Anda di halaman 1dari 27

Bab 8

Business Continuity Planning


and Disaster Recovery Planning

Kelompok 121M IKI-83408T MTI UI

Aston Freddy Sitorus 7204000454


Gerry Firmansyah 720400047Y
Maulana Mukarom 7204000535

© 2005 Kelompok 121M IKI-83408T MTI UI.


Silakan menggandakan bahan ajar ini, selama tetap mencantumkan nota hak cipta ini
Bab 8
Business Continuity Planning
and Disaster Recovery Planning

Business Continuity Planning (BCP) dan Disaster Recovery Planning (DRP) membahas murni
masalah bisnis. Keduanya tidak membicarakan tentang pelanggaran kebijakan keamanan atau
akses tidak sah, melainkan tentang membuat rencana darurat untuk keadaan darurat yang
mengancam kelangsungan bisnis dan meneruskan bisnis tersebut walaupun terjadi bencana.
BCP membahas tentang membuat rencana dan menciptakan kerangka kerja untuk memastikan
bahwa bisnis itu dapat hidup dalam keadaan darurat; sedangkan DRP membahas tentang proses
pemulihan secara cepat dari suatu keadaan darurat dengan dampak minimum pada organisasi.

Cakupan BCP dan DRP


BCP dan DRP membahas mengenai pemeliharaan bisnis dalam menghadapi gangguan dan
mengembalikannya ke kondisi normal. Business Continuity Planning dan Disaster Recovery
Planning terdiri dari persiapan, pengujian, dan memperbarui tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk melindungi proses bisnis yang kritis dari akibat kegagalan jaringan dan sistem utama.

BCP proses meliputi:


• Penentuan Lingkup dan Rencana
• Business Impact Analysis (BIA)
• Pengembangan Business Continuity Plan

DRP proses meliputi:


• Proses Disaster Recovery Planning (DRP)
• Pengujian Disaster Recovery Plan
• Prosedur Disaster Recovery

1
I. Business Continuity Planning

Secara sederhana, Business Continuity Plan diciptakan untuk mencegah gangguan terhadap
aktivitas bisnis normal. BCP dirancang untuk melindungi proses bisnis yang kritis dari
kegagalan/bencana alam atau yang dibuat manusia dan akibatnya hilangnya modal dalam
kaitannya dengan ketidaktersediaan untuk proses bisnis secara normal. BCP merupakan suatu
strategi untuk memperkecil efek gangguan dan untuk memungkinkan proses bisnis terus
berlangsung.

Peristiwa yang mengganggu adalah segala bentuk pelanggaran keamanan baik yang disengaja
ataupun tidak yang menyebabkan bisnis tidak bisa beroperasi secara normal. Tujuan BCP adalah
untuk memperkecil efek peristiwa mengganggu tersebut pada perusahaan. Tujuan BCP yang
utama adalah untuk mengurangi risiko kerugian keuangan dan meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam proses pemulihan sesegera mungkin dari suatu peristiwa yang mengganggu.
BCP juga membantu memperkecil biaya yang berhubungan dengan peristiwa yang mengganggu
tersebut dan mengurangi risiko yang berhubungan dengan itu.

Business Continuity Plan perlu melihat pada semua area pengolahan informasi kritis
perusahaan, termasuk --tetapi tidak membatasi-- pada hal-hal berikut ini:
• LAN, WAN, dan server
• Telekomunikasi dan link komunikasi data
• Workstation dan workspaces
• Aplikasi, perangkat lunak, dan data
• Media dan penyimpanan arsip
• Tugas-tugas staf dan proses produksi

Peristiwa-peristiwa yang mengganggu Kesinambungan Bisnis

Berikut daftar peristiwa-peristiwa yang dapat mengganggu kesinambungan bisnis yang


digolongkan pada sumber terjadinya, akibat alam atau ulah manusia. Contoh peristiwa alami
yang dapat mempengaruhi kesinambungan bisnis adalah sebagai berikut:
• Kebakaran atau ledakan
• Gempa bumi, badai, banjir, dan kebakaran alami
Contoh peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang dapat mempengaruhi kesinambungan
bisnis sebagai adalah berikut:

2
• Peristiwa pemboman, sabotase, atau serangan lain yang disengaja
• Kegagalan infrastruktur komunikasi

Empat Unsur Utama BCP

Ada empat unsur utama proses BCP:


• Inisiasi Lingkup dan Rencana. Tahap ini menandai permulaan proses BCP. Proses ini
meliputi pembuatan lingkup dan unsur-unsur lain yang diperlukan untuk menentukan
parameter-parameter rencana.
• Business Impact Assessment. Proses BIA adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk
membantu unit-unit bisnis memahami dampak suatu peristiwa yang mengganggu. Tahap ini
meliputi pelaksanaan vulnerability assessment.
• Pengembangan Business Continuity Plan. Istilah ini mengacu pada penggunaan informasi
yang dikumpulkan pada tahap BIA untuk mengembangkan business continuity plan yang
sebenarnya. Proses ini meliputi area dari implementasi rencana, pengujian rencana, dan
pemeliharaan rencana berkelanjutan.
• Persetujuan Rencana dan Implementasi. Proses ini melibatkan pengambilan keputusan
akhir manajemen senior, menciptakan kesadaran terhadap rencana tersebut ke seluruh
personil perusahaan, dan menerapkan suatu prosedur pemeliharaan untuk membaharui
rencana jika dibutuhkan.

A. Inisiasi Lingkup dan Rencana

Tahap inisiasi lingkup dan rencana adalah langkah pertama dalam pembuatan business
continuity plan. Tahap ini menandai permulaan proses BCP. Proses ini melibatkan pembuatan
lingkup untuk rencana dan unsur-unsur lain yang diperlukan untuk menentukan parameter-
parameter rencana tersebut. Tahap ini merepresentasikan suatu pengujian terhadap dukungan
pelayanan dan operasi perusahaan. Lingkup aktivitas harus meliputi: pembuatan akun yang
terperinci dari pekerjaan yang diperlukan, mendaftar sumber daya yang akan digunakan, dan
mendefinisikan manajemen praktek untuk dipekerjakan.

Peran dan Tanggung Jawab


Proses BCP melibatkan banyak personil dari berbagai bagian dari perusahaan. Pembuatan
komite BCP akan merepresentasikan keterlibatan seluruh aspek perusahaan yang pertama dari

3
unit bisnis fungsional kritis yang utama. Unit-unit bisnis lainnya akan dilibatkan dalam beberapa
cara di kemudian hari, terutama sepanjang tahap implementasi dan tahap pembentukan
kesadaran (awareness).

