Anda di halaman 1dari 6

Semarang (ANTARA News) 26/03/07 - Pemilihan energi biomassa yang

bersumber dari tumbuhan, menjadi solusi jitu untuk mengatasi krisis energi
Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas bumi yang saat ini melanda Indonesia
maupun dunia.Guru besar Fakultas Teknik di Universitas Diponegoro (Undip)
Semarang, Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudono, M.S. di Semarang, Minggu,
mengatakan bahwa masyarakat tidak bisa terus-menerus menggantungkan
sumber energi minyak dan gas bumi, karena cadangannya terus merosot,
sehingga harus digantikan sumber energi berkelanjutan seperti biomassa.

Menurut dia, Indonesia saat ini memang masih menjadi anggota negara-
negara pengekspor minyak (OPEC), namun secara riil sudah menjadi
pengimpor, karena produksinya lebih sedikit dibandingkan kebutuhannya.

"Produksi minyak Indonesia kini sekitar satu juta barel per hari, tetapi
kebutuhannya mencapai 1,3 juta barel sehingga kekurangan 300.000 barel
harus dipenuhi dari impor," kata Bambang yang pekan lalu dikukuhkan menjadi
guru besar Fakultas Teknik Undip Semarang.

Ia mengatakan, cadangan minyak Indonesia tinggal sekitar 0,5 persen dari


cadangan minyak dunia, sedangkan cadangan gas sekitar 1,7 persen dari
cadangan dunia.

"Diperkirakan 18 tahun yang akan datang minyak akan habis dan 50 tahun
kemudian cadangan gas habis juga bila tidak ditemukan sumber baru,"
katanya.

Menurut dia, yang lebih memprihatinkan, meski cadangan gas Indonesia hanya
1,7 persen dari cadangan gas dunia, negeri ini menjadi pengekspor gas bumi
nomor satu di dunia dengan volume sekitar 25 juta ton per tahun.
"Tentu saja cadangan gas ini segera akan habis karena kita terus
mengambilnya untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor," katanya.
Ia mengingatkan, karena cadangan minyak dan gas bumi Indonesia makin
menipis dan diperkirakan dalam beberapa dasa warsa mendatang habis, maka
tidak ada pilihan lain kecuali mencari sumber energi alternatif, yaitu energi
biomassa.
Kekayaan alam Indonesia menjadi pertimbangan utama konversi energi minyak
dan gas ke biomassa. Indonesia merupakan negara agraris terbesar yang akan
mampu memasok sumebr bahan baku biomassa, baik dari budidaya hayati
maupun limbah pertanian, perkebunan, peternakan, dan perkebunan.
Menurut dia, energi biomassa juga ramah lingkungan dan secara teknis
penggunaan energi biomassa juga bisa dikombinasikan dengan batubara.
"Perlu komitmen kuat dari masyarakat, industri, lembaga penelitian, dan
pemerintah, agar program konversi energi biomassa ini bisa sukses," demikian
Bambang. (*)

JAKARTA – Jangan sepelekan limbah perkebunan, sebab limbah yang seolah


tak terpakai itu bisa diubah menjadi sumber energi. Biomassa, begitu limbah
tersebut dijuluki, kelak menjadi energi alternatif yang menjanjikan.
Di masa depan, bahan bakar fosil bukan lagi tren. Selain tidak ramah
lingkungan, memang persediaannya mulai menipis. Ilmuwan sudah melirik
sejumlah bahan bakar alternatif lain yang lebih ramah lingkungan dan sesuai
dengan kebutuhan.
Di samping bioethanol, bio-oil dan biodiesel, ada yang namanya biomassa.
Bahan bakar ini berasal dari tetumbuhan. Bedanya, biomassa justru didapat
dari industri kehutanan, perkebunan, juga segala jenis industri lain yang
melibatkan bahan kayu.
"Saat ini program pengembangan biofuel dan biomassa di Indonesia yang
dicanangkan pemerintah banyak mendapat dukungan dan tanggapan positif
baik dari masyarakat maupun sektor swasta," ungkap Said D Jenie, Kepala
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kepada pers di Jakarta,
akhir pekan silam.

