Anda di halaman 1dari 13

Hubungan antara Pelaksanaan Mata Kuliah Kewirausahaan dengan

Pilihan Karir Berwirausaha pada Mahasiswa dengan


Mempertimbangkan Gender dan Latar belakang Pekerjaan Orang tua

Mery Citra Sondari1


1
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, Bandung

Abstract

Being an entrepreneur is often viewed as an aversive career choice where one is faced with everyday life
and work situations that are fraught with increased uncertainty, impediments, failures, and frustrations
associated with the process of new firm creation. That’s why many college graduates tend to choose non-
entrepreneurial careers which are have limited demand for graduates. The situation leads to the increasing
of educated-unemployment rate. In the other side, business education now have ambition to answer the
challenge to create more entrepreneurs, because in Indonesia, entrepreneurs are proven succed pass trough
the crisis that hits this country. Thus, the understanding about factors that can motivate student to choose
entrepreneurial career is more become important.
This paper is examined the correlation between entrepreneurship course implementation and
entrepreneurial career choice of student in Faculty of Economics University of Padjadjaran using descriptive
and verificative analysis of 40 samples of questionnaire.
The result shows that there are no significant correlation between between entrepreneurship course
implementation and entrepreneurial career choice, but turns out the research shows quite strong correlation
between gender and entrepreneurial career choice.

Key words: educated-unemployment, entrepreneurial career, entrepreneurship, gender