Komite BCP. Komite BCP harus dibentuk dan diberi tanggung jawab untuk menciptakan,
menerapkan, dan menguji rencana yang dibuat. Panitia terdiri dari wakil dari manajemen
senior, semua unit bisnis fungsional, sistem informasi, dan administrasi keamanan. Komite
memulai dengan menyusun lingkup rencana, hal-hal mana yang berhadapan dengan bagaimana
cara memulihkan secara cepet dari suatu peristiwa yang mengganggu dan mengurangi kerugian
keuangan dan kerugian sumber daya dalam kaitannya dengan suatu peristiwa yang
mengganggu.

Peran Manajemen Senior. Manajemen senior mempunyai tanggung jawab yang paling besar
untuk semua tahap rencana, yang meliputi tidak hanya pada proses inisiasi rencana tetapi juga
memantau dan mengatur rencana selama pengujian dan pengawasan; dan pelaksanaan rencana
ketika peristiwa yang mengganggu terjadi. Dukungan ini amatlah penting, dan tanpa komitmen
manajemen dalam hal sumber daya yang cukup baik intangible maupun tangible, rencana tidak
akan sukses.

B. Business Impcat Assessment

Tujuan BIA adalah untuk menciptakan suatu dokumen yang akan digunakan untuk membantu
memahami dampak apa yang akan ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang mengganggu terhadap
bisnis yang sedang berjalan. Dampak tersebut mungkin mempengaruhi sisi keuangan
(kuantitatif) atau operasional (kualitatif, seperti ketidakmampuan untuk merespons keluhan
pelanggan). Vulnerability assessment sering kali menjadi bagian dari proses BIA.

BIA mempunyai tiga tujuan utama:


• Penentuan Prioritas. Tiap-Tiap proses unit bisnis kritis harus dikenali dan diprioritaskan,
dan dampak suatu peristiwa yang mengganggu harus dievaluasi. Proses bisnis yang tidak
time-critical diberi prioritas lebih rendah dibanding proses bisnis yang time-critical.
• Estimasi Downtime. BIA dilakukan untuk membantu menaksir maksimum downtime yang
masih dapat ditolerir (MTD, maximum tolerable downtime) oleh perusahaan; di mana,
periode waktu yang terpanjang suatu proses kritis dapat terus berlangsung sebelum
perusahaan tersebut tidak mampu lagi memulihkan ke kondisi semula. Hal ini sering kali

4
ditemukan sepanjang proses BIA bahwa periode waktu tersebut jauh lebih pendek
dibanding dengan apa yang diharapkan.
• Kebutuhan Sumber Daya. Kebutuhan sumber daya untuk proses yang kritis juga
diidentifikasi pada proses ini, proses-proses yang paling time-sensitive memerlukan alokasi
sumber daya yang paling banyak.
Pada umumnya BIA terdiri dari empat tahap, yaitu:
1. Pengumpulan bahan-bahan penilaian yang diperlukan
2. Melakukan vulnerability assessment
3. Menganalisis informasi yang telah diolah
4. Mendokumentasikan hasilnya dan menentukan saran-saran terhadap apa yang harus
dilakukan

1. Pengumpulan Bahan-bahan Penilaian yang Diperlukan

Langkah awal BIA adalah mengidentifikasi unit bisnis yang kritis. Sering kali, langkah awalnya
adalah dengan melihat skema organisasi yang menunjukkan hubungan antar bisnis unit. Pada
tahap ini dapat pula dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen sebagai salah satu usaha untuk
menentukan hubungan timbal balik fungsional organisasi.

Setelah bahan-bahan dikumpulkan dan operasi-operasi fungsional bisnis dikenali, BIA akan
menguji kebergantungan fungsi-fungsi bisnis ini dengan beberapa faktor, seperti faktor-faktor
kesuksesan bisnis yang terlibat, menetapkan satu set prioritas antar unit, dan prosedur-
prosedur proses alternatif apa yang dapat digunakan.

2. Vulnerability Assessment

Vulnerability Assessment sering menjadi bagian dari suatu BIA. Proses ini mirip dengan Risk
Assessment yang di dalamnya terdapat penilaian kuantitatif (finansial) dan penilaian kualitatif
(operasional). Perbedaannya, vulnerability assessment dilakukan dalam cakupan yang lebih
kecil dan dipusatkan untuk menyediakan informasi yang akan digunakan semata-mata untuk
pembuatan business continuity plan atau dissaster recovery plan.

Kegunaan vulnerability assessment adalah untuk melakukan suatu analisa dampak kerugian.
Ada dua bagian penilaian, penilaian keuangan dan penilaian operasional. Penting untuk
menentukan ukuran-ukuran kerugian keduanya baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

5
Ukuran-ukuran kerugian secara kuantitatif dapat digambarkan sebagai berikut:
• Penentuan besarnya kerugian keuangan dari hilangnya pendapatan, pengeluaran modal,
atau resolusi kewajiban pribadi
• Biaya operasional yang tambahan yang dibutuhkan dalam kaitan dengan kejadian yang
mengganggu
• Penentuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran persetujuan kontrak
• Penentuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran pengatur atau pemenuhan
kebutuhan

Ukuran-ukuran kerugian kualitatif terdiri dari:


• Hilangnya manfaat kompetisi atau penguasaan pasar
• Hilangnya kredibilitas atau kepercayaan publik

Selama vulnerable assesment, critical support area harus ditentukan dalam rangka menilai
dampak suatu peristiwa yang mengganggu. Critical support area didefinisikan sebagai suatu
unit atau fungsi bisnis yang harus ada untuk mendukung kesinambungan proses-proses bisnis,
memelihara keselamatan hidup, atau menghindari kebingungan masyarakat.

Critical support area bisa meliputi:


• Telekomunikasi, komunikasi data, atau area teknologi informasi
• infrastruktur fisik atau jasa transportasi
• Akuntansi, penggajian, proses transaksi, layanan pelanggan, pembelian

3. Analisa Informasi

Selama tahap analisa BIA, beberapa aktivitas berlangsung, seperti mendokumentasikan proses-
proses yang diperlukan, mengidentifikasi ketergantungan satu proses dengan proses lainnya,
dan menentukan periode gangguan yang masih bisa diterima.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk memaparkan secara jelas dukungan-dukungan apa saja yang
diperlukan untuk memelihara arus pendapatan dan memelihara proses-proses bisnis sudah ada,
seperti tingkatan proses transaksi dan tingkatan layanan pelanggan. Oleh karena itu, elemen-
elemen analisa harus datang dari seluruh area di perusahaan tersebut.

