Anda di halaman 1dari 15

Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan dengan kemajuan jaman, begitu pula
dengan cara berpikir masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal yang dinamis. Semakin
banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang dilakukan oleh manusia, tidak menutup
kemungkinan adanya kelemahan-kelemahan didalamnya, maka dari itu dari apa yang telah
diciptakan atau diperoleh dari penelitian tersebut ada baiknya berdasar pada nilai-nilai yang
menjadi tolak ukur kesetaraan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yaitu sila
pancasila

Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara indonesia guna melaksanakan pembangunan nasional,
reformasi, dan pendidikan pada khususnya.

2. Rumusan Masalah

● Peranan Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan

3. Batasan Masalah

Disini akan dibahas tentang penjabaran paradigma, Pancasila sebagai paradigma Pembangunan,
Reformasi, dan penerapan Pancasila khususnya di ruang lingkup Akademik.
BAB II

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT,


BERBANGSA, DAN BERNEGARA

A. Pengertian Paradigma

Awalnya istilah Paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya
dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia
ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970: 49). Inti sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi teoritis yang umum dan dijadikan sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian dikembangkanlah metode
baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut metode
kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta ilmu
pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainya. Dalam
kehidupan sehari hari paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung arti
sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter serta
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk
bidang pembangunan, reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati
posisi dan fungsi yang strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan dan hasil-
hasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenaranya.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur.
Pembangunan nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan martabat
manusia indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan negara yang tercantum
dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan rincian sebagai berikut:
♦ Tujuan negara hukum formal, adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
indonesia
♦ Tujuan negara hukum material dalam hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah
memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
♦ Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang perwujudanya terletak pada tatanan
pergaulan masyarakat internasional.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa


dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat nilai sila-sila
Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok negara. Dan ini
terlihat dari kenyataan obyektif bahwa pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi
(persekutuan hidup) manusia. Dalam mewujudkan tujuan negara melalui pembangunan nasional
yang merupakan tujuan seluruh warganya maka dikembalikanlah pada dasar hakikat manusia
“monopluralis” yang unsurnya meliputi : kodrat manusia yaitu rokhani (jiwa) dan raga, sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk TuhanYME. Kedudukan Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional harus mmperlihatkan konsep berikut ini :

* Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa
* Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional
* Pancasila merupakan arah pembangunan nasioanl
* Pancasila merupakan etos pembangunan nasional
* Pancasila merupakan moral pembangunan

Masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat pesat karena dampak
pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman bersama dalam
menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa. Oleh sebab itu pembangunan nasional harus dapat
memperlihatkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

-Hormat terhadap keyakinan religius setiap orang


-Hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia seutuhnya)

Sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia maka pembangunan nasional harus
meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan kehendak, raga (jasmani), pribadi, sosial dan aspek
ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam berbagai
bidang pembangunan antara lain politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta bidang kehidupan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
hakikatnya Pancasila sebagai paradigma pembangunan mengandung arti atas segala aspek
pembangunan yang harus mencerminkan nilai-nilai pancasila.

1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek

Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan salah satu
syarat menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan modern.
Pengembangan dan penguasaan iptek menjadi sangat penting, manakala dikaitkan dengan
kehidupan global yang ditandai dengan persaingan. Namun demikian pengembangan iptek bukan
semata-mata untuk mengejar kemajuan meterial melainkan harus memperlihatkan aspek-aspek
spiritual. Artinya, pengembangan iptek harus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan
batin. Dengan pemikiran diatas dapat kita ketahui adanya tujuan essensial daripada iptek, yaitu
demi kesejahteraan umat manusia, sehingga pada hakikatnya iptek itu tidak bebas nilai,
melainkan terikat oleh nilai.
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka
pikir serta asas moralitas bagi pembangunan iptek. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan
hidup pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan iptek harus didasarkan atas
paradigma pancasila. Apabila kita melihat sila demi sila menunjukkan sistem etika dalam
pembangunan iptek.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,


perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Sila ini menempatkan
manusia di alam semesta bukan merupakan pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik
dari alam yang diolahnya (T. Jacob, 1986), dapat disimpulkan berdasarkan sila ini iptek selalu
mempertimbangkan dari apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, adakah kerugian bagi
manusia.

