STABILITAS KEUANGAN
No. 9, September 2007
Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Indonesia
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambunganΔ.
Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Stabilitas Sistem Keuangan
Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8336
Fax : (+62-21) 351 8629
Email : BSSK@bi.go.id
Kajian Stabilitas Keuangan
I - 2007 2007 )
( No. 9, September
ii
Daftar Isi
iii
Daftar Tabel dan Grafik
Tabel Grafik
1.1 Indikator Ekonomi Dunia (Volume) 9 1.1 Perkembangan Suku Bunga Dunia 9
1.2 Perkembangan PDB Indonesia 10
2.1 Perkembangan Indeks Harga Beberapa Bursa 1.3 Ekspor Non Migas Indonesia 10
Regional 37 1.4 Impor Non Migas Indonesia 10
2.2 Perkembangan Indeks Harga Sektoral 37 1.5 Indeks Harga Saham Gabungan 10
2.3 Perkembangan Efisiensi Pasar Saham 38 1.6 Tingkat Bunga Riil Indonesia dan AS 10
1.7 Pergerakan Mata Uang Utama Dunia 11
3.1 Konsensus Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi 49 1.8 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 11
3.2 Persepsi Risiko Indonesia 49 1.9 Perkembangan Harga Minyak Dunia 12
3.3 Dampak Nilai Tukar terhadap Permodalan 1.10 Harga Beberapa Komoditas Utama Dunia 12
Konglomerasi 52 1.11 Perkembangan Suku Bunga dan Inflasi 12
1.12 Perkembangan Kredit Konsumsi 13
4.1 Perkembangan Nilai dan Volume Setelmen 1.13 Ekspektasi Konsumen 13
dalam Sistem BI-RTGS 59 1.14 Kinerja Keuangan Perusahaan Swasta
4.2 Transaksi APMK 60 Non Financial Go Public 13
4.3 Struktur dan Keanggotaan FSSK 64 1.15 NPL Kredit Modal Kerja dan Investasi 13
1.16 Pembiayaan dan Ekspansi Korporasi 14
Tabel Boks : 1.17 Tingkat Pengangguran 14
2.1.1 Perkembangan Financial Deepening Indonesia 42 1.18 Estimasi Output Gap 14
2.1.2 Perkembangan Financial Deepening Indonesia 42 1.19 Perkembangan DER dan Debt/TA 15
2.1.3 Real Rates of Returns di Indonesia 43 1.20 Neto Transaksi Asing: Saham dan SUN 15
iv
2.12 Pangsa Aktiva Produktif 25 2.44 Arus Kas Neto Perusahaan Pembiayaan 36
2.13 Pertumbuhan Jenis Penggunaan Kredit 26 2.45 Capital Inflows pada SUN-SBI-Saham 36
2.14 Pertumbuhan Jenis Penggunaan Kredit 26 2.46 Perkembangan Indeks Saham Bursa Regional 37
2.15 Kredit per Sektor Ekonomi 26 2.47 Perkembangan Indeks Sektoral 38
2.16 Non Performing Loan (NPL) 26 2.48 Transaksi Saham Investor Domestik-Asing 38
2.17 Perkembangan Nominal NPL 27 2.49 Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi 38
2.18 NPL Gross Per Kelompok Bank 27 2.50 Perkembangan Harga SUN 39
2.19 NPL Gross Per Sektor Ekonomi 27 2.51 Distribusi SUN Menurut Tenor 39
2.20 Pangsa NPL Menurut Sektor Ekonomi 27 2.52 Kepemilikan SUN 39
2.21 Pangsa NPL Menurut Jenis Penggunaan Kredit 28 2.53 Perkembangan Yield Tenor 20 Tahun 40
2.22 Perkembangan Nominal NPL Konsumsi 28 2.54 Perbandingan Volatilitas Harga Aset Keuangan 40
2.23 Perkembangan NPL Gross 28 2.55 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi 40
2.24 Nominal NPL Korporasi dan UMKM 29 2.56 Perkembangan Reksa Dana Per Jenis 41
2.25 NPL Gross Kredit UMKM dan Korporasi 29
2.26 Perkembangan Kurs dan NPL Valas 29 3.1 Kurva Yield 50
2.27 Perkembangan NPL Gross Valas 29 3.2 Profil Risiko Industri Perbankan dan Arahnya 50
2.28 Kredit, NPL dan PPAP 30 3.3 Financial Stability Index 51
2.29 Perkembangan Suku Bunga dan Nilai Tukar 30 3.4 Probability of Default Perusahaan Non Financial
2.30 Suku Bunga Kredit Per Kelompok Bank 31 Go Public 52
2.31 Maturity Profile Rupiah 31
2.32 Maturity Profile Valas 31 4.1 Aktivitas Transaksi Sistem Pembayaran
2.33 Perkembangan PDN (Overall) 32 Semester I 2007 59
2.34 SUN yang Dimiliki Perbankan 32
2.35 Perkembangan NII Perbankan 33 Grafik Boks :
2.36 Perkembangan Laba dan Asset Perbankan 33 1.1.1 Indeks Harga Rumah di Beberapa Negara 16
2.37 Komposisi Pendapatan Bunga Perbankan 33 1.1.2 Delinquency Rate SPM 16
2.38 ATMR, Modal dan CAR 34 1.1.3 Foreclosure Rate SPM 17
2.39 Rasio Tier 1 terhadap ATMR, dan CAR 34
2.40 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan 35 2.2.1. NPL & CAR Sebelum dan Sesudah Krisis 45
2.41 Perusahaan Pembiayaan 35 2.2.2. Perkembangan Kredit Valas 45
2.42 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Swasta
Nasional 35 3.1.1. Probability of Default √ Metode Barrier Option 55
2.43 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Patungan 35 3.1.2. Probability of Default √ Metode Option Biasa 55
v
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami menyambut gembira penerbitan Kajian
Stabilitas Keuangan (KSK) No.9 September 2007 ini. Kajian ini dinilai sangat penting dan tepat waktu mengingat pasar
keuangan global dewasa ini berkembang sangat dinamis dan cenderung terus bergejolak sehingga dampaknya terhadap
stabilitas keuangan domestik perlu dipahami secara baik. Kajian ini akan membantu untuk meningkatkan pemahaman
tentang betapa pentingnya memelihara stabilitas keuangan ditengah-tengah meningkatnya keterkaitan antara pasar
global dengan sektor keuangan domestik.
Sebagaimana halnya kajian-kajian sebelumnya maka kajian edisi ini akan menjelaskan perkembangan stabilitas
sistem keuangan Indonesia, sumber-sumber kerentanan dan risiko-risiko yang dihadapi, langkah-langkah mitigasi risiko,
serta prospek sistem keuangan ke depan. Di samping itu, kajian ini secara khusus akan menyoroti berbagai isu mutakhir
seperti krisis subprime mortgage dan kemungkinan terjadinya pembalikan arus modal (sudden reversal) yang dapat
memicu krisis seperti yang pernah terjadi tepat 10 tahun yang lalu. Masih dalam konteks menjaga stabilitas sistem
keuangan, kajian ini juga akan membahas pentingnya untuk segera memprioritaskan upaya-upaya peningkatan financial
deepening di Indonesia dewasa ini.
Dengan membahas isu-isu tersebut di atas, kajian ini diharapkan akan menjadi masukan berharga bagi para pelaku
bisnis pada sektor keuangan, pejabat-pejabat Pemerintah, akademisi dan pengamat ekonomi. Kajian ini diharapkan juga
dapat menggugah kepedulian semua pihak terkait agar bersama-sama secara proaktif memelihara stabilitas sistem
keuangan. Tanpa memiliki sistem keuangan yang stabil dan terjaga dengan baik, sulit bagi kita untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan mengatasi kemiskinan.
Akhirnya atas nama Dewan Gubernur, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Penyusun
dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan kajian
ini. Semoga hasil kerja keras ini dapat bermanfaat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan yang berkelanjutan.
