Anda di halaman 1dari 7

Sampai di penghujung tahun 2009, telah 

diketahui sedikitnya 265 lokasi sumber energi


panasbumi di seluruh Indonesia dengan potensi 28,1 GWe. Sebagian besar  potensi tersebut
berasosiasi dengan jalur vulkanik, yang umumnya berentalpi tinggi dan dapat dikembangkan
secara komersial untuk pembangkitan tenaga listrik. Sebagian kecil adalah sumber panasbumi
yang berasosiasi dengan sistem non-vulkanik, biasanya memiliki suhu reservoir relatif rendah. 
Sistem panas bumi di Indonesia berdasarkan tatanan geologinya pada umumnya dapat dibedakan
menjadi lima tipe:  gunung api strato tunggal, komplek gunung api, kaldera, graben –kerucut
vulkanik, dan non vulkanik. Tipe-tipe sistem panas bumi ini mencerminkan besarnya potensi
yang dikandungnya: tipe komplek gunung api, kaldera dan graben-kerucut vulkanik pada
umumnya mempunyai potensi energi yang jauh lebih besar  dari pada tipe lainnya.  Pemanfataan
untuk pembangkit listrik hingga saat ini baru 1189 MWe atau sekitar 4 % dari potensi total.
Semua sistem panas bumi yang telah dimanfaatkan  bertipe komplek gunung api, kaldera dan
graben-kerucut vulkanik. Sementara itu pemanfaatan langsung (direct use) masih jauh dari
harapan.

PENDAHULUAN

Energi panas bumi bersifat ramah lingkungan bila dibandingkan dengan jenis energi lainnya
terutama yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil (fossil fuel), sehingga bila
dikembangkan akan mengurangi bahaya efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
Presiden RI dalam pernyataannya pada pertemuan G-20 baru-baru ini, telah menargetkan
pengurangan sebanyak 26% emisi CO2 menjelang tahun 2020. 

Sumber energi panas bumi cenderung tidak akan habis, karena proses pembentukannya yang
terus menerus selama kondisi lingkungannya (geologi dan hidrologi) dapat terjaga
keseimbangannya. Mengingat energi panas bumi ini tidak dapat diekspor, maka pemanfaatannya
diarahkan  untuk mencukupi kebutuhan energi domestik, dengan demikian energi panas bumi
akan menjadi energi alternatif andalan dan vital karena dapat mengurangi ketergantungan
Indonesia terhadap sumber energi fosil yang kian menipis dan dapat memberikan nilai tambah
dalam rangka optimalisasi pemanfaatan aneka ragam sumber energi di Indonesia.

Hingga saat ini telah teridentifikasi 265 lokasi sumber energi panas bumi Indonesia dengan
potensi mencapai sekitar 28,1 GWe (Gambar 1) atau setara dengan 12 (duabelas) milyar barel
minyak bumi untuk masa pengoperasian 30 tahun, menempatkan sebagai salah satu negara
terkaya akan potensi energi panas bumi. Tulisan ini disamping  membahas tentang  status potensi
dan penyelidikan saat ini, juga akan disampaikan tentang tipe sistem panas bumi di Indonesia,
yang barangkali dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan estimasi awal  bagi
pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Daerah.

STATUS POTENSI DAN PENYELIDIKAN PANAS BUMI 2009

Pemerintah c.q Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan Geologi sejak
tahun 1970-an telah melakukan kegiatan survei panas bumi. Apalagi dengan adanya undang-
undang panas bumi, yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk melakukan penyelidikan pendahuluan membuat kegiatan ini semakin intensif. Data yang
diperoleh digunakan untuk penetapan wilayah kerja pertambangan panas bumi. Kegiatan yang
dilakukan meliputi geologi, geokimia dan geofisika.

Mengingat besarnya potensi energi panas bumi di Indonesia, dan  berkembangnya tingkat
penyelidikan dan pengusahaannya, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral  telah merumuskan suatu pedoman untuk mengklasifikasikan potensi
energi panas bumi berdasarkan hasil penyelidikan geologi, geokimia dan geofisika, teknik
reservoar serta estimasi kesetaraan listrik. Pedoman tersebut telah disahkan sebagai Standar
Nasional “Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia”, SNI 18-6009-1999.
Berdasarkan Standar Nasional “Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia”, ada
beberapa tahapan penyelidikan dan pengembangan panas bumi yang terkait dengan
pengklasifikasian potensi energi panas bumi. Setiap tahapan memiliki tingkat akurasii dan teknik
yang berbeda-beda yang didukung oleh penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia, serta
pengeboran kelandaian suhu.Dengan adanya kegiatan inventarisasi dan eksplorasi baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta, maka data potensi energi  panas bumi di
Indonesia berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tingkat penyelidikan yang telah dilakukan.

