Anda di halaman 1dari 7

SISTEM INFORMASI SURVEILANS RESPONS

Abstrak :
Penguatan system surveilans dengan Bank Data (data terintegrasi) dengan system surveilans
epidemiologi baik untuk surveilans data rutin maupun data emergency dan surveilans khusus.
Penguatan sistem surveilans epidemiologi secara terus menerus dilakukan untuk dapat memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan surveilans yang baik dan optimal. Konsep Bank Data terintegrasi
dengan system surveilans rutin dan emergency menjadi suatu yang dibutuhkan untuk
keberhasilan program dan membutuhkan aturan (perda) sebagai penguatnya.
PENDAHULUAN
Sistem Surveilans Epidemiologi mempunyai peran yang sangat penting sebagai intelijen
penyakit dan mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi epidemiologi untuk
manajemen kesehatan, mendukung pengambilan keputusan dan penyusunan perencanaan,
monitoring dan evaluasi, serta sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB). Dalam
konteks desentralisasi, daerah dituntut untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan surveilans
epidemiologi secara profesional.
Dasar hukum terbaru berkaitan dengan kegiatan surveilans epidemiologi yaitu, UU No.
36/2009 tentang Kesehatan pada Bab 10 tentang penyakit menular dan tidak menular Pasal 154
ayat 1 yang berbunyi “pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan
persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat,
serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan”. Pasal 156 ayat 1 yang
berbunyi “dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1), Pemerintah dapat menyatakan wilayah
dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB)”. Pasal 156 ayat 2 berbunyi
“penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diakui
keakuratannya”.
Dasar hukum yang sudah ada antara lain, UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
Permenkes No. 949/Menkes/SK/VII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan SKD-KLB,
Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi, dan Kepmenkes No. 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.
Penguatan Sistem Surveilans Epidemiologi di Provinsi Sulawesi Tengah sudah dimulai dengan
adanya proyek ICDC (Intensified Communicable Desease Control) selama 5 tahun sejak tahun
2000-2005. Dari proyek tersebut terbentuk EST (Epidemiological Surveillance Team) dengan
maksud sebagai “think tank” di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Tim ini berfungsi
sebagai wadah atau tempat berkumpulnya penanggung jawab program dari berbagai disiplin
ilmu terutama 5 program (Pemberantasan Penyakit/P2 TB, P2 Malaria, P2 ISPA, Imunisasi dan
Surveilans Epidemiologi) untuk melakukan kajian data dan memberikan rekomendasi pada
pihak-pihak terkait untuk perbaikan program tersebut. Dalam perjalanan ternyata tidak hanya 5
program yang terlibat karena kompleksitas masalah melibatkan banyak pihak, terutama masalah-
masalah KIA, GIZI, Puskesmas, Rumah Sakit dan Bagian Perencanaan, Evaluasi, Litbang serta
Bagian Kepegawaian dan Keuangan. Karena tidak bisa dipungkiri setiap masalah mempunyai
keterkaitan dengan semua bagian.
PENYELENGGARAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PROVINSI SULAWESI
TENGAH
Pengertian Surveilans Epidemiologi dalam Kepmenkes No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 adalah
“kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan”. Penguatan dari pengertian tersebut adalah analisis
sistematis dan adanya tindakan/action dalam sistem surveilans epidemiologi.
Selama ini belum ada perubahan berarti dalam penyelenggaraan surveilans khususnya pada
ketepatan laporan masih sangat rendah. Kegiatan surveilans epidemiologi dan hasilnya di
Provinsi Sulawesi Tengah secara jelas dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini,
Tabel 1. Hasil Kegiatan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2007
INDIKATOR KINERJA TAHUN 2007

SASARAN URAIAN TARGET HASIL (%)


1) Meningkatnya - Ketepatan laporan mingguan wabah
80
pelaksanaan puskesmas % 49.26
Sistem Kewaspadaan Dini - Kelengkapan laporan SKD pusk di
90
(SKD) kab/kota % 83.87
- Kelengkapan laporan SKD kab/kota di
90
dan penanggulangan KLB provinsi % 93.27
- Persentase desa/kelurahan yang
mengalami 100 % 86.25
KLB dapat ditangani <24 jam

2) Meningkatnya - Kelengkapan laporan STP puskesmas


pelaksanaan dan RS 90 % 86.29
Surveilans Terpadu Penyakit
- Umpan balik laporan bulanan
(STP) 90 % 58.3
disemua unit pelaporan - Ketepatan laporan STP pusk & RS 80 % 54.64

