STUDI PENGUASAAN KONSEP LARUTAN PENYANGGA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DENGAN
METODE BERVARIASI SISWA SMAN I
NATAR TP 2006/2007
Oleh
I Wayan Wirya
Farhatul Huda
Ike Setiawati
Dilaksanakan melalui dana DIPA PNBP FKIP dengan kontrak
No. 51A/J26/3/PP/2007 tanggal 12 Februari 2007
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2007
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
1. a. Judul Penelitian : Studi Penguasaan
Konsep Larutan Penyangga Menggunakan Pendekatan
Konstruktivisme dengan MetodeBervariasi siswa
SMAN I Natar TP 2006/2007
b. bidang ilmu : Pendidikan
Kimia
2. Ketua Peneliti
a. Nama : Drs I Wayan
Wirya, M.Kes
b. Golongan/pangkat/NIP : IVb/ Pebina Tk.I/
130935921
c. Jabatan fungsional : Lektor Kepala
d. Jurusa/ Program studi : PMIPA / PKimia
3. Anggota Peneliti
a. Farhatul Huda : mahasiswa
PKimia
b. Ike Setiawati : mahasiswa PKimia
4. Lokasi Penelitian : SMAN I Natar Kab.Lampung Selatan
5. Lama Penelitian : 4 (empat) bulan
6. Biaya yang diperlukan : Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah)
7. Sumber biaya : DIPA PNBP FKIP Unila
Badar Lampung, 31 Juli 2007
Mengetahui : Peneliti
a.n. Dekan FKIP Unila
Pembantu Dekan I
Drs. Bujang Rahman, M.Si. Drs. I Wayan Wiya, M.Kes.
NIP 131473400 NIP 130935921
Menyetujui
a.n. Dekan FKIP Unila
Pembantu Dekan I
Drs. Bujang Rahman, M.Si.
NIP 131473400
DAFTAR ISI
I. PEDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
1 B.
Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3
E. Ruang Lingkup Penelitian 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
4
B. Penguasaan Konsep
6
C. Metode Pembelaaran
8
D. Lembar Kerja Siswa
13
III. METODE PENELITAN
A. Setting Penelitian
15
B. Data Penelitian
15
C. Teknik Pengumpulan Data 15
D. Indicator Kinerja
15
E. Pelaksaaan Penelitian
16
F. Analisis data
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasi Penelitian
18
B. Pembahasan
19
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
22
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga saat ini di tingkat sekolah menengah, SMUdan sekolah-sekolah lain yang
sederajat menganggap Ilmu kimia sebagai salah satu pelajaran yang sulit. Rasa sulit
mempelajari ilmu kimia mungkin disebabkan karena kebanyakan konsep-konsep dalam
ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan berupa konsep atau materi yang
bersifat abstrak dan kompleks..
Melalui observasi dan diskusi dengan guru kimia kelas XI IPA SMAN 1 Natar diketahui
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep larutan penyangga dan
hidrolisis garam sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan penentuan pH larutan.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hasil belajar kimia kelas XI IPA SMAN 1 Natar tahun
pelajaran 2005/2006 pada materi pokok tersebut yang tergolong masih rendah. Rata-rata
nilai kelas XI hanya mencapai 62, dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebanyak
60%, yang berarti belum mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah. Agaknya
salah satu sumber penyebab kegagalan mencapai ketuntasan belajar adalah proses
pembelajaran yang kurang mampu mengaktifkan siswa belajar.
Tidak ada belajar tanpa aktivitas, karena itu kegiatan pembelajaran harus menggunakan
strategi yang tepat sehingga penyajian materi pembelajaran menjadi lebih menarik, yang
tentunya akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar. Strategi pembelajaran
menentukan semua langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan agar dapat memberikan
pengalaman belajar secara maksimal kepada siswa.
Dewasa ini banyak metode maupun strategi yang tersedia yang diyakini dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Guru harus mau melakukan refleksi pada
setiap akhir melakukan tes formatif, atau sekurang-kurang pada setiap akhir semester,
untuk melihat kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran teknik penyampaian materi pelajaran harus disesuaikan dengan materi
pelajaran yang dipelajari, di mana guru harus mampu memanfaatkan aneka sumber
belajar secara optimal. Variasi sumber belajar, metode dan strategi tentulah akan
meningkatkan minat siswa belajar, sekurang-kurangnya meningkatkan perhatiannya,
karena pengaruh sesuatu yang baru. Melalui kegiatan belajar yang bervariasi, guru dapat
memperhatikan perbedaan individu pada peran aktifnya dalam kegiatan pembelajaran.
Agar penyajian itu lebih menarik, guru harus memiliki kemampuan dalam
mengembangkan metode mengajarnya untuk meningkatkan minat dan aktivitas siswa
yang pada akhirnya siswa dapat menguasai konsep kimia dengan benar dan mendalam.
