bersumber dari tumbuhan, menjadi solusi jitu untuk mengatasi krisis energi
Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas bumi yang saat ini melanda Indonesia
maupun dunia.Guru besar Fakultas Teknik di Universitas Diponegoro (Undip)
Semarang, Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudono, M.S. di Semarang, Minggu,
mengatakan bahwa masyarakat tidak bisa terus-menerus menggantungkan
sumber energi minyak dan gas bumi, karena cadangannya terus merosot,
sehingga harus digantikan sumber energi berkelanjutan seperti biomassa.
Menurut dia, Indonesia saat ini memang masih menjadi anggota negara-
negara pengekspor minyak (OPEC), namun secara riil sudah menjadi
pengimpor, karena produksinya lebih sedikit dibandingkan kebutuhannya.
"Produksi minyak Indonesia kini sekitar satu juta barel per hari, tetapi
kebutuhannya mencapai 1,3 juta barel sehingga kekurangan 300.000 barel
harus dipenuhi dari impor," kata Bambang yang pekan lalu dikukuhkan menjadi
guru besar Fakultas Teknik Undip Semarang.
"Diperkirakan 18 tahun yang akan datang minyak akan habis dan 50 tahun
kemudian cadangan gas habis juga bila tidak ditemukan sumber baru,"
katanya.
Menurut dia, yang lebih memprihatinkan, meski cadangan gas Indonesia hanya
1,7 persen dari cadangan gas dunia, negeri ini menjadi pengekspor gas bumi
nomor satu di dunia dengan volume sekitar 25 juta ton per tahun.
"Tentu saja cadangan gas ini segera akan habis karena kita terus
mengambilnya untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor," katanya.
Ia mengingatkan, karena cadangan minyak dan gas bumi Indonesia makin
menipis dan diperkirakan dalam beberapa dasa warsa mendatang habis, maka
tidak ada pilihan lain kecuali mencari sumber energi alternatif, yaitu energi
biomassa.
Kekayaan alam Indonesia menjadi pertimbangan utama konversi energi minyak
dan gas ke biomassa. Indonesia merupakan negara agraris terbesar yang akan
mampu memasok sumebr bahan baku biomassa, baik dari budidaya hayati
maupun limbah pertanian, perkebunan, peternakan, dan perkebunan.
Menurut dia, energi biomassa juga ramah lingkungan dan secara teknis
penggunaan energi biomassa juga bisa dikombinasikan dengan batubara.
"Perlu komitmen kuat dari masyarakat, industri, lembaga penelitian, dan
pemerintah, agar program konversi energi biomassa ini bisa sukses," demikian
Bambang. (*)
Tandan kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, juga limbah batang padi serta
limbah tebu dari pabrik gula merupakan contoh limbah yang dapat diolah
menjadi biomassa. Biomassa tersebut seringkali digunakan pada tungku
konvensional sebagai sumber energi pada pabrik Crude Palm Oil (CPO),
pengulit padi dan pabrik gula.
Wahono, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri BPPT, menjelaskan dari 52
juta ton padi yang dipanen, 20 persennya adalah limbah yang terbuang begitu
saja.
Idealnya, dalam pengolahan biofuel sekaligus juga dilakukan pengolahan
biomassa. Misalnya dalam mengubah minyak sawit menjadi energi, limbah
sawitnya juga didaur ulang menjadi energi.
Sesungguhnya biomassa sudah berjalan walau terbatas untuk kebutuhan
internal industri tertentu. Dari potensi biomassa di Indonesia yang dapat
menghasilkan energi sebesar 50 giga watt, baru 0,3 saja yang dimanfaatkan.
Kerja Sama
Studi ihwal biomassa sudah banyak dilakukan negara maju seperti Jepang,
Jerman, Inggris, dan sebagainya. Hanya sejauh ini belum satupun yang
menggunakannya secara komersial. Sejumlah proyek biomassa masih dijadikan
percontohan.
"Kami melakukan studi biomassa dan bioethanol. Secara regulasi kami sudah
mensubtitusi bahan bakar fosil dengan bioethnol hingga 3 persen dan
biodiesel sampai 5 persen. Masalahnya kami tidak memiliki sumber biofuel
yang cukup,"ungkap Kinya Sakanashi, Direktur Biomass Technology Research
Center National Institute for Advanced Industrial Science and Technology
(AIST) Jepang .
Karena kelangkaan sumber bioethanol yang tak lain adalah singkong dan tebu,
AIST menggalang kerja sama dengan Indonesia melalui BPPT di bidang studi
pengolahan biomassa. Kerja sama ini berwujud pengembangan dan
perekayasaan teknologi, termasuk peng-operasian pilot plant, maupun
pembangkit listrik berbahan baku biomassa.
Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap sebagai sampah dan
sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Biomassa tersebut dapat diolah
menjadi bioarang, yang merupakan bahan bakar yang memiliki nilai kalor yang
cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. N
"Pada awalnya kami bingung dengan apa yang terjadi karena selain panas,
sampah tersebut juga tidak berbau ataupun mengundang lalat. Selain itu juga
tidak menghasilkan gas metan," jelas Rhenald.
Namun dengan terus mencari informasi, baru diketahui bahwa yang dihasilkan
merupakan energi alternatif yang disebut dengan biomassa. Melalui penelitian
yang didukung PT Indocement yang merupakan a waste eater industry
dihasilkanlah biomassa dengan standar tinggi dengan kadar kalori melebihi
yang dimiliki batu bara yaitu mencapai 9.000 kalori. "Di pabrik semen itu any
kind of waste dimakan. Serbuk kayu, ban vulkanisir semua dimakan karena itu
semua menghasilkan energi yang dibutuhkan pabrik," jelas Rhenald.
Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik
atau bahan yang tersisa setelah suatu tanaman atau material organik
dihilangkan kadar airnya (dikeringkan). Material organik hidup seperti
tumbuhan, hewan, dan kotorannya, umumnya mengandung 80 - 90% air, namun
setelah kering akan mengandung senyawa hidrokarbon yang sangat tinggi.
Senyawa hidrokarbon inilah yang penting sebagai potensi sumber energi yang
tersimpan pada biomassa.
**
Rhenald menegaskan ada lima manfaat yang diperoleh dari sistem pengolahan
sampah sendiri ini yaitu lingkungan yang lebih bersih sehingga mendorong
masyarakat untuk menjaga keindahan, menyelamatkan lingkungan dengan
mengurangi pemakaian batu bara sebagai bahan bakar yang digantikan
biomassa, dan tidak adanya sulfur yang dikandung sehingga tidak
menyebabkan hujan asam.
"Selain itu juga ada aspek ekonomi dengan mampu menyerap tenaga kerja
yang putus sekolah karena setiap mesin pengolah membutuhkan 20 pekerja,
dan yang mengolahnya pun bisa mendapat penghasilan melalui penjualanan
biomassa tersebut," ujar Rhenald.
Usaha pengolahan biomassa YRP juga sudah mulai merambah ke daerah lain, di
antaranya Jabodetabek (8 pengolahan), Yogyakarta (1), Bali (2), Purwokerto
(2), Kalimantan Timur (1), dan ke depan akan mulai dibangun di Merauke.
(Yulistyne Kusumaningrum)***
Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim
yang diletakkan ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan
kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 -
320C. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol
dalam tangki mencapai 8 - 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan
selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol
akan berakibat racun bagi ragi.
3. Pemurnian / Distilasi
Sumber : http://www.energiterbarukan