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa iptek haruslah bersifat beradab dan
bermoral, sehingga terwujud hakikat tujuan iptek yaitu, demi kesejahteraan umat manusia.
Bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia melainkan harus diabdikan demi
peningkatan harkat dan martabat manusia.

Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa indonesia bahwa rasa
nasionalime bangsa indonesia akibat dari adanya kemajuan iptek, dengan iptek persatuan dan
kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah
diberbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek. Oleh sebab itu iptek
harus dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya
dapat dikembangkan dalam hubungan manusia indonesia dengan masyarakat internasional.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Disini ilmuwan tidak hanya ditempatkan
untuk memiliki kebebasan dalam pengembangan iptek, namun juga harus ada saling
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan bersikap terbuka untuk menerima
kritikan, atau dikaji ulang dan menerima perbandingan dengan penemuan teori lainya.

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, iptek didasarkan pada keseimbangan keadilan
dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubunganya dengan dirinya
sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat
bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkunganya (T. Jacob, 1986).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sila-sila pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir
serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM

Dalam bidang kenegaraan penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci
dalam bidang-bidang operasional serta target pencapainya, bidang tersebut meliputi
POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam mewujudkan tujuan seluruh warga harus kembali berdasar
pada hakikat manusia yaitu monopluralis, yang artinya meliputi berbagai unsur yaitu rokhani-
jasmani, individu-makhluk sosial, serta manusia sebagai pribadi-makhluk Tuhan YME. Maka
hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUD HANKAM,
guna membangun martabat manusia itu sendiri.

a. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik

Politik sangat berperan penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, karena sistem
politik negara harus berdasarkan hak dasar kemanusiaan, atau yang lebih dikenal dengan hak
asasi manusia. Sehingga sistem politik negara pancasila mampu memberikan dasar-dasar moral,
diharapakan supaya para elit politik dan penyelenggaranya memiliki budi pekerti yang luhur, dan
berpegang pada cita-cita moral rakyat yang luhur. Sebagai warga negara indonesia manusia
harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik, bukan sekedar objek politik yang
diharapkan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Karena Pancasila sebagai paradigma dalam berpolitik, maka sistem politik di
indonesia berasaskan demokrasi, bukan otoriter.

Berdasar pada hal diatas, pengembangan politik di indonesia harus berlandaskan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan, apabila
pelaku politik baik warga negara maupun penyelenggaranya berkembang atas dasar moral
tersebut maka akan menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral yang baik.

b. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mandasarkan pada moralitas ketuhanan, dan kemanusiaan. Hal ini untuk
menghindari adanya pengembangan ekonomi yang cenderung mengarah pada persaingan bebas,
yaitu yang terkuat dialah yang akan menang, seperti yang pernah terjadi pada abad ke-18, yaitu
tumbuhnya perekonomian kapitalis. Dengan adanya kejadian pada abad ke-18 tersebut, maka
eropa pada awal abad ke-19 bereaksi untuk merubah perkembangan ekonomi tersebut menjadi
sosialisme komunisme, yang berjuang untuk nasib rakyat proletar yang sebelumnya ditindas oleh
kaum kapitalis.

Ekonomi yang humanistik mendasarkan pada tujuan demi mensejahterakan rakyat luas, sistem
ekonomi ini di kembangkan oleh mubyarto, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan saja
melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi adalah
memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera, oleh sebab itu kita harus
menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli dan yang lainnya yang berakibat pada
penderitaan manusia dan penindasan atas manusia satu dengan lainnya.

c. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila berdasar pada hakikat
dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila kemanusiaan
yang adil dan beradab, yang diharapkan menghasilkan manusia yang berbudaya dan beradab.

Dalam rangka melakukan reformasi disegala bidang, hendaknya indonesia berdasar pada sistem
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri yaitu
nilai pancasila yang merupakan sumber normatif bagi peningkatan humanisasi khususnya dalam
bidang sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran pancasila dapat merupakan dorongan untuk ;

1. Universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur


2. Transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual
(koentowijoyo,1986)

Dengan demikian proses humanisasi universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya
demi kepentingan kelompok sosial tertentu yang diharapkan mampu menciptakan sistem sosial
budaya yang beradab.

