Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai bahasa yang hidup, pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus semakin ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan pada semua bidang
yang dianggap tepat dan dapat menunjang kesempurnaan bahasa Indonesia. Pada
bidang morfologi misalnya, pembinaan dan pengembangan biasanya diarahkan
pada proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata tersebut dapat dilakukan
dengan cara, antara lain: proses pembubuhan afiks atau afiksasi, pemajemukan,
dan pengulangan atau reduplikasi.
Khusus mengenai proses pembentukan kata melalui afiksasi atau
pembubuhan afiks (imbuhan), pada umumnya sangat berpotensi mengubah makna
dan bentuk kata. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kata-kata tersebut seperti:
temu, amen, lempar, dan sebagainya. Jika Kata-kata itu dibubuhi afiks menjadi
penemu, temuan, penemuan, dan sebagainya, demikian pula terhadap kata amen
dan lempar, maka makna dan bentuk kata-kata tersebut akan berubah, misalnya:
temu (muka berhadapan muka ; tatap muka), penemu (orang yang menemukan);
temuan (hasil menemukan); penemuan (proses atau cara menemukan). Jadi,
proses pembubuhan afiks atau afiksasi sangat penting dan memerlukan ketelitian
karena jika salah akan menjadi makna dan bentuknya tidak komunikatif.
Berdasarkan kenyataan itu, media massa, dalam hal ini surat kabar
sebagaimana diketahui, merupakan salah satu media yang dianggap resmi dalam
pemakaian bahasa. Asep menjelaskan bahwa berita dalam televisi, radio, surat
kabar, majalah, serta tulisan dalam buku-buku, yang merupakan produk wartawan
dan penerbit, sangat mewarnai pemakaian bahasa dalam masyarakat. Oleh karena
itu, suatu hal yang sangat masuk akal jika wartawan dan penerbit perlu
meningkatkan kemahiran dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam penyebaran informasi, baik secara lisan maupun tulisan. Hal tersebut tidak
2
dapat dipungkiri karena di samping sebagai salah satu media resmi, juga media
massa sangat berpotensi dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia yang balk dan benar. Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah media
massa, dalam hal ini surat kabar, sudah patut menjadi panutan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar? Apakah sudah menerapkan kaidah-kaidah
morfologis dalam penulisan berita-beritanya? Ataukah lebih mengutamakan
prinsip ekonomi bahasa sebagai salah satu cirinya. Dalam pemakaian bahasa di
surat kabar, terdapat istilah “ekonomi bahasa”. Artinya, kita dapat menggunakan
kata atau kalimat dengan sehemat-hematnya. Akan tetapi, penghematan itu jangan
sampai merusak kaidah bahasa, apalagi menimbulkan salah paham (Suroso,
2001: 6).
Salah satu kolom yang terdapat dalam surat kabar atau media massa ini
adalah tajuk rencana yang membahas masalah atau informasi yang sedang hangat
berkembang dalam masyarakat. Tujuan utama penulisan tajuk rencana adalah
menyampaikan tulisan disertai dengan argumentasi dan logika yang jelas. Bahkan,
untuk memperjelas pandangan penulis dalam tajuk rencana disertakan fakta
pendukung. Secara umum karakteristik bahasa yang digunakan pada wacana tajuk
rencana adalah padat, logis, singkat, menarik, dan bertujuan mempengaruhi
pembaca. Penulisan tajuk rencana harus berpijak pada kaidah jurnalistik dan hal
ini memungkinkan pada hasil tulisannya terdapat kesalahan karena hanya
memenuhi target yang telah disebutkan di atas.
Bertolak pada uraian di atas, penulis tertarik pada salah satu media cetak
yang terbit di kawasan Indonesia barat, yakni surat kabar harian KOMPAS
sebagai objek penelitian. Surat kabar KOMPAS merupakan salah satu surat kabar
harian yang paling sering ditemukan pada pedagang koran dan terlaris di wilayah
Indonesia barat. Penulis juga memilih wacana Tajuk Rencana sebagai kajian
penelitian karena wacana tersebut sering dijadikan bahan pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah. Sering kali guru kurang memperhatikan struktur
morfologinya terutama menyoroti afiksasi atau kata berimbuhan pada wacana
tersebut. Pada saat sesorang membaca surat kabar, pertama kali yang ia baca
adalah isi berita tersebut. Setelah selesai dibaca, kemudian koran akan dilipat dan
3
dimasukan ke dalam tas bahkan dibiarkan begitu saja. Jarang sekali seorang
pembaca meneliti kebahasaannya padahal, belum tentu setiap wacana tidak
terdapat kesalahan. Misalnya saja kesalahan penulisan atau penggunaan EYD,
tidak terdapatnya kekohesian pada wacananya, juga kaidah gramatikalnya yang
kurang diperhatikan khususnya pada bidang kajian morfologi yaitu afiks pada kata
kerja yang berupa prefiks atau awalan yang sering dihilangkan. Berdasarkan yang
tercantum dalam surat kabar harian KOMPAS, terutama dalam hal pembentukan
kata melalui afiksasi atau pembubuhan afiks (imbuhan).