Tandan kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, juga limbah batang padi serta
limbah tebu dari pabrik gula merupakan contoh limbah yang dapat diolah
menjadi biomassa. Biomassa tersebut seringkali digunakan pada tungku
konvensional sebagai sumber energi pada pabrik Crude Palm Oil (CPO),
pengulit padi dan pabrik gula.
Wahono, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri BPPT, menjelaskan dari 52
juta ton padi yang dipanen, 20 persennya adalah limbah yang terbuang begitu
saja.
Idealnya, dalam pengolahan biofuel sekaligus juga dilakukan pengolahan
biomassa. Misalnya dalam mengubah minyak sawit menjadi energi, limbah
sawitnya juga didaur ulang menjadi energi.
Sesungguhnya biomassa sudah berjalan walau terbatas untuk kebutuhan
internal industri tertentu. Dari potensi biomassa di Indonesia yang dapat
menghasilkan energi sebesar 50 giga watt, baru 0,3 saja yang dimanfaatkan.
Kerja Sama
Studi ihwal biomassa sudah banyak dilakukan negara maju seperti Jepang,
Jerman, Inggris, dan sebagainya. Hanya sejauh ini belum satupun yang
menggunakannya secara komersial. Sejumlah proyek biomassa masih dijadikan
percontohan.
"Kami melakukan studi biomassa dan bioethanol. Secara regulasi kami sudah
mensubtitusi bahan bakar fosil dengan bioethnol hingga 3 persen dan
biodiesel sampai 5 persen. Masalahnya kami tidak memiliki sumber biofuel
yang cukup,"ungkap Kinya Sakanashi, Direktur Biomass Technology Research
Center National Institute for Advanced Industrial Science and Technology
(AIST) Jepang .
Karena kelangkaan sumber bioethanol yang tak lain adalah singkong dan tebu,
AIST menggalang kerja sama dengan Indonesia melalui BPPT di bidang studi
pengolahan biomassa. Kerja sama ini berwujud pengembangan dan
perekayasaan teknologi, termasuk peng-operasian pilot plant, maupun
pembangkit listrik berbahan baku biomassa.
Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap sebagai sampah dan
sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Biomassa tersebut dapat diolah
menjadi bioarang, yang merupakan bahan bakar yang memiliki nilai kalor yang
cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. N

Biomassa, Sampah Diolah Hasilkan Energi

SAMPAH kertas dan kardus yang biasanya mengganggu masyarakat, jika


diolah secara tepat justru dapat menghasilkan energi alternatif yang disebut
dengan biomassa.

Selama ini, kebiasaan warga dalam menangani sampah hanya sederhana,


dibuang atau dibakar. Padahal, banyak energi di dalamnya yang bisa
dimanfaatkan, termasuk lapangan kerja dan rupiah yang menjanjikan. Hal itu
dikatakan pakar bisnis dan manajemen, Rhenald Kasali, yang ditemui seusai
seminar "The Integrated Marketing Communication and Public Relations", di
Bandung, Sabtu (9/2).

Melalui Gerakan Rumah Perubahan (GRP) prakarsa Yayasan Rumah Perubahan


(YRP) yang didirikan oleh dirinya dan Hidayat, Rhenald meyakini program yang
dia lakukan dapat menjadi solusi alternatif masalah sampah yang tak kunjung
selesai.

Akhir tahun 2007, YRP memulai aktivitas pertamanya dengan membuat


sistem pengolahan sampah sendiri di Desa Jati Murni, Bekasi. Sampah bahan
organik dan anorganik seperti plastik, bungkus camilan (snack), kertas, dan
kardus yang awalnya mengganggu masyarakat jika diolah secara tepat justru
dapat menjadi hal yang produktif dan bermanfaat bagi berbagai pihak.

Sampah tersebut diolah dengan dicacah atau dipotong hingga berukuran


halus. Kemudian disimpan hingga kering dengan dicampur sabut kelapa.
Langkah selanjutnya ditekan (press) menjadi padat. Selama proses
penyimpanan itulah terjadi fermentasi. Hal ini ditandai dengan adanya energi
panas yang dirasakan saat menyentuh sampah yang telah dicacah tersebut.

"Pada awalnya kami bingung dengan apa yang terjadi karena selain panas,
sampah tersebut juga tidak berbau ataupun mengundang lalat. Selain itu juga
tidak menghasilkan gas metan," jelas Rhenald.

