Anda di halaman 1dari 7

Minat dan Motivasi Siswa dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Tari Di SMPN

8 Malang

Widya Pratiwi

Abstrak

ABSTRAK

Pratiwi, Widya. 2010. Minat dan Motivasi Siswa dalam Kegiatan EkstrakurikulerSeni Tari Di
SMPN 8 Malang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Seni TariJurusan Seni dan Desain Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang.Pembimbing: (I) Dra. E. W. Suprihatin D. P, M.Pd, (II) Drs.
Supriyono.

Kata Kunci: Minat, Motivasi, Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Tari

Minat merupakan suatu keadaan dimana seseorang mempunyaiperhatian terhadap sesuatu yang
disertai keinginan untuk mengetahui danmempelajari atau membuktikan lebih lanjut. Motivasi
merupakan segala dayayang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan
pengamatan dilapangan, minat dan motivasi siswa terhadap kegiatan ekstrakurikuler
pentinguntuk diketahui, karena dengan mengetahui minat dan motivasi siswa, diharapkandapat
lebih meningkatkan fungsi kegiatan ekstrakurikuler secara maksimal.Sehingga sekolah dapat
menentukan dalam mengambil langkah-langkah untukmelakukan tindakan yang dapat
meningkatkan prestasi siswa dalam kegiatanekstrakurikuler maupun intrakurikuler.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) minat siswa dalammengikuti kegiatan


ekstrakurikuler seni tari, 2) motivasi siswa dalam mengikutikegiatan ekstrakurikuler seni
tari.Peneltian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian iniadalah deskriptif.
Subjek penelitian berjumlah 25 siswa, dimana subjek tersebutterdiri dari kelas VII dan VIII.
Untuk pengumpulan data dalam penelitian inimenggunakan angket.Teknik analisis data yang
digunakan adalah teknikpersentase.

 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat siswa dalam mengikutikegiatan ekstrakurikuler seni
tari cenderung tinggi mencapai persentase sebesar96 %. Tingginya minat siswa ditunjukkan
dengan tingginya tingkat kehadiransiswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
Mengikuti kegiatanekstrakurikuler seni tari ternyata erat hubungannya dengan materi/ bahan
ajaryang disajikan. Yakni bahwa materi tari tradisi cenderung lebih disukai dari padamateri tari
kreasi baru. Motivasi siswa dalam hal tersebut tampak pada persentaseyang mencapai 92 % yang
artinya 23 siswa menyatakan termotivasi mengikutikegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan
tingginya motivasi siswa tersebutdikarenakan para siswa merasa bahwa dengan mengikuti
ekstrakurikuler makatugas-tugas seni budaya menjadi sangat terbantu

Dari analisis data di dapatkan hasil bahwa tingginya minat dan motivasisiswa tersebut di
sebabkan adanya minat dari faktor pribadi utamanya adalah padafrekuensi melihat pertunjukkan
tari dan minat faktor lingkungan yang disebabkanadanya dukungan dari keluarga. Sedangkan
tingginya motivasi siswa mengikutiekstrakurikuler seni tari disebabkan oleh motivasi intrinsik
yakni keinginanterbantunya tugas-tugas seni budaya dan motivasi ekstrinsik yakni mendapat
nilaibaik. Dari penelitian ini dapat disarankan agar (1) Sebagai seorang guru/ pendidikhendaknya
perlu meningkatkan keprofesionalan seorang guru, dimana disampingsebagai seorang pendidik
juga berperan dalam membimbing, mengarahkan, danmeningkatkan minat dan motivasi siswa,
(2) Kepala Sekolah bekerjasama denganguru untuk dapat meningkatkan minat dan motivasi
siswa dengan memfasilitasidan melengkapi saran dan prasarana pada pelaksaan kegiatan
ekstrakurikuler senitari, (3) Orang tua diharapkan dapat menyikapi perkembangan anak dengan
caramembimbing, mendidik, dan mengetahui arah minat ataupun bakat yang dimilikidan yang
ingin dicapai anak, (5) Bahwa penelitian ini perlu diadakan tindak lanjutpenelitian yang serupa
pada subjek yang berbeda.