B. Rumusan Masalah
Pada umunya, pembahasan afiksasi merupakan hal yang cukup rumit
sering menemui kesulitan. Melihat kenyataan itu, penulisan skripsi ini akan
dipusatkan pada masalah :
1. Afiks apa sajakah yang digunakan pada wacana “Tajuk Rencana” dalam
surat kabar KOMPAS ?
2. Afiks apakah yang dominan digunakan dalam wacana “Tajuk Rencana”
di KOMPAS dan apa fungsinya?
C. Batasan Masalah
Afiksasi mempunyai jangkauan yang cukup luas. Agar pembahasan yang
dilakukan lebih terarah dan terinci, maka penulis membatasi ruang lingkup
penelitian ini. Aspek yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah pemakaian
afiks pada wacana kolom “Tajuk Rencana” dalam surat kabar harian KOMPAS.
sebanyak 10 terbitan, edisi Januari 2010. Afiks yang dimaksud adalah afiks asli
bahasa Indonesia.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini untuk mendeskripsikan:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Wacana
Isttilah wacana diperkenalkan oleh para linguis di Indonesia dan
negeri-negeri berbahasa Melayu lainnya sebagai terjemahan dari istilah bahasa
Inggris discourse yang berarti wacana. Crystal sebagaimana dikutip oleh Dede
Oetomo (1993: 4) menyatakan bahwa wacana adalah suatu rangkaian
sinambung bahasa (khususnya lisan) yang lebih luas dari pada kalimat.
Di sisi lain, Moeliono (1988: 334) mengungkapkan bahwa wacana
adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi yang lain membentuk kesatuan. Sementara itu, Harimurti
Kridalaksana (1996: 94) menyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa
terlengkap, dalam hhierarki gframatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi
atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk yang utuh (novel, buku,
dan sebagainya), pafragraf, kalimat, ataupun kata yang membawa amanat
lengkap.
2. Analisis Wacana
Analisis wacana menurut pendapat Stubs seperti dikutip Dede Oetomo
(1993: 5) adalah sebagai berikut:
Analisis wacana adalah upaya untuk mengkaji pengaturan bahasa di atas
kalimat/ di atas klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan
yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tertulis.
Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu
digunakan dalam konteks sosial, dan khususnya interaksi dialog
antarpenutur.”
Senada dengan pendapat di atas, Soesono Kartomiharjo (1996: 21)
menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang
dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari
pada kalimat. Dalam upaya menguraikan suatu unit bahasa, tambahnya,
analisis wacana tidak terlepas dari penggunaan piranti cabang ilmuu bahasa
6
rencana, opini biasanya ditulis khusus oleh penulis ternama, pengamat, para
pakar, atau analisis. Opini atau pemikiran yang disuarakan lewat tajuk adalah
visi, misi dan penilaian orang, kelompok, atau suatu organisasi mengenai
suatu hal haruslah orang terpercaya yang mengetahui kebijakan pemerintahan.
Asep (2003 : 89) mengemukakan bahwa Tajuk rencana (editorial)
biasa disingkat “Tajuk” saja disebut juga “induk karangan” “opini
redaksi”, atau “Leader”. Tajukrencana merupakan Jatidiri atau identitas
sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi tersebut
Dari pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa tajukrencana juga
biasanya disebut sebagai editorial. Seseorang bisa menilai baik atau tidaknya
kualitas suatu koran dapat dilihat dari hasil tulisan tajukrencana. Karena ia
merupakan jatidiri dari sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi media
tersebut.
4. Morfologi
Morfologi ialah cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-
beluk bentuk kata dan perubahannya serta dampak dari perubahan itu terhadap
arti (makna) dan kelas kata (Supriyadi, 1996: 5).
