PEMBAHASAN
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy. Keturunan
Umayyah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf, seorang pemimpin suku Quraisy yang
terpandang. Umayyah bersaing dengan pamannya, Hasyim bin Abdul Manaf (1.464),
dalam merebutkan kehormatan dan kepemimpinan masyarakat Quraiys. Uamyyah
dinilai memiliki cukup persyaratan untuk menjadi pemimpin dan dihormati oleh
masyarakat. Ia berasal dari keluarga bangsawan kaya dan mempunyai sepuluh putra.
Pada zaman pra-Islam, orang yang memiliki ketiga kelebihan itu berhak memperoleh
kehormatan dan kekuasaan.
Permusuhan Bani Umayyah berakhir setelah Nabi SAW dan para pengikutnya
berhasil memasuki kota Makkah (tahun 8 H/630 M). Merasa tidak mampu melawan
akhirnya Bani Umayyah menyerah kepada Nabi SAW dan bersedia masuk Islam.
Bani Umayyah tergolong yang belakang masuk Islam. Setelah masuk Islam, mereka
memperlihatkan loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap agama tersebut. Dalam setiap
peperangan yang dilakukan oleh kaum Muslimin misalnya, mereka tampil dengan
semangat kepahlawanan, seolah-olah ingin mengimbangi keterlambatan mereka
masuk Islam dengan berbuat jasa besar kepada Islam.
Ketika Ali bin Abi Thalib (603 M – 40 H / 661 M), yang diangkat oleh
sahabat Nabi SAW di Madinah sebagai khalifah pengganti Utsman, memerintahkan
Umayyah untuk menyerahkan jabatan, ia menolak. Sebaliknya, ia malah menuduh Ali
terlibat dalam pembunuhan Utsman atau paling tidak melindungi pemberotak yang
melindunginya. Sikap Mu’awiyyah yang menentang Ali di pandang sebagai
pemberontakan terhadap pemerintah yang sah dan harus diperangi sampai taat
kembali, hingga akhirnya Ali dan pasukannya segera berangkat untuk memerangi
Mu’awiyyah di Suriah. Sebelum pertempuran itu terjadi, Ali mengutus delegasi,
mengirim surat agar Mu’wiyyah mengakuinya serta bersatu dengannya.
Perselisihan antara Ali bin Talib dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan akhirnya
pecah menjadi Perang Siffin. Perang tersebut diakhiri Peristiwa tahkim yang
menyebabkan munculnya kelompok al-Khawarij, yaitu kelompok di pihak Ali bin
Abi Talib yang tidak menerima hasil tahkim. Perselisihan tersebut berakhir dengan
terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Talib oleh Ibnu Muljam dari kelompok al-
Khawarij.
Sepeninggal Ali bin Abi Talib, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, Hasan
bin Ali. Akan tetapi, pemerintahan Hasan bin Ali hanya bertahan beberapa bulan saja.
Posisinya yang semakin lemah, keinginannya untuk mrnyatukan seluruh umat Islam,
membuat ia menyerahkan pemerintahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Hasan
bin Ali tidak menginginkan peperangan berkepanjangan yang meminta banyak
korban jiwa di kalangan umat Islam.
Peristiwa penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abu
Sufyan itu terkenal dengan sebutan amul jama’ah atau tahun penyatuan. Peristiwa itu
terjadi pada tahun 41 H atau 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam
dipegang ole Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat
kekuasaan dari Madinah ke Damaskus (Suriah).