KESENIAN

Ekskul Kesenian merupakan ekskul yang paling menonjol di Smansata.Dikarenakan arus perkembangan
musik yang semakin modern sehingga banyak siswa siswi yang berbakat di bidang seni akan
menyalurkan bakatnya disini. Para murid Smansata tersebut telah menunjukkan prestasi yang cukup
lumayan terutama di Tingkat Kota Tarakan.

Ekskul kesenian terbagi 3 yaitu, seni tari, seni suara, dan teater.
Seni tari disini terbagi 2 yaitu tari daerah dan tari modern. Ekskul tari daerah disini berisi tari dayak
dan tari tor-tor. Sedangkan tarian modern yaitu cheerleader yang diikuti oleh 2 orang siswa dan
beberapa orang siswi.
Ekskul Seni Suara dibimbing oleh Bp. Anselmus Sina Werang. Ekskul ini mengajarkan teknik-teknik
menyanyi yang baik dan benar. Jadwal rutinnya yaitu hari Selasa yang diikuti oleh siswa-siswi SMAN 1
Tarakan. Tim ekskul ini seringkali tampil pada acara tertentu dan juga pernah mengikuti beberapa
kompetisi tingkat kota.
Seni Teater adalah seni dimana para pesertanya dilatih emosinya, dan untuk meningkatkan rasa
percaya diri. Pembimbing ekskul ini adalah Bp. Fahmi Riald yang jjuga merupakan guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
Pendidikan seni musik dengan pendekatan seni budaya merupakan suatu alternatif
solusi dan antisipasi pada persaingan global yang kompe-titif. Pendidikan berbasis seni budaya
penekanan kompetensi adalah pendi-dikan seni musik yang menitikberat-kan pada
penguasaan kemampuan atau kompetensi untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu (ability
to do something). Tentu untuk bisa mengerja-kan sesuatu yang dimaksud, diperlu-kan
penguasaan pengetahuan, kete-rampilan, dan sikap yang dipersyarat-kan untuk mengerjakan
sesuatu ter-sebut. Misalnya untuk bisa menyanyi, diperlukan penguasaan kompetensi yang
terdiri atas pengetahuan, kete-rampilan, dan sikap  terhadap musik. Pendeknya, untuk dapat
melakukan pekerjaan-pekerjaan seni musik, diper-lukan kom-petensi yang mencakup aspek-
aspek kognitif, psikomotor dan afektif (Slamet  2001: 4).
Dalam kaitannya dengan pendi-dikan seni, Nursito (2000: 9-11) menya-takan bahwa
permasalahan rendahnya pengembangan kreatifitas siswa lebih banyak disebabkan oleh
ketidakmam-puan guru dalam mengembangkan kreativitas siswa. Keadaan ini lebih di-
perburuk dengan kekurangmantapan keterampilan dalam berkarya seni dan minimnya
wawasan guru terhadap materi, tujuan dan hakikat pendidikan seni, serta kurangnya sarana
yang ada di sekolah. Kelemahan ini seringkali menyebabkan pengambilan keputusan-
keputusan kurikuler atau kependidik-an menjadi kurang tepat.
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, pendidikan seni musik sangat 
memberi kontribusi yang besar dalam pembentukan ma-nusia Indonesia seutuhnya. Untuk itu
perlu merumuskan materi pembelajar-an seni musik yang lebih matang. Tujuan pendidikan
seni musik berbasis seni budaya adalah salah satu alterna-tifnya, karena bertujuan untuk:
(1)men-dekatkan pendidikan seni dan dunia kerja seni; (2) menjamin adanya com-mon basis
pendidikan seni; (3) mem-fokuskan pada hasil dan proses seka-ligus; (4) mengenalkan
pembelajaran yang luwes; (5) mengakui pembelajar-an sebelumnya; dan (6) menjamin adanya
multiple entry and exit (Slamet, 2001: 4).
Konsep pendidikan seni berba-sis seni budaya untuk SD/MI, telah diaktu-alisasikan
dalam bentuk desain kuriku-lum pendidikan seni musik tingkat satuan pendidikan (KTSP) SD/
MI yang diterbitkan oleh Pusat Kuri-kulum Badan Penelitian dan Pengem-bangan Departemen
Pendidikan Nasi-onal. Tentunya kita menyambut baik dan menaruh harapan yang sangat be-
sar dengan dimunculkannya kuriku-lum tersebut. Selanjutnya dengan di-munculkannya
kurikulum seni budaya ini dipandang perlu untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan
optimali-sasi penerapannya dalam pembelajaran seni. Oleh karena itu melalui penelitian ini, 
peneliti akan mengkaji secara lebih mendalam aplikasi kurikulum seni bu-daya di SD/MI yang
dapat  mendo-rong creative thinking siswa, memberi bekal life-skills kepada siswa, dan men-
ciptakan suasana belajar siswa yang menyenangkan (joyfull learning) dengan memperhatikan (1)
kemampu-an guru menterjemahkan isi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) seni
musik berbasis kompetensi, (2) ke-mampuan guru mengoptimalkan po-tensi seni musik anak
(menjadi kreatif dan aktif), (3) metode guru yang digu-nakan dalam pembelajaran seni musik,
(4) kemam-puan akademis musik anak, (5) ketersediaan sarana pembela-jaran musik (6)
pemanfaatan lingkungan alam sekitar dalam menunjang kegiat-an pembelajaran musik, (7)
evaluasi yang digunakan  dalam pembelajaran musik.