Senada dengan pendapat di atas, Sumarwati mengemukakan morfologi
merupakan kaidah atau tata bahasa sebab di dalamnya terkandung seperangkat
kaidah tentang penggunaan bentuk kata. Adapun penyimpangan-
penyimpangan di dalamnya, membuktikan bahwa bahasa itu hidup dan bukan
semata pencerminan logika. Jadi morfologi adalah cabang tata bahasa yang
membicarakan saluk beluk terjadinya kata. (1999: 2).
Berdasarkan pendapat di atas bahwa morfologi merupakan ilmu yang
mengkaji tentang bentukan kata serta menganalisis penyimpangan dalam
pemakaian bentuk kata tersebut. Ini berarti morfologi di dalamnya terdapat
proses morfologis. Seperti yang diungkapkan Supriyadi proses morfologis
adalah proses gramatis dalam pembentukan kata. Ada tiga kebahasaan yang
terlibat dalam proses ini yaitu segi bentuk, segi kategori, dan segi makna.
Salah satu jenis proses morfologis adalah afiksasi (1996: 61).
8
Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa satu suku kata, me(N)-
berubah menjadi menge-, misalnya, dalam contoh berikut.
Namun demikian, perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli
awalan di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita
perhatikan contoh berikut.
di- + pak → dipak
di- + tik→ ditik
di- + cap→ dicap
Berdasarkan contoh-contoh yang sudah kita kenal dengan baik, dapat kita
impulkan bahwa untuk membentuk kata secara benar, kita harus mengetahui
bentuk dasarnya.
b. Awalan be(R)-
Awalan be(R)- memiliki tiga variasi, yaitu ber-, be-, dan bel-. Variasi tersebut
muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh
berikut:
be(R)- + usaha→ berusaha be(R)- + kerja→ bekerja
be(R)- + diskusi→ berdiskusi be(R)- + serta→ beserta
be(R)- + korban→ berkorban be(R)- + ajar → belajar
be(R)- + rencana → berencana
Kata beruang sebagai kata dasar berarti sejenis binatang, sedangkan sebagai
kata berimbuhan, yang terdiri atas ber- dan uang memiliki arti mempunyai
uang; ber- dan ruang berarti memiliki ruang’. Kata tersebut akan menjadi jelas
artinya jika terdapat dalam konteks kalimat. Begitu pula halnya dengan kata
berevolusi yang terdiri atas ber- dan evolusi atau ber- dan revolusi.
10
Dalam keseharian sering dijumpai bentuk pengrajin yang berarti orang yang
pekerjaannya membuat kerajinan’. Bila kita bandingkan dengan kata pe(N)- +
rusak menjadi perusak yang berarti orang yang membuat kerusakan’, bentuk
pengrajin merupakan bentuk yang tidak tepat. Kita ingat saja bahwa kedua
kata tersebut, rajin dan rusak, merupakan kata sifat. Karena itu, bentuk
tersebut harus dikembalikan pada bentuk yang tepat dan sesuai dengan kaidah,
yaitu perajin.
Awalan pe(R)- memiliki variasi bentuk pe-, per-, dan pel-. Variasi tersebut
muncul sesuai denngan bentuk dasar yang dilekati awalan pe(R)-. Kita lihat
contoh berikut:
pe(R)- + dagang → pedagang
pe(R)- + kerja→ pekerja
pe(R)- + tapa → pertapa
pe(R)- + ajar → pelajar
Kata-kata sebelah kanan berkaitan dengan awalan ber- yang dilekati dengan
kata dasar dagang, kerja, tapa, dan ajar. Jadi, kata-kata tersebut berkaitan
dengan kata berdagang, bekerja, bertapa, dan belajar. Selain kata-kata itu,
kita sering melihat kata-kata lain seperti pesuruh dan penyuruh. Kata pesuruh
dibentuk dari pe(R)- + suruh, sedangkan penyuruh dibentuk dari pe(N)- +
suruh. Pesuruh berarti yang disuruh’ dan penyuruh berarti yang menyuruh’.
Beranalogi pada kedua kata tersebut kini muncul kata-kata lain yang sepola
dengan pesuruh dan penyuruh, misalnya, kata petatar dan penatar, pesuluh
dan penyuluh.