DEPUTI GUBERNUR
BANK INDONESIA
Muliaman D. Hadad
vi
Gambaran Umum
Gambaran Umum
1
Gambaran Umum
2
Gambaran Umum
Gambaran Umum
1. SUMBER-SUMBER INSTABILITAS
1.1. Gejolak lingkungan eksternal terlihat pada krisis subprime mortgage yang melanda
Semakin terintegrasinya ekonomi domestik dengan beberapa negara akhir-akhir ini.
ekonomi dunia membuat Indonesia semakin rentan
terhadap berbagai gejolak pada lingkungan eksternal, baik 1.2. Tingginya ketergantungan terhadap
yang bersifat ekonomi dan non-ekonomi. Beberapa perbankan
pemicu gejolak adalah berlebihnya likuiditas dunia yang Perbankan masih mendominasi sektor keuangan
mendorong peningkatan arus modal berjangka pendek, Indonesia. Hal ini menimbulkan tingginya ketergantungan
masih adanya ketidakseimbangan global, dan kepada perbankan sebagai sumber pembiayaan
kecenderungan peningkatan harga minyak dunia. Gejolak pembangunan dan perekonomian. Ketergantungan yang
juga dapat muncul karena permasalahan yang melanda tinggi tersebut dapat mendatangkan kerawanan karena
sektor usaha tertentu pada suatu negara dapat menjalar gejolak yang melanda perbankan dapat dengan cepat
(contagion effect) ke negara-negara lain, sebagaimana mengganggu stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu,
3
Gambaran Umum
4
Gambaran Umum
terus menerus terhadap perkembangan sistem keuangan. dan perbankan negara-negara terkait juga dapat
Sehubungan dengan itu, efektivitas pemantauan terus berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan
ditingkatkan melalui pengembangan berbagai metodologi Indonesia.
dan stress test untuk mengukur risiko dan ketahanan Dari sisi internal, diperlukan kewaspadaan terhadap
sistem keuangan. Diskusi dengan pelaku pasar dan tukar dampak persiapan menjelang Pemilu terhadap aktivitas
pendapat dengan para akademisi terus dilakukan untuk bisnis dan perkembangan risiko pada sektor keuangan,
mempertajam analisis tentang potensi instabilitas dalam terutama karena kondisi keamanan yang tidak kondusif
sektor keuangan. dapat memicu terjadinya capital outflows. Kewaspadaan
juga diperlukan karena ke depan, perbankan sebagai
2.4. Meningkatkan Financial Deepening industri yang mendominasi sektor keuangan, akan
Untuk mengurangi kerawanan yang ditimbulkan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan, antara
oleh tingginya ketergantungan terhadap industri lain penyelesaian restrukturisasi kredit, perbaikan
perbankan, maka peningkatan financial deepening manajemen risiko dan sistem informasi kredit, sinkronisasi
(pendalaman keuangan) perlu segera dilakukan. antara upaya peningkatan fungsi intermediasi dengan
Peningkatan financial deepening akan mendorong upaya penurunan risiko kredit, pengembangan rencana
pertumbuhan kegiatan usaha keuangan non-bank, kontinjensi untuk mengurangi risiko operasional,
memperbanyak alternatif instrumen keuangan, serta peningkatan efektivitas pengendalian internal dan tata
meningkatkan akses masyarakat miskin dan terkebelakang kelola usaha, dan pemenuhan ketentuan modal inti
terhadap produk dan jasa keuangan. minimum bank sebesar Rp80 milyar pada akhir tahun 2007
dan sebesar Rp100 milyar pada akhir tahun 2010.
3. PROSPEK STABILITAS SISTEM KEUANGAN Sementara itu, hasil stress test yang dilakukan untuk
Secara keseluruhan, risiko sistem keuangan pada mengukur risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar
semester I 2007 relatif terkendali dengan arah yang stabil menunjukkan bahwa perbankan memiliki ketahanan yang
sejalan dengan stabilitas moneter dan perbaikan kondisi memadai terhadap berbagai guncangan akibat perubahan
perekonomian. Adanya kekhawatiran tentang sudden variabel makroekonomi. Selanjutnya, hasil stress test
reversal arus modal berjangka pendek, serta kemungkinan sederhana terhadap beberapa konglomerasi/korporasi
contagion effect dari krisis subprime mortgage yang terjadi besar yang mendapatkan pinjaman dalam valuta asing
di beberapa negara lainnya akhir-akhir ini ternyata tidak mengindikasikan bahwa mereka relatif cukup tahan
menimbulkan gangguan yang cukup berarti pada terhadap gejolak risiko nilai tukar. Meskipun hasil estimasi
ketahanan sistem keuangan Indonesia. Ke depan, faktor menunjukkan bahwa jumlah perusahaan non financial go
eksternal yang berpotensi mempengaruhi ketahanan public yang memiliki probability of default (PD) lebih dari
sistem keuangan Indonesia meliputi pertumbuhan 0,5 akan mengalami sedikit peningkatan, namun
ekonomi dunia yang melambat, potensi lonjakan harga pembentukan cadangan dan kuatnya permodalan bank
minyak dunia, dan arus modal masuk berjangka pendek. diperkirakan dapat mencegah hal tersebut menjadi sumber
Selain itu, efektivitas langkah-langkah penyelesaian krisis instabilitas. Secara keseluruhan prospek sektor keuangan
subprime mortgage yang dilakukan oleh otoritas moneter ke depan akan tetap stabil dan cukup terkendali.
5
Gambaran Umum
6
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Bab 1
Kondisi Makroekonomi
7
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
8
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Tabel 1.1
1.1. KONDISI MAKRO EKONOMI
Indikator Ekonomi Dunia (Volume)
Selama semester I 2007 perekonomian global %
Proyeksi
dihadapkan pada tekanan perlambatan pertumbuhan Kategori 2005 2006
2007 2008
ekonomi, serta permasalahan kredit macet sektor properti World Output 4,9 5,5 5,2 5,2
Advanced Economies 2,6 3,1 2,6 2,8
(subprime mortgage) dalam beberapa waktu terakhir.
United States 3,2 3,3 2,0 2,8
Dalam upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi Amerika Emerging & Developing Countries 7,5 8,1 8,0 7,6
turun.
Seiring dengan berlangsungnya proses pemulihan Grafik 1.1
Perkembangan Suku Bunga Dunia
ekonomi AS, perekonomian global mengindikasikan proses Persen
7,0
penyesuaian ketidakseimbangan menuju skenario soft SIBOR LIBOR
6,0 ECB FFR
landing sebagai dampak dari peningkatan fleksibilitas
5,0
2,0
di Eropa dan Jepang. Upaya koreksi ketidakseimbangan
1,0
1 Perkembangan terakhir, pada tanggal 18 September 2007, The Fed menurunkan Fedfund 0
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
rate 50 basis points (bps) sehingga menjadi 4,75%.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
9
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Grafik 1.4
global tersebut mendorong berlanjutnya ekspansi ekonomi
Impor Non Migas Indonesia
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Juta USD
8.000
Agriculture, Hunting and Fishing Mining and Quarrying
Peningkatan ekspansi ekonomi Indonesia dapat 7.000 Manufacturing Total
5.000
semester I 2007 tumbuh semakin kuat dengan laju inflasi
4.000
2.000
Triwulan I 2007 mencapai 6,0% (y-o-y) dan kemudian
1.000
meningkat menjadi 6,1% (y-o-y) pada Triwulan II 2007. 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
triwulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar menopang surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
5,0% (y-o-y). Akselerasi pertumbuhan ekonomi selama sebesar USD3,7 miliar. Dengan perkembangan ini, pada
Triwulan II 2007 terutama didukung oleh peningkatan akhir Juni 2007 cadangan devisa meningkat menjadi
konsumsi swasta dan ekspor, terutama ekspor dari sektor sebesar USD50,9 miliar.
manufaktur, seiring membaiknya daya beli masyarakat dan Sementara itu, kondisi ekonomi AS yang belum stabil
masih tingginya permintaan dunia. Neraca transaksi dan diikuti keputusan menahan rencana kenaikan tingkat
berjalan diperkirakan surplus USD1,2 miliar yang bunga The Fed, mendorong terjadinya pengalihan investasi
6,30 2.000
6,00
5,87
5,22 4,96 1.500
4,00 4,39
4,12
1.000
2,00
500
- 0
T-I T-II T-III T-IV T-I T-II T-III T-IV T-I T-II T-III T-IV T-I T-II T-III T-IV T-I T-II T-III T-IV T-I T-II Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
8.000 4.00
7.000
2.00
6.000
5.000 -
4.000 (2.00)
3.000
(4.00)
2.000
1.000 (6.00)
Indonesia AS
0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
(8.00)
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
Agriculture, Hunting and Fishing Mining and Quarrying
Manufacturing Total
10
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
regional dan internasional yang meningkat cukup 10.500 Berlakunya harga BBM
baru & Bom Bali II 1 Okt 2005
10.000
signifikan. Pada semester I 2007 pasar saham regional Asia 9.500
9.000
Tenggara mengalami bullish yang lebih tajam dibandingkan 8.500
FFR 5% (10 Mei 2006)
8.000 BI-rate 12,50% (9 Mei 2006)
semester sebelumnya.