Risalah Ringkas Kegiatan Marching Band : Menjaga Mood dan Eksistensi

Dalam konteks pendidikan dan pertumbuhan emosional siswa, pembinaan watak dan kepribadian
melalui pelatihan marching band ini sangat direkomendasikan. Pasalnya, musikalitas marching
band identik dengan kerjasama dan keutuhan team, tidak bisa saling menonjolkan kemampuan
atau kepiawaian masing-masing. Ego masing-masing pemain mesti dikontrol sedemikian rupa
agar keselarasan team work terlihat utuh dan harmonis. Kenyataan ini yang diharapkan mampu
untuk melatih kesabaran dan kebersamaan para siswa.

Belajar marching band pun jangan dianggap remeh begitu saja, ia mesti dihayati dengan sepenuh
hati dan perasaan plus logika, tak ketinggalan pula stamina tubuh mesti prima. Menurut Prof.
Deviana (2002), wilayah ini cukup sulit ketimbang belajar ilmu-ilmu eksakta yang hanya
mengandalkan logika semata7.

Tak jauh berbeda dari pendapat Prof. Deviana, seorang pelatih senior marching band, Kirnadi8,
mengatakan bahwa marching band disamping sebagai kegiatan ekstra kurikuler adalah juga
dapat berguna untuk melatih otak belahan kanan. Diliat dari kegiatannya yang terbagi dua bagian
tak terpisahkan, yakni musikal dan visual, maka marching band terasa lebih kompleks jika
dibandingkan dengan kegiatan lain. Setiap kegiatan belajar-mengajar idealnya diuraikan tentang
tujuan instruksional umum dan khusus. Seperti diketahui, bahwa tujuan utama pembinaan
marching band adalah membina kewiraan. Disamping itu marching band melalui musik
bertujuan membina watak.

Sebuah kalimat yang terkenal 'music speak better than word' memang telah teruji pada riset-riset
yang dilakukan oleh para pakar dunia pendidikan. Melalui penghayatan nilai-nilai musikal dalam
kegiatan pokok marching band, para anggota akan menjadi lebih berbudaya tinggi dan akan lebih
cerdas. Kegiatan marching band adalah kegiatan bermain prososial atau team. Dari kelompok
kecil (sectional) hingga kelompok besarnya (corps), mereka dituntut untuk melakukan praktik
team building serta melakukan aktivitas komunikasi verbal. Baik internal antar anggota, maupun
unsur luar (eksternal). Dari sana akan meningkatkan kemampuan human skill. Dalam kegiatan
harian (apel, piket dll) serta pengorganisasiannya yang menggunakan istilah militer (komandan,
kepala staf dll), bertujuan untuk membina mental militer atau military style. Pembelajaran
kedisiplinan metode seperti itulah yang disebut sebagai salah satu strategi dalam membina
mental siswa, yakni pembinaan kewiraan dan semangat patriotisme siswa.