Berdasar sila Persatuan Indonesia pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah
nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Pengakuan serta penghargaan
terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa sangat diperlukan sehingga
mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa, dengan demikian pembangunan
sosial budaya tidak akan menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial.

d. Pancasila sebagai Paradigma Hankam

Salah satu tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya terletak
pada penyelenggara negara semata, akan tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas
dasar tersebut sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Sistem partahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (sishankamrata).
Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan
negara. Maka dari itu pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi
terjaminya harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminya hak-hak asasi manusia.
Dengan adanya tujuan tersebut maka pertahanan keamanan negara harus dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, guna mencapai tujuan yaitu demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME (sila II), Pancasila juga
harus mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga sebagai warga negara (Sila III),
pertahanan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan
kemanusiaan (sila IV) dan akhirnya pertahanan keamanan haruslah diperuntukkan demi
terwujudnya keadilan keadilan dalam hidup masyarakat atau terwujudnya suatu keadilan sosial,
dan diharapkan negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai negara
hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan sehingga mengakibatkan
suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

e. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama

Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu kemunduran, yaitu
kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. hal ini dapat kita lihat adanya suatu kenyataan
banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah SARA, terutama pada masalah agama,
sebagai contoh tragedi di Ambon, Poso, Medan, Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi
daerah yang lain yang terlihat semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama
sehingga menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat
hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini. Sebagai
makhluk Tuhan YME manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME dimanapun mereka
hidup. Akan tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang penuh kedamaian dengan hidup
berdampingan, saling menghormati, meskipun Tuhan menciptakan adanya perbedaan,
berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok, baik sosial, politik, budaya maupun etnis
tidak lain untuk kehidupan yang damai berdasar pada kemanusiaan.

Dalam Pokok Pikiran IV, negara menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa kehidupan dalam
negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan kebebasan atas kehidupan
beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang agama. Setiap agama memiliki dasar-
dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan masing-masing dengan mendasarkan pergaulan
kehidupan dalam beragama atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa
pemeluk agama adalah bagian dari umat manusia di dunia. Maka sudah seharusnya negara
Indonesia mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang
penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang beradab.

C. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Saat ini Indonesia tengah berada pada era reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun 1998.
ketika gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan dan praktik politik
pada era Orde Baru banyak mengalami keruntuhan. Bangsa Indonesia ingin menata kembali
(reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera. Tatanan kehidupan yang
berjalan pada era orde baru dianggap tidak mampu memberi kedaulatan dan keadilan pada
rakyat. Namun dalam mencapai terwujudnya reformasi bangsa Indonesia harus mangalami
berbagia dampak, baik dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan. Berbagai
gerakan bermunculan yang disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan, yang banyak menelan
korban terlebih rakyat kecil yang tidak berdosa yang mendambakan adanya kehidupan penuh
kedamaian ketentraman serta kesejahteraan.

Banyak sekali tragedi yang melanda bangsa Indonesia akibat dari pergolakan reformasi, antara
lain peristiwa amuk masa diJakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan serta daerah
lainya. Bahkan tragedi pembersihan etnis juga terjadi di beberapa daerah, antara lain Dili,
Kupang, Ambon, Kalimantan Barat dan masih banyak lagi daerah lainnya. Dampak yang sangat
mencolok adalah perekonomian semakin memprihatinkan, banyak p[erusahaan maupun
perbankan yang gulung tikar sehingga banyak pekerja atau tenaga kerja potensial di PHK,
jumlah pengangguran meningkat. Yang sangat disayangkan adalah kalangan elit politik sama
sekali tidak menghiraukan jeritan kemanusiaan tersebut.

Namun demikian ada satu yang tersisa dari keterpurukan bangsa Indonseia, yaitu keyakinan akan
nilai yang dimilikinya, yaitu nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa indonesia yaitu
nilai-nilai Pancasila. Jadi reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia adalah menata kehidupan
bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan
menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu Pancasila
sangat tepat sebagai paradigma, acuan, kerangka dan tolak ukur gerakan reformasi di Indonesia.