7.500
11
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Indonesia dari stabil menjadi positif oleh lembaga 1.2. KONDISI SEKTOR RIIL
pemeringkat internasional (Fitch Rating dan Moody»s) pada Membaiknya berbagai indikator makroekonomi
awal semester I 2007 bersama-sama dengan penurunan memberi keyakinan akan tercapainya sasaran inflasi ke
premi swap dan stabilnya yield spread menunjukkan depan sehingga membuka ruang untuk dilakukannya
terjaganya faktor risiko dalam negeri. Secara keseluruhan, penurunan BI-Rate hingga ke level 8,25% sampai dengan
hal ini memberikan sentimen positif terhadap Indonesia akhir semester I 2007. Penurunan BI-Rate tersebut sesuai
sehingga meskipun terdapat peningkatan tekanan volatilitas dengan ekspektasi pelaku pasar sehingga memberikan
pasar keuangan global, perekonomian dan sektor keuangan sentimen positif terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
domestik masih tetap terjaga dengan baik. Di tengah-tengah pergerakan nilai tukar rupiah yang relatif
Ke depan, tekanan risiko pasar terutama yang berasal stabil dengan kecenderungan menguat, penurunan BI-Rate
dari volatilitas pasar saham global dan regional diperkirakan mulai diikuti oleh suku bunga domestik lainnya, terutama
masih cukup besar. Selain itu, potensi kembali terjadinya suku bunga deposito 1 bulan yang pada akhir Juni 2007
lonjakan harga minyak dunia, serta potensi tekanan inflasi berada pada level 7,46% atau turun 150 bps dibandingkan
akibat kenaikan harga komoditas dunia juga masih terbuka posisi akhir Desember 2006. Sementara itu, pada periode
lebar. Hal-hal ini perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan yang sama, suku bunga kredit modal kerja, investasi dan
tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan. konsumsi turun lebih lambat, masing-masing sebesar 119
bps, 111 bps dan 67 bps sehingga menjadi sebesar
Grafik 1.9
13,88%, 13,99% dan 16,91%.
Perkembangan Harga Minyak Dunia
Meskipun penurunan BI-Rate masih ditransmisikan
USD/ barrel
80,00
WTI Spot Price
secara terbatas terhadap suku bunga kredit tetapi trend
70,00 Future 3 bln
Future 6 bln
penurunan suku bunga serta membaiknya berbagai
60,00
indikator makroekonomi mulai menumbuhkan keyakinan
50,00
konsumen ( demand ) dan meningkatkan optimisme
40,00
produsen (supply) terhadap perbaikan perekonomian.
30,00
Dari sisi demand, meskipun terbatas, konsumsi
20,00
Jun
2003
Des Jun
2004
Des Jun
2005
Des Jun
2006
Des Jun
2007
swasta menunjukkan trend yang meningkat dan berada
200
15
150
10
100
50 5
Suku Bunga Kredit Modal Kerja
Suku Bunga Kredit Konsumsi Inflasi
0 0
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
2003 2004 2005 2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
12
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
2005
Grafik 1.13 2006
180
Persen
160
140 2005 2006
120
Current Ratio 1,27 1,21
100
ROA (Return on Assets) 0,06 0,06
80
ROE (Return on Equity) 0,15 0,17
60
ITO (Inventory Turn Over) 0,18 0,16
40 Penghasilan
Ekonomi Sales to Total Asset 0,87 0,78
20
Ketersediaan Lapangan Kerja
0
DER (Debt Equity Ratio) 1,53 1,52
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Mei
2003 2004 2005 2006 2007
pada fase ekspansi. Selain sebagai akibat dari penurunan Membaiknya kinerja korporasi menimbulkan
suku bunga, peningkatan konsumsi swasta juga didukung dampak positif terhadap sektor keuangan karena dapat
oleh peningkatan daya beli masyarakat. Kondisi ini antara mendorong meningkatnya kemampuan pembayaran
lain ditunjukkan oleh meningkatnya pertumbuhan kredit kembali kredit. Sejalan dengan hal tersebut, persentase
konsumsi setelah mengalami tekanan berat akibat dan nominal Non Performing Loans (NPL) kredit modal
kenaikan harga BBM pada Oktober 2005. Selain itu, kerja dan kredit investasi cenderung menurun pada
beberapa indikator ekonomi juga mengindikasikan adanya semester I 2007.
peningkatan konsumsi swasta seiring mulai meningkatnya Grafik 1.15
NPL Kredit Modal Kerja dan Investasi
ekspektasi terhadap penghasilan, ekonomi dan
Persen
18
ketersediaan lapangan kerja.
16
Sementara dari sisi supply, sejalan dengan kondisi 14
12
makroekonomi yang cukup mendukung, kinerja keuangan
10
13
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
-0,5 0,0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Grafik 1.18
Estimasi Output Gap
Kecenderungan pembiayaan korporasi dengan
0,1
sumber dana internal juga dapat diamati dari relatif Akselerasi
output gap
0,05 menuju titk nol
melambat
tingginya rasio modal sendiri terhadap total aset pada 0
-0,1
tersebut menggambarkan semakin membaiknya kondisi Periode output gap
-0,10 menyempit menuju titik nol
14
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
-4,00 8200
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2005 2006
Grafik 1.19
Perkembangan DER dan Debt/TA
Ke depan, agar perekonomian dapat bergerak lebih
Persen
90 9 dinamis diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk
80 TL/TA (kiri)
8
DER (kanan) mengatasi kendala-kendala yang ada di sektor riil. Dengan
70 7
60 6 demikian, membaiknya indikator makroekonomi akan
50 5
40 4
benar-benar diikuti oleh membaiknya perkembangan di
30 3 sektor riil sehingga akan meningkatkan ketahanan
20 2
10 1
perekonomian dan sektor keuangan domestik terhadap
0 -
2003 2004 2005 2006 vulnerabilitas sektor eksternal.
15
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
-10,0
merupakan ARM, yaitu mortgage loans yang suku
-20,0
bunganya dapat disesuaikan setelah periode tertentu
-30,0
sesuai dengan perubahan tingkat risiko di pasar. US UK Australia S Korea HK Thailand
-40,0
SPM tumbuh pesat (booming) di AS sejak 2003. T-IV T-III T-II T-I T-IV T-III T-II T-I T-IV T-III T-II T-I T-IV T-III T-II T-I T-IV T-III T-II T-I
92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
Sejalan dengan pesatnya perkembangan sektor
perumahan di AS waktu itu, permintaan terhadap SPM membayar debitur SPM sehingga menimbulkan kredit
meningkat tajam. Lembaga keuangan memanfaatkan macet. Negara-negara lain yang juga menjalankan
peluang bisnis ini dan kemudian mengembangkan bisnis SPM, mengalami pengalaman yang sama
sekuritisasi terhadap SPM. Maraknya sekuritisasi telah dengan AS.
mendukung perkembangan pasar sekunder SPM, baik Pada sisi lain, lesunya pasar properti telah
di negara-negara maju maupun di emerging countries mengubah ekspektasi dan persepsi terhadap risiko dari
seperti Amerika Latin, Eropa Timur, dan Asia (tidak kreditur SPM. Untuk mengantisipasi risiko yang lebih
termasuk Indonesia). Selain itu, berbagai instrumen besar, mereka melakukan penyesuaian suku bunga
derivatif berbasis SPM juga semakin diminati investor. SPM dan menetapkan marjin yang jauh lebih tinggi.
Pesatnya perkembangan pasar sekunder SPM Hal ini justru semakin mempersulit debitur SPM untuk
mendorong kenaikan permintaan SPM oleh para melunasi hutangnya sehingga mendorong
debitur yang umumnya merupakan investor properti peningkatan delinquency rate ARM dari 14,5%
yang membeli rumah untuk dijual kembali dengan (Desember 2006) menjadi 16% (Maret 2007),
harapan memperoleh keuntungan dari meningkatnya meskipun delinquency rate FRM relatif tetap 10%.
harga rumah. Terus berlanjutnya kenaikan harga
Grafik Boks 1.1.2
properti di AS saat itu mampu mengubah persepsi dari
Delinquency Rate SPM
kreditur tentang risiko kredit dari SPM. Kreditur Persen
18
cenderung meyakini bahwa risiko kredit dari SPM relatif Total Sub-Prime FRM ARM
16
rendah karena tingginya ekspektasi tentang 14
2
menguntungkan karena tekanan perlambatan ekonomi
0
AS berdampak pada menurunnya kemampuan T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I
2002 2003 2004 2005 2006 2007
16
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
Memburuknya kinerja SPM juga tercermin pada meningkatnya kebutuhan likuiditas di pasar global
meningkatnya foreclosure rate baik untuk SPM yang karena tekanan krisis SPM telah mempengaruhi
menunggak s.d. 90 hari ( Starting Delinquency ), kinerja pasar keuangan emerging markets yang
maupun untuk SPM yang menunggak lebih dari 90 sebagian besar didukung oleh aliran dana masuk dari
hari (Serious Delinquency). Foreclosure rate untuk luar (inflows).
Starting Delinquency dan Serious Delinquency masing- Di pasar keuangan Indonesia, tekanan likuiditas
masing meningkat dari 2,0% dan 7,8% (Desember pasar global telah menimbulkan aliran dana ke luar
2006) menjadi 2,4% dan 8,3% (Maret 2007). ( outflows ), tercermin pada turunnya jumlah
penanaman investor asing terutama pada SUN dan
Grafik Boks 1.1.3 SBI. Telah tingginya keuntungan yang diperoleh dari
Foreclosure Rate SPM
Persen penanaman pada SUN dan SBI serta mengecilnya
14
Total Sub Prime Serious Delinquency Starting Delinquency
potensi keuntungan dari penanaman pada SUN
12
mendorong investor asing untuk merealisasikan profit
10
dan mengalihkan penanaman pada pasar global
8
terutama dalam bentuk aset-aset yang berdenominasi
6
dollar AS. Hal ini kemudian mendorong pelemahan
4
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa
2
waktu terakhir.