6
4. Dokumentasi dan Rekomendasi

Langkah yang terakhir dalam proses BIA melibatkan pendokumentasian secara menyeluruh dari
semua proses, prosedur, analisa, dan hasil dan mempresentasikan rekomendasi yang tepat
kepada manajemen senior.

Laporan berisi bahan-bahan yang sebelumnya dikumpulkan, daftar area kritis yang
membutuhkan dukungan, rangkuman dampak kualitatif dan kuantitatif, dan menyediakan
rekomendasi prioritas mengenai pemulihan yang pelru dilakukan yang diperoleh dari hasil
analisa.

C. Pengembangan Business Continuity Plan

Pengembangan business continuity plan mengacu pada penggunaan informasi yang dikumpulkan
pada proses BIA untuk membuat rencana strategi pemulihan untuk mendukung fungsi bisnis
kritis. Di sini kita mengambil informasi yang dikumpulkan dari BIA dan memulai merencanakan
suatu strategi untuk membuat continuity plan.

Tahapan ini terdiri dari dua langkah utama:


1. Pendefinisian continuity strategy
2. Pendokumentasian continuity strategy

1. Pendefinisian Continuity Strategy

Untuk menggambarkan strategi BCP, informasi yang dikumpulkan dari BIA digunakan untuk
menciptakan continuity strategy untuk perusahaan. Tugas ini sangat besar, dan setiap unsur-
unsur perusahaan harus dilibatkan dalam menentukan continuity strategy, seperti:

Komputasi. Suatu strategi perlu ditentukan untuk memelihara unsur-unsur perangkat keras,
perangkat lunak, jalur-jalur komunikasi, aplikasi, dan data.
Fasilitas. Strategi perlu ditentukan untuk penggunaan gedung-gedung utama atau kampus dan
fasilitas remote lainnya.
Orang-Orang. Para operator, manajemen, dan personil pendukung teknis harus ditentukan
peranannya di dalam menerapkan continuity strategy.

7
Persediaan dan Peralatan. Dokumen-dokumen, formulir-formulir, atau peralatan keamanan
lainnya harus didefinisikan ketika mereka dibutuhkan pada saat pelaksanaan continuity plan
tersebut.

2. Pendokumentasian Continuity Strategy

Pendokumentasian continuity plan mengacu pada pembuatan dokumentasi yang dihasilkan pada
tahap pendefinisian continuity strategy. Akan terdapat banyak dokumentasi. Dokumentasi
diperlukan hampir di semua bagian, dan itu merupakan sifat alami BCP/DRP memerlukan
banyak catatan/kertas.

D. Persetujuan Rencana dan Implementasi

Langkah yang terakhir adalah penerapan business continuity plan. Rencana tersebut harus
berisi roadmap untuk implementasi. Implementasi di sini bukan berarti pelaksanaan skenario
bencana dan menguji rencana tersebut, tetapi lebih mengacu pada langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Persetujuan oleh manajemen senior.
2. Membangun kesadaran terhadap rencana tersebut ke seluruh jajaran perusahaan.
3. Pemeliharaan rencana, termasuk pembaharuan ketika diperlukan.

Persetujuan Manajemen Senior. Seperti telah disebutkan sebelumnya, manajemen senior


mempunyai tanggung jawab yang paling akhir untuk semua tahap rencana. Sebab mereka
mempunyai tanggung jawab untuk pengawasan dan pelaksanaan rencana selama peristiwa yang
mengganggu terjadi, mereka harus memberikan persetujuan akhir. Ketika suatu serangan
bencana, manajemen senior harus mampu membuat keputusan yang diberitahukan dengan
cepat selama proses penyelamatan berlangsung.

Kesadaran Rencana. Kesadaran terhadap rencana tersebut dari seluruh jajaran perusahaan
amatlah penting. Ada beberapa pertimbangan untuk ini, mencakup fakta bahwa kemampuan
organisasi untuk memulihkan keadaan dari suatu peristiwa akan hampir bisa dipastikan
tergantung pada usaha dari banyak individu. Pelatihan spesifik mungkin diperlukan untuk
personil tertentu untuk menyelesaikan tugas mereka, dan pelatihan berkualitas dirasa sebagai
manfaat yang dapat meningkatkan minat dan komitmen personil di dalam proses BCP.

8
Pemeliharaan Rencana. Business continuity plan sering kali kadaluwarsa karena terdapat
perubahan baru atau adanya alasan yang berbeda dari sebelumnya. Perusahaan dapat
menyusun kembali dan bisnis-bisnis unit yang kritis mungkin berbeda dibanding ketika rencana
yang pertama diciptakan. Paling umum, jaringan atau infrastruktur komputasi berubah,
mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan komponen lainnya. Pertimbangan boleh jadi
bersifat administratif: rencana yang sulit tidak mudah untuk dibaharui, personil yang
kehilangan minat atau lupa, atau terjadinya pergantian karyawan bisa mempengaruhi
keterlibatan.

Apapun alasannya, teknik pemeliharaan rencana sebaiknya dilakukan oleh pihak luar sejak dari
permulaan untuk memastikan bahwa rencana tersebut selalu up-to-date dan dapat dipakai.
Adalah penting untuk membuat prosedur pemeliharaan di dalam organisasi dengan menerapkan
job description yang memusatkan tanggung jawab untuk membaharui rencana. Juga,
menciptakan prosedur audit yang dapat melaporkan secara teratur atas status rencana itu.
Adalah juga penting untuk memastikan bahwa tidak muncul rencana dengan versi-versi yang
berbeda, sebab hal itu bisa menciptakan kebingungan selama suatu keadaan darurat. Selalu
menggantikan versi yang lebih lama dengan versi yang dibaharui ketika suatu rencana diubah
atau digantikan.

Bagai mana UKM menjalankan BCP :

BCP melibatkan pengembangan rencana dan persiapan terhadap bencana sebelum


bencana itu terjadi dengan tujuan untuk meminimalkan kerugian (loss) dan memastikan
sumber daya, orang, dan proses binis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Prosesnya
(otomatis maupun manual) dirancang untuk mengurangi ancaman terhadap fungsi-fungsi
penting organisasi, sehingga menjamin kontinuitas layanan bagi operasi yang penting.
Guna mengantisipasi kasus terburuk, BCP harus mempertimbangkan strategi jangka
pendek (short-term) dan strategi jangka panjang (long-term). BCP disebut juga dengan
tindakan pencegahan.