3) Terlaksananya
penyebarluasan - Buletin terbit tepat waktu 80 % 58.3
informasi hasil kegiatan
pemberantasan dan
pengamatan
penyakit.
4) Terlaksananya Surveilans
AFP - AFP Rate/100.000 anak < 15 th 2 1.14
untuk mendukung Eradikasi
Polio - Spesimen adekuat >80 % 50
dan integrasi dengan
surveilans - Pelacakan kasus Campak 50 % 77.78
Campak dan Tetanus - Status eliminasi Tetanus Neo./1000
Neonatorum KH <1
- Kelengkapan laporn integrasi AFP, TN
& Campak 75 % 95
- Ketepatan laporan integrasi AFP, TN
dan Campak 80 % 69.17

5) Meningkatnya manajemen
program - Jumlah rekomendasi yang dihasilkan 6 bh 2 bh
dalam 1 tahun
- EST yang aktif 25 % 13.64
- Terbitnya profil tahunan Surveilans
Epidemiologi 1 bh 1 bh

6) Meningkatnya
pengetahuan dan - Pengetahuan peserta latih meningkat 80 % 88.37
kemampuan petugas
surveilans
7) Terbentuknya jejaring - Kelengkapan laporan PWS dari KKP
kerja dan Wilker 80 % 0
surveilans epidemiologi - Kelengkapan laporan PWS dari BLK 90 % 0

