Anda di halaman 1dari 5

Nama : Achmad Reza Putra

NIM : 0901120097

Jurusan : Hubungan Internasional

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Dosen : Ahmad Jamaan, S.IP, M.Si

Yuli Fachri, SH

HAKEKAT DAN DASAR MENGIKATNYA HUKUM INTERNASIONAL

Tulisan ini membahas tentang hakikat hukum internasional dan teori-teori yang
mengemukakan tentang dasar-dasar mengikatnya; bagaimana hukum internasional membuat
negara-negara mematuhinya. Berikut pembahasannya

Hakekat Hukum Internasional

Masyarakat internasional yang diatur oleh hukum internasional adalah suatu tertib
hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing merdeka dan berdaulat.
Dalam hukum internasional, hubungan yang ada bersifat koordinasi (kerjasama), mengingat
negara-negara di dunia sama derajatnya, bukan bersifat subordinasi layaknya hukum
nasional.

Menurut ahli seperti John Austin, Spinoza, dan lainnya, hukum internasional bukanlah
hukum, dengan alasan:

 Hukum internasional tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat.


 Hukum internasional bersifat koordinasi, tidak subordinasi.
 Hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif, yudikatif, dan polisional.
 Hukum internasional tidak bisa memaksakan kehendak masyarakat internasional.

Dengan alasan-alasan tersebut, menurut ahli seperti John Austin, hukum internasional
bukanlah hukum, karena tidak memiliki sifat hukum. Meskipun begitu, fakta sejarah
menunjukkan bahwa alasan-alasan tersebut kurang tepat, karena:

 Tidak adanya suatu badan hukum bukan berarti hukum tersebut tidak ada, dan tidak
selamanya hukum tertentu harus dijalankan oleh suatu badan. Tidak adanya badan
hukum mungkin saja menunjukkan hukum internasional kurang efektif, namun bukan
berarti tidak ada. Sebagai contoh, hukum adat di Indonesia, yang bisa berjalan tanpa
adanya badan yang mengatur.
 Lembaga legislatif di dunia internasional dijalankan oleh Mahkamah Internasional.
 Kebiasaan internasional diterima sebagai hukum karena keyakinan.
 Badan yudikatif di dunia internasional dijalankan oleh Mahkamah Internasional dan
Mahkamah Arbitrase Permanen.

Teori-Teori Hukum Internasional


Dengan demikian, maka hukum internasional merupakan hukum karena memiliki
sifat hukum. Ada beberapa teori yang menjadi hakikat dan dasar berlakunya hukum
internasional, yaitu:
1. Teori hukum alam
Menurut teori hukum alam (natural law), hukum internasional adalah hukum
yang diturunkan untuk hubungan bangsa-bangsa di dunia. Hal ini dikarenakan hukum
internasional merupakan bagian dari hukum tertinggi, yaitu hukum alam. Tokoh-
tokoh dari teori hukum ini antara lain Hugo Grotius (Hugo de Groot), Emmeric
Vattel, dll.

Teori hukum alam telah memberikan sumbangan besar terhadap hukum


internasional, yaitu memberikan dasar-dasar bagi pembentukan hukum yang ideal.
Dalam hal ini, dengan menjelaskan bahwa konsep hidup bermasyarakat internasional
merupakan keharusan yang diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia, teori hukum
alam stelah meletakkan dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara
tertib dan damai antarbangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul
keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.

Namun, dibalik sumbangan besar itu, terdapat kelemahan yang cukup


mengganggu, yaitu tentang apa sebenarnya “hukum alam” tersebut. Akibatnya,
pengertian istilah tersebut menjadi kabur, tergantung dari siapa istilah itu
dikemukakan.

2. Teori Kehendak negara


Dalam teori hukum positif, terdapat beberapa teori, yaitu teori kehendak
negara, hukum kehendak bersama negara-negara, dan mazhab Wiena. Menurut teori
hukum kehendak negara, kekuatan mengikat hukum internasional terletak pada
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional, karena negara
adalah pemegang kedaulatan, maka negara adalah juga sumber dari segala hukum.
Hukum internasional berasal dari kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh
negara.
Dalam teori ini disebutkan bahwa hukum internasional tidak lebih tinggi
derajatnya daripada hukum nasional yang mengatur hubungan luar suatu negara.
Tokoh-tokoh yang mengemukakan teori ini antara lain adalah Zom, George Jellinek,
dll.
Terdapat kelemahan dalam pengertian teori kehendak negara ini, yaitu
bagaimana jika suatu negara secara sepihak tidak mau lagi terikat dengan hukum
internasional, apakah berarti hukum internasional tersebut tidak memiliki kekuatan
pengikat lagi? Selain itu, apakah negara-negara yang baru lahir sudah terikat dengan
hukum internasional, tanpa peduli mereka setuju atau tidak terhadap hukum
internasional tersebut?