Untuk membuat BCP, perlu adanya dukungan dari pihak manajemen. Oleh karena itu
BCP Pada sebuah UKM dibuat dengan pendekatan top-down (top down approach) bukan
dengan pendekatan buttom up (buttom up approach).

9
Kebijakan dan tujuan dari usaha perencanaan perlu dibuat oleh pihak manajemen. Sekali
pihak manajemen menetapkan tujuan dan kebijakan serta prioritas perusahaan, staf lain
yang bertanggung jawab dalam rencana ini akan dapat mengisi sisanya. Organisasi yang
mengatur BCP ini biasanya level manajemen.

Ada enam langkah pendekatan untuk contingency planning yang dapat diberikan sebagai
berikut :
1. Indentifikasi fungsionalitas bisnis yang kritis. Pada tahap ini akan dilihat proritas dari
fungsionalitas bisnis yang ada bagi perusahaan. Bagi sebuah UKM, proritas dari
fungsionalitas bisnis yang ada dalam perusahaan adalah :
- Data operasional proyek karena pada data tersebut melibatkan data-data untuk
keperluan tender dan pelaksanaan proyek. Jika fungsional ini down, maka
perusahaan kehilangan data atau tidak bisa mengolah data untuk pengajuan tender
dan pelaksanaan proyek.
- Dukungan sistem informasi yang digunakan untuk menjaga agar kondisi jaringan
perusahaan sehingga pekerjaan operasional bisa dilakukan.
- Keuangan dan akuntansi karena digunakan untuk mengelola perhitungan laba rugi
perusahaan.
- Penggajian dianggap penting karena digunakan untuk mengelola pembayaran gaji
karyawan perusahaan.

2. Identifikasi sistem dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi
kritis.
3. Memperkirakan bencana dan ancaman potensial. Hal ini telah dijelaskan pada bab
sebelumnya.
4. Pemilihan Strategi Perencanaan. Disaster Recovery Plan dan Contingency Plan akan
terdiri dari emergency response, recovery dan resumption activities. Emergency
response berhubungan dengan melindungi hidup dan mengurangi dampak kerusakan
(praktek manajemen keamanan), recovery mencakup langkah-langkah yang penting
untuk mengembalikan fungsi-fungsi kritis kembali berjalan. Sedangkan resumption

10
merupakan tindakan untuk mengembalikan perusahaan kembali pada operasional
(keduanya bisa memanfaatkan dana asuransi).
5. Implementasi Strategi. Dokumentasi menjaid perhatian penting.
6. Test dan Revisi Perencanaan. Disaster Recovery Plan dan Contingency Plan harus
diuji secara periodik karena lingkungan terus berubah dan menimbulkan kebutuhan
perbaikan.

Oleh karena itu rencana-rencana tesebut harus diuji secara terus-menerus supaya
perbaikan yang timbul dapat diatasi.

11
II. Disaster Recovery Planning

Disaster recovery planning adalah suatu pernyataan yang menyeluruh mengenai tindakan
konsisten yang harus diambil sebelum, selama, dan setelah suatu peristiwa yang mengganggu
yang menyebabkan suatu kerugian penting sumber daya sistem informasi. Disaster recovery
plan adalah prosedur untuk merespons suatu keadaan darurat, menyediakan backup operasi
selama gangguan terjadi, dan mengelola pemulihan dan menyelamatkan proses sesudahnya.

Sasaran pokok disaster recover plan adalah untuk menyediakan kemampuan dalam menerapkan
proses kritis di lokasi lain dan mengembalikannya ke lokasi dan kondisi semula dalam suatu
batasan waktu yang memperkecil kerugian kepada organisasi, dengan pelaksanaan prosedur
recovery yang cepat.

Tujuan dan Sasaran DRP

Tujuan DRP yang utama adalah untuk menyediakan suatu cara yang terorganisir untuk membuat
keputusan jika suatu peristiwa yang mengganggu terjadi. Tujuan disaster recovery plan adalah
untuk mengurangi kebingungan organisasi dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk
berhubungan dengan krisis tersebut.

Sesungguhnya, ketika suatu peristiwa yang mengganggu terjadi, organisasi tidak akan
mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan melaksanakan suatu rencana pemulihan
dengan segera. Oleh karena itu, jumlah perencanaan dan pengujian yang telah dilakukan
sebelumnya akan menentukan kemampuan organisasi tersebut dalam mengangani suatu
bencana.

DRP mempunyai banyak sasaran, dan masing-masing sasaran tersebut penting. Sasaran-sasaran
tersebut meliputi:
• Melindungi suatu organisasi dari kegagalan penyediaan jasa komputer.
• Memperkecil risiko keterlambatan suatu organisasi dalam menyediakan jasa
• Menjamin keandalan sistem melalui pengujian dan simulasi
• Memperkecil pengambilan keputusan oleh personil selama suatu bencana

Tahapan DRP ini meliputi:


• Proses DRP

12
• Pengujian disaster recovery plan
• Prosedur disaster recovery

A. Proses Disaster Recovery Planning

Tahap ini meliputi mengembangan dan pembuatan rencana recovery yang mirip dengan proses
BCP. Di sini, kita mengasumsikan bahwa identifikasi itu telah dibuat dan dasar pemikiran telah
diciptakan. Sekarang kita tinggal menentukan langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk
melindungi bisnis itu ketika bencana yang sebenarnya terjadi.

Langkah-Langkah di dalam tahap disaster planning process adalah sebagai berikut:

Data Processing Continuity Planning. Perencanaan ketika terjadi bencana dan menciptakan
rencana untuk mengatasi bencana tersebut.
Disaster Recovery Plan Maintenance. Melihara rencana tersebut agar selalu diperbarui dan
relevan.

1. Data Processing Continuity Planning

Berbagai cara proses backup adalah unsur-unsur terpenting dalam disaster recovery plan. Di
bawah ini dapat lihat jenis-jenis proses yang paling umum:
• Mutual aid agreements
• Subcription services
• Multiple centers
• Service bureaus
• Data center backup alternatif lainnya

a. Mutual Aid Agreements

Mutual aid agreements adalah suatu perjanjian dengan perusahaan lain yang mungkin punya
kebutuhan komputasi serupa. Perusahaan lain mungkin punya bentuk wujud perangkat lunak
atau perangkat keras serupa, atau memerlukan komunikasi data jaringan yang sama atau akses
internet yang serupa dengan organisasi milik kita.

13
Di dalam persetujuan ini, kedua belah pihak setuju untuk mendukung satu sama lain ketika
suatu peristiwa yang mengganggu terjadi. Persetujuan ini dibuat dengan asumsi bahwa masing-
masing operasi organisasi mempunyai kapasitas untuk mendukung operasi organisasi lain yang
sejenis pada saat diperlukan.

