Anda di halaman 1dari 3

Apa Itu Cinta?

Sudah banyak lagu digubah, puisi ditulis, dan kanvas dilukis untuk
menggambarkan cinta. Tapi apakah cinta itu sebenarnya? Tentunya seorang
pelukis akan berbeda dengan seorang pencipta lagu dalam menjelaskan cinta.
Bahkan setiap orang akan mendefinisikan cinta dengan cara yang berbeda. Sah-
sah saja.

Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, sudah lama tertarik dengan konsep cinta. Hanya
saja masalahnya, sebagai sebuah konsep… cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati
secara ilmiah. Dalam tulisan ini dipilih teori seorang psikolog, Robert Sternberg yang telah berusaha
untuk menjabarkan cinta dalam konteks hubungan antara dua orang.

Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut
merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang
perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari
"skenario" yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya
mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.

Sternberg terkenal dengan teorinya tentang "Segitiga Cinta" (bukan cinta segitiga lho…!). Segitiga
cinta itu mengandung komponen : (1). Keintiman (Intimacy), (2). Gairah (Passion) dan (3).
Komitmen.

Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan
keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan
seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak
bertemu. Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang
bersifat seksual. Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan
tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya
tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga
komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal
hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah
yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai dengan komitmen yang lebih besar, misalnya
melalui perkawinan.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang sangat ditentukan oleh
pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling
mengekspresikan perasaan cinta mereka (atau malah bertengkar melulu..). Hubungan awal denga n
teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan mempengaruhi
seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang
ditulis untuk dirinya sendiri.

Memang teori Sternberg tentang cinta ini belumlah lengkap dan memuaskan semua orang misalnya
bagaimana teori ini dapat menjelaskan cinta ibu terhadap anak-anaknya?

Atau bagaimana cinta dapat dipertentangkan dengan perang dan kebencian?

Hanya saja, sebagai sebuah deskripsi ilmiah terhadap fenomena cinta, teori ini dapat dikatakan cukup
membantu dalam memetakan pola-pola hubungan cinta antar individu.

Catatan:

Tidak semua orang sepakat dengan definisi cinta seperti yang dikemukakan Robert Sternberg. Salah
satu yang tidak sepakat adalah saya. Sejujurnya, saya keberatan kalau komponen gairah/passion
dimasukkan dalam cinta. Entah kenapa, tapi saya merasa tidak rela kalau cinta yang “bagi saya”
begitu suci dan sakral “dikotori” oleh embel-embel seksualitas. Bagi saya, saya tidak tahu apakah ini
benar-benar jujur atau munafik, cinta itu memiliki nilai yang luhur, terhormat dan tidak kait-mengait
dengan aspek seksual. Akan tetapi, saya memohon maaf, pendirian saya bukanlah sesuatu yang
berdasar, tidak dilandasi aspek-aspek ilmiah maupun dalil-dalil agama. Ini murni pikiran dan emosi
saya, pikiran dan emosi anak 20-an.
Pokoknya, saya tidak sepakat kalau ketertarikan seksual dimasukkan dalam cinta. Saya tidak
bermaksud menafikkan keberadaan hasrat seksual pada diri manusia. Tidak sama sekali.
Bagaimanapun hasrat seksual itu adalah fitrah kita sebagai manusia. Itru hukum alam. Kia, manusia
dewasa yang normal pasti memiliki itu. Tapi itu bukan cinta. Ketertarikan seksual tidak berasal dari
cinta. Cinta itu terpisah dari dari aspek seksualitas. Cinta ya cinta, hasrat seksual ya hasrat seksual.

Saya punya dalih yang mungkin bias merasionalkan kekeukeuhan saya mempertahankan pendirian
saya. Tapi tidak akan saya kemukakan di sini. Insyaallah, akan saya tulis lain waktu.

Maaf sekali lagi kalau terkesan keras kepala, egois, atau munafik. Karena memang dari beberapa
orang yang saya tanya, hanya ada satu orang yang sepakat dengan saya, bahwa cinta tidak kait-
mengait dengan aspek seksual. Yang lainnya tidak sepakat, semuanya mengatakan kalau cara berpikir
saya munafik.

Nah, kalau menurut kamu bagaimana? Apakah setuju dengan saya bahwa cinta tidak memuat gairah
(ketertarikan seksual) atau setuju dengan Robert Sternberg bahwa gairah (ketertarikan seksual)
memang bagian dari cinta?

Anda mungkin juga menyukai