Berdasarkan hal itulah, salah satu upaya yang dipakai untuk meningkatkan penguasaan
konsep siswa digunakan metode pembelajaran yang bervariasi dengan pendekatan
konstruktivisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti diuraikan di atas, dirumuskan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa pada sub materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam melalui pendekatan konstruktivisme dengan metode
pembelajaran bervariasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan peningkatan penguasaan konsep siswa pada sub materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam melalui pendekatan konstruktivisme dengan metode
pembelajaran bervariasi .
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, memberikan masukan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran kimia
dengan menerapkan metode pembelajaran bervariasi dengan pendekatan
konstruktivisme sebagai salah satu bentuk alternatif pembelajaran kimia dalam
meningkatkan penguasaan konsep siswa sehingga indikator pembelajaran dapat
tercapai.
2. Bagi siswa, mempermudah untuk menemukan dan memahami konsep larutan
penyangga dan hidrolisis garam.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA1 semester genap SMA Negeri 1
Natar tahun pelajaran 2006/2007.
2. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam.
3. Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran, di mana
siswa sendiri yang membentuk pengetahuan berdasarkan pemikiran, gagasan, dan
pengalaman yang merupakan hasil konstruksi (bentukan) siswa itu sendiri.
4. Model pembelajaran bervariasi artinya pembelajaran yang menggunakan lebih
dari satu metode mengajar dalam setiap pertemuan, dalam penelitian ini
menggunakan campuranu metode ceramah, diskusi, eksperimen, dan latihan
berstruktur.
5. Metode diskusi adalah metode mengajar, di mana siswa dihadapkan kepada
suatu masalah yang biasa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
6. Metode eksperimen adalah metode mengajar dimana siswa melakukan suatu
percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil
percobaannya.
7. Metode latihan berstruktur adalah metode mengajar dengan memberikan
latihan-latihan berstruktur tentang apa yang dipelajari siswa sehingga memperoleh
suatu keterampilan tertentu.
8. LKS eksperimen adalah lembaran-lembaran yang berisi prosedur percobaan dan
pertanyaan yang disusun secara kronologis yang mengarahkan siswa agar dapat
menemukan, memahami, membandingkan, dan menyimpulkan hasil dari praktikum.
9. LKS noneksperimen adalah lembaran-lembaran yang berisi urutan-urutan
materi yang kronologis, disertai dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menggiring siswa untuk menemukan konsep dasar dari materi pokok larutan
penyangga.
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001: 3),
konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Kaitan konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah proses di mana siswa
sendirilah yang berperan aktif dalam menemukan sesuatu dan membangun pe
-ngetahuan berdasarkan konsep yang dimilikinya. Gagasan atau pemikiran-pemi- kiran
guru tidak dapat dipindahkan langsung kepada siswa, melainkan siswa yang harus aktif
membentuk pemikiran atau gagasan tersebut dalam otaknya. Penge- tahuan itu bukan
sesuatu yang tinggal ditemukan, melainkan diciptakan atau di-
bangun oleh orang yang sedang mempelajarinya. Jadi orang yang sedang belajar itu
membentuk pengertian.
Dalam pembelajaran yang konstruktivis, kebermaknaan dan pengertian merupa-
kan tujuan utama. Siswa harus dapat menunjukkan kemampuannya untuk meng -hasilkan
sesuatu (generate), menunjukkan suatu kinerja (demonstrate perfor-
mance) dan menunjukkan (exhibit) hasil karyanya untuk umum (Brooks & Brooks,
1993) bukan sekedar mengulang apa yang sudah diajarkan guru.
Dengan menghasilkan sesuatu (generate), berarti siswa mampu mencipta, me -rancang,
mendisain sesuatu yang baru dari hal-hal yang sudah diketahuinya. Dengan menunjukkan
suatu kinerja, berarti siswa mampu menerapkan hal-hal yang sudah dipelajarinya dalam
situasi yang berbeda. Dengan memamerkan
hasil karyanya, berarti siswa mampu mengevaluasi kemampuan dirinya.
Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu, agar siswa
mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa
dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat
yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan
dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi
pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada
pengalaman yang lain (selective considence). Melalui “suka dan tidak suka”
inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi
pembentukan pengetahuan.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang bisa ditransfer dari orang yang mempunyai
pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan, pengetahuan tidak
dapat begitu saja dipindahkan, melainkan siswa harus mampu mengkons- truksi
pengetahuan lewat pengalaman-pengalaman mereka. Siswa harus mampu membentuk
pengetahuan dari struktur penerimaan konsep siswa sewaktu ber -interaksi dengan
lingkungannya. Lingkungan merujuk pada semua objek dan proposisinya yang kita
abstraksikan dari pengalaman dalam diri kita sendiri.
B. Penguasaan Konsep
Menurut Hamalik (2002: 161) pada dasarnya konsep adalah suatu kelas stimuli yang
memiliki sifat-sifat umum. Pengertian prinsip pada umumnya menunjukkan pada
hukum-hukum ilmiah, atuan-aturan generalisasi yang meru -pakan perpaduan atau
kombinasi dari berbagai konsep.