Ada keuntungan yang jelas dari perjanjian ini. Hal ini memungkinkan suatu organisasi untuk
memperoleh tempat sementara untuk melakukan kegiatan operasionalnya ketika terjadi
bencana dengan biaya yang sangat kecil atau tanpa biaya sama sekali. Juga, jika perusahaan
mempunyai kebutuhan proses yang serupa, seperti sistem operasi jaringan yang sama,
kebutuhan komunikasi data yang sama, atau prosedur proses transaksi yang sama prosedur,
persetujuan jenis ini mungkin tepat dan dapat dilakukan.

Persetujuan jenis ini mempunyai kerugian serius pula, bagaimanapun, dan benar-benar harus
dipertimbangkan hanya jika organisasi mempunyai mitra yang sempurna dan tidak punya
alternatif lain terhadap disaster recovery. Satu kerugiannya adalah mau tidak mau masing-
masing infrastruktur organisasi harus mempunyai ekstra kapasitas yang tak terpakai untuk
memungkinkan pengolahan operasional penuh sepanjang peristiwa yang mengganggu terjadi.

Kekurangan yang paling besar dalam rencana jenis ini adalah apa yang akan terjadi ketika
bencana tersebut cukup besar dan mempengaruhi kedua organisasi tersebut. Ketika keduanya
mengalami bencana, keuntungan yang sedianya bisa diperoleh menjadi tidak lagi dimungkinkan.

b. Subscription Services

Jenis skenario lain yaitu dengan menggunakan jasa langganan (subcription services). Di dalam
skenario ini, pihak ketiga, jasa komersial menyediakan proses backup dan fasilitas
pemrosesannya. Jasa Langganan mungkin yang paling umum dilakukan. Jenis ini mempunyai
kerugian dan keuntungan yang sangat spesifik.

Terdapat tiga bentuk dasar subcription service dengan beberapa variasi:


• Hot Site
• Warm Site
• Cold Site

14
i. Hot Site

Ini adalah lokasi backup alternatif yang paling hebat. Hot site adalah suatu tempat yang
mempunyai fasilitas komputer yang dipasok dengan daya listrik, pemanasan, ventilasi, dan
proses pengaturan suhu, dan berfungsi sebagai file/print server dan workstation. Aplikasi yang
diperlukan untuk mendukung proses transaksi secara remote di-install pada server dan
workstation dan dijaga agar selalu up-to-date sesuai dengan kondisi operasional biasa.

Lokasi jenis ini memerlukan pemeliharaan perangkat keras, perangkat lunak, data, dan aplikasi
yang teratur untuk menjaga kesesuaian dengan kondisi biasanya. Hal ini memerlukan biaya
administratif yang lebih dan cukup menghabiskan sumber daya.

Keuntungan dari hot site ini cukup banyak. Keuntungan yang utama adalah bahwa
ketersediannya selama 24/7. Hot site dapat digunakan secara cepat dan tersedia (atau di
dalam toleransi waktu yang diperbolehkan) sesaat setelah peristiwa yang mengganggu terjadi.

ii. Warm Site

Warm site merupakan kombinasi antara hot site dan cold site. Seperti halnya hot site, pada
warm site terdapat suatu fasilitas komputer yang tersedia dengan daya listrik dan HVAC, tetapi
aplikasinya belum di-install atau dikonfigurasi.

Untuk memungkinkan pengolahan secara remote pada lokasi jenis ini, workstation harus
dikirimkan dengan cepat; dan aplikasi dan data mereka perlu di-restore dari backup media.

Keuntungan warm site adalah sebagai berikut:

Harga. Lebih murah dibanding hot site.


Lokasi. Lokasi bisa dipilih lebih fleksibel.
Sumber daya. Sumber daya yang digunakan lebih sedikit daripada sumber daya yang
dibutuhkan hot site.

Kerugian yang utama dibandingkan dengan hot site, adalah diperlukannya waktu dan usaha
yang lebih besar untuk memulai proses recovery di tempat yang baru. Jika proses operasional
transaksi tidak begitu penting dan kritis, warm site dapat menjadi pilihan yang tepat.

15
iii. Cold Site

Cold site merupakan pilihan paling tidak siap dari ketiga pilihan yang ada, tetapi mungkin yang
paling umum. Cold site berbeda dengan dua yang lain, cold site merupakan suatu ruang dengan
daya listrik dan HVAC, tetapi komputer harus dibawa dari luar jika diperlukan, dan link
komunikasi bisa ada ataupun tidak. File/print server harus dibawa masuk, seperti halnya semua
workstation, dan aplikasi perlu diinstall dan data di-resore dari backup.

Ada beberapa keuntungan cold site, bagaimanapun, yang menjadi alasan utama adalah biaya.
Jika suatu organisasi mempunyai anggaran sangat kecil untuk suatu lokasi proses backup
alternatif, cold site mungkin lebih baik dibanding tidak ada sama sekali.

b. Multiple Centers

Variasi untuk lokasi alternatif yang sebelumnya telah disebutkan sebelumnya dinamakan
multiple centers, atau lokasi rangkap. Dalam suatu konsep multiple-center, proses pengolahan
tersebar di beberapa pusat operasi, menciptakan suatu pendekatan reduncancy dan pembagian
sumber daya tersedia. Multiple-center ini dimiliki dan diatur oleh organisasi yang sama (lokasi
in-house) atau penggunaan bersama dengan beberapa macam persetujuan timbal balik.

Keuntungannya terutama hanya semata-mata masalah finansial. Kerugian yang utama adalah
relatif lebih sulit untuk dikelola.

c. Service Bureaus

Dalam kasus yang langka, suatu organisasi dapat mengontrak suatu kantor jasa/layanan untuk
secara penuh menyediakan semua proses backup. Keuntungan yang besar pada jenis ini adalah
ketersediaan dan tanggapan yang cepat kantor jasa/layanan dan uji coba bisa dilakukan.
Kerugian dari jenis ini adalah biaya yang dibutuhkan cukup besar.

16
2. Disaster Recovery Plan Maintenance

Disaster Recovery Plan sering kali kadaluarsa. Perusahaan dapat menyusun kembali DRP-nya,
bisnis unit yang kritis mungkin berbeda dibanding ketika rencana yang yang pertama
diciptakan. Yang paling umum adalah berubahnya infrastruktur jaringan atau infrastruktur
komputasi berubah (perangkat keras, perangkat lunak, dan lain komponennya). Pertimbangan
boleh jadi administratif: DRP yang kompleks tidaklah dengan mudah dibaharui, personil
kehilangan minat, atau terjadinya pergantian karyawan yang mempengaruhi keterlibatannya.