0
T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I T - III T-I Sementara itu, data yang ada menunjukkan
2002 2003 2004 2005 2006 2007
bahwa perbankan Indonesia tidak ada yang
Penurunan kualitas kredit SPM ternyata melakukan penanaman langsung pada SPM sehingga
berdampak luas dengan kerugian terbesar terutama terhindar dari dampak langsung krisis SPM. Hal ini
dialami oleh para investor di pasar sekunder yang terutama karena ketentuan perbankan mewajibkan
melakukan penanaman pada sekuritas berbasis SPM bank menggolongkan penanaman pada surat
maupun derivatif-nya. Peningkatan delinquency rate berharga berperingkat rendah (non-investment grade)
dan foreclosure rate SPM menjadi sentimen negatif sebagai non-performing. Namun, potensi kerugian
yang mendorong investor untuk melakukan dapat muncul dari aksi jual SUN oleh investor asing
redemption secara besar-besaran dan bersamaan. yang mengakibatkan jatuhnya harga SUN. Akan tetapi,
Akibatnya, sejumlah hedge funds melakukan karena penurunan harga SUN yang ditimbulkan oleh
likuidasi sehingga memicu peningkatan kebutuhan krisis SPM ini masih tergolong kecil (sekitar 2% selama
likuiditas di pasar global. Juli √ Agustus 2007), potensi kerugian terhadap bank
Di emerging markets , dengan relatif yang memiliki portfolio SUN juga kecil. Selain itu,
rendahnya eksposur penanaman lembaga berdasarkan hasil stress test, penurunan harga SUN
keuangan pada instrumen berbasis SPM, baru akan berdampak terhadap permodalan (CAR)
diperkirakan dampak kerugian relatif lebih kecil dan bank apabila terdapat penurunan harga sebesar 20%
tidak signifikan. Relatif tingginya permodalan atau lebih. Dengan demikian, secara keseluruhan krisis
lembaga keuangan di sebagian emerging markets, SPM diperkirakan tidak akan mengganggu stabilitas
juga dapat mengurangi kekhawatiran. Namun, sistem keuangan.
17
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil
18
Bab 2 Sektor Keuangan
Bab 2
Sektor Keuangan
19
Bab 2 Sektor Keuangan
20
Bab 2 Sektor Keuangan
2.1. STRUKTUR SEKTOR KEUANGAN Pangsa total aset perusahaan sekuritas dalam sistem
Sektor keuangan Indonesia terdiri dari perbankan keuangan menunjukkan peningkatan yang cukup
umum dan bank perkreditan rakyat, serta industri signifikan, yaitu dari 1,0% pada 2005 menjadi 3,7% pada
keuangan non-bank, yaitu asuransi, dana pensiun, 2006. Kenaikan pangsa total aset perusahaan sekuritas
perusahaan pembiayaan, sekuritas dan pegadaian. Dengan ini diimbangi oleh penurunan pangsa total aset perbankan
pangsa mencapai sekitar 80% dari total aset seluruh sistem dan perusahaan pembiayaan. Pada satu sisi, kenaikan ini
keuangan, perbankan tetap mendominasi sektor menunjukkan hal yang positif karena dapat mengurangi
keuangan. Hal ini mencerminkan tingginya ketergantungan kepada industri perbankan. Namun,
ketergantungan kepada perbankan sebagai sumber pada sisi lain diperlukan peningkatan kemampuan
pembiayaan perekonomian dan pembangunan. pengendalian risiko yang lebih baik dalam internal
Sementara itu, bank-bank besar masih terus mendominasi perusahaan sekuritas, disamping pengawasan eksternal
industri perbankan, dengan pangsa sekitar 69% dari total yang lebih memadai oleh otoritas pengawasan yang
aset perbankan. Oleh karena itu, stabilitas sistem keuangan berwenang agar perkembangan positif tersebut
Indonesia sangat dipengaruhi oleh perilaku risiko (risk bermanfaat bagi perekonomian dan tidak
behavior) dari bank-bank besar. membahayakan stabilitas sistem keuangan.
21
Bab 2 Sektor Keuangan
Grafik 2.1
sebelumnya menunjukkan bahwa perbankan dapat
Aset Lembaga Keuangan
mengelola likuiditas dengan baik, ke depan perbankan
% dari Total Aset Sektor Keuangan
100 1,0 3,7
perlu terus menjaga agar kesenjangan masa jatuh tempo
80
Pegadaian sumber dana ini tidak berkembang menjadi permasalahan
Persahaan Sekuritas
60 Perusahaan yang mengganggu kondisi likuiditas bank.
Pembiayaan
Dana Pensiun
40 80,6 Perusahaan Asuransi 80,1
BPR
Bank Umum Kecukupan Likuiditas
20
Kondisi likuiditas perbankan selama semester I 2007
0
2005 2006 relatif terkendali. Hal ini terlihat antara lain dari rasio antara
Sumber: BI dan sumber lainnya
Grafik 2.2 0 60
Des Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Struktur Pendanaan dan Penempatan Bank 2005 2006 2007
22
Bab 2 Sektor Keuangan
PUAB sore
220
1.125
9
210
PUAB pagi
1.100 DPK Rupiah (kiri)
200
6
PUAB Va DN
1.075
PUAB Va LN DPK Valas 190
3 1.050 180
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2007 2006 2007
transaksi overnight (O/N) cenderung berfluktuasi pada perbankan. Dibandingkan dengan posisi akhir semester
kisaran 4% s.d. 10%. PUAB juga sempat beberapa kali sebelumnya, terdapat kenaikan sebesar Rp66,8 triliun atau
ketat terutama pada saat menghadapi kebutuhan likuiditas 5,2%. Sementara itu, DPK valas bertumbuh lebih besar
yang cukup besar, seperti pembayaran pajak tahunan pada dibandingkan dengan DPK rupiah, sehingga pangsa DPK
akhir bulan Maret dan penarikan uang kartal oleh valas terhadap total DPK perbankan meningkat dari 15,0%
masyarakat. Akibatnya, suku bunga O/N pernah mencapai menjadi 16,5%.
angka tertinggi sebesar 29% pada 22 Maret 2007. Namun,
dengan pengelolaan likuiditas yang cukup baik oleh Grafik 2.7
Perkembangan DPK Valas
perbankan, antara lain melalui pemanfaatan fasilitas SBI
USD Miliar Rp Triliun
Repo dan Fine Tune Expansion (FTE), kondisi PUAB tetap 25 240
terkendali. 24
dalam USD
(skala kiri) 220
23
Struktur Dana Pihak Ketiga
22 dalam Rupiah
Meskipun dengan tingkat pertumbuhan yang (skala kanan) 200
21
cenderung melambat, DPK perbankan selama semester I
20 180
2007 terus meningkat sehingga pada akhir Juni 2007 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2006 2007
mencapai Rp1.353,7 triliun atau 76,4% dari total aset
Deposito (kanan)
625 5
360
620 0
340 Giro
Tabungan 615 -5
RP Va
320 610 -10
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul-Jun Nov-Okt Mar-Feb Jul-Jun
2006 2007 2006 2007
23
Bab 2 Sektor Keuangan
Selama semester I 2007, DPK dalam denominasi valas DPK yang demikian ini sangat rentan terhadap penarikan
meningkat sebesar USD3,16 miliar. Peningkatan tersebut dana secara tiba-tiba, terutama apabila dilakukan oleh
terjadi hampir merata pada semua kelompok bank untuk nasabah besar. Untuk memitigasi risiko likuiditas ini,
semua jenis DPK (giro, deposito dan tabungan). Secara perbankan melakukan penanaman dana pada aset-aset
nominal, peningkatan terbesar terdapat pada giro dan yang likuid dan berisiko rendah. Akibatnya, selama
diikuti oleh deposito, sementara pertumbuhan tertinggi semester I 2007, kepemilikan SBI oleh perbankan
terdapat pada tabungan. Penyebab peningkatan DPK valas meningkat sebesar 12,9%.
tersebut antara lain karena sebagian anggota masyarakat
menilai bahwa penempatan dana dalam bentuk valas Dampak Penurunan Skim Penjaminan Terbatas
terutama deposito lebih menguntungkan. Selain itu, Diberlakukannya skim penjaminan terbatas
khusus mengenai tabungan valas, peningkatannya juga maksimum Rp100 juta per nasabah per bank sejak 22
dipicu oleh pemberlakuan PBI No.9/4/2007 tanggal 26 Maret 2007 tidak berpengaruh signifikan terhadap DPK
Maret 2007 yang mencabut pelarangan penerimaan perbankan. Minat masyarakat untuk menginvestasikan
tabungan valas. dananya di perbankan masih tetap tinggi yang terlihat dari
Meskipun DPK perbankan menunjukkan peningkatan DPK pada semua kelompok bank. Hal ini
perkembangan yang positif, namun masih terdapat hal- sekaligus mengindikasikan bahwa penurunan penjaminan
hal yang berpotensi meningkatkan risiko likuiditas, tidak mengakibatkan terjadinya migrasi dana dari bank
khususnya yang berkaitan dengan struktur DPK yang yang dianggap kurang aman ke bank yang dianggap lebih
kurang berimbang, yakni masih terkonsentrasi pada dana aman (flight to safety).
