Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pelayanan kaparawatan profesional, sering kali kita dihadapkan pada
permasalahan-permasalahan etika yang solusinya cukup sulit untuk dipilih atau
dijelaskan. Hal ini adalah lumrah oleh karena pelayanan keperawatan professional yang
diberikan kepada masyarakat tidak hanya memperhatikan konsep sehat-sakit secara fisik
saja melainkan segala hal yang mempengaruhinya juga, termasuk etika dan moral.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-
prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hak-hak manusia.etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga yang
mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek professional.
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari
tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan
dan setiap pengambilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan
ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
B. TUJUAN
Makalah ini memberikan gambaran tentang dilema etik dan cara penanganannya menurut
konsep ilmu. Selain tujuan diatas tersebut, adalah sangat penting untuk mengingatkan
kita kembali akan peran perawat dalam memberikan advokasi, loyalitas, kepedulian, rasa
haru dan menghormati martabat manusia.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan
peran serta aktif masyarakat yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif yang
berkesinambungan dengan tidak mengabaikan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh
dan terpadu.
Peran perawat komunitas dalam masyarakat menduduki posisi ujung tombak
dalam rangka menyehatkan masyarakat. Peran tersebut adalah :
1. Pelaksana asuhan,
2. Pendidik / Pengajar / Pelatif
3. Melindungi, dan
4. Membimbing.
Keberhasilan ke-4 peran diatas sangatlah bergantung pada bagaimana kuatnya kemitraan
dengan masyarakat. Adalah wajib bagi seorang perawat komunitas untuk mengetahui dan
memahami adat-istiadat (peraturan/etika) yang berlaku dalam masyarakat setempat
dimana ia bertugas untuk memaksimalkan peran dan fungsinya di dalam masyarakat
setempat.
B. PEGERTIAN ETIKA
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilemma etika kesehatan yang sebagian besar
belum teratasi.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral.
Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau
salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan
aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus
pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam
kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang
menggunakan istilah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya
dengan kode etik profesional seperti kode etik PPNI, IDI, dan IBI. Nilai-nilai (values)
adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau
pegangan yang mengarah pada sikap seseorang. System nilai dalam suatu organisasi
adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku
personal.
Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang
benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama,
hukum, adat dan praktek profesional. Perawat mamiliki komitmen yang tinggi untuk
memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam
praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan
perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman.
Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku
pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika.

BAB III
PEMBAHASAN
A. DILEMA ETIK
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih) landasan
moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi
dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilemma etik ini
sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada
perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan
tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat suatu
keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan
emosional.
Masalah-masalah kesehatan yang paling sering dan selalu menjadi bahan
perdebatan adalah aborsi dan euthanasia. Penilaian atau keputusan yang etis sulit untuk
memuaskan masyarakat, hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk hokum dan
agama.
B. DILEMA ABORSI DALAM MASYARAKAT

a. Ditinjau Dari Aspek Medis


Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies
and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus),
sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Jadi, gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan
bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum, istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak.
Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
PENYEBAB ABORTUS
Secara garis besar ada 2 hal penyebab Abortus, yaitu :
Maternal.
Penyebab secara umum
1. Infeksi akut
• virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis
• Infeksi bakteri, misalnya streptokokus
• Parasit, misalnya malaria

2. Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
 Tuberkulosis paru aktif.
 Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll
Janin
Penyebab paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
(pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta.
 
ALASAN ABORTUS PROVOKATUS
Abortus Provokatus ialah tindakan memperbolehkan pengaborsian dengan syarat-syarat sebagai
berrikut:
 Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
 Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
 Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
 Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
 Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
 Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
 Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia
gravidarum yang berat.
 Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
 Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
 Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
 Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini
sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.

b. Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Agama


Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin
termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “ Abortus Provocatus Criminalis ”
Yang menerima hukuman adalah:
1.Ibu yang melakukan aborsi
2.Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3.Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 229
1.Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga ribu rupiah.
2.Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau
juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 314
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta
melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
Pasal 348
1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM


Bagaimana Islam memandang Aborsi ?
Soal :
Bagaimana hukum dalam pandangan Islam ?
Jawab :
Sebelum membahas hukum aborsi, ada dua fakta yang dibedakan oleh para fuqaha dalam
masalah ini. Pertama : apa yang disebut imlash ( aborsi, pengguguran kandungan ). Kedua, isqâth
( penghentian kehamilan ). Imlash adalah menggugurkan janin dalam rahim wanita hamil yang
dilakukan dengan sengaja untuk menyerang atau membunuhnya.
Dalam hal ini, tindakan imlash ( aborsi ) tersebut jelas termasuk kategori dosa besar; merupakan
tindak kriminal. Pelakunya dikenai diyat ghurrah budak pria atau wanita, yang nilainya sama
dengan 10 diyat manusia sempurna. Dalam kitab Ash - Shahîhayn, telah diriwayatkan bahwa
Umar telah meminta masukan para sahabat tentang aktivitas imlâsh yang dilakukan oleh seorang
wanita, dengan cara memukuli perutnya, lalu janinnya pun gugur. Al-Mughirah bin Syu’bah
berkata: '' Rasulullah saw. telah memutuskan dalam kasus seperti itu dengan diyat ghurrah 1
budak pria atau wanita ''.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Muhammad bin Maslamah, yang pernah menjadi wakil
Nabi saw. di Madinah. Karena itu, pada dasarnya hukum aborsi tersebut haram.
Ini berbeda dengan isqâth al - haml ( penghentian kehamilan ), atau upaya menghentikan
kehamilan yang dilakukan secara sadar, bukan karena keterpaksaan, baik dengan cara
mengkonsumsi obat, melalui gerakan, atau aktivitas medis tertentu. Penghentian kehamilan
dalam pengertian ini tidak identik dengan penyerangan atau pembunuhan, tetapi bisa juga
diartikan dengan mengeluarkan kandungan baik setelah berbentuk janin ataupun belum dengan
paksa.
Dalam hal ini, penghentian kehamilan ( al - ijhâdh ) tersebut kadang dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh di dalam janin, atau setelahnya. Tentang status hukum penghentian kehamilan
terhadap janin, setelah ruh ditiupkan kepadanya, maka para ulama sepakat bahwa hukumnya
haram, baik dilakukan oleh si ibu, bapak, atau dokter. Sebab, tindakan tersebut merupakan
bentuk penyerangan terhadap jiwa manusia, yang darahnya wajib dipertahankan. Tindakan ini
juga merupakan dosa besar.

 
“APA KATA ALKITAB MENGENAI ABORSI..?”
Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun demikian, ada
banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5
memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan.
Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk
kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman yang sama kepada orang yang
mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang
membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam
kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristiani, aborsi bukan
hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya
manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27; 9:6).
Argumen pertama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal
aborsi adalah, “Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau hubungan seks antar saudara.”.
Betapapun mengerikannya hamil sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara,
apakah membunuh sang bayi adalah jawabannya? Dua kesalahan tidak menghasilkan kebenaran.
Anak yang lahir sebagai hasil pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara dapat saja
diberikan untik diadopsi oleh keluarga yang tidak mampu memperoleh anak – atau anak tsb
dapat dibesarkan oleh ibunya. Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya dihukum karena perbuatan
jahat ayahnya.
Argumen kedua yang biasanya diangkat untuk menentang posisi orang Kristiani dalam hal
aborsi adalah, “Bagaimana jikalau hidup sang ibu terancam?”. Pertama-tama perlu diingat bahwa
situasi semacam ini hanya kurang dari 1/10 dari 1 persen dari seluruh aborsi yang dilakukan di
dunia saat ini. Jauh lebih banyak perempuan yang melakukan aborsi karena mereka tidak mau
“merusak tubuh mereka” daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa
mereka. Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah kita adalah Allah dari mujizat. Dia dapat
menjaga hidup dari ibu dan anak sekalipun secara medis hal itu tidak mungkin. Akhirnya,
keputusan ini hanya dapat diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap pasangan yang
menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat dari Tuhan (Yakobus 1:5)
untuk apa yang Tuhan mau mereka buat.
Pada 99% dari aborsi yang dilakukan sekarang ini alasannya adalah “pengaturan kelahiran secara
retroaktif”. Perempuan dan/atau pasangannya memutuskan bahwa mereka tidak menginginkan
bayi yang dikandung. Maka mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup dari bayi itu daripada
harus bertanggung jawab. Ini adalah kejahatan yang terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang sulit
itu, aborsi tidak sepantasnya dijadikan opsi pertama. Hidup dari manusia dalam kandungan tu
layak untuk mendapatkan segala usaha untuk memastikan kelahirannya.
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding
dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni
(Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-
laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat
diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.
 