Sumber : Seksi Surveilans Epidemiologi Dinkes Provinsi Sulteng


Selama periode 2000 sampai sekarang terjadi naik turun pencapaian kinerja surveilans.
Khususnya ketepatan waktu pelaporan data surveilans di Provinsi Sulawesi Tengah masih
menjadi masalah dengan persentase hasil yang selalu jauh dibawah target yang ditetapkan secara
nasional.
Dari hasil review surveilans tahunan diidentifikasi adanya hambatan-hambatan
penyelenggaraan sistem surveilans antara lain, pertama kualitas dan kuantitas tenaga surveilans
tidak memadai. Hal ini dipengaruhi mobilitas pegawai yang cukup tinggi di Unit Pelayanan
Kesehatan dan Dinas Kesehatan baik Kabupaten dan Provinsi. Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah pada juga mengalami kekurangan tenaga, pada tahun 1997-2000 hanya ada
1(satu) petugas surveilans, kemudian tahun 2001 dengan dileburnya Kanwil dan Dinas, menjadi
2(dua) petugas surveilans dan ditambah sekretariat PEST (Province Epidemiological
Surveillance Team) satu orang. Pada tahun 2002 mengingat beban kerja surveilans semakin
tinggi dilakukan penambahan tenaga tetap dan honor sebanyak 2 (dua) orang lagi. Perubahan
yang cukup signifikan yaitu, tahun 2009 ini ada penambahan 4 orang sehingga jumlah tenaga
surveilans berjumlah 9 orang. Hal ini berkaitan dengan implementasi PP No. 41/2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah yang mendeklarasikan Surveilans menjadi bagian dari Unit
Pelaksana Teknis Daerah, bergabung dengan Seksi Data dan Informasi, dengan nama UPTD
Surveilans, Data, dan Informasi.
Kedua, anggaran dana kegiatan surveilans epidemiologi belum memadai. Selama Proyek ICDC
sebenarnya dana mencukupi tapi setelah proyek selesai, maka dirasakan terjadi pengurangan
anggaran kegiatan. Bahkan tahun 2009 alokasi dana APBN belum dapat dipastikan. Hal ini
berlaku untuk semua program di Bidang Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (PP
& PL) yang sekarang berubah menjadi Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan. Dalam
peraturan penyusunan anggaran tidak boleh memberikan insentif pada pegawai tetap/PNS
dengan alasan setiap pekerjaan sudah menjadi kewajiban dan sudah masuk dalam gaji bulanan.
Apalagi dengan pencairan anggaran yang cukup lama membuat pelaksanaan surveilans respons
tidak berjalan lancar, sehingga tidak semua KLB dapat dilakukan penyelidikan kasus, dan ini
bertentangan dengan Permenkes 949/SK/VIII/2004, bahwa setiap KLB harus segera melakukan
surveilans respons.
Ketiga, data dan informasi surveilans belum memenuhi syarat validitas, kelengkapan dan
ketepatan waktu, sehingga pemanfaatan data juga menjadi kurang. Hal ini dipengaruhi banyak
faktor selain yang dua diatas, antara lain kurangnya komitmen petugas surveilans, tidak
efektifnya kegiatan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi, kurangnya perhatian pimpinan
dan reward jika petugas dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini berpengaruh pada
motivasi kerja pegawai karena orang akan berpikir kerja dan tidak sama saja akan menurunkan
motivasi kerja. Belum adanya perda yang mengatur bahwa pelaporan adalah wajib apalagi pada
pelayanan kesehatan swasta menyebabkan data tidak pernah lengkap dan tidak dapat bermanfaat
secara optimal.
KONSEP BANK DATA
Konsep Bank Data adalah konsep dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Depkes RI dalam
rangka merealisasikan Strategi Utama Depkes yang ketiga dan sasaran Depkes yang ke-14, yaitu
berfungsinya Sistem Informasi Kesehatan yang Evidence Based diseluruh Indonesia. Data yang
selama ini terfragmentasi di masing-masing program berakibat data tersebut diterima direktorat
jenderal di pusat juga demikian. Semua program mempunyai data sendiri-sendiri bahkan untuk
data dasar juga berbeda.
Untuk itu Pusdatin mempunyai target tahun 2009 adalah telah terselenggaranya jaringan
komunikasi data online terintegrasi antara seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinkes
Provinsi, Rumah Sakit Pusat, dan UPT Pusat dengan Depkes RI dengan konsep sebagai berikut,
Gambar 1. Konsep Bank Data
Sumber : Pusdatin Depkes RI
Dalam konsep ini data diharapkan sudah terintegrasi dari Puskesmas dan Rumah Sakit
kemudian ke Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi dan sampai ke Pusadatin. Data dan Informasi
tersebut hanya masuk dan keluar melalui mekanisme satu pintu yaitu melalui Bank Data.
HARAPAN KE DEPAN
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi kedepan diharapkan sudah menggunakan
prinsip-prinsip data terintegrasi (Bank Data) dalam pelaksanaan SIKDA (Sistem Informasi
Kesehatan Daerah) dan berbasis teknologi informasi (database dan web based). Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi dengan memenuhi syarat suatu sistem informasi yaitu, informasi
harus relevan, tepat waktu, dan akurat menjadi keinginan semua pihak.
Konsep Bank Data (integrated data) terpadu dengan sistem surveilans rutin dan emergency
mempunyai karakteristik sebagai berikut,
- Data rutin terintegrasi (semua data yang harus dilaporkan) dari sumber data (Unit
Pelaksana Kegiatan) termasuk data rutin surveilans (STP).
- Data/Laporan merupakan hasil kajian/analisis data oleh Tim Kajian
Data (Epidemiological Surveillance Team) sehingga data tersebut adalah valid. Setiap unit
melakukan kajian/analisis data baik di Puskesmas, RS, Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Depkes RI (Pusat).
- Data surveilans emergency dan surveilans khusus merupakan surveilans respons dan
harus ada tindak lanjut/actionsecepatnya terutama penyakit-penyakit potensial
KLB/Pandemi/Wabah.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini,
Gambar 2. Konsep Bank Data terintegrasi dengan system surveilans rutin dan
emergency
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan diatas diketahui bahwa penguatan sistem surveilans epidemiologi secara
terus menerus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan surveilans yang
baik dan optimal. Konsep Bank Data terintegrasi dengan system surveilans rutin dan emergency
menjadi suatu yang dibutuhkan untuk keberhasilan program dan membutuhkan aturan (perda)
sebagai penguatnya.
Seiring dengan waktu dan perkembangan zaman akan selalu ada inovasi-inovasi, penemuan-
penemuan baru, maka selalu ada perubahan tanpa akhir karena selalu berulang yang disebut
sebagai siklus. Sudah menjadi kebutuhan organisasi dalam kelangsungan hidupnya untuk
senantiasa memperbaiki diri kearah yang lebih baik. Butuh waktu dan juga komitmen yang kuat
dari semua pihak terkait terutama stakeholders untuk mendukung penguatan surveilans
epidemiologi di Provinsi Sulawesi Tengah khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Suatu
proses pengembangan harus mempunyai rencana strategis dan/atau master plan untuk mencapai
tujuan lebih terarah.

Anda mungkin juga menyukai