Apapun alasannya, merencanakan teknik pemeliharaan harus dimulai sejak dari permulaan
untuk memastikan bahwa rencana tersebut selalu up-to-date dan dapat dipakai. Adalah penting
untuk membangun prosedur pengelolaan ke dalam organisasi dengan memasukkannya ke dalam
job description masing-masing staf yang memusatkan tanggung jawab untuk selalu
diperbaharui. Juga, menciptakan prosedur audit yang dapat melaporkan secara teratur atas
status rencana tersebut. Adalah juga penting memastikan bahwa tidak ada versi yang ganda
atas rencana tersebut, sebab hal tersebut bisa menciptakan kebingungan ketika terjadi suatu
keadaan darurat.

Tes Perencanaan Pemulihan bencana

Tes terhadap rencana pemulihan bencana sangat penting (tape backup system tidak dapat di
nyatakan bekerja hingga tes–tes restorasi/perbaikan telah dilakukan), sehingga rencana
pemulihan bencana memiliki banyak elemen yang hanya merupakan teori hingga elemen-
elemen tersebut di tes dan diakui secara nyata. Tes terhadap rencana tersebut harus
diciptakan dan percobaan harus dilakukan secara berurutan, dalam bentuk standar dan
dilakukan pada basis reguler.

Juga terdapat lima pengetesan pemulihan bencana yang spesifik yang harus diketahui oleh
kandidat CISSP, latihan-latihan dan tes-tes pemulihan bencana yang reguler adalah secara
berurutan dari setiap rencana pemulihan bencana. Tak ada kemampuan pemulihan yang
didemonstrasikan hingga rencananya telah di tes. Setiap tes harus melatih setiap komponen
rencana meminimalkan benturan-benturan dari kejadian-kejadian yang merusak.

17
Alasan pengetesan

Sebagai tambahan atas alasan umum untuk melakukan tes yang kita telah sebutkan
sebelumnya, terdapat beberapa alasan khusus untuk melakukan tes, yang utama untuk
menginformasikan manajemen kemampuan-kemampuan pemulihan perusahaan.
Alasan-alasan lainnya yang lebih spesifikasi adalah sebagai berikut :
1. Pengetesan memverifikasikan keakuratan/ketepatan prosedur-prosedur dan
mengidentifikasikan kekurangan-kekurangan.
2. Pengetesan menyiapkan dan melatih personil-personil untuk melakukan tugas-tugas penting
mereka.
3. Pengetesan memverifikasikan kemampuan proses dari alternatif backup lapangan.

Membuat Dokumen Tes

Untuk memperoleh keuntungan maksimal-maksimal koordinasi tes, sehingga dokumen outline


skenario tes harus dibuat, yang berisi alasan pengetesan, tujuan tes dan jenis/tipe tes yang
dijalankan (lihat lima tes di bawah). Juga di dalam dokumen seharusnya termasuk butir-butir
detail apa yang terjadi selama tes, termasuk di bawah ini :
1. Jadwal tes (schedule and timing).
2. Durasi lama tes
3. langkah-langkah spesifik dalam tes
4. siapa yang menjadi partisipasi dalam tes
5. petunjuk-petunjuk tugas untuk personil tes
6. sumber daya dan layanan yang diminta (supply, hardware, software, dokumentasi)

Konsep-konsep dasar yang pasti akan diaplikasikan pada prosedur tes, pada dasarnya tes harus
tidak merusak/mengacaukan fungsi-fungsi normal bisnis, juga tes harus dimulai dengan jenis
tes yang mudah (lihat seksi selanjutnya) dan dikerjakan hingga ke simulasi utama secara
perlahan-perlahan, setelah tim recovery memperoleh keahlian-keahlian dalam tes. Hal yang
penting diingat adalah bahwa alasan dari tes ini adalah untuk menemukan kelemahan dalam
perencanaan tersebut. Jika ditemukan kelemahan, kemungkinan ini bukanlah tes yang akurat.
Tes tersebut bukan sehingga kontes kualitas bagaimana rencana pemulihan yang baik/performa
para pelaksana. Kesalahan-kesalahan akan terjadi dan ini adalah waktu untuk membuatnya.
Dokumenkan masalah-masalah yang terjadi selama tes dilakukan dan update perencanaan di
perlukan, lalu dilakukan tes lagi.

18
Lima Jenis Tes Disaster Recovery Plan

Ada 5 tipe tes rencana pemulihan bencana. Susunan di bawah ini adalah berdasarkan prioritas,
dari yang paling sederhana hingga jenis/tipe tes yang paling lengkap.

Setiap tes terlibat secara lebih progresif dan lebih akurat melukiskan tanggung jawab aktual
perusahaan. Beberapa tipe-tipe tes, contohnya dua yang terakhir memerlukan investasi besar
baik waktu, sumber daya dan koordinasi saat implementasi.

Berikut ini adalah jenis/tipe tes :

Checklist Test. Duplikasi dari rencana tersebut didistribusikan ke masing-masing business units
management. Rencana tersebut kemudian di-review untuk menjamin rencana tersebut
terhubungkan kesemua prosedur-prosedur dan area-area organisasi yang critical.
Kenyataannya, ini dianggap sesuatu langkah pendahuluan tes yang nyata dan bukan tes yang
memuaskan.

Simulation Test. Selama tes simulasi, seluruh personil operasional dan support diharapkan
menjalankan actual emergency meet pada sesi latihan. Tujuannya di sini adalah untuk menguji
kemampuan personil dalam merespons simulasi bencana. Simulasi tersebut mengarah pada
point relokasi untuk alternatif backup site atau menentukan prosedur pemulihan, tetapi tidak
dilaksanakan proses pemulihan aktual atau proses alternatif.

Paralel Test. Paralel adalah tes penuh dari rencana recovery, dengan menggunakan seluruh
personil. Perbedaan antara paralel test dengan full interruption test selanjutnya adalah proses
produksi utama pada bisnis tidak berhenti. Tujuan dari tes jenis ini adalah untuk memastikan
bahwa critical system akan berjalan aktual pada alternatif proses backup site. Sistem-sistem
tersebut direlokasikan ke site alternatif , proses paralel mulai dijalankan dan hasil transaksi-
transaksi dan elemen-elemen lainnya yang dibandingkan. Tipe ini yang paling umum dari tes
disaster recovery plan.