Semangat musikalitas dan visualitas marching band adalah sebuah pembelajaran yang
monumental dan patut dihargai setinggi-tingginya oleh seluruh lapisan masyarakat, karena telah
menjadi salah satu media konstelatif untuk membenamkan jiwa patriotik dan mental pejuang
kepada para siswa di tengah carut-marut gaya hidup hedonistik saat ini. Maka, kiranya telah
patut untuk kita renungkan bersama dari lubuk terdalam sanubari kita, sebegitu manfaatkah
kegiatan marching band terhadap perkembangan psikologis siswa? Yang notabene merupakan
generasi penerus harapan kita juga9. Apalagi jika dibandingkan dengan remaja-remaja yang
gemar pada gebyar musik hiburan malam ala “dugem” tanpa jelas tujuannya. Marching band
adalah produk high culture, berdugem-ria jelas produk pop culture. Strinati (2004) mengatakan
bahwa sebagian besar pengamat budaya pun kerap menilai bahwa high culture senantiasa
‘dilawankan’ dengan pop culture10. Mengapa demikian?

Sebagai produk dari high culture11, marching band adalah sebuah seni dengan derajat cipta-
kreasi yang di dalamnya adalah berupa artistikal musik, koreografi gerak dan visualisasi
performa yang dirancang sedemikian rupa dengan membutuhkan tingkat olah rasa dan olah
penalaran yang cukup matang-mendalam. Hingga ketika disuguhkan, terkesan padu-padan dari
ketiga unsur mendasar tersebut begitu ‘hidup’ dan bersenyawa satu sama lain. Tingkat olah rasa
dan nalar inilah yang sahih menjadi acuan bagi klasifikasi high culture12. Tak heran jika banyak
pengamat musik yang meyakini bahwa kegiatan marching band mampu meningkatkan
kecerdasan nalar dan emosional seseorang secara simultan13. Hingga suatu ketika, masyarakat
luas khususnya para orang tua siswa akan kian apresiatif terhadap eksistensi dan kontribusi
kegiatan marching band terhadap peningkatan kualitas mental putra-putrinya yang aktif dalam
ekstra kurikuler ini14.

Secara eksplisit, marching band bisa dikategorikan ke dalam beberapa tipe. Misalkan parade
band yang melakukan gerakan baris-berbaris dan memakai alat musik bak pive, fifes, drum,
woodwin, dan perkusi biasa disebut scrip marching. Lalu ada show band yang sering tampil
dalam lapangan olah raga saat diadakannya kompetisi olah raga, biasa disebut field marching.
Sementara itu, show band lebih aksentuatif serta mayoritas memakai alat tiup brass bukan sejenis
woodwin.

Negara paman sam adalah negara yang memiliki marching band berkualitas. Di Amerika selain
marching band milik kepolisian atau tentara, modern marching band umumnya dihubungkan
dengan pertandingan olah raga semacam foot ball. Waktu unjuk kebolehan marching band
biasanya ditampilkan pada sebelum, ditengah-tengah atau setelah pertandingan berlangsung.

Orang-orang yang tergabung dalam marching band terdiri dari tiga seksi yaitu; pertama alat tiup
(brass) perkusi (alat pukul), dan ketiga adalah colour guard (pemain bendera). Diseksi alat tiup
ada trompet, mellophone, trombhone, baritone, tuba dan lain-lain. Di alat perkusi ada drum dan
alat lain sejenisnya. Sedangkan bagi pemain bendera, aktivitas mereka lebih ditekankan pada
banyak melakukan tari-tarian.