1. Pendahuluan secara gamblang memberikan gambaran yang


ironis, dimana semakin tinggi pendidikan
Masalah pengangguran merupakan seseorang, probabilitas atau kemungkinan dia
salah satu masalah penting di suatu negara, menjadi penganggur pun semakin tinggi.
demikian halnya di Indonesia. Pengangguran Data Survei Angkatan Kerja Nasional
di Indonesia, hampir separuhnya (Sakernas) per Februari 2007 yang
disumbangkan oleh lulusan perguruan tinggi dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
yang jumlahnya sangat banyak. Fenomena menunjukkan, angka pengangguran terbuka
ironis yang muncul di dunia pendidikan di berkurang menjadi 9,75 persen dibandingkan
Indonesia adalah semakin tinggi pendidikan dengan periode Agustus 2006 yang besarnya
seseorang, probabilitas atau kemungkinan dia 10,28 persen. Meskipun menurun, jumlah
menjadi penganggur pun semakin tinggi. penganggur dari kalangan perguruan tinggi
Dilihat dari tingkat pendidikan, Data Badan justru meningkat. Jika pada Agustus 2006
Pusat Statistik (BPS) hingga Februari 2007 penganggur dari kalangan terdidik ini
menunjukkan dari sebanyak 740.206 orang, sebanyak 673.628 orang atau 6,16 persen,
Jumlah penganggur dari lulusan universitas setengah tahun kemudian jumlah ini naik
atau tingkat sarjana S1 mencapai 409.890 menjadi 740.206 atau 7,02 persen. Tren
orang, lulusan Diploma Tiga, 179.231 orang, kenaikan ini sudah terlihat sejak tahun 2003.
Diploma Satu dan Dua sebanyak 151.085 Padahal, tahun-tahun sebelumnya penganggur
lulusan (Julaeha,2008). Data BPS (gambar 1) terdidik sempat berkurang setelah pada 1999
mencapai angka tertinggi, yaitu 9,2 persen. meningkat. Dengan demikian, perlu adanya
Salah satu solusi yang ditawarkan penelitian yang mendalam untuk mencari tahu
pemerintah untuk mengurangi angka faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong
pengangguran adalah menciptakan lapangan lulusan perguruan tinggi mengambil
kerja yang bersifat padat karya. Namun, wirausaha sebagai pilihan karirnya. Apakah
kalangan terdidik cenderung menghindari mata kuliah kewirausahaan memang efektif
pilihan pekerjaan ini karena preferensi mereka untuk menghasilkan wirausahawan baru. Oleh
terhadap pekerjaan kantoran lebih tinggi. karena itu penelitian ini akan mencoba
Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada mengungkap bagaimana pelaksanaan
perhitungan biaya yang telah mereka pendidikan kewirausahaan yang telah
keluarkan selama menempuh pendidikan dan dijalankan di Fakultas Ekonomi Unpa
mengharapkan tingkat pengembalian (rate of Bandung, bagaimana pilihan karir
return) yang sebanding. Menurut pengamat berwirausaha di kalangan mahasiswa di
pendidikan, Darmaningtyas (2008) ada Fakultas Ekonomi Unpa Bandung, dan
kecenderungan, semakin tinggi tingkat hubungan antara keduanya dengan
pendidikan semakin besar keinginan mempertimbangkan karakteristik gender dan
mendapat pekerjaan yang aman. Mereka tak latar belakang pekerjaan orang tua.
berani ambil pekerjaan berisiko seperti
berwirausaha. Pilihan status pekerjaan utama 2. Kewirausahaan
para lulusan perguruan tinggi adalah sebagai 2.1 Pengertian Kewirausahaan
karyawan atau buruh, dalam artian bekerja John Kao (1991:14) dalam Sudjana
pada orang lain atau instansi atau perusahaan (2004:131) menyebutkan bahwa
secara tetap dengan menerima upah atau gaji “Kewirausahaan adalah sikap dan perilaku
rutin. Hasil Sakernas semester pertama 2007 wirausaha”. Wirausaha ialah orang yang
menunjukkan tiga dari empat lulusan inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil risiko
perguruan tinggi memilih status tersebut. dan berorientasi laba. Ini berarti
Hanya sedikit (5 persen) yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sikap dan perilaku
kewirausahaan, yaitu yang membuka usaha orang yang inovatif, antisipatif, inisiatif,
dengan mempekerjakan buruh atau karyawan pengambil risiko dan berorientasi laba.
yang dibayar tetap. Kewirausahaan adalah semangat,
Kecilnya minat berwirausaha di sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
kalangan lulusan perguruan tinggi sangat dalam menangani usaha atau kegiatan yang
disayangkan. Harusnya, melihat kenyataan mengarah kepada upaya mencari,
bahwa lapangan kerja yang ada tidak menciptakan, menerapkan cara kerja,
memungkinkan untuk menyerap seluruh teknologi dan produk baru dengan
lulusan perguruan tinggi di Indonesia, para meningkatkan efisiensi dalam rangka
lulusan perguruan tinggi mulai memilih memberikan pelayanan yang lebih baik dan
berwirausaha sebagai pilihan karirnya. Upaya atau memperoleh keuntungan yang lebih besar
untuk mendorong hal ini mulai terlihat (Inpres No. 4 tahun 1995).
dilakukan oleh kalangan institusi pendidikan, Kedua definisi tentang kewirausahaan
termasuk perguruan tinggi. Kurikulum yang tadi nampak memiliki kesamaan, yakni tiga-
telah memasukkan pelajaran atau mata kuliah tiganya mengemukakan adanya sikap dan
kewirausahaan telah marak. Namun demikian, perilaku yang terkandung dalam
hasilnya masih belum terlihat. Para lulusan kewirausahaan. Dari sini dapat diketahui
perguruan tinggi masih saja enggan untuk bahwa kewirausahaan pada dasarnya
langsung terjun sebagai wirausahawan, merupakan sikap dan perilaku seseorang
dibuktikan dengan angka pengangguran dalam melakukan suatu kegiatan. Kendati
terdidik yang ternyata malah makin demikian, ada pakar lain yang juga
mengemukakan konsep kewirausahaan dilihat
dari sisi yang sedikit berbeda. Dari beberapa penjelasan yang telah
Winarto (2004:2-3) menyebutkan disebutkan dapat diketahui bahwa,
bahwa Entrepreneurship (kewirausahaan) kewirausahaan mempunyai lingkup yang
adalah suatu proses melakukan sesuatu yang cukup luas dan dinamis sifatnya. Adapun
baru dan berbeda dengan tujuan menciptakan yang menjadi titik berat dari definisi