AJARAN AGAMA
Pada prinsipnya, umat Kristen Katolik percaya bahwa semua kehidupan adalah kudus sejak dari
masa pembuahan hingga kematian yang wajar, dan karenanya mengakhiri kehidupan manusia
yang tidak bersalah, baik sebelum ataupun sesudah ia dilahirkan, merupakan kejahatan moral.
Gereja mengajarkan, “Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan
‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan
Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai
akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk
mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah”.
Seturut wahyu, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan penekanan khusus
pada misteri inkarnasi, Gereja Katolik Roma mengutuk praktek aborsi. Beberapa contoh ajaran
dalam rentang waktu tiga ratus tahun pertama sejak berdirinya Gereja meliputi yang berikut ini:
“Didache” (“Ajaran dari Keduabelas Rasul,” thn 80 M) menegaskan, “Engkau tidak boleh
melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang baru dilahirkan.” “Surat
Barnabas” (thn 138) juga mengutuk aborsi. Athenagoras (thn 177) dalam tulisannya “Pembelaan
Atas Nama Umat Kristen” (suatu pembelaan terhadap paham kafir) menegaskan bahwa umat
Kristen menganggap para wanita yang menelan ramuan atau obat-obatan untuk menggugurkan
kandungannya sebagai para pembunuh; ia mengutuk para pembunuh anak-anak, termasuk anak-
anak yang masih ada dalam rahim ibu mereka, “di mana mereka telah menjadi obyek
penyelenggaraan ilahi.” Tertulianus (thn 197) dalam “Apologeticum” menegaskan hal serupa,
“mencegah kelahiran adalah melakukan pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang
membinasakan kehidupan yang telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih
awal. Ia yang bakal manusia adalah manusia.” Pada tahun 300, Konsili Elvira, suatu konsili
gereja lokal di Spanyol, mengeluarkan undang-undang khusus yang mengutuk aborsi (Kanon
63).
Setelah pengesahan kekristenan pada tahun 313, Gereja tetap mengutuk aborsi. Sebagai contoh,
St. Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn 374) dengan tegas
menyatakan ajaran Gereja: “Seorang wanita yang dengan sengaja membinasakan janin haruslah
diganjari dengan hukuman seorang pembunuh” dan “Mereka yang memberikan ramuan atau
obat-obatan yang mengakibatkan aborsi adalah para pembunuh juga, sama seperti mereka yang
menerima racun itu guna membunuh janin.”
Poin utamanya adalah Gereja Katolik Roma sejak dari awal secara terus-menerus menjunjung
tinggi kekudusan hidup dari bayi yang belum dilahirkan dan mengutuk tindakan aborsi langsung
(abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki baik sebagai tujuan maupun sebagai
sarana). Menentang ajaran ini berarti menyangkal ilham Kitab Suci dan Tradisi kristiani. Kita,
sebagai umat Kristen Katolik, patut berdoa demi berubahnya hati nurani umat manusia dan
dengan gagah berani mengajarkan, mempertahankan serta membela kekudusan hidup manusia,
teristimewa bayi-bayi tak dilahirkan yang tak berdaya dan tak bersalah.
TANGGAPAN GEREJA
Gereja Katolik merupakan satu-satunya lembaga keagamaan yang dengan lantang menentang
aborsi. Untuk Gereja Katolik, aborsi adalah pembunuhan atas manusia tak berdosa dan yang
dalam dirinya tak bisa membela diri. Maka sangat jelas bahwa Gereja Katolik mengerti tindakan
mengaborsi bukanlah hak azasi melainkan sebaliknya adalah kejahatan azasi. Hak azasi dalam
pengertian Gereja Katolik selalu mengarah kepada kehidupan dan bukan kepada kematian.
Aborsi adalah suatu tindakan yang mengarah pada kematian dan hanya dilakukan oleh orang
yang mencintai kematian.
Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Austria, dengan tegas mengumandangkan kembali
ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan aborsi sama sekali bukan hak azasi.
Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut
dengan protes keras oleh para pencinta kematian. Sebab memang kata-kata Johannes Paulus II,
sangatlah benar, beliau mengatakan bahwa zaman ini sangat diwarnai oleh “budaya kematian”
(the culture of death). Manusia atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat
egois mengorbankan kehidupan.
Dalam Gereja Katolik, aborsi hanya layak dibenarkan dalam dua kasus dilematis berikut: kasus
dilematis pertama, yakni situasi dimana jelas bahwa janin akan mati bersama ibunya apabila
tidak dilaksanakan pengguguran. Dan kasus dilematis kedua, yakni situasi dimana ibu akan
meninggal bila janin tidak digugurkan. Bahkan dalam kasus kedua itu beberapa ahli moral masih
meragukan apakah hidup ibu selalu layak lebih diutamakan dibandingkan dengan hidup janin.
Jikalau ada kelainan pada janin, Gereja tetap tidak memperbolehkan adanya aborsi. Gereja hanya
menerima kedua kasus dilematis yang tadi telah dijelaskan. Kecuali kalau kelainan itu
mengakibatkan masalah dilematis seperti diatas tadi.
Jikalau seseorang menjadi korban pemerkosaan, dan ia takut kalau anak yang dilahirkannya
dilecehkan oleh masyarakat, ia tetap tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Tetapi Gereja akan
membantu menyiapkan proses kematangan jiwa sang ibu misalnya melalui pendampingan oleh
para suster sehingga sang ibu mau melahirkan anak dan membatalkan niat pengguguran. Gereja
menyiapkan mental/kejiwaan si korban perkosaan melalui pendampingan (konseling) yang bisa
dilakukan oleh pastor dan suster.
KESULITAN GEREJA
Gereja Katolik saat ini masih kesulitan untuk mengatasi masalah aborsi yang masih tinggi.
Diantaranya seperti sebuah kebijakan-kebijakan Negara, dimana Negara tersebut masih
memperbolehkan diadakannya aborsi.
Dalam perintah Allah yang ke-5 berbunyi “Jangan Membunuh”, gereja masih bertanya-tanya,
dalam situasi dan kondisiyang rumit, apakah perintah ini masih berlaku? Dan kalau kita melihat
konteksnya, maka perintah ini ditujukan untuk manusia. Dan sekarang yang menjadi masalah
utama adalah tentang status fetus/janin itu sendiri;
 Apakah fetus atau janin itu manusia atau bukan?
 Syarat apakah yang harus dimiliki “sesuatu” supaya dapat dianggap seorang manusia,
jelasnya supaya memiliki hak hidup?
 Jika kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi hanya benda,
kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai seorang manusia atau pribadi?
Jika janin itu belum mempunyai status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat dicap sebagai
pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu adalah manusia yang sedang
mengalami proses pertumbuhan secara kontiniu, maka ini jelas merupakan suatu pembunuhan.

