

Zainab sambil membentangkan kedua tangannya bergaya seperti model

yang menunjukkan hadiah pada suatu acara kuis.

“ Alhamdulillah…makasih ya Alloh. Beneran neh Neng mie ayamnya”,

tanya Imran lagi.

“ Kagak, bohongan. Mienya dari plastik…” jawab Zainab sambil cemberut.

“ Dee…segitu aja ngambek. Neng mukanya jadi jelek lho kalo cemberut.

Ihhh…cubit neh pipinya,” goda Imran sambil mencubit pipi istrinya.

“ Udah ah A…Yuk dicobain mie ayamnya. Aa komentarin yah rasanya

gimana…”

“ Iye Neng…”

Lalu mereka pun menyantap mie ayam tersebut. Imran pun memuji

masakan istrinya yang lezat sekali sambil bersyukur di dalam hati akan

kemurahan Nya dan teguran Nya tadi. Zainab senang sekali mendapat

pujian dari suami dan bertambah senanglah ia melihat rona wajah

suaminya yang kembali cerah bak cahaya purnama.

Created by betjo

Anda mungkin juga menyukai