Dengan Pancasila sebagai paradigma reformasi, gerakan reformasi harus diletakkan dalam
kerangka Perspektif sebagai landasan sekaligus sebagai cita-cita. Sebab tanpa suatu dasar dan
tujuan yang jelas reformasi akan mengarah pada suatu gerakan anarki, kerusuhan, disintegrasi,
dan akhirnya mengarah pada kehancuran bangsa. Reformasi dengan Paradigma Pancasila
rincianya sebagai berikut :

a. Reformasi yang berketuhanan YME, artinya gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas
ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebagai manusia makhluk Tuhan.
b. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhurdan sebagai upaya penataan kehidupan yang
penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
c. Reformasi yang berdasarkan nilai Persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan. Gerakan reformasi yang
menghindarkan diri dari praktik dan perilaku yang dapat menciptakan perpecahan dan
disintegrasi bangsa.
d. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subyek dan pemegang
kedaulatan. Gerakan reformasi bertujuan menuju terciptanya pemerintahan yang demokratis
yaitu rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, gerakan
reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Perlu disadari bahwa ketidakadilanlah penyebab kehancuran suatu bangsa.

Oleh karena itu bilamana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta sumber
norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu keputusan yang politisi saja melainkan
keharusan yang bersumber pada kenyataan obyektif pada bangsa indonesia sendiri. Perubahan
yang dilakukan reformasi dalam berbagai bidang sering diteriakkan dengan jargon reformasi
total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Opleh karena itu
reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform atau landasan yang jelas dan bagi
bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan Paradigma Reformasi Total
tersebut.

1. Gerakan Reformasi

Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana
hebat, yaitu krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara yang mengakibatkan stabilitas politik
menjadi goyah. Ditambah dengan adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir seluruh
instansi serta lembaga pemerintahan dan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para
kalangan pejabat, semakin memperburuk kondisi bangsa Indonesia. Pada sisi lain rakyat
dikelabui dengan berbagai macam program yang mengatasnamakan rakyat, namun pada
kenyataannya hanya menguntungkan pada sekelompok kecil yaitu para elit ekonomi dan para
pejabat, untuk melakukan praktek KKN untuk kepentingan pribadi.

Pancasila yang seharusnya menjadi sumber nilai dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana negara pada kenyataanya digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua kebijakan
diatas namakan pancasila oleh penguasa, bahkan untuk kebijakan dan tindakan yang sudah jelas
bertentangan dengan nilai pancasila. Puncak dari peristiwa tersebut ditandai semakin hancurnya
perekonomian nasional, yang mengakibatkan berbagai kegiatan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
reformasi di segala bidang , terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum.

Sebagai keberhasilan gerakan reformasi tersebut terbukti dengan mundurnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 mei 1998 yang kemudian disusul dilantiknya wakil presiden Prof. Dr. B.J.
Habibie guna menggantikan kedudukan presiden, kemudian dibentuk kabinet reformasi
pembangunan, pemerintahan Habibie inilah yang mengantarkan masyrakat Indonesia untuk
melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Dibidang ekonomi
juga dilakukan adnya perubahan yaitu diwujudkanya UU Anti monopoli, UU persaingan sehat,
UU kepailitan, UU usaha kecil, UU bank sentral, UU Perlindungan konsumen, UU Perlindungan
buruh, dan lain sebagainya (Nopiri,1998 ; 1)

Reformasi juga dilakukan pada kelembagaan tertinggi, yaitu susunan DPR, dan MPR yang
dengan sendirinya dilakukan melalui Pemilu secepatnya dan diawali dengan pengubahan :
a. UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU no. 16/1969 jis. UU no.
2/1985)
b. UU tentang partai politik dan golongan karya (UU no. 3/1975, jo. UU no. 3/1985
c. UU tentang Pemilihan Umum (UU no.16/1969 Jis UU no. 4/1975, UU no. 2/1980, dan UU no.
1/1985)

