Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Faktor-faktor preoperatif :
2. Prosedur diagnostik
3. Pemberian obat
• Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
• Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Faktor Perioperatif :
1. Induksi anestesi
• Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperative karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
• Biasanya pada luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang
berkepanjangan.
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif
adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik
Faktor postoperatif :
Patofisiologi
1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah
atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada
penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.
6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan laki-
laki.
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan
pembedahan.
a. Perdarahan
• Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari botol penampung darah yang
disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump)
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya: bedah
mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
• Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume =
taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan
penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-
gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen
vasoaktif.
Secara sederhana perencanaan terapi cairan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Sedang : 6 X BB
Berat : 8 X BB
I jam pertama : ½ PP + M + SO
II/III : ¼ PP +M +SO
70 X BB ( Perempuan )
• 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
• Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
1. Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler
sekitar 20-30 menit.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.
• Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin.
• Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat
urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang).
3. Gelatin
• Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
o Oxypoly gelatin
• Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat, walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golongan urea linked gelatin.
Perbedaan Kristaloid dan Koloid
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
2003;47(5):380-387.
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby; 2005.p3-227
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york: McGraw-Hill; 1999:53-70.
11. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th
ed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.