Sampai saat ini di Indonesia terdapat 265 lokasi panas bumi yang tersebar di sepanjang jalur
vulkanik yang membentang dari P. Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku
serta daerah-daerah non vulkanik seperti kalimantan dan Papua (Gambar 1). Perkiraan total
potensi energi panas bumi di Indonesia sekitar 28.112 MWe  atau setara dengan 12 milyar barel
minyak bumi. Dengan total  potensi sebesar ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
terkaya akan energi  panas bumi.  Pada  tahun 2009 terdapat penemuan 8 lokasi daerah baru 
dengan potensi sekitar 400 Mwe dari hasil kegiatan survei panas bumi yang dilakukan oleh
Badan Geologi. Lokasi daerah panas bumi baru ini adalah Lili, Mapili dan Alu , Sulawesi Barat; 
Tehoru, Banda Baru dan pohon Batu , dan Kelapa Dua , Maluku ;  dan Kebar, Papua Barat. 
Lokasi survei panas bumi tahun 2009  yang dilakukan  oleh Badan Geologi ditunjukkan pada
Gambar 2. Sedangkan  potensi enegi panas bumi untuk status tahun 2009 terlihat pada Tabel 1.

Dilihat dari status penyelidikannya, dari 265 daerah panas bumi yang ada, 138 lokasi (52,07 %)
daerah panas bumi masih pada tahap penyelidikan pendahuluan awal atau inventarisasi  dengan
potensi pada kelas sumber daya spekulatif, 24 lokasi (9,05 %) daerah panas bumi masih pada
tahap penyelidikan pendahuluan dengan potensi pada kelas sumber daya hipotetis. Daerah yang
telah disurvei secara rinci melalui survei permukaan dengan atau tanpa pengeboran landaian
suhu dengan potensi cadangan terduga sebanyak 88 lokasi (33,21%). Daerah yang telah
dilakukan pengeboran eksplorasi atau siap dikembangkan sebanyak 8 daerah (3,01%). Daerah
panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik saat ini baru 7 lokasi atau 2,64
% dengan kapasitas total terpasang 1189 MW.
Jumlah lokasi panas bumi yang berpotensi mengalami tumpang tindih sebagian atau seluruhnya
dengan kawasan hutan adalah  sekitar 81 lokasi  atau  sekitar  30 % dari total lokasi panas bumi
di  Indonesia dengan potensi sekitar 12.000 MW Tabel 2). Dari sejumlah ini, sekitar 11 % ( 29
lokasi) berada di kawasan hutan konservasi dengan potensi sekitar 3400 MW dan sekitar 19 %
(52 lokasi) berada di kawasan hutan lindung dengan potensi sekitar 8600 MW.Lokasi panas
bumi yang sebagian berpotensi berada di kawasan hutan (konservasi) juga terjadi pada WKP
eksisting seperti: Kamojang.
PEMANFAATAN ENERGI PANAS BUMI

Sumber daya energi panas bumi dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung.
Energi yang digunakan merupakan hasil konversi dalam bentuk uap dan panas. Energi panas
bumi yang digunakan secara langsung disebut direct use sedangkan energi panas bumi yang
berupa konversi dalam bentuk listrik merupakan hasil konversi uap. Direct use memanfaatkan
panas secara efisien dan pembiayaannya jauh lebih kecil dibandingkan pembangkit listrik

Pemanfaatan panas bumi telah dilakukan sejak 1904 di Italy dimana dimasa itu uap panas bumi
dapat menyalakan lima buah lampu. Di Indonesia pembangkit listrik tenaga panas bumi baru
terlaksana pada tahun 1983 di Kamojang dengan potensi sebesar 30 MW. Selanjutnya mulai
didirikan PLTP lainnya seperti di G.Salak, Sibayak, Darajat, Dieng, Wayang Windu dan
Lahendong. Hingga saat ini baru 1189 Mw listrik yang telah diproduksi dari tujuh lapangan. 
Ketujuh lapangan panas bumi tersebut adalah Sibayak (12 MW), G. Salak (375 MW), Kamojang
(200 MW), Darajat (255 MW), Wayang Windu (227 MW), Dieng (60 MW), dan Lahendong (60
MW).