Sedangkan menurut Sagala (2003: 71) Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau
kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori.
Hal serupa diungkapkan oleh Dahar (1988: 96) yang menyatakan bahwa konsep adalah
suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-
kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.
Pendapat lain mengatakan :
Konsep diperoleh dari fakta fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan
berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Konsep
merupakan abstraksi dan ciri ciri dari sesuatu yang dapat mempermudah
komunikasi manusia untuk berpikir, dengan demikian tanpa adanya konsep belajar
akan sangat terhambat. (Ali, Muhammad 1985:54)
Konsep untuk mengaktifkan siswa belajar, bertalian dengan peristiwa pengajaran, seperti
mendapat perhatian siswa, menerangkan pengantar kembali prasyarat belajar, penyajian
bahan rangsangan, mempersiapkan bimbingan belajar dan lain lain, penerapannya
tergantung pada strategi guru.
Tujuan belajar konsep menurut Dahar (1988: 28) adalah menyediakan skema- skema
terorganisasi untuk mensimulasikan stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan
hubungan di dalam dan di antara kategori.
Menurut Slameto (1991: 137) apabila sebuah konsep telah dikuasai siswa ada dua
kemungkinan untuk menggunakannya yaitu :
1. Siswa dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah
2. Penguasaan suatu konsep memudahkan siswa untuk mempelajari konsep
konsep lain
Maka dengan adanya penguasaan konsep, siswa dapat memecahkan masalah dan
memudahkan siswa untuk dapat mempelajari konsep-konsep yang lain, sehingga hasil
belajar dapat optimal. Kemampuan seseorang menguasai suatu materi pelajaran bila
diurutkan dari tingkat terendah hingga yang tertinggi adalah
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan atau aplikasi (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Evaluasi (evaluation)
Kegunaan konsep dan prinsip antara lain adalah
1. Konsep konsep mengurangi kerumitan lingkungan
2. Konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek objek yang ada
disekitar kita
3. Konsep dan prinsip membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru,
lebih luas, dan lebih maju.
4. Konsep dan prinsip mengarahkan kegiatan instrumental
5. Konsep dan prinsip memungkinkan pelaksanaan pengajaran
6. Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda tetapi
sama.
Menurut Slameto (1995) mengajarkan konsep memerlukan perlakuan yang baik,
sehingga harus memperhatikan prosedur. Prosedur pengajaran konsep adalah
1. Tetapkan prilaku yang diharapkan diperoleh oleh siswa setelah
mempelajari konsep
2. Mengurangi banyaknya atribut yang terdapat dalm konsep yang
kompleks dan menadi atribut atribut penting dominan
3. Menyediakan mediator verbal yang berguna bagi siswa
4. Memberikan contoh yang positif dan yang negatif mengenai konsep
5. Menyajikan contoh-contoh
6. Sambutan siswa dan penguatan (reinforcement)
7. Menilai belajar konsep
C. Metode Pembelajaran
1. Metode Pembelajaran Bervariasi
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar me -
ngajar. Setiap metode yang digunakan guru disesuaikan dengan tujuan pembe-
lajaran. Setiap tujuan yang dirumuskan menghendaki penggunaan metode yang sesuai.
Untuk mencapai satu tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi bisa juga
menggunakan lebih dari satu metode. Dalam hal ini diperlukan peng- gabungan metode
mengajar, dengan begitu kekurangan metode yang satu dapat ditutupi oleh kelebihan
metode yang lain. Strategi metode mengajar yang saling melengkapi ini akan
menghasilkan hasil pengajaran yang lebih baik daripada penggunaan satu metode.
Menurut Djamarah dan Zaid (1997: 178):
Penggunaan metode akan menghasilkan kemampuan yang sesuai dengan
karakteristik metode tersebut. Kemampuan yang dihasilkan dalam metode
ceramah akan berbeda dengan kemampuan yang dihasilkan oleh metode diskusi,
demikian juga dengan penggunaan metode mengajar lainnya.
Tujuan variasi metode mengajar, adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses
belajar mengajar.
2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
4. Memberi kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual
5. Mendorong anak didik untuk belajar.
2. Macam-Macam Metode Pembelajaran.
2.1 Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode mengajar dengan cara menyajikan pelajaran melalui
penuturan lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa, dapat
menggunakan alat pembantu, terutama tidak untuk menjawab pertanyaan siswa
Kelebihan metode ceramah:
Kelemahan metode ceramah:
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada
apa yang dikuasai guru.
2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering
dianggap sebagai metode yang membosankan.
4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
1. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam
memberikan gagasan dan ide-ide.
2. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
3. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara
verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai
pendapat orang lain.
Kelemahan metode diskusi:
1. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang
memiliki keterampilan berbicara.
2. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi
kabur.
3. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
4. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang
tidak terkontrol.
