Anda di halaman 1dari 12

SINDROM NEFROTIK

Definisi

Sindrom nefrotik ialah kumpulan klinik yang terdiri atas proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia dan edema.

Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya
penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

a. Malaria kuartana atau parasit lainnya.


b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa
dan mikroskop electron, Churg dan kawan-kawan membagi dalam 4 golongan, yaitu:

a. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron
tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat
IgG atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak
terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan
lain.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

c. Glomerulonefritis proliferatif

 Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus

Terdapat proliferasi sel meningeal dan infiltasi sel polimorfonukleus. Pembengkakkan


sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada
nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada
sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama.

d. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosi glomerulus. Sering ditandai dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
PATOFISIOLOGI

Proteinuria

Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein glomerulus
karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap serum protein, umumnya
protein plasma dengan BM rendah seperti albumin, transferin diekresi lebih mudah dibanding
protein dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang
berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan selektivitas proteinuria.

Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria:

 Besar dan bentuk molekul protein


 Konsentrasi plasma protein
 Struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus
 Muatan ion membrane basalis dan lapisan epitel
 Tekanan dan aliran intra glomerulus

Sembab atau Edema

Walaupun edema hamper selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam perjalanan
penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan tanda yang
paling variabel diantara gambaran terpenting sindrom nefrotik.

 Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum
yang bertanggungjawab terhadap peergeseran cairan ekstraselular dari compartment
intravaskuler ke dalam intertisial dengan timbulnya edema dan penurunan volume
intravaskuler.
 Penurunan nyata ekresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorbsi tubular.mekanisme
meningkatnya reabsorbsi natrium tidak dimengerti secara lengkap tetapi pada prinsipnya
terjadi akibat penurunan volume intravascular dan tekanan koloid osmotic. Terdapat
peningkatan ekresi renin dan sekresi aldosteron.
 Penurunan tekanan koloid osmotic plasma dan retensi seluruh natrium yang dikonsumsi
saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefotik, agar timbul
edema harus ada retensi air. Tonisitas normal ini dipertahankan melalui sekresi hormon
antidiuretik yang menyebabkan reabsorbsi air dalam tubuli distal dan duktus koligens
serta pembentukan kemih hipertonik atau pekat. Hal ini mungkin merupakan penjelasan
mendasar retensi air pada sebagian besar nefrotik anak, seperti yang ditunjukkan dari
pengamatan pengurangan nyata masukan natrium ternyata tidak memerlukan pembatasan
masukan air sebab kemampuan ekresi air tidak biasanya mengalami gangguan yang
berarti. Retensi garam dan air pada pasien nefrotis dapat dianggap sebagai suatu respons
fisiologis terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan hipertonisitas, tidak dapat
mengkoreksi penyusutan volume intravascular, sebab cairan yang diretensi akan keluar
keruang intertisial, dan pasien akan menjadi lebih edematosa sesuai dengan jumlah
masukan natrium dan air.

Hiperlipidemia

Sebagian besar fraksi lipid plasma meningkat pada sindrom nefrotik. Terdapat hubungan terbalik
yang variable antara derajat hiperlipidemia dengan penurunan kadar albumin plasma. Penurunan
albumin serum dan tekanan osmotic merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid /
lipogenesis.

Hiperproteinemia

Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan BM rendah secara primer
merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih. Kehilangan protein akibat
peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian diperhitungkan dalam jumlah akhir yang
diekresi dalam kemih. Konsentrasi kalsium plasma dapat rendah sebagai konsekuensi penurunan
kadar albumin, sebab hamper seeparuh kalsium plasma terikat pada albumin, akan tetapi
konsentrasi kalsium yang terionisasi akan tetap normal.
Gejala Klinis

Edema merupakan gejal klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan
dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azetomie dan
hipertensi ringan, terdapat proteinuria terutama albumin (85-90%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini
dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach selama edema masih banyak, biasanya produksi
urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sediment dapat normal atau beberapa torak hialin,
granula, lipoid ; terdapat sel darah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double
refractile bodies. Pada fase non nefritis uji fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus,
aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi. Kimia darah menunjukkan hipoalbunemia.
Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang
terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar
ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia defiensi besi karena transferin banyak keluar
dengan urin. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium dalm darah sering rendah. Pada keadaan
lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia, gangguan gastrointestinal sering
ditemukan dalam perjalanan penyakit SN.

Diare sering dialami pasien dalam keadaaan edema masif dan keadaan ini tidak berkaitan dengan
infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat
ditemukan pada pemerksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat atau
edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat dapat terjadi pada
keadaaan SN yang kambuh.

Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan kurang
berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan
hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada
pasien SN non responsive steroid dan persisten. Pada keadaaan asites berat dapat terjadi hernia
umbilicus dan prolaps ani.

Diagnosa

Didasarkan pada gambaran klinis, hasil laboratorium dan kepekaan yang lazim terhadap terapi
kortikosteroid
Penatalaksanaan

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.


2. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4 gram/KgBB/hari, dengan garam
minimal bila edema masih berat (setengah sampai satu perhari). Bila edema berkurang
dapat diberi garam sedikit.
3. Mencegah infeksi. Harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita tuberculosis.
4. Diuretikum.
5. Kortikosteroid, mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : (Cecil, Coggins, 1982)
a. prednisone 2 mg/kgBB/hari (kurang dari 80 mg/hari) dibagi 3 takaran selama 28
hari atau 2 minggu untuk penderita dengan remisi lengkap, program berikutnya
dengan carapemberian berselang (alternate day therapy) 4 mg/kgBB/hari sebagai
takaran tunggal selam satu bulan ; takaran diturunkan bertahap sampai mencapai
total 4-6 bulan.
6. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi namun oleh beberapa ahli ginjal dianjurkan
pemberian penisilin harian per oral sebagai profilaksis infeksi pneumokok.
7. Lain-lain

fungsi asites, funsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung
diberikan digitalis.

Komplikasi

Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis

Beberapa kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik banyak ditemukan pada pasien SN. Angka
kejadian terjadinya komplikasi tromboemboli pada anak tidak diketahui namunlebih jarang
daripada orang dewasa. Diduga angka kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada
orang dewasa umunya kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan
yang sering menimbulkan trombosis.
Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda :

a. Peningkatan permeabilitas glomerulosa mengakibatkan :


1. meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti anti
thrombin III, protein S bebas, plasminogen dan anti plasmin.
2. Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,
meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya
fibrinolisis.
b. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan
oleh paparan matrik subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan
pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

Kelainan Hormonal dan Mineral

Gangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon yang terikat pada protein. Thyroid
binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.

Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun juga terdapat
penurunan kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi hiperkalsiuria yang akan membaik bila
proteinuria menghilang. Juga terjadi penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang
terlihat dengan adanya ekskresi kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake.
Adanya hipokalsemia, hipokalsiuria dan penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna diduga
karena adanya kelainan metabolisme vitamin D. Namun demikian, karena gejala-gejala klinik
berupa gangguan tulang jarang dijumpai pada anak, maka pemberian vitamin D rutin tidak
dianjurkan.

Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi

Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan sindrom nefrotik mengalami gangguan
pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah disebabkan
karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat nafsu makan yang berkurang, terbuangnya
protein dalam urin, malabsorbsi akibat sembab mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi
steroid.
Terapi steroid dosis tinggi dalam waktu lama menghambat maturasi tulang, terhentinya
pertumbuhan tulang linear dan menghambat absorbsi kalsium dalam intestinum, terutama bila
dosis lebih besar dari 5 mg/m 2/hari. Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone
pertumbuhan endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara
pencegahan terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi dalam waktu lama
serta mencukupi intake kalori dan protein serta tidak kalah pentingnya adalah juga menghindari
stress psikologik.

Infeksi

Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar immunoglobulin, defisiensi


protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi limpa dan terapi imunosupresan. Kadar Ig G
menurun tajam sampai 18 % normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena adanya defek
pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek opsonisasi kuman
disebabkan karena menurunnya faktor B ( C3 proactivator ) yang merupakan bagian dari jalur
komplemen alternatif yang penting dalam opsonisasi terhadap kuman berkapsul, seperti misalnya
pneumococcus dan Escherichia coli. Penurunan kadar faktor B ( BM 80.000 daltons ) terjadi
karena terbuang melalui urine. Anak-anak dengan sindrom nefrotik berisiko menderita peritonitis
dengan angka kejadian 5 %. Kuman penyebabnya terutama Streptococcus pneumoniae dan
kuman gram negatif. Infeksi kulit juga sering dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian
antimikroba profilaksis.

Anemia

Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas defisiensi besi, tetapi resisten
terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya volume vaskuler, hemodilusi dan
menurunnya kadar transferin serum karena terbuang bersama protein dalam urine.