Pemanfaatan energi panas bumi secara direct use dilakukan tanpa adanya konversi energi ke
dalam bentuk lain. Karena sifatnya yang mudah maka pemanfaatannya bisa dilakukan dalam
berbagai cara. Untuk mengefektifkan penggunaannya pemanfaatan direct use dilakukan sesuai
dengan kebutuhan temperaturnya. Dibeberapa lokasi di Indonesia masyarakat setempat telah
melakukan pemanfaatan secara langsung seperti untuk sarana pariwisata, pemanasan hasil kebun
dan pembibitan jamur, pembuatan pupuk dan budidaya ikan. Namun secara umum pemanfaatan
langsung bagi kepentingan bahan bakar industri pertanian belum berkembang.

WILAYAH KERJA PANAS BUMI

Dalam rangka mempercepat pengembangan energi panas bumi terutama untuk pemanfaatan
tidak langsung (pembangkitan listrik), Pemerintah telah menetapkan beberapa WKP baru untuk
daerah-daerah panas bumi yang kelengkapan datanya telah mencukupi.

Sampai saat ini telah ditetapkan sebanyak 22 WKP baru (Tabel  3). Dari 22 WKP ini, 5 WKP
telah selesai dilelangkan.  6 WKP sedang dalam proses lelang dan 11 WKP  belum di lelang.
WKP yang sudah selesai  dilelang yaitu Tampomas ( Jawa Barat), Cisolok-Cisukarame (Jawa
Barat), Tangkuban Parahu (Jawa Barat), Sokoria  (NTT), Jailolo (Maluku Utara) dan Jaboi
(NAD.  Sedangkan WP yang sedang dalam proses lelang tahun ini adalah Ungaran (Jawa
Tengah), Ngebel Wilis (Jawa Timur), Blawan-Ijen (Jawa Timur),  Siaholon Ria Ria ( Sumatra
Utara), dan Liki Pinangawan ( Sumatera Barat).

SISTEM PANAS BUMI  DI INDONESIA

Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia,
Hindia Australia. Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi
antar lempeng benua dan samudra menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk
partial melting batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke
permukaan proses tersebut membentuk kantong – kantong magma (silisic / basaltic) yang
berperan dalam pembentukan jalur gunungapi yang dikenal sebagai lingkaran api (ring of fire).
Munculnya rentetan gunung api Pasifik di sebagian wilayah Indonesia beserta aktivitas
tektoniknya dijadikan sebagai model konseptual pembentukan sistem panas bumi Indonesia.

Berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologi, sistem panas bumi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu :  vulkanik, vulkano – tektonik dan Non-vulkanik. Sistem
panas bumi vulkanik adalah sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunungapi api Kuarter
yang umumnya terletak pada busur vulkanik Kuarter yang memanjang dari Sumatra, Jawa, Bali
dan Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan Sulawesi Utara.Pembentukan sistem panas bumi ini
biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah (andesit-basaltis) hingga  asam dan umumnya
memiliki karakteristik reservoir ? 1,5 km dengan temperature reservoir tinggi (~250  -  ? 370°C).
Pada daerah vulkanik aktif biasanya memiliki umur batuan yang relatif muda dengan kondisi
temperatur yang tinggi dan kandungan gas magmatik besar. Ruang antar batuan (permeabilitas)
relatif kecil karena faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan dalam membentuk
celah-celah / rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir. Daerah vulkanik yang tidak aktif
biasanya berumur relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat untuk
membentuk permeabilitas batuan melalui rekahan dan celah yang intensif. Pada kondisi tersebut
biasanya terbentuk temperatur menengah - tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih
sedikit. Sistem vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa sistem, misal : sistem tubuh
gunung api  strato jika hanya terdiri dari satu gunungapi utama, sistem komplek gunung api jika
terdiri dari beberapa gunungapi, sistem kaldera jika sudah terbentuk kaldera dan sebagainya.

Sistem panas bumi  vulkano – tektonik, sistem yang berasosisasi antara  graben dan  kerucut
vulkanik, umumnya ditemukan di daerah Sumatera pada jalur sistem sesar sumatera (Sesar
Semangko). Sistem panas bumi Non vulkanik adalah sistem panas bumi yang tidak berkaitan
langsung dengan vulkanisme dan umumnya berada di luar jalur vulkanik Kuarter. Lingkungan
non-vulkanik di Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian timur sundaland
(paparan sunda) karena pada daerah tersebut didominasi oleh batuan yang merupakan penyusun
kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan sedimen. Di Indonesia bagian timur lingkungan
non-vulkanik berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi serta daerah Kepulauan Maluku hingga
Irian didominasi oleh batuan granitik, metamorf dan sedimen laut

PENUTUP

Sampai dengan November 2009, total potensi panas bumi Indonesia diperkirakan mencapai
28.112 MWe yang tersebar di 265 daerah prospek panas bumi.  Dari sisi jumlah lokasi yang ada,
terdapat penambahan sebanyak 8 lokasi  dengan potensi sekitar 400 MWe yang merupakan hasil
penemuan pada kegiatan lapangan tahun 2009.
Dalam upayanya mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia, Pemerintah telah
menetapkan 22 WKP baru dengan total potensi mencapai 2376 MWe. Dari WKP baru tersebut, 6
WKP telah selesai  dilelang, 5 WKP sedang dalam proses lelang, dan 11 WKP belum di lelang .