Kelemahan metode eksperimen:
LKS digunakan sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat dijadikan satu pilihan
untuk mengajak siswa mengkonstruksi konsep. Alat bantu LKS ini mem-punyai
beberapa tujuan diantaranya dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
dan membantu siswa memperoleh dan mengembangkan konsep atau prinsip.
Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:
1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar
mengajar.
4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran
5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
LKS dapat menjadikan siswa lebih aktif selama pembelajaran berlangsung, serta dengan
pemberian LKS yang menuntun, mereka akan bergantung satu sama lain dalam
mengerjakannya, sehingga merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan
sosial siswa.
Melalui observasi dan diskusi dengan guru kimia kelas XI IPA SMAN 1 Natar diketahui
banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep larutan penyangga dan
hidrolisis garam sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan penentuan pH larutan.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hasil belajar kimia kelas XI IPA SMAN 1 Natar tahun
pelajaran 2005/2006 pada materi pokok tersebut yang tergolong masih rendah. Rata-rata
nilai kelas XI hanya mencapai 62, dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebanyak
60%, yang berarti belum mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan sekolah. Agaknya
salah satu sumber penyebab kegagalan mencapai ketuntasan belajar adalah proses
pembelajaran yang kurang mampu mengaktifkan siswa belajar.
Tidak ada belajar tanpa aktivitas, karena itu kegiatan pembelajaran harus menggunakan
strategi yang tepat sehingga penyajian materi pembelajaran menjadi lebih menarik, yang
tentunya akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar. Strategi pembelajaran
menentukan semua langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan agar dapat memberikan
pengalaman belajar secara maksimal kepada siswa.
Dewasa ini banyak metode maupun strategi yang tersedia yang diyakini dapat
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Guru harus mau melakukan refleksi pada
setiap akhir melakukan tes formatif, atau sekurang-kurang pada setiap akhir semester,
untuk melihat kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran teknik penyampaian materi pelajaran harus disesuaikan dengan materi
pelajaran yang dipelajari, di mana guru harus mampu memanfaatkan aneka sumber
belajar secara optimal. Variasi sumber belajar, metode dan strategi tentulah akan
meningkatkan minat siswa belajar, sekurang-kurangnya meningkatkan perhatiannya,
karena pengaruh sesuatu yang baru. Melalui kegiatan belajar yang bervariasi, guru dapat
memperhatikan perbedaan individu pada peran aktifnya dalam kegiatan pembelajaran.
Agar penyajian itu lebih menarik, guru harus memiliki kemampuan dalam
mengembangkan metode mengajarnya untuk meningkatkan minat dan aktivitas siswa
yang pada akhirnya siswa dapat menguasai konsep kimia dengan benar dan mendalam.
Berdasarkan hal itulah, salah satu upaya yang dipakai untuk meningkatkan penguasaan
konsep siswa digunakan metode pembelajaran yang bervariasi dengan pendekatan
konstruktivisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah seperti diuraikan di atas, dirumuskan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana peningkatan penguasaan konsep siswa pada sub materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam melalui pendekatan konstruktivisme dengan metode
pembelajaran bervariasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan peningkatan penguasaan konsep siswa pada sub materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam melalui pendekatan konstruktivisme dengan metode
pembelajaran bervariasi .
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, memberikan masukan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran kimia
dengan menerapkan metode pembelajaran bervariasi dengan pendekatan
konstruktivisme sebagai salah satu bentuk alternatif pembelajaran kimia dalam
meningkatkan penguasaan konsep siswa sehingga indikator pembelajaran dapat
tercapai.
2. Bagi siswa, mempermudah untuk menemukan dan memahami konsep larutan
penyangga dan hidrolisis garam.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA1 semester genap SMA Negeri 1
Natar tahun pelajaran 2006/2007.
2. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu materi pokok larutan
penyangga dan hidrolisis garam.
3. Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan pembelajaran, di mana
siswa sendiri yang membentuk pengetahuan berdasarkan pemikiran, gagasan, dan
pengalaman yang merupakan hasil konstruksi (bentukan) siswa itu sendiri.
4. Model pembelajaran bervariasi artinya pembelajaran yang menggunakan lebih
dari satu metode mengajar dalam setiap pertemuan, dalam penelitian ini
menggunakan campuranu metode ceramah, diskusi, eksperimen, dan latihan
berstruktur.
5. Metode diskusi adalah metode mengajar, di mana siswa dihadapkan kepada
suatu masalah yang biasa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
6. Metode eksperimen adalah metode mengajar dimana siswa melakukan suatu
percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil
percobaannya.
7. Metode latihan berstruktur adalah metode mengajar dengan memberikan
latihan-latihan berstruktur tentang apa yang dipelajari siswa sehingga memperoleh
suatu keterampilan tertentu.