jangka pendek, deposan besar dan dimiliki oleh
Grafik 2.10
perorangan. Sampai dengan akhir semester I 2007, DPK Perkembangan DPK terkait Penjaminan
Rp Triliun
berjangka pendek (giro, tabungan, dan deposito sampai 600
Rp100 juta mencakup 78% dari total DPK meskipun hanya 300
s.d 3 bln > 3 bln pemecahan rekening nasabah ke dalam nominal yang lebih
jangka waktu (93,2%) (6,8%)
kecil, juga tidak terbukti. Sejak pemberlakuan skim
kepemilikan
Perorangan Lainnya penjaminan terbatas tersebut, jumlah rekening nasabah
(54,8%) (42,5%)
24
Bab 2 Sektor Keuangan
berdasarkan sebaran rekening nasabah, persentase periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya
rekening dengan nominal kurang dari Rp100 juta juga mencapai 3,7%. Secara y-o-y pertumbuhan kredit per Juni
tidak mengalami kenaikan. Secara keseluruhan, hal-hal ini 2007 tercatat sebesar 19,4%, atau lebih baik dari tahun
menunjukkan bahwa penurunan skim penjaminan tidak sebelumnya sebesar 14%. Namun demikian, pencapaian
menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap target kredit sampai dengan semester I 2007 masih di bawah
perbankan, sekaligus mengindikasikan bahwa kepercayaan rencana bisnis bank, meskipun dengan deviasi yang relatif
masyarakat terhadap sistem perbankan Indonesia sudah kecil, yaitu Rp0,3 triliun. Dengan tingkat pertumbuhan DPK
semakin meningkat. Meningkatnya kepercayaan tersebut yang lebih lambat dibandingkan tingkat pertumbuhan
sangat diperlukan dalam menjaga stabilitas sistem kredit, LDR perbankan meningkat dari 64,7% per Desember
keuangan. 2006 menjadi 66,8% per Juni 2007. Sementara itu,
kelebihan dana yang dimiliki perbankan umumnya
2.2.2. Perkembangan dan Risiko Kredit ditanamkan dalam SBI/Fasbi dan surat-surat berharga.
Perkembangan Kredit Namun demikian, preferensi penempatan bank
Selama semester I 2007 jumlah kredit perbankan dalam SBI/Fasbi cenderung menurun, terlihat dari
terus meningkat, namun dengan tingkat pertumbuhan penurunan pangsanya terhadap total aktiva produktif dari
yang relatif masih rendah, yaitu sebesar 8,5% atau naik 14,0% menjadi 13,7%, meskipun secara nominal
Rp71,1 triliun dibandingkan posisi akhir 2006. Tingkat jumlahnya naik sebesar Rp6,5 triliun. Sementara itu,
pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan dengan kepemilikan surat berharga korporasi oleh perbankan
cenderung meningkat walaupun masih relatif rendah,
Grafik 2.11
Pertumbuhan Kredit sedangkan untuk surat berharga pemerintah cenderung
Persen
25 menurun. Hal ini menyebabkan menurunnya porsi
20 y-o-y
penempatan bank pada surat-surat berharga dari 22,0%
15
menjadi 20,8%.
10 y-t-d
Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi pada
5
Triwulan II 2007 turut mempengaruhi perkembangan
0
kredit perbankan dimana penyaluran kredit dalam valuta
-5
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul asing menurun, sedangkan kredit Rupiah meningkat.
2006 2007
Namun demikian, pada Juni 2007 kredit dalam valuta asing
Grafik 2.12
Pangsa Aktiva Produktif tumbuh cukup tinggi (9,1%) sejalan dengan pelemahan
Persen
0,4 0,4
kembali nilai tukar rupiah.
100 10,1 10,1
Penyertaan Trend penurunan suku bunga kredit belum langsung
22,0 20,8
Antar Bank
75 direspon dengan kenaikan setiap jenis kredit perbankan.
14,0 13,7
SSB+Tagihan Lain
50 SBI & Fasbi Dalam 13 bulan terakhir penurunan suku bunga Kredit
Kredit
53,5 55,1 Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing
25
25
Bab 2 Sektor Keuangan
Namun demikian, khusus untuk KMK, meskipun Prospek perkreditan ke depan tetap positif. Kredit
penurunan suku bunganya tercatat paling tinggi yaitu 229 masih akan tetap tumbuh, tercermin dari jumlah
bps, hal tersebut tidak mengakibatkan kenaikan undisbursed loans yang terus naik, terutama KMK.
penyaluran kredit. Sampai dengan Mei 2007 pertumbuhan Sementara itu, untuk KI sejak Triwulan II 2007 mulai
KMK masih memiliki trend yang melambat, walaupun pada terlihat adanya peningkatan jumlah persetujuan kredit.
Juni 2007 meningkat secara signifikan. Namun demikian, kenaikan jumlah undisbursed loans
Jenis Kredit Konsumsi masih mendominasi relatif terkendali, tercermin dari stabilnya rasio
pertumbuhan kredit. Meskipun kenaikan kredit terbesar undisbursed loans terhadap total kredit pada kisaran
terdapat pada KMK yaitu sebesar Rp31,3 triliun (tumbuh 20%.
7,5%), namun tingkat pertumbuhan tertinggi terdapat
pada Kredit Konsumsi yakni sebesar 10,2% (naik Rp23,1 Risiko Kredit
triliun) secara y-t-d. Berdasarkan sektor ekonomi, Sektor Dibandingkan posisi akhir semester II 2006, jumlah
Lain-lain yang mencakup kredit untuk tujuan konsumsi kredit bermasalah menurun sebesar Rp0,6 triliun atau
mengalami kenaikan paling besar, yaitu sebesar Rp23,1 1,0% sehingga menjadi sebesar Rp57,5 triliun pada akhir
triliun. Namun demikian, tingkat pertumbuhan tertinggi semester I 2007. Sementara itu, jumlah kredit yang
terdapat pada kredit untuk Sektor Pertambangan, yaitu disalurkan perbankan mengalami peningkatan yang cukup
sebesar 44,9%. besar dibandingkan semester sebelumnya. Akibatnya, rasio
Persen Triliun
12 75
11 70
33% 10
65
46% 9 NPL Gross
8 60
7 55
6 50
NPL Net
5 45
4 NPL Nominal
40
3
21% 35
2
1 30
KMK KI KK
- 25
2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jun
26
Bab 2 Sektor Keuangan
NPL menurun dari 7,0% menjadi 6,4% (gross) atau dari 10,5% menjadi 10,0%. Namun demikian, mengingat NPL
3,6% menjadi 2,9% (netto). sektor Industri Pengolahan ini mendominasi total NPL
Penurunan rasio NPL tersebut tidak dapat langsung perbankan dengan pangsa sekitar 37,2% maka kredit
diartikan bahwa kualitas kredit perbankan secara bermasalah pada sektor ini perlu dimonitor secara ketat dan
keseluruhan membaik. Hal tersebut karena perbaikan segera diselesaikan agar tidak menjadi sumber instabilitas.
kualitas kredit lebih banyak terjadi pada kredit channelling Pada sisi lain, membaiknya kondisi ekonomi tidak
yang risikonya tidak berada pada perbankan, sementara menimbulkan dampak positif terhadap kualitas kredit sektor
kredit bermasalah non channelling justru meningkat Lain-lain (umumnya kredit konsumsi) dan sektor
sebesar Rp1,7 triliun atau 3,6%. Meskipun perbankan Perdagangan. Selama semester I 2007, NPL kedua sektor
telah membentuk cadangan (PPAP) untuk menghadapi
Grafik 2.19
peningkatan NPL ini, namun kewaspadaan tetap NPL Gross Per Sektor Ekonomi
diperlukan untuk menjaga agar gejala awal peningkatan Jasa Sosial Jun-07
Jasa Dunia Usaha Des 06
risiko kredit ini tidak berkembang menjadi permasalahan
Pengangkutan
berat yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Perdagangan
Konstruksi
Dari segi kelompok bank, perkembangan NPL
Listrik
cenderung bervariasi. Pada kelompok bank-bank besar, Industri Pengolahan
Pertambangan
NPL gross turun dari 8,4% menjadi 7,4%, terutama karena Pertanian
membaiknya kualitas kredit channelling pada bank-bank 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
80
beberapa tahun terakhir. Kenaikan nominal NPL juga Jasa Dunia Usaha
27
Bab 2 Sektor Keuangan
ini malah mengalami peningkatan masing-masing sebesar semester I 2007, sehingga rasio NPL gross-nya meningkat
Rp2,0 triliun (31,4%) dan Rp0,9 triliun (0,9%). Namun dari 2,9% menjadi 3,5%.