Mungkin kita pernah mengenal schramble band, yang merupakan salah satu bentuk derivate dan
varian dari marching band. Bedanya dengan marching band, jenis ini tidak melakukan baris-
berbaris pada waktu bersamaan dengan musik. Schramble band banyak memasukan unsur
komedi dalam melakukan pertunjukkannya, karena tujuan mereka tampil memang khusus untuk
menghibur. Telah menjadi kewajiban tatkala berperforma, mereka banyak melakukan koreografi
atau gerakan-gerakan lucu.

Quality of performance sangat penting dalam kompetisi marching band. Unsur-unsur yang
dinilai antara lain, pertama; musik, aransemen, harmoni, dinamika dari setiap seksion, kedua;
kostum pemain dan colour guard, ketiga; show concept, disain dan properties, keempat;
koreografi, kelima; kualitas musik yang dimainkan itu sendiri, baik dari tatanan orkestrasinya
maupun jenis lagu yang dipilih. Karena, tema dan jenis lagu yang dipilih akan menentukan
kualitas warna keseluruhan orkestrasi musikalitas marching band, termasuk di dalamnya adalah
mood para pemainnya secara simultan15.

Menjaga mood sebagai team tidaklah mudah. Dalam konteks ini, ada baiknya bila kita
mempertimbangkan curah gagas Marko S Hermawan16 tentang kiat bagaimana menjaga mood
team dari sisi ‘ruh’ musikalitasnya. Dalam pandangan Marko, ilmu menciptakan suatu pagelaran
marching band sudah dibukukan dalam berbagai buku pendidikan musik dan marching band.
Ada banyak cara dan pedoman dalam merangkai suatu tema pagelaran marching band. Dalam
buku karya Wayne Bailey berjudul “The Complete Marching Band Resource Manual”,
dijelaskan banyak mengenai persiapan sebuah marching band menghadapi sebuah penampilan
dan pertandingan. Salah satu faktor terpenting adalah menyeleksi musik yang akan dimainkan.
Tidak semua musik dapat cocok dimainkan oleh marching band. Sebaiknya ambil lagu yang
mempunyai form ABA atau AB. Biasanya dalam puisi atau sajak banyak memakai istilah ini.
Hal ini sama juga dengan sebuah lagu, dimana A dapat diartikan Verse 1 dan B diartikan
Reffrain (Reff). Apabila lagu tersebut mengikuti standar format ini, maka dengan mudah dapat
direproduksi ke lagu marching band. Format AB dapat dengan mudah ditranskripkan ke
marching band, dimana polanya dapat berubah menjadi format klimaks di aransemen marching
band. Format tersebut bisa berbeda dengan lagu aslinya, sepanjang benang merah lagu tersebut
masih ada.

Tidak hanya mandeg pada tahap benang merah sebuah lagu saja, proses pemilihan lagu pun
mesti diperhatikan. Lebih jauh Marko menambahkan, faktor lain dalam memilih lagu adalah cari
di melodi lagu tersebut yang kira-kira dapat menjadi sebuah frase yang klimaks, baik bernuansa
kuat dan keras, atau bahkan lembut sekali. Sehingga penggubah lagu dengan mudah
mentranformasikan lagu tersebut ke dalam bentuk aransemen marching band. Sang pembuat
display pun akan begitu mudah memvisualisasikan gerakan dan konfigurasi display sesuai
dengan lagu tersebut. Semua melodi lagu harus mempunyai efek dan emosi secara klimaks
(Bailey, 1994; dalam Marko, 2009).