Dalam bahasa Indonesia sekarang muncul pula bentuk kata yang sepola
dengan kedua kata di atas, tetapi artinya berlainan. Misalnya, pegolf, pecatur,
12
perenang, pesenam, dan petenis. Awalan pe- pada kata-kata tersebut berarti
pelaku olah raga golf, catur, renang, senam, dan tenis. Selain itu, muncul juga
bentuk lain seperti pemerhati ‘yang memperhatikan’, pemersatu ‘yang
mempersatukan’ dan pemerkaya ‘yang memperkaya’. Bentuk-bentuk itu
merupakan bentuk baru dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang termasuk
kata benda itu berkaitan dengan kata kerja yang berawalan memper- atau
memper- + kan. Kini mari kita mencoba menaruh perhatian pada pemakaian
bentuk kata yang dicetak miring dalam kalimat berikut.
o Pertamina akan mendatangkan alat pembor minyak dari Amerika
Serikat.
o Generasi muda sekarang merupakan pewaris Angkatan 45.
o Sejak lama ia dididik orang tuanya. ... yang diberikan orang tuanya
itu menyebabkan dia menjadi orang besar.
o Mereka membantu kami sepekan lalu. ... itu sangat bermanfaat bagi
kami.
14
h. Awalan ke-
Awalan ke- berfungsi membentuk kata benda dan kata bilangan, baik bilangan
tingkat maupun bilangan yang menyatakan kumpulan. Kata benda yang
dibentuk dengan awalan ke- sangat terbatas, yaitu hanya pada kata tua, kasih,
hendak yang menjadi ketua, kekasih, dan kehendak.
15
Penentuan apakah awalan ke- sebagai pembentuk kata bilangan tingkat atau
kata bilangan yang menyatakan kumpulan harus dilihat dalam hubungan
kalimat. Misalnya kalimat berikut:
i. Akhiran Lain
Selain akhiran asli bahasa Indonesia -kan, -i, dan -an, terdapat pula beberapa
akhiran yang berasal dari bahasa asing, misalnya, -wan, -man, dan -wati dari
bahasa Sanskerta; akhiran -i, -wi, dan -iah dari bahasa Arab. Akhiran -wan
dan -wati produktif, sedangkan akhiran –man tidak demikian. Akhiran -wi
lebih produktif daripada akhiran -i dan -iah. Akhiran -wi tidak hanya terdapat
dalam bentukan bahasa asalnya, tetapi juga terdapat dalam bentukan dengan
bentuk dasar bahasa Indonesia.
Perhatikan beberapa contoh kata berikut:
karyawan seniman
karyawati manusiawi
olahragawan surgawi
olahragawati badani
budiman badaniah
16
Beberapa contoh bentuk kata yang salah dan yang benar didaftarkan berikut
ini.
Salah:
memparkir
menterjemahkan
mentafsirkan
mensukseskan
memitnah
menyolok
menyintai
Benar:
6. Jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan dalam bidang
pers. Bahasa yang dipergunakan dalam bidang pers adalah bahasa yang
praktis, efisien, dan efektif bagi semua orang (Badudu, 1988: 119).
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagaimana
tampak dalam surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu
bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran
intelektual minimal. Oleh karena itu, beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa
jurnalistik seperti yang dikemukakan Rosihan Anwar (1991: 1-2) di antaranya:
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang
panjang dan bertele-tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca
sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5 W + 1 H,
membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3. Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal
dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan
kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya,
tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau
makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang
berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,
tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6. Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan
bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya
bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.
Namun, seringkali kita masih menjumpai judul berita “Tim Ferrari
18
B. Kajian Relevansi
Untuk menghindari terjadinya kesalahan, seorang peneliti harus mengkaji
Skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian yang penulis teliti. Sugiono (2005 :
1) mengatakan bahwa adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa cara ilmiah
yang gunakan oleh seorang peneliti bukanlah cara yang dilakukan dengan
rekayasa atau kebohongan untuk memperoleh data. Data yang didapatkan,
digunakan untuk memahami dan memperjelas masalah, serta melakukan antisipasi
19
guna mencegah timbulnya masalah. Oleh karena itu, penulis mencoba semaksimal
mungkin untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah yang ada
dalam proses belajar mengejar khususnya pelajaran bahasa Indonesia yang
menyangkut tentang wacana.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa orang yang melakukan
penelitian yang sejenis dengan proposal yang penulis ajukan yaitu penelitian
tentang wacana. Adapun judul penelitian yang telah dilakukan diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Nida Ul Husna dengan judul “Analisis Kesalahan
Morfologi dalam wacana publik Radar Banten Edisi Juni 2005 dan model
pembelajaran di kelas I SMA”. Menyimpulkan bahwa kesalahan morfologi pada
wacana tersebut sebanyak 35 kesalahan. Adapun kesalahan tersebut berupa : (1)
penulisan afiksasi sebanyak 18 kesalahan, (2) pemilihan afiks sebanyak 7
kesalahan, (3) penggunaan kata ulang sebanyak 2 kesalahan, (4) penulisan kata
majemuk sebanyak 8 kesalahan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
oleh peneliti tersebut, dapat disusun model rencana pembelajaran bahasa (aspek
morfologi) di kelas 1 SMA.