kemakmuran bagi individu dan memberi nilai kewirausahaan yang telah disebutkan di atas,
tambah pada masyarakat. Sejalan dengan hal ialah adanya proses dan sesuatu yang baru
itu Hisrich-Peter (1995:10) dalam Alma sebagai hasil kreatifitas yang disertai dengan
(2004:26) memaparkan: risiko tertentu. Dengan demikian sebenarnya
“Entretreneurship is the process of aktivitas kewirausahaan tidak hanya berada
creating something different with value by dalam tataran micro economy, melainkan
devoting the necessary time and effort, masuk juga sebagai pemain ekonomi makro.
assuming the accompanying financial, Dominasi aspek ekonomi yang melekat pada
psychic, and social risk, and receiving the aktivitas kewirausahaan nampaknya menjadi
resulting rewards of monetary and salah satu penyebab beberapa pakar yang
personal satisfaction and independence.” senantiasa mengaitkan kewirausahaan dengan
kegiatan usaha secara praktis dan pragmatis.
Dengan kata lain kewirausahaan digambarkan
sebagai suatu proses menciptakan sesuatu
yang lain dengan menggunakan waktu dan 2.2 Karakteristik Wirausaha
kegiatan disertai modal dan risiko serta
menerima balas jasa dan kepuasan serta Menurut Izedonmi dan Okafor (2007),
kebebasan pribadi. individu berkarakteristik wirausaha memiliki
Berkaitan dengan itu, Suryana kemampuan untuk mengidentifikasi peluang
(2003:10) menerangkan bahwa istilah dan menggerakkan sumber daya untuk
kewirausahaan dari terjemahan mencapai tujuannya. Menurut Koh (1996)
entrepreneurship, yang dapat diartikan sebagaimana dikutip dalam Izedonmi dan
sebagai ‘the backbone of economy’, yaitu Okafor (2007), karakteristik wirausaha
syaraf pusat perekonomian atau sebagai diidentifikasi sebagai inti utama perilaku dan
‘tailbone of economy’, yaitu pengendali kinerja seorang wirausaha. Kedua pakar
perekonomian suatu bangsa (Suharto tersebut kemudian mencatat pula beberapa
Wirakusumo, 1997:1). Secara etimologi, pendapat para ahli terdahulu mengenai
kewirausahaan merupakan nilai yang karakteristik yang dimiliki oleh seoranng
diperlukan untuk memulai suatu usaha (start- wirausaha, sebagai berikut:
up phase) atau suatu proses dalam 1. Kebutuhan (motivasi) berprestasi
mengerjakan suatu yang baru (creative) dan (McClelland, 1961),
sesuatu yang berbeda (innovative). 2. Lokus kendali (Rotter, 1966),
Ada juga pendapat yang 3. Pengambilan Risiko (Brockhaus,
menitikberatkan pada faktor manajemen dari 1980),
kewirausahaan, sebagaimana dinyatakan oleh 4. Proaktif (Crant, 1996),
Izedonmi and Okafor (2007) : 5. Toleransi terhadap ketidakpastian
Entrepreneurship is a process of (Betaman and Grant, 1993), dan
identification of a business opportunity in 6. Kreativitas (Drucker, 1985)
one’s immediate environment, combining Peggy A Lambing & Charles R Kuehl
together resources and establishing an (dalam Hendro dan Chandra, 2006)
enterprise for the production and menyatakan bahwa setiap wirausahawan
distribution of product(s) or service that (entrepreneur) yang sukses memiliki empat
emanated from such process unsur pokok, yaitu:
a. Kemampuan (hubungannya dengan karakteristik seorang wirausaha ialah
IQ dan skill) kreatifitas. Oleh karena itu, dapat
b. Keberanian (hubungannya dengan dikemukakan bahwa seorang wirausaha dapat
Emotional Quotient dan mental) dibentuk, bukan lahir begitu saja. Jelaslah
c. Keteguhan hati (hubungannya dengan bahwa kewirausahaan pada dasarnya
motivasi diri) merupakan jiwa dari seseorang yang
d. Kreatifitas yang memerlukan sebuah diekspresikan melalui sikap dan perilaku yang
inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk kreatif dan inovatif untuk melakukan suatu
menemukan peluang berdasarkan kegiatan. Adapun orang yang memiliki jiwa
intuisi (hubungannya dengan tersebut tentu saja dapat melakukan kegiatan
experience). kewirausahaan atau menjadi pelaku
Geoffrey G.Meredith et al (2002:5-6) kewirausahaan atau lebih dikenal dengan
mengemukakan daftar ciri-ciri dan sifat-sifat sebutan wirausaha e( ntrepreneur).
sebagai profil wirausaha sebagaimana Sebaliknya, yang tidak memiliki jiwa
tersusun dalam tabel 2.1. demikian tentu tidak bisa disebut sebagai
wirausaha meskipun melakukan kegiatan
bisnis.
Tabel.2.1
Ciri-ciri dan Watak Wirausaha 2.3 Pendidikan Kewirausahaan
Ciri-ciri Watak Kewirausahaan merupakan jiwa dari
Percaya Diri Keyakinan, seseorang yang diekspresikan melalui sikap
ketidaktergantungan, dan perilaku yang kreatif dan inovatif untuk
individualitas, optimis. melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian,
Berorintasikan Kebutuhan akan prestasi, perlu ditegaskan bahwa tujuan pembelajaran
tugas dan hasil berorientasi laba, kewirausahaan sebenarnya tidak hanya
ketekunan, ketabahan, diarahkan untuk menghasilkan pebisnis atau
tekad kerja keras, business entrepreneur, tetapi mencakup
mempunyai dorongan seluruh profesi yang didasari oleh jiwa
kuat, energetic, dan wirausaha atau entrepreneur.
inisiatif. Menurut Solomon dan Fernald (1991)
Pengambil Kemampuan mengambil serta Hisrich dan Peters (2002) sebagaimana
Risiko risiko, suka pada dikutip Bell (2008), pendidikan
tantangan. kewirausahaan tradisional memfokuskan
Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai pada penyusunan rencana bisnis, bagaimana
pemimpin, dapat bergaul mendapatkan pembiayaan, proses
dengan orang lain, pengembangan usaha dan manajemen usaha
menanggapi saran-saran kecil. Pendidikan tersebut juga memberikan
dan kritik. pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
Keorisinilan Inovatif dan kreatif, kewirausahaan dan keterampilan teknis
fleksibel, mengetahui bagaimana menjalankan bisnis. Namun
banyak. demikian, peserta didik yang mengetahui
Orientasi masa Pandangan jauh ke depan prinsip-prinsip kewirausahaan dan
depan pengelolaan bisnis tersebut belum tentu
