AMAN TARIGAN
Pendahuluan
Seperti tercantum pada PJPT II, dimana pengembangan bidang jasa termasuk pelayanan
infrastruktur dan jasa keuangan diarahkan pada terciptanya jaringan informasi, pelayanan
keuangan yang andal, efisien dan mampu mendukung industrialisasi serta upaya pemerataan.
Didalam sasaran Pelita VI disebutkan pula bahwa pembangunan sektor keuangan ditingkatkan,
diperluas dan diarahkan untuk memperbesar kemampuan sumber dana dalam negeri bagi
pembiayaan pembangunan nasional.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut, maka dibidang kelembagaan serta
instrumen pasar uang, Bank Indonesia harus memantapkan langkah-langkah kebijakan yang
dapat mendukung berkembangnya jenis-jenis pembiayaan lain kepada dunia usaha selain kredit
perbankan, utamanya surat-surat berharga. Perkembangan ini memang tidak bisa dihindarkan,
sejalan dengan kecenderungan sekurutisasi aset yang akan terus mewarnai industri keuangan
kita, Dalam kaitan ini, pengembangan pasar uang yang lebih luas dan mendalam merupakan
suatu kebutuhan yang sangat penting. Dengan adanya lembaga pemeringkat diharapkan dapat
memberi dukungan yang efektif bagi pengembangan pasar uang di Indonesia sehingga jenis
instrumen yang diperdagangkan akan dapat di lihat kwalitasnya dan semakin beragam tidak
terbatas hanya SBI. Beragamnya instrumen ini akan meningkatkan efisiensi dan pilihan
penanaman dana bagi bank-bank, tetapi juga akan lebih menambah instrumen untuk
pengendalian moneter oleh Bank Indonesia.
Beradasarkan perkembangan data terlihat bahwa jenis peranti pasar uang Rp yang sering,
ditransaksikan adalah promes terutama yang dipergunakan oleh perbankan yang teransaksinya
dikaitkan penyelesaian kliring pembayaran. Transaksi pasar uang antar bank telah megalami
perkembangan yang cukup pesat dari harga Rp 103.979 miliar pada tahu 1991 menjadi Rp
449.649 miliar pada tahun 1996 (s.d. Agustus). Walaupun transaksi pasar uang antar bank telah
cukup mengembirakan, namun segmentasi pasar masih tidak dapat dihindarkan hal ini tercermin
dari masih lebarnya perbedaan antara suku bunga tertinggi dan terendah yang terjadi dipasar.
Posisi SDI dewasa ini hanya berkisar Rp 10 s.d 12 triliun dibanding periode 1992 dan
tahun 1993 yang pernah mencakup lebih dari Rp triliun. Penurunan posisi ini berkaitan erat
dengan ekspansi kredit yang dilakukan perbankan setelah berakhirnya masa konsilidasi
permodalan. Dalam beberapa waktu terakhir, penjualan SBI di Bank Indonesia menunjukkan
kaitan yang cukup baik meskipun perkembangan pasar sekundernya tidak begitu berkembang.
Sementara itu posisi SBPU terus mengalami penurunan pada akhir Agustus 1996 hanya sebesar
Rp 1,7 triliun.
Perkembangan yang meningkat secara signifikan terlihat pada CD, dalam kurun 1991 s.d
1996 telah meningkat sekitar 215 %. Pada tahun 1991 posisi CD masih menunjukkan Rp 3,9
triliun namun pada Agustus 1996 telah mencapai Rp 12,4 triliun. Sementara itu, posisi CP yang
diterbitkan baik dalam rupiah maupun valas pada akhir juni 1996 (terbatas pada penerbitan yang
diarrange oleh Bank umum sejak diberlakukannya ketentuan atas pelaporan setiap penerbitan CP
ke BI pada bulan Agustus 1995) tercatat Rp 1,0 triliun untuk CP dalam Rupiah dan USD 1,2 miliar
untuk CP dalam valas (mekanisme penerbitan CP terlihat pada lampiran 1)
Penutup
Dengan melihat beberapa perkembangan pasar uang di tanah air yang tidak terlepas
pengaruhnya dari perkembangan sektor keuangan internasional, maka diversifikasi dari piranti
pasar uang memang tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini BI bersifat akomodatif, dalam arti
selama jenis piranti-piranti yang baru tersebut dapat menambah alternatif pembiayaan dunia
usaha maka BI akan terus mengupayakan pengembanganya dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan.
Pengembangan pasar uang ini tidak hanya terfokus pada pengembangan jenis piranti
pasar uang, namun juga diupayakan pengembangan kelembagaan dan aktivitas-aktivitas
pendukung sistem pasar uang baik di pasar primer maupun pasar sekunder.
Bain A.D. “The Control of the Money supply”, Penguin Book Ltd, England19776
Bannon, Helen B.O., David E Bond, and Ronald A. Shealer, Money and Banking ; Theory, Policy
and Institutions, Harper &Raw Publisher, New York, 1975.
Brener, Brofen M and Holzman F.D, dalam “Susvey of Economiuc Theory “, The Macmilland Press
Ltd;London 1968.
Brian,Morgan, The Monetarist and Keprisdus, their contribution to monetary theory, the
Macmilland Press Ltd., London 1978.
Fand, david I “ Some Implication of Money Supply Analysis” American Economic Review, Vol.
LXII, Nomor 2, May 1967.
“Can the central bank kontrol the nominal money stock”, dalam John T. Boorman dan Thomas M.
Havrilesky, Money Demand and Macroeconomic Models, AHM Publishing Arlingthon
Theight, 1972.
Gilarso, T “ Dunia Ekonomi Kita”, Uang Bank-Koperasi, Yayasan Kanius, Yogyakarta, 1976.
Ghatak, Subrata, Monetery Economic In Depeloping Countries, the Macmillan Press Ltd., London,
m 1981.
Harris, Laurence, Monetary Teory, Mc Graw Hill Book Company, New York, 1985.
Jonhson, Dudley, W Macroecnomics : Money, Prices and Income, Jhon Wiley & Sons, Inc, 1976.
Johnson, Harry G, Essays in Monetary Economics, George Allen and Unwin, London, 1974.
Mahmud, Syamsuddin, Monetary Development and Policies in the Republic of Indonesia, Ph.D ,
Unpublished, 1974
Nayeemul, Huda Syed “Struktural and Time Series Analisis of Inflation; The Philippinhes Care
1960-1980” , Philippines Economic Jornal, 1985.
Reksodiprojo, Susarso Pengantar Ekonomi Bank dan Kredit, PT. Pembangunan Jakarta, 1966
Soetatwo dan Faried Wijaya, Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank : Perkembangan, Teori dan
Kebijaksanaan, BPFE- Yogyakarta, 1980.