Potensi panas bumi di Indonesia terdapat dalam berbagai tipe sistem panas bumi.
Pengelompokan tipe sistem panas bumi  ini dapat memberikan estimasi awal besarnya potensi
energi yang terkandung dalam suatu daerah panas bumi, dan barangkali  dapat digunakan sebagai
pedoman awal dalam memilih lokasi-lokasi panas bumi untuk dilakukan penyelidikan
selanjutnya bagi pemangku kepentingan.

Hampir seabad yang lalu, tepatnya tahun 1918, JB Van Dick yang seorang Belanda itu,
mengembangkan potensi energi panas bumi atau geothermal. Ketika itu, kawasan Kamojang,
Jawa Barat, menjadi tempat pertama di Tanah Air yang dijadikan sebagai tempat eksplorasi salah
satu energi nonfosil ini. Tentu saja, saat itu isu tentang menipisnya 

bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batubara sama sekali belum diteriakkan oleh para
pakar dan pemerhati energi di dunia.

Pengembangan energi alternatif sepertinya mutlak dilakukan. Ancaman kian menipisnya


persediaan energi berbasis fosil membuat umat manusia di Bumi ini tak lagi punya pilihan.
Investasi dengan dana yang mahabesar digelontorkan untuk mencari teknologi tercanggih demi
memenuhi kebutuhan manusia akan energi. Bahkan, menurut Kepala Badan Tenaga Nuklir
Nasional (Batan), Hadi Hastowo, pada tahun 2020 Indonesia diprediksi menjadi negara di dunia
pengimpor energi terbesar jika masih mengandalkan sumber energi konvensional. “ sistem
pembangkit listrik kita saat ini masih banyak tergantung kepada penggunaan batubara, minyak,
dan gas sebagai sumber energinya,” katanya kepada Antara beberapa waktu lalu. Untuk
memenuhi kebutuhan energinya, Indonesia telah mengimpor Bahan Bakar Minyak (BBM) 350
ribu barel perhari, dan subsidi yang dikeluarkan mencapai Rp 70 triliun.

Pemerintah bukannya tak perduli dengan urusan energi alternatif ini. Perpres No 5 Tahun 2006
dan Inpres No 1 tahun 2006 mengenai kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah buktinya.
Regulasi ini memberikan porsi lebih besar kepada energi terbarukan termasuk panas bumi.

Dari Perpres tersebut, pada 2025 ditargetkan minyak bumi menjadi kurang dari 25 %, gas bumi
30 %, batubara 33 %, biofuel 5 %, panas bumi 5 %, batubara yang dicairkan 2 % dan lainnya
(biomass, nuklir,tenaga air, surya dan angin) 5 %. Ditargetkan energi panas bumi dapat
digunakan hingga 9.500 MWe pada 2025.

Pada 12 Desember 2006, Pertamina mendirikan Pertamina Geothermal Energi (PGE). PGE
diamanatkan untuk mengembangkan 15 wilayah kerja perusahaan (WKP) geothermal di
Indonesia. Beberapa wilayah kerjanya adalah Sibayak (Sumatra Utara), Sungai Penuh(Jambi),
Lumut Balai (Sumatra Selatan), Hululais (Bengkulu), Kotamobagu dan Lahendong (Sulawesi
Utara) dan Ulubelu (Lampung).

Keseriusan pemerintah mengembangkan panas bumi ini juga terlihat dari kesediaan Indonesia
menjadi tuan rumah Kongres Geothermal Dunia ke-5 di Bali pada tanggal 25-30 April 2010
mendatang. Acara akan di buka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini akan dihadiri
sekitar 2.500 orang, termasuk pada  menteri dan pakar energi dari berbagai negara seperti
Jepang, Indonesia, Australia, Prancis dan Selandia Baru.
Diantara energi terbarukan lainnya—seperti biofuel, nuklir, air, tenaga surya dan angin---energi
panas bumi dinilai sangat menjanjikan. Hal ini lantaran panas bumi bisa dikonversi menjadi
energi listrik. Bahkan, sejumlah Negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru,
Jepang, Prancis, Inggris, Swiss, Italia dan Swedia serius membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTP). Bahkan, AS memiliki target optimistis bisa memenuhi 50 % kebutuhan
listriknya dari energi panas bumi pada tahun 2050.