Sumber: Geoffrey G.Meredith at al, menjadi wirausaha yang sukses (Solomon and
2002:5-6. Fernald dalam Bell, 2008). Mereka perlu
dibekali dengan berbagai atribut, keterampilan
Ciri-ciri wirausaha yang dikemukakan dan perilaku yang dapat meningkatkan
di atas menunjukkan bahwa intisari kemampuan kewirausahaan mereka. Artinya
mata kuliah kewirausahaan perlu dirancang
secara khusus untuk dapat mengembangkan mentransformasikan jiwa, sikap dan perilaku
karakteristik kewirausahaan, seperti wirausaha dari kelompok busines
kreativitas, pengambilan keputusan, entrepreneur yang dapat menjadi bahan dasar
kepemimpinan, jejaring sosial, manajemen guna merambah lingkungan entrepreneur
waktu, kerjasama tim, dll (Brockhaus; Rae, lainnya, yakni academic, govenrment dan
dalam Bell, 2008). Untuk itu diperlukan social entrepreneur.
perubahan sistem pendidikan kewirausahaan Desain pembelajaran yang diberikan
yang tadinya difokuskan pada orientasi adalah desain pembelajaran yang berorientasi
pengendalian fungsional seperti, keuangan, atau diarahkan untuk menghasilkan business
pemasaran, sumber daya manusia dan operasi entrepreneur terutama yang menjadi owner
(Meyer dalam Bell, 2008) menjadi fokus pada entrepreneur atau calon wirausaha mandiri
mengembangkan jiwa kewirausahaan pada yang mampu mendirikan, memiliki dan
peserta didik. Sehingga tantangannya adalah mengelola perusahaan serta dapat memasuki
bagaimana sistem pembelajaran yang dapat dunia bisnis dan dunia industri secara
mengembangkan diri peserta didik mereka profesional. Karenanya pola dasar
dalam hal keterampilan, atribut dan sekaligus pembelajaran harus sistemik, yang
karakteristik perilaku seorang wirausaha didalamnya memuat aspek-aspek teori,
(Gibb, dalam Bell, 2008) praktek dan implementasi. Disamping itu
Dalam konteks ini Ciputra (2007:16) dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya
membagi wirausaha menjadi 4 kelompok disertai oleh operasionalisasi pendidikan yang
yang dimodifikasi urutannya sehingga dapat relatif utuh menyeluruh seperti pelatihan,
dihimpun dalam akronim BAGS, yaitu: bimbingan, pembinaan, konsultasi dan
1) Business Entrepreneur, yang selanjutnya sebagainya.
dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yakni: Pembelajaran kewirausahaan diawali
owner entrepreneur dan professional dengan persiapan serta pengadaan materi
entrepreneur. Owner entrepreneur pembelajaran teori, praktek dan implementasi.
adalah pencipta dan pemilik bisnis. Setelah persiapan dan pengadaan materi
Sedangkan professional entrepreneur pembelajaran selesai, maka dilaksanakan
ialah orang-orang yang memiliki daya proses pembelajaran kewirausahaan dengan
wirausaha namun mempraktekkannya di tujuan utama mengisi ranah kognitif, afektif
perusahaan milik orang lain. dan psikomotorik peserta didik. Selanjutnya,
2) Academic Entrepreneur, merupakan bersamaan dengan berjalannya proses
menggambarkan akademisi yang pembelajaran disediakan juga wahana
mengajar atau mengelola lembaga konsultasi terutama untuk hal-hal pragmatis
pendidikan dengan pola dan gaya guna melengkapi proses pembelajaran yang
entrepreneur sambil tetap menjaga diarahkan untuk mengisi ranah kognitif, afektif
tujuan mulya pendidikan. dan psikomotorik tadi. Disamping itu wahana
3) Government entrepreneur, ialah seorang konsultasi diharapkan juga dapat memperkuat
atau kelompok orang yang memimpin “4H” peserta didik. H pertama Head atau
serta mengelola lembaga negara atau kepala yang diartikan sebagai pemikiran, dan
instansi pemerintahan dengan jiwa dan dalam pembelajaran diisi oleh pengetahuan
kecakapan wirasaha. tentang nilai-nilai, semangat, jiwa, sikap dan
4) Social Entrepreneur, yaitu para pendiri perilaku, agar peserta didik memiliki
dan pengelola organisasi-organisasi pemikiran kewirausahaan. H kedua, Heart
sosial yang berhasil menghimpun dana atau hati yang diartikan sebagai perasaan, diisi
masyarakat untuk melaksanakan tugas- oleh penanaman empatisme social-ekonomi,
tugas sosial. agar peserta didik dapat merasakan suka-duka
Tujuan dari pembelajaran berwirausaha dan memperoleh pengalaman
kewirausahaan adalah bagaimana empiris dari para wirausaha terdahulu.
Selanjutnya H ketiga, Hand atau tangan yang model. Artinya pendidikan kewirausahaan
diartikan sebagai keterampilan yang harus tidak cukup hanya diadakan di dalam kelas
dimiliki oleh peserta didik untuk dalam bentuk perkuliahan saja, melainkan
berwirausaha. Oleh karena itu dalam konteks harus memberikan kesempatan kepada peserta
ini pembelajaran kewirausahaan membekali didik untuk merasakan langsung bagaimana
peserta didik dengan teknik produksi agar sulitnya memulai suatu usaha,
mereka kelak dapat berproduksi atau menjalankannya, dan juga memperoleh
menghasilkan produk baik berupa barang, jasa kesempatan untuk mengamati seorang role
maupun ide. Dan H keempat, Health atau model, yaitu wirausaha yang telah
kesehatan yang diartikan sebagai kesehatan menjalankan usahanya dalam bentuk
fisik, mental dan social. Sehubungan dengan pemagangan.
hal ini, peserta didik hendaknya dibekali oleh
teknik-teknik antisipasi terhadap berbagai hal 2.4 Dorongan untuk berwirausaha sebagai
yang mungkin timbul dalam berwirausaha pilihan karir
baik berupa persoalan, masalah maupun risiko
lainnya sebagi wirausaha. Pembelajaran untuk Gilad dan Levine (dalam Segal,
hal ini dapat diberikan melalui AMT Borgia and Schoenfeld, 2005) mengemukakan
(Achievement Motivation Training) atau dua teori berkenaan tentang dorongan untuk
Outbond Training. berwirausaha, “push” theory dan “pull”
Setelah peserta didik belajar tentang theory. Menurut “push” theory, individu di
empat hal di atas, tentunya diharapkan mereka dorong (push) untuk menjadi wirausaha
akan mempraktikannya dan menjadi seorang dikarenankan dorongan lingkungan yang