Gangguan Tubulus Renal

Hiponatremia terutama disebabkan oleh retensi air dan bukan karena deficit natrium, karena
meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran Na dan H2O
ke pars asenden Ansa Henle. Pada anak dengan sindrom nefrotik terjadi penurunan volume
vaskuler dan peningkatan sekresi renin dan aldosteron sehingga sekresi hormone antidiuretik
meningkat. Angiotensin II meningkat akan menimbulkan rasa haus sehingga anak akan banyak
minum meskipun dalam keadaan hipoosmolar dan adanya defek ekskresi air bebas.

Gangguan pengasaman urine ditandai oleh ketidakmampuan manurunkan pH urine setelah


pemberian beban asam. Diduga defek distal ini disebabkan oleh menurunnya hantaran natrium
ke arah asidifikasi distal. Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian furosemide yang
meningkatkan hantaran ke tubulus distal dan menimbulkan lingkaran intraluminal yang negatif
yang diperlukan agar sekresi ion hydrogen menjadi maksimal.

Disfungsi tubulus proksimal ditandai dengan adanya bikarbonaturia dan glukosuria. Disfungsi
tubulus proksimal agak jarang ditemukan.

Gagal Ginjal Akut

Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau glomerulosklerosis fokal segmental
dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap diuretik. Dapat sembuh spontan atau
dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia, iskemi renal ataupun akibat perubahan
membran basal glomerulus, tetapi adalah karena sembab interstitial renal sehingga terjadi
peningkatan tekanan tubulus proksimal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Adanya gagal ginjal akut pada sindrom nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah bukan karena
nefritis interstitial karena diuretic, nefrotoksik bahan kontras radiologi, nefrotoksik antibiotik
atau nefritis interstitial alergi karena antibiotik atau bahan lain.
GLUMERULONEFRITIS AKUT PADA ANAK

a. Pengertian
Glumerulonefritis akut [ GNA ] adalah penyakit yang menyerang glomeruli dari kedua ginjal,
sebagai suatu reaksi imunologi terhadap bakteri atau virus tertentu.

GNA sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering pada pria.

Biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan
kulit.

b. Etiologi :
Faktor etiologinya banyak dan bervariasi :

- Reaksi imunologi : infeksi lupus erythematosus, streptococus.


- Cedera vaskuler : Hipertensi, DM.
- Koagulasi koagulan yang menyebar [ DIC ]

c. Patofisiologi
GNA adalah akibat reaksi antigen antibodi dengan jaringan glumerulus yang menimbulkan
bengkak dan kematian sel—sel kapiler [ epitel, membran lapisan bawah, dan endotelium.]
Reaksi antigen antibodi mengaktifkan jalur komplemen yang berdampak chemotaksis kepada
polymorfonuklear [ PMN ] lekosit dan mengeluarkan ensim lisosomal yang menyerang
membran dasar glomerolus yang menimbulkan peningkatan respon pada ketiga jenis sel
glomerulus.

Tanda dan gejala yang berefleksi kepada kerusakan glumerulus dan terjadi kebocoran protein
masuk kedalam urin [ proteinuri dan eritrosit / hematuri ]. Karena proses penyakit berlanjut
terjadilah parut yang berakibat menurunnya filtrasi glumerulus dan berdampak oliguri dan
retensi air, sodium dan produk sisa nitrogen. Kesemuanya ini berdampak meningkatnya volume
cairan, edem, dan asotemia yang yang ditampilkan melalui napas pendek, edem yang dependen,
sakit kepala, lemah dan anoreksia.

d. Gejala klinik
Gejala yang sering adalah hematuri ; kadang-kadang disertai edema ringan disekitar mata /
seluruh tubuh umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila payah jantung dan
hipertensi.

Bila terjadi kerusakan ginjal maka tekanan darah akan tinggi . Suhu tubuh tidak seberapa tinggi
tapi dapat tinggi pada hari pertama . Muntah tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
menyertai GNA.

GAGAL GINJAL KRONIK

A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan
ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz Sowden,
2002 )
Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif pada nefron yang mengarah pada
timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996).

Dari kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akan mengalami
gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahnkan substansi tubuh dalam keadaan nomal.

B. ETIOLOGI
1. Glomerulonefritis
2. Pielonefritis
3. Nefrosklerosis
4. Sindroma Nefrotik
5. Tumor Ginjal
C. PATOFISIOLOGI
Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang
persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun
menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini menimbulkan berbagai
masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk
memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik terjadi
karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi tulang dan
gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma
(penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran
darah dan gangguan penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah
merah, penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan (akibat
kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan
berbagai proses biokimia

Anda mungkin juga menyukai