demikian, potensi risiko kredit sektor Perdagangan dan Dapat dicatat bahwa kecenderungan terus
sektor Lain-lain cenderung lebih terkendali dibandingkan memburuknya kualitas kredit konsumsi dimulai sejak 2000.
sektor Industri Pengolahan, antara lain karena: (i) kredit Sejak saat itu pangsa kredit bermasalah kredit konsumsi
sektor Perdagangan dan sektor Lain-lain umumnya terhadap total kredit bermasalah terus meningkat. Pada
berbentuk kredit modal kerja dan kredit konsumsi dengan akhir semester I 2007, pangsa tersebut mencapai 17,4%,
baki debet kredit relatif lebih kecil, (ii) debitur umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pada akhir
bukan korporasi, dan (iii) hampir semua bank mempunyai semester sebelumnya sebesar 13,7%. Terkonsentrasinya
portofolio kredit kedua sektor ini sehingga risikonya lebih pemberian kredit untuk tujuan konsumsi ini perlu
terdiversifikasi. diwaspadai karena apabila pendapatan sektor rumah
Meskipun kondisi makroekonomi terus membaik, tangga (household income) tidak cukup memadai untuk
kualitas kredit sektor rumah tangga yang tercermin dari membayar kewajiban kepada bank, maka hal ini dapat
perkembangan kualitas kredit konsumsi terus mengalami mendorong terjadinya peningkatan risiko kredit.
penurunan. Adanya penurunan suku bunga kredit Kualitas KMK dan KI hanya mengalami sedikit
konsumsi sepanjang 2007 ternyata tidak membantu perbaikan. Hal ini tercermin dari penurunan rasio NPL
peningkatan kualitas kreditnya. NPL kredit konsumsi malah gross dari 6,3% menjadi 5,8% (KMK), dan dari 10,3%
meningkat sebesar Rp21,1 triliun atau 31,7% selama menjadi 9,1% (KI). Meskipun perbaikan kualitas kedua
jenis kredit ini tidak tergolong besar, namun diperkirakan
Grafik 2.21
Pangsa NPL Menurut Jenis Penggunaan Kredit cukup mengurangi potensi instabilitas mengingat pangsa
Persen
100 kredit bermalahnya cukup dominan, masing-masing
Konsumsi
perbankan.
60
Sementara itu, kualitas kredit korporasi cenderung
40 Modal Kerja
membaik, tercermin dari penurunan rasio NPL gross dari
20
8,1% menjadi 7,2%. Perbaikan kualitas kredit ini
0 diperkirakan berdampak positif terhadap stabilitas sistem
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
8 235 3,5
215 17,0 Investasi (kiri)
7 Kredit (kanan)
195 3,0
6
175
5 12,0
155 2,5
4 NPL
135
3 7,0 2,0
115
Modal Kerja (kiri)
2 95
1 75 2,0 1,5
2003 2004 2005 2006 2007 Juni 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jun
28
Bab 2 Sektor Keuangan
11.000 40
Kualitas kredit untuk Usaha Mikro Kecil dan
10.500 35
Menengah (UMKM) mengalami penurunan, tercermin dari 10.000 30
9.500 25
peningkatan rasio NPL gross dari 4,2% menjadi 4,4%.
9.000 20
Secara nominal, NPL tersebut meningkat sebesar Rp2,4 8.500 15
8,0
Mitigasi Risiko Kredit
3,5
7,0
Korporasi (kiri) 3,0 Untuk memitigasi risiko kredit, perbankan menjaga
6,0
5,0
2,5 kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan kredit.
4,0 2,0
2003 2004 2005 2006 2007 Juni Selama semester I 2007, perbankan membentuk
29
Bab 2 Sektor Keuangan
penyisihan penghapusan kredit sebesar Rp4,2 triliun atau credit derivative akan membantu perbankan dalam
meningkat sebesar 10,7% dibandingkan dengan semester mengelola risiko kredit, memudahkan penyelesaian
sebelumnya. Dengan pembentukan penyisihan tersebut, masalah likuiditas, dan mendorong peningkatan financial
NPL netto perbankan mengalami penurunan dari 3,6% deepening.
menjadi 2,9%.
2.2.3. Risiko Pasar
Grafik 2.28
Kredit, NPL dan PPAP Kondisi makroekonomi yang membaik yang didukung
Triliun oleh laju inflasi serta trend penurunan suku bunga yang
100 1000
30
Bab 2 Sektor Keuangan
Persen Rp Triliun
40 450
Des-05 Jun-06
300
30 Des-06 Jun-07
150
20 0
(150)
10
Des-05 Des-06
(300)
Jun-06 Jun-07
0 (450)
KMK KI KK KMK KI KK KMK KI KK KMK KI KK KMK KI KK sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln
Persero BPD BUSN Asing & Campuran Seluruh
Grafik 2.32
Secara umum perbankan melakukan pengelolaan Maturity Profile Valas
risiko suku bunga dengan memelihara portofolio dengan Miliar USD
10
posisi short untuk jangka pendek dan long pada jangka
panjang. Dengan profil maturity yang short pada dana 5
31
Bab 2 Sektor Keuangan
18,4
16
17,1 16,9 16,6 17,0 75 17
16,3
15,6 15,3
14,7
12
BUSN Bank Campuran BPD Bank Persero
50 13
Bank Asing Seluruh PDN Tertinggi
8
25 9
4
0 0 5
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Des Mar Jun Sept Des Mar Jun
2006 2007 2005 2006 2007
Trading (kiri) Investment (kiri)
% SUN Trading thd TA (kanan) % SUN thd TA (kanan)
Dengan kemampuan bank memelihara posisi PDN
yang rendah serta didukung permodalan yang relatif tinggi Untuk mendukung peningkatan kemampuan
dan kondisi perekonomian yang membaik, maka risiko manajemen perbankan dalam mengelola dan memitigasi
pasar (nilai tukar) diperkirakan tetap terkendali. Namun risiko pasar, maka pengembangan pasar hedging dan
demikian, diperlukan kewaspadaan apabila terjadi derivative sangat diperlukan. Tanpa pasar hedging dan
peningkatan suku bunga dan pembalikan arus dana asing derivative, kemampuan untuk mengendalikan risiko pasar
berjangka pendek (sudden reversal). Untuk itu, perbankan oleh manajemen perbankan menjadi sangat terbatas. Pasar
perlu terus menerus meningkatkan kemampuan hedging dan derivative yang berkembang baik akan
manajemen risikonya serta mempersiapkan contingency membantu pelaksanaan manajemen risiko pasar sekaligus
plan yang memadai. mendorong peningkatan financial deepening.
Selama semester I 2007, jumlah Surat Utang Negara
(SUN) trading yang dimiliki perbankan mengalami 2.2.4. Profitabilitas dan Permodalan
peningkatan sehingga pangsanya terhadap total aset Profitabilitas
meningkat dari 7,4% menjadi 8,9%. Selain itu, proporsi Selama semester I 2007, profitabilitas perbankan
SUN trading terhadap total SUN juga meningkat, yaitu dari terus meningkat, tercermin dari kenaikan pendapatan
46,3% menjadi 61,1%. Peningkatan portofolio trading bunga bersih (NII) dari Rp42,5 triliun menjadi Rp46,4 triliun,
ini berpotensi meningkatkan risiko pasar. Hal ini perlu dan ROA dari 2,6% menjadi 2,8%. Sementara itu, efisiensi
diwaspadai mengingat pasar keuangan global dewasa ini operasi perbankan juga membaik, terlihat dari penurunan
cenderung terus bergejolak yang dapat mengakibatkan rasio BOPO dari 86,5% menjadi 84,6%.
penurunan nilai aset-aset keuangan yang dimiliki Trend penurunan suku bunga dimanfaatkan
perbankan di dalam negeri, termasuk SUN. Penurunan nilai perbankan untuk meningkatkan pendapatan. Perbankan
tersebut kemudian dapat menimbulkan kerugian yang umumnya merespon trend tersebut dengan memperlebar
menekan permodalan. Hasil stress test menunjukkan spread melalui penurunan suku bunga DPK yang lebih
bahwa apabila terjadi penurunan harga SUN sebesar 15% besar dan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan
atau lebih, terdapat 2 bank besar yang akan mengalami suku bunga kredit. Akibatnya spread suku bunga Rupiah
penurunan CAR sehingga menjadi di bawah 10%. meningkat dari 10,17% menjadi 10,28%, sedangkan
32
Bab 2 Sektor Keuangan
Juta Rp Persen
1.700.000 50.000 100
7,0 7,8 6,9 7,3 8,9 9,2 8,2 7,9
1.600.000
45.000
75
1.500.000 49,8
56,4 59,7 60,1
40.000 63,3 63,1 59,2 63,5
1.400.000
50
1.300.000
35.000
1.200.000 25 32,5
26,3 25,1 21,4
30.000 22,2 22,9 16,8
Aset rata-rata 22,0
1.100.000
LABA 10,8 9,5 10,4 11,8
8,3 7,2 6,0 8,7
1.000.000 25.000 0
Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
Jun Des Jun Des Jun Des Jun
2003 2004 2005 2006 2007
2004 2005 2006 2007
BI SSB Kredit Lainnya
33
Bab 2 Sektor Keuangan
yaitu dari 86,5% menjadi 84,6%. Peningkatan profitabilitas permodalan yang kuat tersebut, perbankan akan lebih
dan perbaikan efisiensi usaha perbankan ini akan mampu menyerap berbagai jenis risiko sehingga dapat
berdampak positif terhadap stabilitas sistem keuangan. memperkuat stabilitas sistem keuangan. Rasio
permodalan yang tinggi juga akan memberi ruang gerak
Permodalan yang cukup bagi peningkatan fungsi intermediasi
Tingginya profitabilitas selama semester I 2007 perbankan.