Full – Interruption Test. Selama full interruption test, sesuatu bencana direplikasikan
langsung ke sesuatu saat pelaksanaan produksi normal yang terhenti. Rencana tersebut secara
keseluruhan di implementasikan seperti sebuah bencana yang nyata, langsung melibatkan
emergency sevices (meskipun untuk tes yang lebih besar, local authorities mungkin di
informasikan dan membantu cordinate). Tes tersebut merupakan bentuk tes yang sangat

19
menakutkan, dari mana ini dapat menyebabkan sesuatu bencana pada tes tersebut. Ini juga
merupakan jalan yang terbaik yang paling pasti untuk menguji disaster recovery plan.

Prosedur-Prosedur Pemulihan Bencana

Seperti asuransi jiwa, berikut ini adalah prosedur-prosedur yang anda harapkan anda tidak akan
pernah mengimplementasikan. Bagian dan rencana tersebut menjelaskan serinci aturan-aturan
bermacam-macam personil yang berperan, apa tugas yang harus diimplementasikan untuk
recover and salvage the site, bagaimana perusahaan berhadapan dengan grup-grup eksternal
dan pertimbangan keuangan.

Elemen-elemen utama dari proses recovery bencana dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tim recovery
2. Salvage team
3. Normal operation resume
4. Isu-isu recovery lainnya

Disaster Recover untuk UKM

Disaster recovery plan tak cuma monopoli perusahaan besar. UKM pun kini bisa memiliki dan
memanfaatkannya, yang mungkin sangat berdampak terhadap daya tahan hidup perusahaan.

Bencana datangnya tak terduga. Dalam hampir satu tahun belakangan ini, alam memang lagi
menunjukkan kemurkaannya. Dari tsunami yang menimpa Aceh, topan Katrina dan Wilma yang
memporakporandakan wilayah selatan dan tenggara AS, serta gempa besar yang melanda
Kashmir di Pakistan. Selain korban jiwa dan harta benda, dampak pasca bencana pun tak kalah
berat. Lumpuhnya ratusan bahkan ribuan usaha kecil dan menengah (UKM), dan besar juga
sangat mempengaruhi ekonomi.

Bagi perusahaan UKM, dampak bencana akan terasa lebih berat. Mungkin banyak dari
perusahaan itu yang benar-benar kehilangan segalanya, sehingga sulit untuk bangkit.

Kalaupun ada asuransi, yang dicakup sebagian besar adalah sarana fisiknya saja. Bagaimana
dengan aset digitalnya? Kini banyak UKM yang menyimpan informasi penting, baik keuangan

20
maupun data pelanggan, dalam bentuk digital, tersimpan di hard-drive maupun media
penyimpanan lainnya. Kalau informasi ini tak terselamatkan, mungkin dibutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk mengembalikan seluruh informasi tersebut agar usaha kembali berjalan.

Bagi perusahaan besar, masalah perlindungan informasi ini mungkin sudah tertata jauh lebih
baik. Dari jauh hari mereka sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat
mengancam keselamatan aset digital mereka, baik dari bencana alam maupun serangan teroris.

Contohnya Lehman Brothers, sebuah perusahaan keuangan raksasa, yang kantor pusatnya luluh
lantak bersamaan runtuhnya menara kembar WTC pada serangan 11 September 2001 di New
York. Meski porak poranda, toh pada hari itu juga bagian treasury-nya masih sanggup
menjalankan fungsi cash-management. Bahkan, keesokan harinya, perusahaan ini sudah
memperdagangkan produk fixed-income-nya. Kurang dalam seminggu, 400 online trader-nya
sudah siap melakukan transaksi jual beli saham di bursa New York. Hal itu mungkin terjadi
karena perusahaan ini memiliki disaster recovery di dua tempat, satu di New Jersey dan
satunya lagi di London, Inggris. Di kedua tempat itulah tersimpan backup informasi penting
milik perusahaan.

Memang, itulah keistimewaan yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar, yang dengan kocek
tebalnya sanggup membangun sendiri disaster recovery center-nya. Atau, menyerahkannya ke
pihak ketiga, seperti IBM dan Sungard, guna mengamankan data mereka, membantu
memulihkan diri dari bencana, dan bahkan membantu mendirikan kantor sementara lengkap
dengan semua infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan.

Bagi perusahaan sekelas UKM, fasilitas disaster recovery seperti yang dimiliki perusahaan-
perusahaan besar, mungkin tidak terjangkau. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa
membuat rencana untuk mengantisipasi bencana.

Bencana seperti tsunami, gempa atau badai skala besar termasuk peristiwa langka. Namun
bukan berarti ketika alam sedang ramah, bencana tidak akan terjadi. Misalnya Anda berkantor
di rukan, bisa saja terjadi rukan tetangga Anda mengalami kebakaran yang merembet ke
tempat Anda. Atau kantor Anda berada di daerah rawan banjir, misalnya.

Nah, dalam menghadapi kejadian seperti ini, salah satu langkah antisipasi paling mudah dan
sederhana, dan bisa dilakukan oleh perusahaan manapun, adalah membuat cadangan data.
Seperti diungkapkan Robert Boyd, CEO Agility Recovery Solution, dengan memiliki copy catatan

21
bisnis, seperti data akuntansi, dokumen-dokumen penting, maupun copy email bisnis, bisa
membuat perbedaan yang signifikan antara menjaga perusahaan tetap bertahan atau bubar.

“Kalau Anda tidak menyimpan data dengan baik, sulit mengatasi bencana yang tiba-tiba
terjadi,” ujarnya. “Bisa jadi Anda tidak lagi mengetahui siapa saja pelanggan Anda, seberapa
besar hutang mereka, atau bagaimana menagihnya. Bahkan Anda tidak bisa mengetahui lagi
inventaris perusahaan.”

Namun memiliki copy backup data saja menurut Boyd tidak cukup. Copy backup itu harus
disimpan di tempat lain yang aman. Pemilik atau eksekutif perusahaan yang membawa copy
tersebut ke rumah, atau menyimpan ke dalam kotak safe deposit biasanya sudah cukup
memadai untuk mengantisipasi bencana kecil. Namun, untuk menghadapi bencana yang
sifatnya regional seperti gempa atau tsunami, copy backup mungkin perlu disimpan di wilayah
lain, atau propinsi lain.

