Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan Negara lain, seperti : Vietnam,
Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina?
Dibandingkan dengan Negara tetangga, kondisi pendidikan di Indonesia sungguh memprihatinkan.
Hal ini ditandai dengan :
a. Tidak semua anak bersekolah. Indonesia masih belum mampu memenuhi program wajar dikdas
(wajib belajar pendidikan dasar) bagi semua anak. Saat ini saja masih terdapat sekitar 20 persen
anak usia sekolah menengah pertama yang masih belum mengeyam pendidikan menengah.
b. Anak dari kelompok miskin keluar dari sekolah lebih dini. Anak dari kelompok ini keluar dari
sekolah karena berbagai alasan terutama faktor ekonomi keluarga dan sulitnya mengakses
sekolah karena lokasinya terpencil. Faktor ekonomi biasanya terjadi di kota-kota besar yang
tingkat persaingannya sangat tinggi. Anak-anak terpaksa keluar dari sekolah untuk membantu
ekonomi keluarga dan mereka kebanyakan turun ke jalan. Hal ini menimbukan masalah sosial lain
yaitu banyaknya anak jalanan. Sedangkan untuk akses sekolah yang sulit biasanya terdapat di
daerah yang terpencil dan terisolir. Untuk mencapai sekolah harus membutuhkan waktu yang
c. Kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung buruk. Selama ini sekolah belum dapat
menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun
masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Bukti ini ditunjukan dengan
rendahnya kemampuan murid tingkat VIII (SMP Kelas 2) dibandingkan dengan Negara tetangga
d. Persiapan dan kehadiran tenaga pengajar yang masih kurang. Berbeda dengan kebanyakan
Negara, Indonesia memperbolehkan semua lulusan institusi pendidikan keguruan menjadi tenaga
pengajar tanpa perlu melewati ujian dalam hal kesiapan untuk memberikan ilmu pengetahuan
dan keahlian mereka pada kondisi sekolah yang beragam. Pada waktu yang sama terdapat
kesulitan untuk memberhentikan tenaga pengajar yang tidak mampu mengajar.
e. Pemeliharaan sekolah-sekolah tidak dilakukan secara berkala. Berdasarkan data survey sekolah
dari Departemen Pendidikan Nasional, satu dari enam sekolah di Jawa Tengah berada dalam
kondisi yang buruk sementara itu sedikitnya satu dari dua sekolah di Nusa Tenggara Timur juga
berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Siswa berada di ruang kelas tanpa peralatan belajar
yang memadai seperti buku pelajaran, papan tulis, alat tulis dan tenaga pengajar yang menguasai
materi pelajaran sesuai kurikulum.
2. Mengapa di Indonesia ada kecenderungan terjadi putus sekolah, padahal dana pendidikan sudah
cukup besar?
Mengapa terjadi putus sekolah ? menurut penyelidikan yang dilaporkan UNESCO, putus sekolah
disebabkan oleh dua golongan sebab, yaitu :
a. Sebab-sebab yang bersifat sosial.
Angka putus sekolah tinggi karena kondisi sosial ekonomi masyarakat yang kurang mapan.
Kondisi sosial ekonomi yang seperti ini mempengaruhi :
1. Masuknya anak menjadi tidak teratur, lama–lama akan meninggalkan sekolah sebelum
menamatkannya.
2. Penggunaan tenaga kerja anak-anak untuk membantu pekerjaan orang tua sehari-hari
3. Ketidakmampuan orang tua membelikan alat-alat sekolah yang diperlukan oleh anak dan
4. Sikap spatik atau bahkan antipatik orang tua tentang nilai/manfaat bersekolah
b. Sedangkan penentu human capital itu adalah ilmu pengetahuan. (Mankiw, Romer dan Well;
1992)
Ilmu pengetahuan dikatakan sebagai penentu Human Capital karena ilmu pengetahuan
adalah satu-satunya faktor produksi yang tidak pernah berkurang (diminishing) baik dari segi
kuantitas maupaun kualitas walaupun telah digunakan berkali-kali. 80% perbedaan pertumbuhan
ekonomi antar Negara adalah disebabkan oleh faktor modal dan fisik.
Teori ini menjelaskan proses bahwa pendidikan memiliki pengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi. Teori ini mendominasi literature pembangunan ekonomi dan pendidikan
pasca perang dunia ke-dua sampai era 70-an. Argumen yang disampaikan untuk mendukung
teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan
lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik disbanding dengan
yang berpendidikan lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktifitas, semakin banyak
orang yang memiliki pendidikan tinggi maka akan semakin tinggi produktifitas dan hasilnya
ekonomi nasional akan bertambah tinggi.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa (1907). Sekolah desa sebagai siasat untuk
mengeluarkan biaya murah. Tipe sekolah desa yang dianggap cocok oleh Gubernur Jenderal Van
Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris. Kalau lembaga
pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di
sawah.
Pendidikan pada zaman Belanda mempunyai catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat
pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat
dengan biaya murah, agar tidak membebani kas pemerintah.
Daftar Bacaan
Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia,(Jakarta:Bina Aksara, 2000)
Mulyasa, 2003. Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi dan Implementasi) Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Nasution S,1995. Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Permendiknas No. 14 Tahun 2007
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, MBA, Islamic Human Capital Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya
Islami, PT. Rajagrafindo Persada, 2009
Prof. Dr. Mohammad Dimyati, Landasan Pendidikan, Analisis Keilmuan, Teorisasi dan Praktek Pendidikan,
Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang, 1996