Reformasi UU politik diatas diharapkan mampu mewujudkan iklim politik yang demokratis
sesuai dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (mardjono.1998:57)

a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila

Makna reformasi secara etimologis berasal dari kata “ reformation” dengan akar kata “ reform”
yang secara semantik bermakna “ make or become better by removing or putting right what is
bad or wrong” (oxford advanced learned’s divtionary of current english,1980, dalam
wibisono,1998;1)sedangkan secara harfiah reformasi memiiliki makna suatu gerakan untuk
memformat ulang hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada bentuk yang sesuai
dengan nilai-nilai ideal yg dicita-citakan oleh rakyat (riswanda, 1998). Maka dari itu, suatu
gerakan reformasi harus memiliki köndisi syarat2 sebagai berikut:
1. Adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
2. Reformasi harus dilakukan dgn suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, yaitu
Pancasila sebagai landasanya.
3. Reformasi dilakukan harus berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu,yaitu UUD
sebagai acuan.
4. Reformasi dilakukan untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik.
5. Reformasi dilakukan atas dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang
Maha Esa, Serta terjaminya persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi

Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa indonesia dalam perjalanan sejarah ternyata
tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Sejak Orde Lama banyak sekali
hal-hal yang menyimpang, sebagai contoh nasakom, presiden seumur hidup serta praktek
kekuasaan diktator. Maka dari itu dgn adanya reformasi akan sangat diharapkan adanya
perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang berkedudukan sebagai landasan cita-cita
dan ideologi (hamengkubuwono x, 1998/8). Reformasi dalam perspektif pancasila pada
hakikatnya harus berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan indonesia,berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Dalam perspektif pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya untuk menata ulang dengan
melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan pancasila dalam
kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai sumber nilai yang memiliki sifat
reformatif,artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan
dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan zaman dengan menata kembali
kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat tanpa merubah nilai esentialnya, yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Dalam proses réformasi sudah seharusnya dilakukan adanya perubahan terhadap perundang-
undangan. Hal ini berdasar pada adanya kenyataan setelah peristiwa 21 mei 1998 saat runtuhnya
kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang dampaknya sangat parah adalah dibidang
hukum. Subsistem hukum tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan
cenderung bersifat imperatif bagi penyelenggara pemerintah. Jadi untuk melakukan adanya
reformasi harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang terkandung dalam pancasila
yang merupakan dasar cita2 reformasi.

a. Pancasila sebagai sumber nilai perubahan hukum

Dalam negara indonesia “staatsfundamentalnorm” ny adalah Pancasila, yang artinya Pancasila


merupakan pokok kaidah sumber hukum positif. Dalam pengertian inilah maka Pancasila
berfungsi sebagai paradigma hukum terutama yang berkaitan dengan berbagai macam upaya
perubahan hukum. Maka dari itu supaya hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan
masyarakat, harus senantiasa diperbaharui agar tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan
pembaharuan tersebut harus tetap meletakkan Pancasila sebagai kerangka pikir, sumber norma,
dan sumber nilai-nilainya.

Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatana hukum pancasila dipandang sebagai cia-cita
hukum, dan sebagai cita-cita hukum Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi
regulatif. Sebagai fungsi konstitutif Pancasila menentukan dasar suatu tatanan hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri, sehingga hukum sangat bergantung pada dasar-
dasar yang diberikan oleh nilai-nilai Pancasila. Begitu pula dengan fungsi regulatif, Pancasila
menetukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil atau tidak. Sebagai
staatsfundamentalnorm pancasila merupakan pangkal sumber penjabaran dari tertib hukum di
indonesia termasuk juga UUD 1945. Dalam pengertian inilah istlah ilmu hukum disebut sumber
dari segala peraturan perundang-undangan di indonesia (mahfud, 1999;59). Sumber hukum
meliputi dua macam pengertian ;
1. Sumber Hukum Formal, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan
hukum yang bersifat mengikat terhadap komunitasnya, misalnya Undang-undang, perda dll.
2. Sumber materila hukum, yaitu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma
hukum (Darmodihardjo, 1996:206)

Selain sumber nilai yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga
bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi yg
dikehendakinya. Menurut Johan Galtung suatu perubahan serta pengembangan secara ilmiah
harus mempertimbangkan tiga unsur, yaitu nilai, teori (norma), fakta atau realitas empiris
(Galtung,1980:30-33). Dengan demikian maka upaya untuk terwujudnya suatu reformasi hukum
akan mampu mengantarkan manusia ke tingkatan harkat dan martabat yang lebih tinggi, sebagai
makhluk yang berbudaya dan beradab.