wirausaha. Oleh karena itu perlu ditambahkan bersifat negatif, misalnya ketidakpuasan pada
satu faktor pendorong. Farzier and Niehm pekerjaan, kesulitan mencari pekerjaan,
(2008) mengutip pernyataan Van Auken et.al ketidak lenturan jam kerja atau gaji yang tidak
(2006) yang menyatakan bahwa role model cukup. Sebaliknya, “pull” theory berpendapat
memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk bahwa individu tertarik untuk menjadi
mendorong peserta didik untuk kemudian wirausaha karena memang mencari hal-hal
menjadi wirausaha. Dalam hal ini Farzier and berkaitan dengan karakteristik wirausaha itu
Niehm (2008) memberikan contoh dengan sendiri, seperti kemandirian atau memang
mengundang praktisi wirausaha sebagai karena yakin berwirausaha dapat memberikan
pembicara tamu dalam perkuliahan atau kemakmuran. Beberapa penelitian (Keeble et
menjadi mentor dalam pemagangan. al.,; Orhan and Scott, dalam Segal, Borgia and
Berdasarkan teori karir kognitif sosial, Schoenfeld, 2005) mengindikasi bahwa
minat karir dibentuk melalui pengalaman kebanyakan individu menjadi wirausaha
langsung atau berkesan yang menyediakan terutama disebabkan “pull” factors, daripada
peluang bagi individu untuk berlatih, “push” factors.
menerima umpan balik dan mengembangkan Teori yang paling sering dipakai
keterampilan yang mengarahkan efikasi dalam memperkirakan suatu dorongan
personal dan harapan dari hasil yang perilaku adalah teori reasoned action (Ajzen
memuaskan (Lent, Brown and Hackett dalam and Fishbein, 1980; Fishbein and Ajzen, 1975
Farzier and Niehm, 2008). Kram (1983) and dalam Segal, Borgia and Schoenfeld, 2005 )
Shapero dan Sokol (1982) sebagaimana dan teori planned behavior (Ajzen, 1988,
dikutip Farzier dan Niehm (2008) menemukan 1991 Segal, Borgia and Schoenfeld, 2005).
bahwa pendidikan dan pelatihan Teori planned behavior (TPB) adalah
mempengaruhi persepsi orang terhadap karir kelanjutan dari teori reasoned action (TRA)
kewirausahaan, dengan menyediakan yang memasukkan pengukuran dalam control
kesempatan untuk mensimulasikan memulai belief dan perceived behavioral control. Teori
usaha dan dengan mengamati seorang role planned behavior dikembangkan untuk
melihat proses dimana individu memutuskan, act yang konsepnya sangat dekat dengan
terikat pada tindakan tertentu. Kolvereid lokus kendali (locus of control). Shapero and
(dalam Segal, Borgia and Schoenfeld, 2005) Sokol (1982) and Krueger (1993)
mendemonstrasikan bahwa kerangka yang sebagaimana dikutip Segal, Borgia dan
dibangun Ajzen adalah model yang solid Schoenfeld (2005) berpendapat bahwa
untuk memperkirakan dorongan untuk perceived desirability, perceived feasibility,
berwirausaha. Ajzen (Segal, Borgia and and propensity to act berhubungan dengan
Schoenfeld, 2005) menyatakan bahwa dorongan untuk berwirausaha. Model dari
dorongan adalah anteseden dari perilaku, Azjen and Shapero juga mempertimbangkan
dimana terkandung tiga variabel, yaitu: efikasi diri (self-efficacy), pengganti dari
(1) attitude toward the behavior, merujuk feasibility, sebagai prediktor yang penting.
pada derajat sejauh mana individu menerima Chen et al. (1998) sebagaimana dikutip Segal,
ketertarikan dari perilaku yang dimaksud. Borgia dan Schoenfeld (2005), menemukan
Secara umum, orang yang meyakini bahwa bahwa entrepreneurial self-efficacy adalah
melakukan perilaku tertentu dengan pengukuran yang andal untuk membedakan
probabilitas yang tinggi, dapat memberikan wirausaha dan bukan wirausaha.
hasil yang paling positif, maka orang itu akan Dari sudut pandang karir, dorongan
memiliki sikap yang mendukung perilaku berkarir menjadi wirausaha dapat diprediksi
tersebut. berdasarkan persepsi atas tingkat kemenarikan
(2) subjective norm, merujuk pada tekanan karir (career attractiveness), tingkat
sosial yang diterima (perceived social norm) kelayakan (feasibility) dan keyakinan atas
untuk melakukan perilaku yang dimaksud. efikasi diri (self-efficay beliefs) untuk
Perceived social norms adalah pengukuran memulai usaha (Farzier and Niehm, 2008).
dukungan sosial terhadap perilaku dari orang Jika dalam uraian sebelumnya Segal, Borgia
lain yang penting seperti keluarga, teman, role dan Schoenfeld (2005) menyatakan bahwa
model atau mentor. Self-efficacy adalah pengganti dari feasibility,
(3) perceived behavioral control (misalnya tidak demikian dengan Farzier dan Niehm.
evaluasi diri atas kompetensi seseorang terkait Farzier dan Niehm (2008) mengutip Krueger
dengan tugas atau perilaku). Perceived dan Brazeal (1994) yang menjelaskan bahwa
feasibility adalah pengukuran behavioral Self-Efficacy berkaitan dengan persepsi atas
control, sama dengan konsep efikasi diri (Self- kemampuan seseorang untuk melakukan suatu
effication) dari Bandura (Segal, Borgia and perilaku, sedangkan feasibility merujuk pada
Schoenfeld, 2005) keyakinan bahwa suatu tugas dapat secara
Segal, Borgia dan Schoenfeld (2005) aktual diimplementasikan.
menyatakan bahwa hampir sama dengan Minat karir dapat dibentuk melalui
model Ajzen di atas, model kejadian pengalaman langsung atau pengalaman yang
kewirausahaan dari Shapero (1982) pun mengesankan yang menyediakan kesempatan
memiliki dua faktor utama, yaitu perceived bagi individu untuk mempraktekkan,
credibility (perceived feasibility) dan memperoleh umpan balik dan
perceived desirability. Shapero and Sokol mengembangkan keterampilan yang
sebagaimana dikutip Segal, Borgia dan mengarah pada effikasi personal dan
Schoenfeld (2005) mengkonsepkan perceived pengharapan atas hasil yang memuaskan
desirability sebagai ketertarikan personal (Lent, Brown & Hacket, dalam Farzier &
untuk memulai bisnis. Adapun perceived Niehm, 2008)
feasibility dikonsepkan sebagai pengukuran Pengaruh keluarga, pendidikan dan