Dari penelitian yang telah dipaparkan menganalisis kesalahan morfologi,
sedangkan dua di antaranya membahas tentang kohesi dan koherensi. Akan tetapi,
penulis memilih menganalisis wacana dari segi morfologi khususnya pada
pemakaian kata berimbuhan atau afiksasi sehingga dapat menghasilkan penelitian
mikro.
C. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakandalam
Ujaran-ujaran alur berpikir
Wacanayang dipergunakan dalam
penelitian yang digambarkan“Tajuk
secaraRencana”
menyeluruh dan sistematis setelah
mempelajari teori yang mendukung kerangka berpikir yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Analisis Wacana
Kata Pendekatan
Berimbuhan Morfologis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
C. Sumber Data
Penelitian ini diawali dengan tahap pencarian data. Data adalah semua
informasi/bahan yang disediakan alam (dalam arti luas) yaitu segala sesuatu yang
menjadi bidang dan sarana penelitian yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih
oleh peneliti. (Edy Subroto, 1992: 34). Sumber yang dipakai adalah:
1. Dokumen
22
Sumber data primer yang dipakai penulis adalah Koran KOMPAS pada
wacana “Tajuk Rencana” Edisi Januari 2011. Sedangkan data sekunder yang
dipakai adalah semua buku-buku maupun artikel-artikel kajian morfologi dan
bahasa jurnalistik yang mendukung penelitian ini.
2. Informan
Peneliti dapat mengambil data dengan wawancara kepada sejumlah
tokoh pengamat bahasa khususnya kajian morfologis yaitu afiksasi serta
pendidik/pakar pendidikan
jenis dan fungsi afiks yang digunakan pada surat kabar KOMPAS khususnya
dalam wacana tajuk rencana.
F. Validitas Data
Penelitian kualitatif menuntut kesahihan data yang dapat diperoleh melalui
triangulasi. Triangulasi ada empat macam, yaitu triangulasi sumber/ data
triangulasi teori, triangulasi peneliti, dan triangulasi metode (Sutopo, 1988: 31).
Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
triangulasi teori dan triangulasi peneliti. Triangulasi teori digunakan dengan
merujuk silang teori yang diperoleh dari perspektif satu dengan perspektif yang
lain untuk mengecek kebenarannya sedangkan triangulasi peneliti digunakan
dengan merujuk silang informasi yang diperoleh dari peneliti yang sebaya atau
yang lebih tau.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah teknik
analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga
komponen, yaitu: 1. reduksi data (data reduction); 2. sajian data (data display);
dan 3. penarikan simpulan (cunclution drawing). Berikut penjelasannya:
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
DISPLAI DATA
ANALISIS
Selama Sesudah
Selama Sesudah
Gambar 2. Analisis Data Model Mengalir (Miles and Huberman, 1994: 10)
25
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A...................................................................................................Lat
ar Belakang.................................................................................. 1
B...................................................................................................Ru
musan Masalah............................................................................. 3
C...................................................................................................Bat
asan Masalah................................................................................ 3
D...................................................................................................Tuj
uan Penelitian............................................................................... 4
E...................................................................................................Ma
nfaat Teoritik dan Praktis............................................................. 4
E...................................................................................................Tek
nik Pengumpulan Data................................................................. 22
F...................................................................................................Tek
nik Uji Validitas Data.................................................................. 23
G...................................................................................................Tek
nik Analisis Data.......................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
ii
27
DAFTAR PUSTAKA
Agus, dkk. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penuisan Karya Ilmiah. Bandung:
Widyatama University.
Asep Syamsul. 2003. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula (edisi revisi). Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Purwadi. 2000. Analisis Kesalahan Berbahasa Ind 4237/ 2 SKS (Hand Out).
Surakarta: UNS Press.
Sumarwati dan Purwadi. 1999. Analisis Morfologi (Buku Pegangan Kuliah FKIP-
PBS-Indonesia). Surakarta: Depdikbud
PROPOSAL
ANALISIS PEMAKAIAN KATA BERIMBUHAN
PADA WACANA “TAJUK RENCANA”
SURAT KABAR KOMPAS
(edisi Januari 2011)
Oleh :
Nur Salamah Wijayanti
NIM : K1207026
PROPOSAL PENELITIAN
Pengesahan
Hari :
Tanggal :