memungkinkan perbankan untuk melakukan pemupukan Meskipun secara aggregat CAR perbankan
modal secara internal (internal growth). Sementara itu, tergolong tinggi, namun masih terdapat sejumlah kecil
kenaikan jumlah modal perbankan terlihat lebih tinggi bank yang memiliki CAR yang marjinal. Dengan CAR yang
dibandingkan dengan kenaikan jumlah ATMR sehingga marjinal, bank-bank tersebut akan sangat rentan
rasio permodalan (CAR) naik tipis dari 20,5% menjadi terhadap peningkatan risiko. Untuk mengatasi
20,7%. Secara nominal, jumlah modal perbankan permasalahan ini, kepatuhan perbankan terhadap
meningkat 8,8% menjadi Rp198,5 triliun, sementara pemenuhan ketentuan modal inti minimum sebesar Rp80
jumlah ATMR mengalami kenaikan 7,2% menjadi miliar pada akhir tahun 2007, dan Rp100 miliar pada
Rp958,9 triliun. akhir 2010 sangat diperlukan.
Selain memiliki CAR yang tergolong tinggi,
perbankan juga memiliki rasio modal inti terhadap ATMR 2.3. LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK DAN
yang juga tinggi, yaitu mencapai 17,8%. Dengan PASAR MODAL
Selama semester I 2007, kinerja perusahaan
Grafik 2.38
ATMR, Modal dan CAR pembiayaan dan pasar modal sebagai Ωalternatif sumber
Rp Triliun Persen
1.100 22 pembiayaan cukup baik. Perkembangan tersebut
Modal ATMR CAR (kanan)
1.000
900 20 terutama didukung oleh membaiknya prospek
800
700
18 perekonomian yang memungkinkan turunnya suku
600
500
16 bunga. Di pasar modal, mulai terdapatnya emisi baru
400
300
14 telah sedikit memperbaiki likuiditas pasar dan
200 12 menurunkan volatilitas sehingga mengurangi tekanan
100
- 10
Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun risiko investasi. Namun, perkembangan emisi Ωcenderung
2003 2004 2005 2006 2007
lambat sehingga Ωtidak mampu mengimbangi pesatnya
Grafik 2.39
kenaikan permintaan investor, terutama investor asing.
Rasio Tier 1 terhadap ATMR, dan CAR
Persen Akibatnya, bubble price sulit dihindarkan. Perkembangan
30,0
CAR
25,0 Tier 1 : ATMR
pasar yang terutama didukung permintaan investor asing
34
Bab 2 Sektor Keuangan
2.000
aset PP meningkat sebesar 4,2%.
0
Des Mei Des Jan Feb Mar Apr Mei
2005 2006 2007
Grafik 2.40
Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Grafik 2.43
Rp Triliun Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan Patungan
120
2005 Jan 07 Rp Miliar
100 2006 Mar 07 35.000
Mei 07 Pinjaman DN Pinjaman LN SSB
30.000
80
25.000
60
20.000
40
15.000
20 10.000
0 5.000
Aset Pembiayaan Pendanaan Modal
0
Des Mei Des Jan Feb Mar Apr Mei
2005 2006 2007
Secara umum, kegiatan usaha PP masih
terkonsentrasi pada pembiayaan konsumen (64%), Pinjaman perbankan tetap menjadi sumber dana
terutama untuk pembelian kendaraan bermotor. Namun utama PP, dengan pangsa yang meningkat, yaitu dari 85%
demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh PP Patungan (Mei 2006) menjadi 90% (Mei 2007). PP Swasta Nasional
lebih besar dibandingkan dengan PP Swasta Nasional. Hal sangat tergantung terhadap perbankan domestik,
tersebut antara lain karena PP Patungan melakukan sedangkan PP Patungan mengandalkan pinjaman
ekspansi pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih perbankan luar negeri. Meskipun demikian, PP Patungan
panjang, termasuk pembiayaan infrastrukur dan mulai melakukan diversifikasi sumber dana dengan
perumahan melalui sewa guna usaha. mengurangi pinjaman perbankan luar negeri dan
meningkatkan penerbitan emisi saham dan obligasi.
Grafik 2.41
Perusahaan Pembiayaan Ketergantungan yang tinggi pada pinjaman
Rp Miliar
120.000 perbankan domestik cenderung berdampak negatif kepada
Total Perusahaan Pembiayaan
100.000 Perusahaan Pembiayaan Swasta Nasional kinerja PP Swasta Nasional, khususnya karena mahalnya
Perusahaan Pembiayaan Patungan
80.000 biaya dana yang harus dibayarkan. Sementara itu, PP
60.000 Patungan dapat beroperasi secara lebih efisien karena suku
40.000 bunga pinjaman luar negeri yang harus dibayar lebih rendah.
20.000
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, baik PP
0
Des Mei Des Mei Swasta Nasional maupun PP Patungan sangat tergantung
2005 2006 2007
35
Bab 2 Sektor Keuangan
pada sumber dana pinjaman perbankan. PP Patungan ekspansi pembiayaan dalam rupiah berpotensi
memiliki struktur sumber dana yang didominasi oleh menimbulkan tekanan terhadap stabilitas sistem
pinjaman perbankan luar negeri. Lebih rendahnya suku keuangan, khususnya apabila tidak dilakukan hedging atas
bunga pinjaman perbankan luar negeri membuat PP pinjaman luar negeri tersebut. Selain itu, pelemahan rupiah
Patungan lebih efisien menyalurkan pembiayaan. PP juga akan mempersulit pengembalian pinjaman luar negeri
Patungan juga mulai aktif menerbitkan obligasi di luar oleh PP. Secara kolektif, hal-hal ini berpotensi menimbulkan
negeri meskipun jumlahnya masih relatif sedikit yaitu tekanan pada stabilitas sistem keuangan.
sebesar USD 6 juta.
Biaya operasi PP Swasta Nasional cenderung lebih 2.3.2. Pasar Modal
tinggi terutama karena meningkatnya kredit defaults yang Terkendalinya inflasi yang memberikan ruang gerak
mengharuskan pembentukan pencadangan. Tingginya berlanjutnya penurunan suku bunga sebagaimana ditandai
biaya operasi ini selanjutnya mengakibatkan tingginya oleh turunnya BI rate sehingga menjadi 8,25% (sejak Juni
defisit dari aktivitas operasi, sehingga risiko likuiditas PP 2007) dari 9,5% (awal 2007) menjadi sentimen positif yang
juga tergolong tinggi. mendukung berlanjutnya capital inflows. Pada semester I
Di samping risiko likuiditas, PP Swasta Nasional juga 2007 capital inflows yang bersumber dari penanaman
menghadapi risiko kredit yang cukup tinggi, terutama investor asing pada SBI, SUN dan saham meningkat pesat
karena adanya kecenderungan ekspansi pembiayaan (melebihi 100%) sehingga mencapai sekitar Rp58 triliun
dilakukan secara agresif dan terkonsentrasi. Agresifnya dibandingkan dengan capital inflows pada semester II 2006
ekspansi pembiayaan berpotensi menimbulkan dampak yang hanya sekitar Rp24,5 triliun.