yang bersifat persepsi atas kapabilitas pengalaman kerja pertama adalah faktor
seseorang terkait menciptakan usaha baru. penting dalam pengembangan karir (Krueger
Sebagai tambahan, Shapero juga & Brazeal, 1994; Segal, Borgia, &
menambahkan variabel ketiga, propensity to Schoenfeld, 2002 dalam Farzier & Niehm,
2008 ). Orang tua memberikan dampak kuat Farzier and Niehm, 2008). Mahasiswa
pada pemilihan karir, penelitian menunjukkan biasanya dikenalkan kepada pengetahuan akan
para wirausaha biasanya memiliki orang tua karir melalui perkuliahan dan pengalaman
yang juga seorang wirausaha (Peterman & hidup, kemudian mereka akan
Kennedy, 2003 dalam Farzier & Niehm, mempertimbangkan kemungkinan pilihan
2008). Pendidikan dan pengalaman kerja karir tersebut, mengembangkan keterampilan
dapat mempengaruhi pilihan karir dengan yang dibutuhkan dan mempelajari lebih lanjut
mengenalkan ide-ide baru, membangun tentang profesi tersebut. (Malgwi, Howe, &
keterampilan yang diperlukan dan Burnaby, 2005; Nabi et al, 2006 dalam Farzier
menyediakan akses pada role model (Nabi, and Niehm, 2008). Masa-masa di perguruan
Holden & Walmsley, 2006; Van Auken, Fry, tinggi adalah masa di mana mahasiswa secara
& Stephens, 2006 dalam Farzier & Niehm, aktif melakukan eksplorasi karir dan mencari
2008) pengalaman dan pendidikan yang mereka
perlukan untuk menjalankan karir yang telah
didapat informasinya tersebut (Maduakolam
2.5 Kerangka Pemikiran dalam Farzier and Niehm, 2008)
Menjadi seorang wirausaha, seseorang Kram (1983) and Shapero dan Sokol
yang mempekerjakan diri sendiri dan orang (1982) sebagaimana dikutip Farzier dan
yang memulai, mengorganisasi, mengelola Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan
dan menanggung tanggung jawab dari suatu dan pelatihan mempengaruhi persepsi orang
bisnis, menawarkan tantangan personal yang terhadap karir kewirausahaan, dengan
kebanyakan orang lebih memilih untuk menyediakan kesempatan untuk
menghindarinya dan lebih baik bekerja pada mensimulasikan memulai usaha dan dengan
orang lain. Menjadi wirausaha seringkali mengamati seorang role model. Sagie and
dipandang sebagai pilihan karir yang tidak Elizur (1999) mengutip Hisrich yang
terlalu disukai karena dihadapkan pada situasi menyatakan: “entrepreneurship courses
keseharian yang tidak pasti, penuh rintangan, taken, increases the interest in starting a new
dan frustasi berkaitan dengan proses pendirian venture ... A strong education base is almost a
usaha baru (Campbell dalam Segal,Borgia and prerequisite for entrepreneurial activity and
Schoenfeld, 2005). Oleh karena itu hanya company formation in an area”.
orang-orang tertentu yang memiliki dorongan Oleh karena itu, pendidikan
untuk menjadikan wirausaha sebagai pilihan kewirausahaan harus dirancang sedemikian
karirnya. rupa agar dapat memberikan dampak dalam
Mereka yang memilih wirausaha mendorong minat mahasiswa untuk
sebagai pilihan karir memiliki persepsi berwirausaha. Pola pembelajaran
tertentu mengenai tingkat kemenarikan karir kewirausahaan minimal mengandung empat
berwirausaha (career attractiveness), tingkat unsur (Eman Suherman, 2008:29) ditambah
kelayakan berwirausaha (feasibility) dan satu unsur (Farzier and Niehm, 2008), sebagai
keyakinan atas efikasi diri (self-efficay beliefs) berikut:
untuk memulai usaha (Farzier and Niehm, 1. Pemikiran yang diisi oleh pengetahuan
2008). tentang nilai-nilai, semangat, jiwa, sikap
Berdasarkan teori karir kognitif sosial, dan perilaku, agar peserta didik memiliki
minat karir dibentuk melalui pengalaman pemikiran kewirausahaan.
langsung atau berkesan yang menyediakan 2. Perasaan, yang diisi oleh penanaman
peluang bagi individu untuk berlatih, empatisme social-ekonomi, agar peserta
menerima umpan balik dan mengembangkan didik dapat merasakan suka-duka
keterampilan yang mengarahkan efikasi berwirausaha dan memperoleh
personal dan harapan dari hasil yang pengalaman empiris dari para wirausaha
memuaskan (Lent, Brown and Hackett dalam terdahulu.
3. Keterampilan yang harus dimiliki oleh pemagangan, simulasi maupun role-
peserta didik untuk berwirausaha. Oleh model.
karena itu dalam konteks ini  Variabel dependen : Pilihan karir
pembelajaran kewirausahaan membekali berwirausaha, terdiri atas dimensi-
peserta didik dengan teknik produksi dan dimensi:Kemenarikan karir,
manajemen Kelayakan dan Keyakinan
4. Kesehatan fisik, mental dan social.
Sehubungan dengan hal ini, peserta didik Kuesioner yang terkumpul berjumlah
hendaknya dibekali oleh teknik-teknik 40 kuesioner. Dilihat dari proporsi terhadap
antisipasi terhadap berbagai hal yang populasi, jumlah ini mencapai 20% dari
mungkin timbul dalam berwirausaha baik mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi Unpad
berupa persoalan, masalah maupun risiko yang telah mengambil mata kuliah
lainnya sebagi wirausaha. Kewirausahaan.
5. Pengalaman langsung berupa Untuk menjawab identifikasi masalah
pemagangan atau melakukan aktivitas dan tujuan penelitian, digunakan Uji
didampingi mentor yang kemudian akan Koefisien Korelasi Rank Spearman untuk
dijadikan role model bagi peserta didik. melihat hubungan antara pelaksanaan mata
kuliah kewirausahaan dan pilihan karir
3. Metodologi berwirausaha, serta uji beda (t-test) untuk
melihat perbedaan rata-rata dan varians
Penelitian ini dirancang sebagai sampel berdasarkan karakteristik gender dan
penelitian one time cross sectional melalui latar belakang pekerjaan orang tua.
metode survey yang dilakukan pada bulan
Mei tahun 2009. Metode pengambilan sampel 4. Hasil
yang digunakan adalah pengambilan sampel
Purposive (Purposive Sampling). Yaitu Dari 40 respoden yang
pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan mengumpulkan kuesioner, sebanyak 26 orang
pertimbangan-pertimbangan tertentu, adalah laki-laki, sisanya perempuan.