Selain itu, menurut Boyd, Anda memerlukan infrastruktur, yang tentunya berlokasi di luar
kantor Anda, untuk me-recover backup data, dan kemudian menggunakannya agar roda bisnis
tetap berjalan. Memiliki komputer backup, yang berisi aplikasi-aplikasi standar, seperti word
processing, spreadsheet dan email dalam beberapa kasus sudah cukup memadai. Namun, jika
usaha Anda menjalankan aplikasi khusus, seperti misalnya aplikasi akuntansi, ada baiknya
komputer backup Anda juga memiliki aplikasi-aplikasi seperti ini. Komputer backup ini bisa
Anda tempatkan di lokasi-lokasi yang Anda yakini cukup aman, misalnya rekanan, atau bahkan
kerabat dekat yang Anda percayai.

Planning dan Execise. Perencanaan juga merupakan bagian penting dari strategi disaster
recovery untuk perusahaan kecil. Menurut Boyd, perencanaan ini meliputi pengumpulan
informasi yang rinci untuk menghubungi karyawan-karyawan Anda dalam keadaan darurat.
Selain itu, perencanaan ini juga meliputi latihan praktek menjalankan langkah-langkah disaster
recovery yang Anda bangun.

Yang tak kalah penting, untuk perusahaan kecil sekalipun, disaster plan ini perlu dituangkan
secara tertulis dan dibagi ke seluruh karyawan. Perencanaan ini memuat rincian peran dan
tanggung jawab masing-masing karyawan pada saat bencana maupun pasca bencana. Rincian
itu meliputi ke mana backup data dikirim, lokasi berkumpul pasca bencana, komunikasi antar
karyawan, dan di mana alokasi alternatif untuk menjalankan perusahaan. Selain itu copy
backup pun perlu dicoba untuk di-restore, guna memastikan bahwa backup tersebut memang
benar-benar bisa berfungsi.

22
Perencanaan menghadapi bencana tidak hanya berhenti sampai di situ. Anda tidak hanya perlu
menjaga bisnis tetap berjalan, tapi juga mengamankan informasi yang tertinggal di lokasi
kantor yang terkena bencana. Seandainya infrastruktur komputer milik perusahaan Anda
selamat dari bencana, namun Anda tidak bisa menjangkau kantor karena seluruh akses jalan
tertutup, tentunya hal ini akan berisiko terhadap keamanan informasi perusahaan.

Ini berarti Anda harus menempatkan sistem security yang memadai untuk komputer Anda.
Selain menggunakan user name dan password yang aman, data dan informasi yang tersimpan di
komputer juga perlu di-enkripsi, khususnya untuk informasi-informasi yang bersifat sensitif.
Pengamanan tersebut juga berlaku pada perangkat-perangkat mobile yang bisa menyimpan
data atau informasi bisnis, seperti PDA, smartphone dan notebook. Dalam kondisi evakuasi,
perangkat-perangkat mobile seperti ini sangat rentan hilang atau jatuh ke tangan orang lain.

Bencana memang terkadang tak bisa dihindari atau ditolak. Namun, dengan membangun
disaster recovery plan yang tepat, sosialisasikan ke kalangan karyawan, serta latihan yang rutin
setidaknya bisa membuat perusahaan Anda memiliki kemungkinan lebih besar untuk kembali
pasca bencana.

Bagai mana UKM memperhatikan Rencana Pemulihan Bencana

Pada umumnya beberapa UKM akan menerapkan DRP yang baik agar aktifitas bisnisnya
dapat tetap berjalan meskipun terjadi gangguan atau bencana.

Mengacu pada topik security management practices, terlihat bahwa data keuangan dan
data pegawai adalah dua data terpenting untuk sebuah UKMdari segi availability.
Sementara berdasarkan analisa, sebuah UKM itu sering menghadapi ancaman ancaman
sbb:
1. Penghapusan (destruction),misalnya: penghapusan data-data penjualan secara
tidak sengaja , bencana banjir, kebakaran, kerusuhan, listrik mati atau virus.
2. Pencurian (theft/disclosure), misalnya: data penjualan atau rugi laba yaang bocor
kepada semua pegawai.

23
3. Pengubahan (modification), misalnya: secara tidak sengaja mengubah nilai gaji
dalam sistem penggajian pegawai.
4. Penipuan (fraud), misalnya: mengubah nilai gaji dalam sistem penggajian
pegawai secara tidak sah, mengubah data penjualan secara tidak sah.

Untuk mengantisipasi ancaman ancaman yang mungkin timbul maka langkah langkah
yang biasanya dilakukan oleh sebuah UKM adalah :
1. Ancaman Penghapusan (destruction)
b. Bencana banjir
Data diletakan ditempat yang kemungkinan tidak terkena banjir, termasuk backup
data di kantor pusat dan mesin cash register di kantor cabang
c. Kebakaran
- Saung garing mengharuskan setiap cabang mempunyai fire extinguisher
didekat komputer operasional, dapur dan di dekat panel listrik.
- Mengharuskan mempunyai backup data 1 minggu terakhir yang disimpan
dilemari tahan api.
- Data penjualan di kantor pusat menjadi backup data dari kantor cabang
dengan selisih waktu 1 minggu.
d. Kerusuhan
Data dikirim ke kantor pusat minimum setiap minggu dan data transaksi disimpan
dalam bentuk disket dan hardcopy.
e. Listrik mati
Semua komputer di kantor cabang maupun di kantor pusat diharuskan tersambung
ke UPS
f. Virus
Semua komputer termasuk server diterapkan software anti virus dengan
updatesetiap hari

1. Bekerja sama dengan pengelola gedung dalam membuat perencanaan


penanggulangan bencana, khususnya terhadap aspek gangguan yang umum terjadi
terhadap gedung, seperti kebakaran dan gangguan listrik.

24
2. Mempersiapkan UPS untuk setiap sumber daya sistem informasi yang menggunakan
tenaga listrik.
3. Staf IT harus selalu melakukan up date anti virus, menjalankan back up secara rutin
pada partisi hard disk server.
4. Karyawan diberikan pengarahan pengetahuan Perencanaan Pemulihan Bencana,
termasuk agar berinisiatif untuk menggunakan komputer dengan “sehat”, dan rajin
membuat back up di PC masing-masing.

25
Daftar Pustaka

Arief. 2005. Disaster Recovery untuk UKM. eBizz Asia, Volume IV No 31, November-Desember
2005

Disaster Recovery Information, http://recovery-disaster.info/?gclid=COGl6ajR-


IECFUwsGAodiT50lw#copy. diakses pada 10 Desember 2005

Krutz, R. L. & Vines R. D. 2003. The CISSP® Prep Guide: Gold Edition. Indiana: Wiley
Publishing, Inc.

Contingency Planning For The Small Enterprise, http://www.contingency-planning-disaster-


recovery-guide.co.uk/index.htm. Diakses pada 10 Desember 2005

26

Anda mungkin juga menyukai