b. Dasar Yuridis Reformasi Hukum

Dalam upaya reformasi telah banyak dilontarkan berbagai macam pendapat tentang aspek-aspek
yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan semakin banyak
bermunculan usulan tentang amandemen atau perubahan secara menyeluruh terhadap Pasal-pasal
UUD 1945, namun harus dipahami secara obyektif, apabila terjadi suatu amandemen terhadap
seluruh pasal UUD 1945, maka tidak terjadi pula perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945,
karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental, sebagai
sumber positif, memuat Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang melekat pada kelangsungan
hidup negara proklamasi 17 agustus 1945. Oleh karena itu apabila ada perubahan pembukaan
UUD 1945 sama halnya dengan menghilangkan eksistensi bangsa dan negara Indonesia, atau
sama halnya dengan pembubaran negara Indonesia.

Dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap no.XX/MPRS/1996,
yang menyatakan Panacasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti
sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum harus selalu bersumber pada niali-nilai
yang terkandung dalam pancasila, dan secar eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-
undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Ada beberapa macam produk
peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum, antara lain
undang-undang politik tahun 1999, yaitu UU no.2 tahun 1999, tentang partai politik, UU no.3
tahun 1999, tentang Pemilu, dan UU no.4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR, Dan DPRD, kemudian UU pokok Pers yang diharapkan menghasilkan pers yang bebas dan
demokratis, lalu UU otonomi daerah yang meliputi UU no.22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, UU no. 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, dan UU no.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
KKN.

Demikian juga terjadi pada tingkatan ketetapan MPR yang telah dilakukan reformasi hukum
melalui sidang istimewa MPR pada bulan November 1998 yang menghasilkan berbagai macam
ketetapan antara lain Tap No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan referendum, karena dianggap
menghambat demokrasi, Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN yang tidak mungkin
dilaksanakan karena krisis ekonomi serta politik, Tap no. X/MPR/1998 tentang poko-pokok
reformasi pembangunan, Tap no. XI/MPR/1998 tentang negara yang bebas KKN, Tap No.
XIII/MPR/1998 tentang masa jabatan presiden , Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu Tahun
1999, Tap No. XV/MPR/1998 tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan
daerah, Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi, Tap No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak asasi manusia, serta Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan P4, serta berbagai
macam peraturan perundang-undangan lainya.

c. Pancasila sebagai Paragidma Reformasi Pelaksanaan Hukum

Dalam Era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan
operasionalnya guna mencapai tujuan daripada reformasi itu sendiri yaitu melindungi bangsa dan
seluruh tumpah darah. Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat
mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum, yang artinya pelaksanaan
hukum harus mampu mwujudkan jamina atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara
yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban setipa warga negara, tanpa memandang pangkat,
jabatan ataupun golongan maupun agama. Konsekuensi dari pelaksanaan hukum aparat penegak
hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar
bersih dari praktek KKN.

3. Pancasila sebagai Paradigma reformasi politik

Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung
dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi
“…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Nilai demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan
fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya
tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada
realisasinya baik pada masa orde lama maupun orde baru negara lebih mengarah pada praktek
otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada presiden. Nilai
demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1
ayat 2 menyatakan :
“ kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan
rakyat”
Pasal 2 ayat 2 menyatakan,
“ Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan paerwakilan rakyat,
ditambah utusan dari daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-
undang”
Pasal 5 ayat 1 menyatakan,
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat”
Pasal 6 ayat 2 menyatakan,
“ Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara
terbanyak “
Adapun esensi dari pasal-pasal tersebut berdasarkan UUD 1945 adalah :
a. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara
b. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
c. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, dan bertanggung jawab kepada MPR
d. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh presiden baik sendiri maupun bersama dengan
lembaga lain, kekuatanya berada dibawah MPR atau produk-produknya.