8. LKS eksperimen adalah lembaran-lembaran yang berisi prosedur percobaan dan
pertanyaan yang disusun secara kronologis yang mengarahkan siswa agar dapat
menemukan, memahami, membandingkan, dan menyimpulkan hasil dari praktikum.
9. LKS noneksperimen adalah lembaran-lembaran yang berisi urutan-urutan
materi yang kronologis, disertai dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menggiring siswa untuk menemukan konsep dasar dari materi pokok larutan
penyangga.
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001: 3),
konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Kaitan konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah proses di mana siswa
sendirilah yang berperan aktif dalam menemukan sesuatu dan membangun pe
-ngetahuan berdasarkan konsep yang dimilikinya. Gagasan atau pemikiran-pemi- kiran
guru tidak dapat dipindahkan langsung kepada siswa, melainkan siswa yang harus aktif
membentuk pemikiran atau gagasan tersebut dalam otaknya. Penge- tahuan itu bukan
sesuatu yang tinggal ditemukan, melainkan diciptakan atau di-
bangun oleh orang yang sedang mempelajarinya. Jadi orang yang sedang belajar itu
membentuk pengertian.
Dalam pembelajaran yang konstruktivis, kebermaknaan dan pengertian merupa-
kan tujuan utama. Siswa harus dapat menunjukkan kemampuannya untuk meng -hasilkan
sesuatu (generate), menunjukkan suatu kinerja (demonstrate perfor-
mance) dan menunjukkan (exhibit) hasil karyanya untuk umum (Brooks & Brooks,
1993) bukan sekedar mengulang apa yang sudah diajarkan guru.
Dengan menghasilkan sesuatu (generate), berarti siswa mampu mencipta, me -rancang,
mendisain sesuatu yang baru dari hal-hal yang sudah diketahuinya. Dengan menunjukkan
suatu kinerja, berarti siswa mampu menerapkan hal-hal yang sudah dipelajarinya dalam
situasi yang berbeda. Dengan memamerkan
hasil karyanya, berarti siswa mampu mengevaluasi kemampuan dirinya.
Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu, agar siswa
mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa
dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik sifat
yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan
dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi
pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada
pengalaman yang lain (selective considence). Melalui “suka dan tidak suka”
inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi
pembentukan pengetahuan.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang bisa ditransfer dari orang yang mempunyai
pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan, pengetahuan tidak
dapat begitu saja dipindahkan, melainkan siswa harus mampu mengkons- truksi
pengetahuan lewat pengalaman-pengalaman mereka. Siswa harus mampu membentuk
pengetahuan dari struktur penerimaan konsep siswa sewaktu ber -interaksi dengan
lingkungannya. Lingkungan merujuk pada semua objek dan proposisinya yang kita
abstraksikan dari pengalaman dalam diri kita sendiri.
B. Penguasaan Konsep
Menurut Hamalik (2002: 161) pada dasarnya konsep adalah suatu kelas stimuli yang
memiliki sifat-sifat umum. Pengertian prinsip pada umumnya menunjukkan pada
hukum-hukum ilmiah, atuan-aturan generalisasi yang meru -pakan perpaduan atau
kombinasi dari berbagai konsep.
Sedangkan menurut Sagala (2003: 71) Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau
kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori.
Hal serupa diungkapkan oleh Dahar (1988: 96) yang menyatakan bahwa konsep adalah
suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-
kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.
Pendapat lain mengatakan :
Konsep diperoleh dari fakta fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan
berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Konsep
merupakan abstraksi dan ciri ciri dari sesuatu yang dapat mempermudah
komunikasi manusia untuk berpikir, dengan demikian tanpa adanya konsep belajar
akan sangat terhambat. (Ali, Muhammad 1985:54)
Konsep untuk mengaktifkan siswa belajar, bertalian dengan peristiwa pengajaran, seperti
mendapat perhatian siswa, menerangkan pengantar kembali prasyarat belajar, penyajian
bahan rangsangan, mempersiapkan bimbingan belajar dan lain lain, penerapannya
tergantung pada strategi guru.
Tujuan belajar konsep menurut Dahar (1988: 28) adalah menyediakan skema- skema
terorganisasi untuk mensimulasikan stimulus-stimulus baru dan untuk menentukan
hubungan di dalam dan di antara kategori.
Menurut Slameto (1991: 137) apabila sebuah konsep telah dikuasai siswa ada dua
kemungkinan untuk menggunakannya yaitu :
1. Siswa dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah
2. Penguasaan suatu konsep memudahkan siswa untuk mempelajari konsep
konsep lain
Maka dengan adanya penguasaan konsep, siswa dapat memecahkan masalah dan
memudahkan siswa untuk dapat mempelajari konsep-konsep yang lain, sehingga hasil
belajar dapat optimal. Kemampuan seseorang menguasai suatu materi pelajaran bila
diurutkan dari tingkat terendah hingga yang tertinggi adalah
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan atau aplikasi (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Evaluasi (evaluation)
Kegunaan konsep dan prinsip antara lain adalah
1. Konsep konsep mengurangi kerumitan lingkungan
2. Konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek objek yang ada
disekitar kita
3. Konsep dan prinsip membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru,
lebih luas, dan lebih maju.