Indonesia sesungguhnya sudah mengarah ke sana. Beruntunglah, Indonesia tak hanya kaya
sumber alam hayati, namun juga diberkahi sumber mineral yang luar biasa. Indonesia dilalui
sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan
Sulawesi. Di dalam sabuk vulkanik itu terdapat sekitar 117 pusat gunung berapi aktif yang
membentuk jalur gunung api sepanjang kurang lebih 7.000 km. Rasanya wajar jika Indonesia
memiliki 40 persen potensi panas bumi di dunia karena Indonesia memiliki 265 lokasi panas
bumi dengan total potensi energi mencapai 28.100 MWe. Tahun 2009, beberapa lokasi panas
bumi baru ditemukan seperti Kebar di Manokwari, Papua Barat, Tehoru, Banda Baru, Pohon
Batu, Pohon Batu dan Kelapa Dua di Maluku, Lili, mapili dan Alu di Mandar, Sulawesi Barat.
Ironisnya, baru 4 persen saja (1.189 KWe) dari potensi panas bumi tersebut yang telah
dimanfaatkan. Bandingkan dengan Filipina yang telah memanfaatkan 44,5 % potensi energi
panas buminya.

Minimnya pemanfaatan energi panas bumi ini tergambar dari komposisi sumber listrik di Tanah
Air. Listrik yang digunakan di Indonesia sebagian besar memanfaatkan energi konvensional.
Baru 3 % saja dari tenaga listrik yang ada di Indonesia yang memanfaatkan energi panas bumi.
Sementara, BBM 20,6 %, batubara 32,7 %, dan gas alam 32,7 %.

Namun, memaksimalkan potensi panas bumi di Tanah Air tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Pengembangan panas bumi sangat terkait dengan begitu banyak variabel. Tak hanya
persoalan eksplorasi dan eksploitasi yang sering kali berbenturan dengan kebijakan kehutanan.
Tapi, juga karakteristik panas bumi yang berada di kawasan pegunungan yang mnyebabkan
panas bumi tidak  bisa disalurkan dengan jarak jauh seperti gas.

Selain itu, konsumen PGE yang cenderung tunggal yaitu hanya ke PLN juga menyulitkan.
Secara bisnis, harga per kWh listrik pun belum sepenuhnya menguntungkan. Kendala terbesar
adalah bisnis panas bumi memerlukan investasi sangat tinggi dan cukup beresiko. Sementara,
harga energi alternatif seperti panas bumi masih kalah murah dari harga energi konvensional
(BBM). Tidak seimbangnya antara biaya investasi, membangun infrastruktur, dan
pengembangan energi dengan harga jual membuat bisnis ini tidak dilirik investor.

Banyaknya kendala dalam pengembangan panas bumi tak berarti harus menghentikan langkah
untuk mengembangkan bisnis ini. Jika saat ini pemanfaatan energi panas bumi seolah hanya
tunggal, yaitu PLN (indirect use), maka sebenarnya hal ini bisa diatasi. Di banyak Negara, energi
panas bumi sudah masuk dalam kategori direct use, yaitu sebagai pemanas di gedung,
peternakan, pertanian dan industri. Hal ini sesungguhnya telah dirintis di Indonesia dengan
mendirikan pabrik gula aren di Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara yang memanfaatkan panas
bumi yang dikelola PGE.
Selain itu, panas bumi memiliki banyak keunggulan yang tak dimiliki energi jenis lain. Panas
bumi adalah yang paling ramah lingkungan karena lebih rendah emisi karbondioksidanya
dibanding sumber energi konvensional. Kelebihan lainnya adalah energi ini merupakan energi
terbarukan yang tidak terpengaruh iklim dan cuaca.

Hal yang bisa dilakukan untuk terus memanfaatkan energi panas bumi adalah berbagai instansi
yang terkait dengan masalah ini harus bergerak dalam arah yang sama dengan kepentingan dan
tujuan yang sama. Beberapa instansi terkait tersebut adalah Kementrian Negara BUMN,
Departemen ESDM, Departemen Keuangan, Kementrian Riset dan Teknologi, Departemen
Kehutanan, Departemen Perindustrian dan BUMN terkait.

Pemerintah harus pula berkonsentrasi untuk menciptakan teknologi pemanfaatan panas bumi
yang terbaik dan ekonomis serta menekan harga listrik geothermal. Hal yang tidak kalah penting
adalah membuat roadmap yang jelas, mulai dari riset hingga program penerapannya.

Anda mungkin juga menyukai