3. Teori Kehendak Bersama Negara-Negara


Teori ini merupakan perbaikan dari teori kehendak negara, dimana jika dalam
teori kehendak negara kekuatan mengikat hukum internasional adalah kehendak
negara sendiri, maka dalam teori ini kekuatan mengikat hukum internasional berasal
dari kehendak bersama negara-negara dalam hubungannya. Kehendak bersama
negara-negara lebih tinggi derajatnya daripada kehendak negara.

Kehendak bersama negara-negara ini tidak bersifat tegas atau spesifik.


Maksudnya, Menurut ahli hukum Triepel, dengan mengatakan bahwa kehendak
bersama negara-negara untuk terikat pada hukum internasional itu tidak perlu
dinyatakan secara tegas atau spesifik ia sesungguhnya bermaksud mengatakan bahwa
negara-negara itu telah menyatakan persetujuannya untuk terikat secara implisit atau
diam-diam (implied).

Walaupun teori ini merupakan perbaikan dari teori kehendak negara, teori ini
tetap memiliki kelemahan. Salah satunya, teori ini tidak mampu memberikan
penjelasan yang memuaskan terhadap pertanyaan: kalaupun negara-negara tidak
dimungkinkan menarik persetujuan untuk terikat kepada hukum internasional secara
sendiri-sendiri, bagaimana jika negara-negara tersebut secara bersama-sama menarik
persetujuannya untuk terikat pada hukum internasional? Apakah dengan demikian
berarti hukum internasional menjadi tidak ada lagi?

4. Mazhab Wina
Kelemahan teori-teori berdasarkan kehendak negara melahirkan sebuah teori
baru, yang mendasarkan diri pada norma hukum yang telah ada terlebih dahulu.
Tokoh terkenal dari teori ini adalah Hans Kelsen dengan mazhabnya yaitu Mazhab
Wina.

Menurut Kelsen, ada dan mengikatnya kaidah hukum internasional didasarkan


oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum lain yang lebih tinggi. Ada dan mengikatnya
kaidah hukum yang lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah
hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya hingga sampai pada suatu puncak
piramida kaidah-kaidah hukum yang dinamakan kaidah dasar (grundnorm) yang
tidak lagi dapat dijelaskan secara hukum melainkan harus diterima adanya sebagai
hipotesa asal (ursprungshypothese). Menurut Kelsen, kaidah dasar dari hukum
internasional itu adalah prinsip atau asas pacta sunt servanda.

Kelemahan dari mazhab atau teori ini adalah bahwa memang sepintas tampak
bahwa konstruksi pemikiran mazhab ini tampak logis dalam menerangkan dasar
mengikatnya hukum internasional. Namun, mazhab ini tidak dapat menerangkan
mengapa kaidah dasar (grundnorm) itu sendiri mengikat? Lagipula, dengan
mengatakan bahwa kaidah dasar itu sebagai hipotesa, yang merupakan sesuatu yang
belum pasti, maka berarti pada akhirnya dasar mengikatnya hukum internasional
digantungkan pada sesuatu yang tidak pasti.

5. Mazhab Prancis.
Selain Mazhab Wina, ada suuatu mazhab yang mencoba menjelaskan dasar
mengikatnya hukum internasional dengan konstruksi pemikiran yang sama sekali
berbeda dengan teori hukum alam dan hukum positif adalah Mazhab Prancis, dengan
tokohnya seperti Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle.
Dasar pemikiran teori ini adalah apa yang disebut dengan fakta-fakta sosial,
yaitu berupa faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Artinya,
dasar mengikatnya hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami
manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup
bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan individu
tersebut juga terdapat pada bangsa dan negara. Dengan kata lain, menurut mazhab ini
kekuatan mengikat hukum internasional didasarkan pada fakta-fakta sosial (fait
social) bahwa manusia butuh hidup bermasyarakat.

___________________________________________________________________________

REFERENSI
Kusumaatmaja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Putra A. Bardin
http://forum.hukum-umm.info/index.php?topic=58.0. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
mydinsanity.blogspot.com. Diakses pada tanggal 30 September 2010.
zuyyin.wordpress.com. Diakses pada tanggal 30 September 2010.

Anda mungkin juga menyukai