Perlu diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan negara, oleh sebab itu paradigma
ini merupakan dasar pijak dalam reformasi politik. Dan reformasi politik atas sistem politik harus
melalui Undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada
paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

Susunan Keanggotaan MPR

Untuk melakukan suatu perubahan terhadap susunan keanggotaan MPR, DPR dan DPRD ,
terlebih dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan yang
merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR DPR. Susunan MPR yang termuat dalam
Undang-undang politik no.2/1985 dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila bahwa
kedaulatan adalah ditangan rakyat seperti yang tertuang dalam semangat UUD 1945. maka dari
itu rakyat bertekad melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut melalui sidang
istimewa MPR tahun 1998 yang kemudian dituangkan dalam UU Politik tahun 1999, adapun
perubahan yang telah dilakukan antara lain pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa :
* Jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang
* Jumlah anggota DPR hasil Pemilu sebanyak 500 orang
* Utusan Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1
* Utusan Golongan sebanyak 65 orang
Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3 yaitu utusan daerah dipilih oleh
DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu yang bersifat demokratis.

Susunan Keanggotaan DPR

Perubahan keanggotaan DPR tertuang dalam UU no.4 pasal 11 adalah sebagai berikut :
Pasal 4 ayat 2 menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas,
a. anggota partai politik hasil pemilu
b. anggota ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat 3 menjelaskan,
a. anggota partai hasil pemilu sebanyak 462 orang
b. anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang
menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi
secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu
partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.

- Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat 1

Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I yang tertuang dalam UU Politik no.4 tahun 1999,
sebagai berikut :
a. Pasal 18 ayat 1 bahwa pengisian anggota DPRD Tingkat I dilakukan melalui Pemilu dan
pengangkatan
b.Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas anggota partai politik hasil pemilihan
umum, dan anggota ABRI yang diangkat
c. Pasal 18 ayat 3 menyatakan jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang
dan sebanyak-banyaknya 100 orang
termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

- Susunan Keanggotaan DPRD II

Susunan keanggotaan DPRD II yang tertuang dalam UU Politik No. 4 Tahun 1999 adalah :
a. Pasal 25 ayat 1, menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasar pada hasil Pemilu
dan pengangkatan
b. Pasal 25 ayat 2 menyatakan, DRPD II terdiri atas anggota partai politik hasil Pemilu, dan
anggota ABRI yang diangkat
c. Pasal 25 ayat 3 menyatakan, jumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20
orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat

Demikian perubahan atas UU tentang susunan Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang diharapkan
mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila yang
merupakan Paradigma demokrasi.

- Reformasi Partai Politik

Dalam UU Politik no.3 tahun 1975, Jo UU No.3 tahun 1985 ditentukan bahwa partai politik dan
golongan karya hanya meliputi 3 macam, yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Golongan
Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia, ketentuan ini tidak mencerminkan nilai kerakyatan
sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila, dan tidak sesuai pula dengan semangat
UUD 1945 pasal 28, serta hakikat nilai Pancasila yang bermakna keaneka ragaman akan tetapi
tetap satu kesatuan. Dalam mengatur adanya partai politik tertuang dalam UU no.2 tahun 1999
tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk
menyalurkan aspirasinya. Adapun ketentuanya adalh sebagai berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai
b. Asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan pancasila
c. Keanggotaan partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah mempunyai hak pilih
d. Partai politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang
negara asing, bendera kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing gambar perorangan
dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.

Atas ketentuan UU tersebut maka semakin banyak partai-partai politik baru yang hingga saat ini
mencapai 114 partai politik, namun pada kenyataanya, yang memenuhi syarat untuk mengikuti
pemilu hanya 48 partai politik. Dan partai itulah yang ikut dalam pemilu tahun 1999. dalam
pelaksanaan pemilu juga dilakukan adanya perubahan yang diatur dalam UU no. 3 tahun 1999
tentang pemilu, yang berisi tentang kejujuran, keadilan, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Dan untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bebas
dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik peserta pemilu dan unsur pemerintah
yang bertanggung jawab terhadap Presiden. Dengan adanya ketentuan UU tersebut sistemik
pelaksanaan Pemilu tahun 1999 akan bersifat demokratis, bahkan ditambah dengan adanya
kebebasan untuk membentuk pemantau Pemilu baik dari dalam maupun luar negeri.

b. Reformasi atas Kehidupan Politik

Untuk mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis maka harus dilakukan dengan
cara Revitalisasi politik yaitu dengan mengembalikan Pancasila pada kedudukan serta fungsi
yang sebenarnya seperti yang tertuang pada UUD 1945.
Diposkan oleh Premadevi di 20.05

Anda mungkin juga menyukai