sedangkan pertimbangan yang diambil itu Responden yang memiliki orang tua yang
berdasarkan kepada tujuan penelitian. (Masri berprofesi sebagai wirausaha sebanyak 16
Singarimbun, 1995:169). Pertimbangan yang orang-sebanyak 14 orang memiliki ayah yang
dimaksud adalah responden yang telah berwirausaha, dan 6 orang memiliki ibu yang
menempuh mata kuliah kewirausahaan. berwirausaha.
Instrument penelitian yang digunakan Hasil evaluasi terhadap mata kuliah
berupa kuesioner dengan berpedoman pada kewirausahaan dan kecenderungan pilihan
skala likert dimana setiap alternatif jawaban karir berwirausaha di kalangan mahasiswa di
diberikan skor dengan kriteria 5-4-3-2-1 untuk Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
pernyataan positif dan 1-2-3-4-5 untuk dianalisis secara deskriptif menggunakan
pernyataan negatif. Responden diminta tabulasi silang. Hasil tabulasi silang
tanggapannya atas pernyataan-pernyataan menunjukkan bahwa persepsi positif terhadap
yang diberikan. Pernyataan-pernyataan mata kuliah kewirausahaan lebih banyak
tersebut disusun berdasarkan operasionalisasi diberikan oleh responden laki-laki (19 dari 26
variabel yang telah dilakukan, sebagai berikut: responden laki-laki) dibandingkan responden
 Variabel independen : Pelaksanaan perempuan. Sebaliknya, responden
Mata Kuliah Kewirausahaan, terdiri perempuan lebih banyak yang memiliki
atas dimensi-dimensi: Pemikiran, persepsi negatif ( 8 dari 14 orang responden
Perasaan, Keterampilan, Kesiapan perempuan) terhadap mata kuliah
Mental, dan Pengalaman berupa kewirausahaan.
Kecenderungan pemilihan karir menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov
berwirausaha lebih tinggi pada responden dan alpha (0,05) sebagai berikut:
laki-laki (18 dari 26 orang responden laki- Tests of Normality
laki). Responden laki-laki yang a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
kecenderungannya rendah dalam memilih
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
berwirausaha sebagai pilihan karir sebanyak 8 MKW ,136 40 ,061 ,963 40 ,206
orang dari 26 orang responden laki-laki. Ada PK ,101 40 ,200* ,968 40 ,317
pun pada responden perempuan, terdapat lebih *.This is a lower bound of the true significance.
banyak yang cenderung untuk tidak memilih a.Lilliefors Significance Correction
berwirausaha sebagai pilihan karir (10 dari 14
orang responden perempuan) dan selebihnya
cenderung memilih berwirausaha (4 dari 14 Dari output diatas didapat nilai Sig
orang responden perempuan). sebesar 0,061 untuk mata kuliah
Persepsi yang cenderung positif kewirausahaan dan 0,200 utuk pilihan karir
maupun negatif dari mahasiswa terhadap mata berwirausaha. Dikarenakan nilai Sig kedua
kuliah kewirausahaan berimbang pada variabel tersebut lebih besar dari Alpha, maka
responden yang orangtuanya berlatar belakang dapat disimpulkan bahwa kedua data
pekerjaan sebagai wirausaha maupun non- berdistribusi normal.
wirausaha. Demikian pula pilihan karir untuk Hasil t-test sampel independen untuk
berwirausaha cukup berimbang ditemukan membandingkan sampel berdasarkan jenis
pada responden yang memiliki orang tua yang kelamin responden, diperoleh nilai Sig.(2-
berprofesi wirausaha maupun tidak. tailed) untuk mata kuliah kewirausahaan dan
Teknik analisis yang digunakan pilihan karir berwirausaha masing-masing
untuk mengetahui bagaimana hubungan antara 0,099 dan 0,045. Hasil ini menunjukkan
pelaksanaan mata kuliah kewirausahaan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
dengan pilihan karir berwirausaha adalah responden laki-laki maupun perempuan dalam
metode korelasi Rank-Spearman. Dengan mempersepsi mata kuliah kewirausahaan
bantuan software SPSS dan dengan alpha (α) sedangkan dalam menentukan pilihan karir
= 0,05 didapat hasil nilai koefisien korelasi berwirausaha terdapat perbedaan pada sampel
(R) sebesar 0,108. Nilai koefisien tersebut responden laki-laki dan perempuan
termasuk dalam kategori sangat lemah. Dari dikarenakan nilai Sig. yang kurang dari nilai
output tersebut juga didapat nilai Sig sebesar alpha. Sementara itu hasil t-test untuk
0,509. Dikarenakan nilai Sig lebih besar dari membandingkan sampel berdasarkan latar
alpha (0,509 > 0,05), maka dapat disimpulkan belakang pekerjaan orang tua itdak
bahwa tidak terdapat hubungan yang menunjukkan perbedaan baik pada variabel
nyata/signifikan antara pelaksanaan mata mata kuliah kewirausahaan maupun pilihan
kuliah kewirausahaan dengan pilihan karir karir berwirausaha.
berwirausaha. Dikarenakan hasil t-test menunjukkan
Untuk menguji hipotesis komparatif bahwa terdapat perbedaan antara sampel
dua sampel independen digunakan t-test responden laki-laki dan perempuan terhadap
sampel independen. Pengujian hipotesis variabel pilihan karir, maka kemudian
dalam penelitian yang menggunakan statistik dilakukan pengujian Chi-square untuk melihat
parametrik, data harus terlebih dahulu diuji hubungan antara jenis kelamin dengan
normalitasnya. Bila data setiap variabel tidak variabel pilihan karir. Ternyata didapat hasil
berdistribusi normal, maka pengujian nilai Asymp.Sig (2-sided) sebesar 0,014 (>
hipotesis tidak bisa menggunakan statistik 0,05) yang menunjukkan bahwa hubungan
parametrik. (Sugiyono, 2006) tersebut nyata/signifikan, dengan koefisien
Dengan menggunakan bantuan SPSS sebesar 0,363.
didapat hasil uji normalitas dengan
5. Simpulan pendekatan gender perlu dipertimbangkan
dalam upaya untuk memberikan pembelajaran
Hasil dari penelitian ini cukup berbeda kewirausahaan dan menghasilkan wirausaha-
dengan apa yang dihasilkan para peneliti lain wirausaha baru.
dimana tidak terdapat hubungan yang nyata
antara mata kuliah kewirausahaan dengan DAFTAR PUSTAKA
pilihan karir berwirausaha. Dalam kasus ini
hal tersebut dapat disebabkan oleh paradigma