4. Konsep dan prinsip mengarahkan kegiatan instrumental
5. Konsep dan prinsip memungkinkan pelaksanaan pengajaran
6. Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda tetapi
sama.
Menurut Slameto (1995) mengajarkan konsep memerlukan perlakuan yang baik,
sehingga harus memperhatikan prosedur. Prosedur pengajaran konsep adalah
1. Tetapkan prilaku yang diharapkan diperoleh oleh siswa setelah
mempelajari konsep
2. Mengurangi banyaknya atribut yang terdapat dalm konsep yang
kompleks dan menadi atribut atribut penting dominan
3. Menyediakan mediator verbal yang berguna bagi siswa
4. Memberikan contoh yang positif dan yang negatif mengenai konsep
5. Menyajikan contoh-contoh
6. Sambutan siswa dan penguatan (reinforcement)
7. Menilai belajar konsep
C. Metode Pembelajaran
Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar me -
ngajar. Setiap metode yang digunakan guru disesuaikan dengan tujuan pembe-
lajaran. Setiap tujuan yang dirumuskan menghendaki penggunaan metode yang sesuai.
Untuk mencapai satu tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi bisa juga
menggunakan lebih dari satu metode. Dalam hal ini diperlukan peng- gabungan metode
mengajar, dengan begitu kekurangan metode yang satu dapat ditutupi oleh kelebihan
metode yang lain. Strategi metode mengajar yang saling melengkapi ini akan
menghasilkan hasil pengajaran yang lebih baik daripada penggunaan satu metode.
Menurut Djamarah dan Zaid (1997: 178):
Penggunaan metode akan menghasilkan kemampuan yang sesuai dengan
karakteristik metode tersebut. Kemampuan yang dihasilkan dalam metode
ceramah akan berbeda dengan kemampuan yang dihasilkan oleh metode diskusi,
demikian juga dengan penggunaan metode mengajar lainnya.
Tujuan variasi metode mengajar, adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi proses
belajar mengajar.
2. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
3. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
4. Memberi kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual
5. Mendorong anak didik untuk belajar.
2. Macam-Macam Metode Pembelajaran.
2.1 Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode mengajar dengan cara menyajikan pelajaran melalui
penuturan lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa, dapat
menggunakan alat pembantu, terutama tidak untuk menjawab pertanyaan siswa
Kelemahan metode ceramah:
1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada
apa yang dikuasai guru.
2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering
dianggap sebagai metode yang membosankan.
4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
1. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam
memberikan gagasan dan ide-ide.
2. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
3. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara
verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai
pendapat orang lain.
Kelemahan metode diskusi:
1. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang
memiliki keterampilan berbicara.
2. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi
kabur.
3. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
yang direncanakan.
4. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang
tidak terkontrol.
Metode latihan berstruktur merupakan kombinasi dari metode latihan dan metode
pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kecakapan mental
dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya melalui latihan yang
dibuat secara berstruktur, sehingga mereka terlatih untuk berpikir secara lebih
sistematis, logis, teliti, dan teratur.
1) Metode Latihan
Metode latihan disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar
yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang digunakan
untuk memperoleh ketangkasan, ketepatan, kesempa-
tan, dan keterampilan.
Kelebihan metode latihan:
1. Untuk memperoleh kcakapan motoris, seperti menulis, melafalkan
huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat (mesin permaianan dan
atletik), dan terampil menggunakan pealatan olah raga.
2. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam perkalian,
menjumlah, pengurangan, pembagian, tanda-tanda (simbol), dan
sebagainya.
3. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat,
seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca
peta, dan sebagainya.
4. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan
serta kecepatan pelaksanaan.
5. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan
konsentrasi dalam pelaksanaannya.
6. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang
kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.
Kelemahan metode latihan:
1. Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak
dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
2. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
3. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang
merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
4. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena bersifat otomatis.
5. Dapat menimbulkan verbalisme.
(Menurut Djamarah dan Zaid (1996: 97))
LKS digunakan sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat dijadikan satu pilihan
untuk mengajak siswa mengkonstruksi konsep. Alat bantu LKS ini mem-punyai
beberapa tujuan diantaranya dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar
dan membantu siswa memperoleh dan mengembangkan konsep atau prinsip.
Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain:
1. Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
2. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar
mengajar.
4. Membantu guru dalam menyusun pelajaran
5. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
LKS dapat menjadikan siswa lebih aktif selama pembelajaran berlangsung, serta dengan
pemberian LKS yang menuntun, mereka akan bergantung satu sama lain dalam
mengerjakannya, sehingga merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan
sosial siswa.
Subyek dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA1 semester genap SMAN 1 Natar Tahun
Pelajaran 2006/2007, yang berjumlah 40 orang terdiri dari 25 siswa perempuan dan 15
siswa laki-laki.