C. PENYELESAIAN DILEMA ETIK


a. Prinsip-Prinsip Moral Dalam Praktek Keperawatan
Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga
membentuk suatu system etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik
apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu.
1. Autonomi; berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri
sendiri, berarti menghargai manusia sehingga memperlakukan mereka sebagai
seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan
sesuatu bagi dirinya.
2. Benefesience; merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak
merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien.
3. Justice; merupakan prinsip moral untuk bertindak adik bagi semua individu,
setiap individu mendapat perlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang
sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai
kontribusi yang relative sama untuk kebaikan hidup seseorang.
4. Veracity; merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban
untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain/pasien.
Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun suatu
hubungan dengan orang lain. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya
didasarkan penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak
untuk diberitahu tentang hal yang sebenarnya.
5. Avoiding Killing; merupakan prinsip yang menekankan kewajiban perawat untuk
menghargai kehidupan. Bila perawat berkewajiban melakukan hal-hal yang
menguntungkan (benefisience) haruskah perawat membantu pasien mengatasi
penderitaannya (misalnya akibat infeksi berat) dengan menggugurkan
kandungannya? Kewajiban perawat untuk menghargai eksistensi kemanusiaan
yang mempunyai konsekwensi untuk melindungi dan mempertahankan
kehidupan dengan berbagai cara.
6. Fedelity; merupakan prinsip moral yang menjelaskankewajiban perawat untuk
tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Kewajiban ini meliputi menepati janji,
menyimpan rahasia, dan “caring”.
b. Kerangka Proses Penyelesaian Masalah Dilema Etika
Kerangka penyelesaian masalah dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan masalah secara
ilmiah, antar lain :
1. Model pemecahan masalah (Megan, 1989)
- Mengkaji situasi
- Mendiagnosis masalah etik moral
- Membuat tujuan dan rencana pemecahan
- Melaksanakan rencana
- mengevaluasi hasil
2. kerangka pemecahan dilema etik (Kozier dan Erb, 1989)
- mengembangkan data dasar
- mengidentifikasi konflik
- membuat alternatif tindakan
- menentukan pihak-pihak pengambil keputusan
- identifikasi kewajiban perawat
- membuat keputusan
3. model Murphy dan Murphy
- identifikasi masalah kesehatan
- identifikasi masalah etik
- siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
- identifikasi peran perawat
- pertimbangan alternatif tindakan
- pertimbangkan konsekwensi tindakan
- memberi keputusan
- mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
- Analisa situasi hingga hasil actual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikut.
4. Model Curtin
- Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan
masalah
- Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan
- Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
- Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil pilihan itu
- Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan.
- Memecahkan dilema
- Melaksanakan keputusan.
c. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi masalah etik, antara perawat dan dokter
tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat
menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan
pada pasien dan kenyamanan kerja. Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etik
adalah dengan melakukan rounde (bioetics rounds) yang melibatkan perawat dan
dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etik tetapi untuk
melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etik.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam dilemma etik, sangat sulit bahkan tidak dapat menentukan pendapat mana yang
benar dan pendapat mana yang salah. Seperti pada kasus aborsi yang telah kita bahas, ada
alasan untuk melegalkan dan ada alasan untuk tidak melegalkan tindakan aborsi.
Oleh karena itu untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada
pikiran yang rasional dan bukan emosional.
DAFTAR PUSTAKA

http://azmikoe.multiplay.co
id. Answer.yahoo.com/questioan/indeks
http://forum.kotasantri.com/viewtopic.php?t=1267
http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/kesehatan/18_ABORSI.pdf

Anda mungkin juga menyukai