Namun, kebanyakan di lagu-lagu pop sekarang ini, jarang sekali dijumpai melodi yang demikian.
Sehingga menuntut sang arranger untuk berpikir lebih keras lagi bagaimana mengangkat
harmoni musikalitas lagu tersebut. Setelah mendapatkan gambaran tentang lagu-lagu yang akan
dimainkan, tugas arranger selanjutnya adalah bagaimana merangkai semua lagu tersebut ke
dalam tema penampilan. Menurutnya, disinilah letak kreatifitas dan keahlian seorang arranger.
Apakah semua lagu tersebut mempunyai benang merah yang sama, sehingga dapat dihubungkan
satu sama lain? Apakah lagu-lagu tersebut berkonotasi keras semua, atau lembut semua? Dan
apakah melodi-melodi dalam lagu tersebut dapat ditukar-tukar ke setiap lagu, atau dijadikan
sebuah Introduction dan Ending sebuah pagelaran? Semua ini membutuhkan pemikiran serius,
tegas Marko17.

Selanjutnya, Marko18 juga mengingatkan bahwa dengan mengikuti acuan Wayne Bailey, ia
membuat suatu grafik pagelaran berisi garis linear pembentuk karakter dan emosi lagu untuk satu
paket. Dari keempat lagu yang akan dimainkan, semuanya harus mempunyai karakter dan emosi
yang kontras satu sama lain, agar grafiknya tidak lurus horisontal. Saat itu, ia mulai dengan lagu
“Sing-sing So ala bolero” yang bernuansa hening dan pelan, hanya suara snare drum.
Berpedoman pada benang merah bolero yang berangsur-angsur keras sampai klimaks dan
megah, maka lagu daerah batak ini dibuatnya sama. Maka jadilah sebuah lagu daerah yang khas
namun menggugah. Dr. Steven Grimo menjelaskan, bahwa lagu pertama sebuah pertunjukan
harus mendapat kesan “Welcome to our performance!” (Whaley, 2005; dalam Marko, 2009).

Berkesan dan berkarakter khas merupakan pesan yang harus disampaikan di lagu pertama.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana dengan lagu selanjutnya? Mau diapakan benang
merahnya? Mudah saja, setelah lagu satu diakhiri dengan klimaks yang keras, maka lagu kedua
dapat kita santaikan lagi, mengingat juga tenaga para pemain sudah terforsir habis saat ending
lagu satu. Maka kita sebagai arranger, ‘menyiapkan’ lagi tenaga mereka di lagu selanjutnya
dengan memulainya dengan antiklimaks. Lagu Gundul-gundul pacul dipilih, bernuansa jazz
swing yang ringan, namun terasa enak di telinga. Penonton pun dibuat menikmati lagu ini agar
dapat mengikuti tema yang kita buat, ditambah percussion feature penambah greget lagu
tersebut, imbuhnya lagi.

Kiat seterusnya adalah, Marko19 memasukkan interlude ilir-ilir, dimana hanya pit percussion
yang bermain, sembari pemain brass dan battery beristirahat dan menyiapkan tenaga untuk
menghentak pada lagu ke- 4. Puas dengan irama yang tenang, kemudian dipacu lagi dengan
penampilan yang lebih kencang, keras dan dinamis. Kompilasi lagu jawa barat dipilih antara lain
‘es lilin dan pileuleuyan’. Nada-nada berkonotasi minor membuat Marko bereksperimentasi
menggabungkan dengan lagu klasik agar lebih tegas dan kaku. Lagu pileuleuyan melanjutkan
irama lagu ini dengan ‘menabrak’ tempo cepat 150 dengan irama syahdu tempo 85 (terinspirasi
dari lagu 3 Blue Devils tahun 1998).

Lagu kelima, sebagai lagu pamungkas harus dibuat berbeda yang merupakan kompilasi dan
klimaks dari pertunjukan ini. Namun disaat melihat lagu ke-4 dengan penuh irama keras dan
menghentak, sudah waktunya untuk membawa tema ini ke nuansa antiklimaks. Dengan
‘berkedok’ lagu yamko rambe yamko dan cuplikan dari berbagai lagu sebelumnya, serta diikuti
dengan sepenggal sing-sing so ala bolero, berangsur-angsur melembut pelan dan diakhiri dengan
seorang pemain snare drum ditengah lapangan, tanda pagelaran telah usai.

Anda mungkin juga menyukai