Tes penguasaan konsep dilakukan setiap akhir pembelajaran sub materi pokok. Bentuk
tes adalah campuran esai dengan pilihan ganda. Tujuan menggunakan bentuk campuran
adalah untuk melihat tingkat pemahaman dan penerapan konsep serta dapat mencakup
materi secara lebih luas.
D. Indikator Kinerja
Indikator kinerja penelitian ini adalah :
Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar dari 65 lebih dari 60% dan rerata kelas
lebih dari 65.
E. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Melakukan observasi ke sekolah tentang masalah-masalah yang menyebabkan
rendahnya penguasaan konsep siswa pada pembelajaran kimia.
b. Menetapkan subyek penelitian.
c. Membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
d. Membuat LKS eksperimen dan LKS noneksperimen.
e. Membuat soal tes penguasaan konsep.
2. Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan sebanyak 16 kali pertemuan yang terdiri atas pembelajaran sub
materi pokok larutan penyangga 8 x 40 menit dan sub materi pokok hidrolisis garam 8 x
40 menit. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian adalah:
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA1 semester genap. Materi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah materi larutan penyangga dan hidrolisis garam. Dengan
menggunakan KTSP alokasi waktu pembelajaran 4 jam selama seminggu. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak 16 x 40 menit. Dalam setiap minggu tersedia waktu sebanyak 4 x
40 menit. Dengan demikian penelitian ini diselesaikan dalam4 minggu. Minggu pertama
dan kedua untuk pembelajaran sub materi pokok larutan penyangga, sedangkan minggu
ketiga dan keempat untuk sub materi pokok hidrolisis garam. Metode utama yang
digunakan yaitu, pada pertemuan pertama dan kedua dilakukan dengan metode
eksperimen, pertemuan ketiga dan keempat pembelajaran dilakukan dengan diskusi
menggunakan LKS, pada pertemuan kelima dan keenam, pembelajaran dilakukan dengan
metode latihan berstruktur kemudian pertemuan ketujuh dengan diskusi kelompok. Tes
formatif dilaksanakan pada pertemuan kedelapan. Demikian juga untuk sub materi pokok
hidrolisis garam.
Penguasaan konsep larutan penyangga
Selama proses pembelajaran ada dua siswa yang absent, satu pada saat melakukan
eksperimen dan satu lagi pada saat diskusi.Pada saat tes formatif semua siswa kelas X yan
menjadi objek penelitian dapat hadir. Rerata penguasaan konsep siswa adalah 74,95. Data
penguasaan konsep siswa dapat dilihat pada tabel 2 lampiran 1
Penguasaan konsep hidrolisis garam
Berbeda dengan pada pelaksanaan pembelajaran sub materi pokok larutan penyangga,
pada pembelajaran hidrolisis garam semua siswa dapat mengikuti kegiatan secara penuh.
Rerata penguasaan konsep siswa adalah 83,54. Data penguasaan konsep siswa dapat
dilihat pada tabel 3 lampiran 2
B. Pembahasan
Tahap Pra Tindakan
Pada tahap ini, peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 8 kelompok praktikan dari 40
siswa. Selain itu juga, peneliti menjelaskan kepada siswa tentang pembelajaran
konstruktivisme yang akan dilaksanakan, tugas dan kewajiban dalam setiap
pembelajaran.
Kegiatan Inti.
Pada 2 x 40 menit pertama siswa melakukan eksperimen disertai LKS Eksperimen untuk
menyelidiki, mengamati, dan mendiskusikan pengaruh penambahan sedikit asam, basa,
atau pengenceran terhadap larutan penyangga. Pada 2 x 40 menit kedua siswa
berdiskusikan bersama siswa disertai dengan LKS noneksperimen yang berisi data-data
untuk dianalisis, pertanyaan diskusi dari hasil analisis data, serta pertanyaan evaluasi
yang membantu siswa mengkonstruksi untuk menemukan konsep tentang komponen apa
saja yang terdapat pada larutan penyangga dan bagaimana prinsip kerja dari larutan
penyangga. Pada 2 x 40 menit ketiga siswa mengerjakan latihan disertai Tanya-jawab
Selanjutnya pada pertemuan keempat dilakukan evaluasi
Pada pertemuan selanjutnya, submateri pokok fungsi larutan penyangga dalam kehidupan
sehari-hari digunakan metode pembelajaran diskusi kelompok. Pada pertemuan
sebelumnya setiap kelompok diberikan tugas untuk mencari referensi tentang fungsi
larutan penyangga, diantaranya yaitu fungsi larutan penyangga dalam tubuh manusia
seperti darah, air ludah, urin. Kemudian fungsi larutan penyangga dalam aplikasinya
dilapangan seperti industri obat-obatan, tanaman.