Namun dengan terus mencari informasi, baru diketahui bahwa yang dihasilkan
merupakan energi alternatif yang disebut dengan biomassa. Melalui penelitian
yang didukung PT Indocement yang merupakan a waste eater industry
dihasilkanlah biomassa dengan standar tinggi dengan kadar kalori melebihi
yang dimiliki batu bara yaitu mencapai 9.000 kalori. "Di pabrik semen itu any
kind of waste dimakan. Serbuk kayu, ban vulkanisir semua dimakan karena itu
semua menghasilkan energi yang dibutuhkan pabrik," jelas Rhenald.

Biomassa secara umum lebih dikenal sebagai bahan kering material organik
atau bahan yang tersisa setelah suatu tanaman atau material organik
dihilangkan kadar airnya (dikeringkan). Material organik hidup seperti
tumbuhan, hewan, dan kotorannya, umumnya mengandung 80 - 90% air, namun
setelah kering akan mengandung senyawa hidrokarbon yang sangat tinggi.
Senyawa hidrokarbon inilah yang penting sebagai potensi sumber energi yang
tersimpan pada biomassa.
**

Rhenald menegaskan ada lima manfaat yang diperoleh dari sistem pengolahan
sampah sendiri ini yaitu lingkungan yang lebih bersih sehingga mendorong
masyarakat untuk menjaga keindahan, menyelamatkan lingkungan dengan
mengurangi pemakaian batu bara sebagai bahan bakar yang digantikan
biomassa, dan tidak adanya sulfur yang dikandung sehingga tidak
menyebabkan hujan asam.

"Selain itu juga ada aspek ekonomi dengan mampu menyerap tenaga kerja
yang putus sekolah karena setiap mesin pengolah membutuhkan 20 pekerja,
dan yang mengolahnya pun bisa mendapat penghasilan melalui penjualanan
biomassa tersebut," ujar Rhenald.

Dijelaskan oleh Rhenald setiap 1 kilogram biomassa yang dihasilkan dihargai


Rp 200,00 dan kebutuhan PT Indocement mencapai 10.000 ton per bulan.
"Bayangkan berapa nilai ekonomis yang bisa dihasilkan dan masih banyak
pabrik lain yang juga membutuhkan," katanya.

Gerakan mengolah biomassa ini menggunakan konsep komunitas untuk


menekan biaya pengangkutan dan efisiensi waktu. Karena itu idealnya setiap
3.000 KK memiliki satu mesin pengolah agar lebih cepat dan murah. "Cukup
dengan menyediakan tanah seluas 500 hingga 700 meter persegi dan mesin
seharga Rp 20-30 juta hal itu bisa dilakukan," katanya.

Usaha pengolahan biomassa YRP juga sudah mulai merambah ke daerah lain, di
antaranya Jabodetabek (8 pengolahan), Yogyakarta (1), Bali (2), Purwokerto
(2), Kalimantan Timur (1), dan ke depan akan mulai dibangun di Merauke.
(Yulistyne Kusumaningrum)***

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi bioetanol bisa didapatkan dari berbagai


tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal
Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan
tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain
sorghum) disamping bahan lainnya.
2. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim
yang diletakkan ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan
kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 -
320C. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol
dalam tangki mencapai 8 - 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan
selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol
akan berakibat racun bagi ragi.
3. Pemurnian / Distilasi

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar


adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 780C sedangkan air
adalah 1000C (Kondisi standar). Pemanasan larutan pada suhu rentang 78 -
1000C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui
unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 %
volume.

Sumber : http://www.energiterbarukan

Anda mungkin juga menyukai

  • Im
    Im
    Dokumen5 halaman
    Im
    HarisBaneMahrudi
    Belum ada peringkat
  • Magnesium
    Magnesium
    Dokumen4 halaman
    Magnesium
    HarisBaneMahrudi
    Belum ada peringkat
  • Struktur Atom
    Struktur Atom
    Dokumen4 halaman
    Struktur Atom
    HarisBaneMahrudi
    Belum ada peringkat
  • Struktur Atom
    Struktur Atom
    Dokumen4 halaman
    Struktur Atom
    HarisBaneMahrudi
    Belum ada peringkat