pendidikan kewirausahaan yang dianut masih
Beane, A.J, (1997),: “Curriculum Integration,
mengikuti pola tradisional, dimana mata Designing The Core of Democratic
kuliah kewirausahaan masih disamakan
Education”, New York and London,
karakteristiknya dengan mata kuliah lain, baik
Teachers College Columbia
dari segi penyampaian maupun evaluasi University.
penilaian mahasiswanya. Dengan demikian
mahasiswa pun masih mempersepsikan mata
Bell, Joseph R, (2008),: “Utilization of
kuliah tersebut hanya lah bagian dari
Problem Based-Learning in an
kurikulum yang harus diambilnya, bukan Entrepreneurship Business Planning
bagian dari pengembangan diri yang akan
Course”, New England Journal of
mengarahkan diri mereka untuk berkarir
Entrepreneurship, Spring 2008, pp 53
sebagai wirausaha. Hal ini juga terlihat dari
isian kuesioner untuk menanggapi pertanyaan
Buchari Alma,(2007): “Kewirausahaan”,
terbuka, dimana banyak mahasiswa
Bandung: Alfabeta.
mengusulkan agar terdapat pembinaan nyata
dalam membimbing mereka membuka usaha
Ciputra, (2007) ”Pendidikan Kewirausahaan
baru, selepas mengikuti kuliah kewirausahaan.
Untuk Menyelesaikan Masalah
Jika perlu, mereka diberi akses untuk
Kemiskinan dan Pengangguran di
mendapatkan dana sebagai modal usaha Indonesia” Jakarta.
mreka, sesuatu yang belum diterapkan di
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.
Cromie, Stanley and Sandra Johns,(1983):
Artinya mereka masih menganggap bahwa “Research Note Irish Entrepreneurs:
mata kuliah kewirausahaan yang telah mereka
Some Personal Characteristics”,
tempuh tidak cukup mempengaruhi mereka
Journal Of Occupational Behaviour,
untuk berwirausaha. Kalaupun mereka vol. 4, 317-324.
berminat untuk berwirausaha, itu lebih
disebabkan faktor lain, bukan dikarenakan
D. Sudjana,(2004): “Manajemen Program
telah mengikuti mata kuliah kewirausahaan.
Pendidikan untuk Pendidikan Non
Latar belakang pekerjaan orang tua Formal dan Pengembangan Sumber
pun ternyata dalam penelitian ini tidak
Daya Manusia”. Bandung : Falah
memiliki peran dalam menentukan pilihan
Production.
karir berwirausaha. Hal ini mungkin dapat
disebabkan karena telah sedemikian
Dess,G Gregory, G. T. and Covin J. G.
canggihnya arus pertukarang informasi dan
Lumpkin,(1997): “Entrepreneurial
komunikasi yang memungkinkan mahasiswa
Strategy Making and Firm
menyerap banyak informasi dari sumber lain Performance: Tests of Contingency
selain dari lingkungan keluarga.
and Configurational Models”
Yang menarik adalah terdapatnya
Strategic Management Journal, Vol.
hubungan yang cukup erat antara variabel 18, No. 9 pp. 677-695.
jenis kelamin dengan pilihan karir
berwirausaha. Hal ini menunjukkan bahwa
Farzier Barbara and Linda S Niehm,(2008):
“FCS Students' attitudes and Naman. L John, Slevin, P Dennis,(1993),:
intentions toward entrepreneurial “Entrepreneurship and The Concept
careers”, Journal of Family and of Fit: A Model and Empirical Test”
Consumer Sciences, April 2008: Strategic Management Journal, Vol.
100,2, Academic Research Library 14, No. 2 (Feb., 1993), pp. 137-153.
pg 17
Osborne, D. & Gaebler, T.,(1999)
Froomkin,J.T.et al., (1976): “Education As an “Mewirausahakan Birokrasi”. Jakarta
Industry”, Cambridge US: National : Pustaka Binaman Pressindo.
Bureau of Economic.
Paulus Winarto,(2004): “First Step To Be An
Holmgren, Carina, Jörgen From, Anders Entrepreneur” Jakarta: Elex Media
Olofsson, and Håkan Karlsson, Komputindo.
(1997),: “Entrepreneurship Education:
Salvation or Damnation” Strategic
Management Journal, Vol. 18, No. 9 Petty,Geoffrey,(2002)” Creativity:
Memaksimalkan Potensi Kreatif”
Izedonmi , Famous and Chinonye Okafor, Jakarta: Elex Media Komputindo.
(2007), : Assessment Of The
Entrepreneurial Characteristics And Pittaway, Luke and Jason Cope,(2007):
Intentions Among Academics. “Simulating Entrepreneurial
Learning: Integrating Experiential and
Julaeha (2008): Pengangguran Terdidik di Collaborative Approaches to
Negeri Kaya, Harian Tanggerang Learning”, Management Learning,
Tribun, 21 Januari 2008 April 2007;38,2; ABI/INFORM
Global pg 211
Kisdarto Atmasoeprapto,(2002),: Kiat
Mewujudkan Visi & Misi dalam Sagie, Abraham and Dov Elizur,(1999),:
Tindak Nyata. Jakarta: Elex Media “Achievement Motive and
Komputindo. Entrepreneurial Orientation: A
Structural Analysis”, Journal of
Meredith, G.G. at all.,(1996),: Organizational Behavior, Vol. 20, No.
“Kewirausahaan, Teknik dan Praktek, 3 (May, 1999), pp. 375-387, John
Hakikat dan Ciri Wirausaha, Wiley & Sons Stable URL:
Perencanaan dan Pengendalian http://www.jstor.org/stable/3100296
Keuangan, Penggunaan Sumber Accessed: 31/03/2009 04:18
Daya”. Jakarta: Pustaka Binaman Segal, Gerry, Borgia, Dan and Jerry
Pressindo. Schoenfeld, (2005):”The motivation
to become an entrepreneur”,
Moko P.Astamoen, (2005),”Entrepreneurship International Journal of
Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Entrepreneurial Behaviour
Indonesia”. Bandung : Alfabeta. &Research, Vol. 11 No. 1, 2005 pp.
42-57
Mosakowski, Elaine,(1998),: “Entrepreneurial Stevenson, Howard H. and J. Carlos
Resources, Organizational Choices, Jarillo,(1990),: “A Paradigm of
and Competitive Outcome” Entrepreneurship: Entrepreneurial
Organization Science, Vol. 9, No. 6 Management”, Strategic Management
(Nov. - Dec., 1998), pp. 625-643. Journal, Vol. 11, Special Issue:
Corporate Entrepreneurship (Summer,
1990), pp. 17-27 Published by: John
Wiley & Sons.

Suryana, (2003): “Kewirausahaan, Pedoman


Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses” Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.

Pengentasan Pengangguran Terdidik Butuh


Langkah Nyata, www.republika.co.id,
diakses 08/05/2008

Balitbang Kompas, Makin Tinggi Pendidikan


Makin Gampang Menganggur, Harian
Kompas, 2008

Anda mungkin juga menyukai