Pembelajaran diawali dengan presentasi setiap kelompok kemudian kelompok
lain memberikan pertanyaan. Guru berperan dalam mengarahkan dan mengawasi
jalannya diskusi. Selanjutnya pada pertemuan keempat siklus II dilakukan evaluasi
Rerata nilai penguasaan konsep siswa pada siklus ini adalah 74,95 dengan kriteria baik
(Arikunto, 1999). Rerata nilai penguasaan konsep ini memenuhi target yang ditetapkan
peneliti. Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 sebanyak 29 atau 72,5% dan siswa yang
mendapat nilai ≤ 65 sebanyak 11 orang atau 27,5
Hasil penguasaan konsep siswa pada sub materi pokok hidrolisis garam meningkat
sebesar 9,61% dari materi pokok lartan penyangga. Berarti indikator keberhasilan pada
penelitian ini tercapai, yaitu jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 lebih dari 60%
danrerata kelas juga ≥ 65.
Pada saat submateri pokok menghitung pH larutan penyangga, guru telah
memberikan bimbingan berstruktur dalam menjawab contoh soal yang diberikan,
sehingga pada tahap di mana siswa belum mampu mengerjakan sendiri, sudah terlihat
mampu dan terbiasa dengan pola yang diberikan guru. Siswa sudah banyak diberikan
soal latihan baik yang dikerjakan di sekolah maupun di rumah, yang akan mendukung
penguasaan konsep materi secara keseluruhan. Pada saat pembelajaran dengan metode
diskusi kelompok, terlihat diskusi kurang berjalan efektif dan siswa tidak lagi
bersemangat dalam bertukar pendapat maupun beradu argumentasi. Kemungkinan
mereka sudah merasa cukup menguasai materi, karena seringnya pengulangan dan
banyaknya contoh dan tugas. Perasaan demikian tentu akibat kurangnya wawasan tentang
hakekat ilmu pengetahuan, yang luas dan mendalam.
Karena eksperimen sebelumnya baru beberapa kali mereka alami, dan kemungkinan
selama proses melakukan ekperimen kurang mendapat tuntunan, mereka pada awalnya
nampak kurang antusias untuk melakukan eksperimen. Namun setelah diminta
mengerjakan LKS, dan mengolah data yang diperoleh, mereka merasakan ada yang
kurang yang mereka lakukan selama bereksperimen. Kurangnya data dan ketidak telitian
mengamati dan mencatatnya, menyebabkan besarnya penyimpangan terhadap hasil yang
diharapkan. Memang tidak semuanya seperti itu, bagi yang mengikuti petunjuk, dan
menikmati indahnya eksperimen, mereka merasa puas dengan hasil yang mereka capai.
Mereka merasa telah berhasil menemukan dan menguji teori yang mereka baca atau
dengan dari gurunya.
Dengan penjelasan guru peneliti, bahwa kimia ditemukan dan berkembang berkat
eksperimen, bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada ilmu kimia (seperti sekarang ini)
tanpa eksperimen, maka pelaksanaan eksperimen pada pembahasan sub materi pokok
hidrolisis garam berlangsung lebih tertib dan memerlukan waktu yang lebih lama.
Dengan meningkatnya kesadaran melakukan eksperimen secara seksama pada sub materi
pokok hidrolisis garam, ternyata membuahkan hasil yang lebih baik, yaitu adanya
peningkatan jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 , dan rerata kelaspun juga
meningkat.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Rerata penguasaan konsep sub materi pokok larutan penyangga sebesar
74,95. Sedangkan rerata penguasaan konsep sub materi pokok hidrolisis garam
sebesar 83,54. Kedua sub materi pokok rerata penguasaan konsepnya ≥ 65.
2. Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 pada sub materi pokok larutan
penyanga sebanyak 33 orang atau = 82,5 %, sedangkan untuk sub materi pokok
hidrolisis garam sebanyak 38 orang atau = 95 %
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, disarankan:
1. Kepada guru bidang studi kimia dalam proses pembelajaran hendaknya
menggunakan pendekatan konstruktivisme dengan metode bervariasi.
2. Guru hendaknya terus meningkatkan kualitas praktikum, dan sebanyak
mungkin pembahasan materi pokok disertai dengan eksperimen
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 1985. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru: Bandung.
Anonim. 2005. Pengembangan Instrumen Dan Penilaian Ranah Afektif.
Depdikbud: Jakarta.
Anonim. 2005. Pengembanagan Instrument Dan Penilaian Ranah Psikomotorik.
Depdikbud: Jakarta.
Arikunto, S. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara :
Jakarta.
Dahar, R. W. 1988. Teori-Teori Belajar. Erlangga : Jakarta.
Djamarah, S. Bahri dan A. Zaid . 1996. Strategi Belajar Mengajar.
PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Johari dan Rachmawati. 2004. Kimia SMA untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Marheni. 2005. Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran kimia. (Modul
lokakarya peningkatan wawasan tentang model pembelajaran yang inovatif). FKIP
Universitas Lampung. Bandar Lampung