penularan (contagion effects) khususnya karena semakin Pesatnya kenaikan capital inflows tersebut
kuatnya kecenderungan konglomerasi antara bank, PP, mendukung perkembangan pasar modal. Namun, tidak
asuransi dan industri otomotif. Pada sisi lain, tingginya terdapatnya pasar hedging dan tetap tidak likuidnya pasar
ketergantungan PP terhadap sumber dana pinjaman modal menyebabkan penanaman oleh investor asing
perbankan dapat mengakibatkan meningkatnya eksposur bersifat jangka pendek. Menjelang akhir semester (Juni
risiko industri perbankan. 2007), perilaku profit taking investor asing yang terutama
Sementara itu, tingginya kecenderungan PP dipicu sentimen negatif dari pasar internasional
Patungan untuk menggunakan pinjaman luar negeri untuk menyebabkan terkoreksinya perkembangan pasar modal
20
2.000
10
0
0
-2.000
-10
Arus Kas Neto dari Aktivitas Operasi Arus Kas Neto dari Aktivitas Investasi
Arus Kas Neto dari Aktivitas Pendanaan Saham SBI SUN
-4.000 -20
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2007 2006 2007
36
Bab 2 Sektor Keuangan
Grafik 2.46
yang sempat menekan nilai tukar. Kondisi tersebut
Perkembangan Indeks Saham Bursa Regional
menimbulkan kekhawatiran akan berulangnya krisis
6000
keuangan yang bersumber dari terjadinya capital outflows IHSG STI KLCI
SET PCOMM HSCI
5000
NIKKEI NASDAQ
dalam jumlah besar secara bersamaan (sudden reversal)
4000
yang berpotensi menekan stabilitas sistem keuangan (lihat
3000
Boks 2.2). Namun, ketahanan sistem keuangan yang
2000
dimiliki yang didukung oleh membaiknya prospek
1000
37
Bab 2 Sektor Keuangan
sektor industri dasar stabil yaitu sekitar 30% yang didukung kapitalisasi pasar walau likuiditas pasar tetap rendah. Pada
tetap membaiknya harga logam di pasar internasional. semester I 2007 likuiditas pasar saham diharapkan
Profit taking yang dilakukan investor asing pada saham membaik dengan terdapatnya emisi sebesar Rp11,5 triliun.
sektor keuangan menyebabkan terkoreksinya harga. Namun, tampaknya emisi tersebut belum mampu
Namun, kuatnya sentimen positif penurunan suku bunga mengimbangi tingginya minat investor untuk melakukan
menyebabkan tetap menguatnya harga saham sektor penanaman pada saham sehingga tetap terjadi bubble
keuangan. price. Cenderung tertahannya emisi baru juga karena
Pesatnya perkembangan harga saham lebih adanya kecenderungan sebagian emiten untuk memilih
didukung oleh maraknya transaksi. Pada semester I 2007 melakukan emisi obligasi dengan memanfaatkan
transaksi saham meningkat sekitar Rp38 triliun sehingga momentum perkembangan pasar yang menguat dengan
menjadi Rp87 triliun. Sejalan dengan perkembangan turunnya perkembangan suku bunga.
tersebut, transaksi saham investor asing juga meningkat Walau belum mampu sepenuhnya mendukung
yang mencatat net beli sekitar Rp11 triliun (semester I pembentukan harga yang efisien, terdapatnya emisi baru
2007) dibandingkan dengan net beli sekitar Rp7,5 triliun telah memperbaiki likuiditas yang selanjutnya mengurangi
(semester II 2006). tekanan risiko pasar saham. Hal tersebut tampak pada
Pesatnya perkembangan harga yang hanya didukung
Tabel 2.3
maraknya transaksi mampu mendukung pertumbuhan Perkembangan Efisiensi Pasar Saham
38
Bab 2 Sektor Keuangan
4 25
semester I 2007.
20
15
Pasar Obligasi 10
5
Pada semester I 2007 pasar obligasi mengalami
0
1 th 3 th 5 th 7 th 9 th 11 th 13 th 15 th 17 th 19 th 30 th
perkembangan pesat terutama didukung perkembangan
suku bunga yang menurun. Di pasar SUN, pesatnya diversifikasi penanaman pada SPN. Perilaku tersebut
perkembangan harga kurang didukung perkembangan menyebabkan sedikit terkoreksinya harga SUN.
likuiditas yang setara, sehingga tingkat harga naik terlalu Penyesuaian portofolio investor berdampak pada
tinggi. Pada semester I 2007 posisi SUN naik dari Rp419 turunnya kepemilikan SUN perbankan dari sekitar Rp269
triliun menjadi Rp451 triliun. Sejak Mei 2007 pemerintah triliun (awal 2007) menjadi Rp258 triliun (akhir semester I
juga telah menerbitkan SPN yang posisinya mencapai 2007). Namun, baiknya prospek pasar obligasi
Rp3,9 triliun (akhir semester I 2007). menyebabkan tetap tingginya minat investor terhadap
SUN. Pada semester I 2007 kepemilikan SUN investor
Grafik 2.50
Perkembangan Harga SUN residen non perbankan dan investor asing naik dari masing-
130 masing sekitar Rp87 triliun dan Rp55 triliun (awal 2007)
125
menjadi masing-masing Rp97 triliun dan Rp82 triliun (akhir
120
115 semester I 2007).
110
105
Grafik 2.52
100
Kepemilikan SUN
95
FR0040 FR0043 FR0042
FR0028 FR0034 Triliun Rp
90 300
FR0045 FR0044
85 Perbankan Residen Asing
2 16 30 13 27 13 27 10 24 8 22 5 19 250
Jan Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Apr Mei Mei Jun Jun
2007
200
39
Bab 2 Sektor Keuangan
100 166
8
80 164
6
60 162
4
40 160
2 Indonesia Philipina Thailand 20 158
Malaysia Singapura Amerika Serikat
0 0 156
8 22 5 19 5 19 2 16 30 14 28 11 25 Jun Sep Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jan Jan Feb Feb Mar Mar Apr Apr Apr Mei Mei Jun Jun 2006 2007
2007
penanaman jangka panjang emerging markets Asia, seperti emiten obligasi korporasi bertambah dari 162 perusahaan
Thailand, Malaysia dan Singapura. Namun, prospek jangka (Desember 2006) menjadi 168 perusahaan (Juni 2007).
panjang pasar obligasi emerging countries dibayangi Nilai emisi oleh 6 emiten baru mencapai sekitar Rp3 triliun
kekhawatiran terjadinya koreksi pasar yang dipicu sentimen sementara nilai emisi seluruh emiten naik Rp18,5 triliun
negatif meningkatnya suku bunga global. Kekhawatiran menjadi Rp121,12 triliun (akhir semester I 2007).
tersebut menyebabkan sempat meningkatnya yield Dengan memperhitungkan obligasi korporasi jatuh
penanaman jangka panjang emerging markets pada akhir waktu, realisasi emisi obligasi korporasi naik Rp12,5 triliun.
semester I 2007 sebagai imbas dari naiknya yield Perkembangan tersebut juga mengindikasikan terdapatnya
penanaman US$. Terdapatnya kekhawatiran tersebut sebagian emisi obligasi korporasi yang merupakan
menyebabkan penanaman pada instrumen keuangan refinancing terutama karena memanfaatkan trend
emerging markets cenderung berjangka pendek yang menurunnya perkembangan suku bunga ke depan.
berdampak pada perkembangan harga yang volatile
terutama dalam jangka pendek. Reksa Dana
Trend penurunan suku bunga mulai berdampak Pesatnya perkembangan pasar saham dan pasar
positif terhadap perkembangan pasar obligasi korporasi. obligasi sebagai dampak turunnya suku bunga telah
Perkembangan tersebut sejalan dengan mulai turunnya berimbas pada kinerja reksa dana. Turunnya suku bunga
suku bunga kredit perbankan. Pada semester I 2007, simpanan juga mendorong investor untuk mengalihkan
penanaman dari deposito berjangka kepada instrumen
Grafik 2.54
Perbandingan Volatilitas Harga Aset Keuangan pasar modal yang menjanjikan return lebih tinggi
terutama reksa dana. Pada semester I 2007 NAB naik
Malaysia
Singapore
Kenaikan NAB disertai kenaikan pada jumlah unit
Philipina
penyertaan mencerminkan adanya tambahan investor
Indonesia
baru. Jenis reksa dana tetap terkonsentrasi pada jenis
40
Bab 2 Sektor Keuangan
41
Bab 2 Sektor Keuangan
42
Bab 2 Sektor Keuangan
Tingkat Bunga Yield SUN Yield SUN Real Rates of Returns Real Rates of Returns Real Rates of Returns
Tahun
Deposito (%) FR05 (%) FR21 (%) Deposito (%) SUN FR05 (%) SUN FR21 (%)
2000 12,17 n.a n.a 2,82 n.a n.a
2001 15,48 n.a n.a 2,93 n.a n.a
2002 15,28 14,79 n.a 5,25 4,76 n.a
2003 10,39 12,16 13,07 5,29 7,06 7,97
2004 7,07 8,66 10,27 0,67 2,26 3,87
2005 10,95 13,25 13,30 -6,15 -3,85 -3,80
2006 11,63 8,31 9,36 5,03 1,71 2,76
Sumber: Hasil olahan data yang berasal dari Bloomberg dan Bank Indonesia.
43
Bab 2 Sektor Keuangan
Peningkatan capital inflows ke Indonesia akhir- Pada first round effect, terdapat potensi kerugian
akhir ini telah menimbulkan kekhawatiran akan pada bank karena repricing asset/liability valas, dan
berulangnya krisis keuangan yang terjadi tepat 10 tahun potensi gangguan likuiditas untuk pemenuhan
yang lalu. Meskipun tidak ada satu orangpun yang dapat kebutuhan valas. Selain itu, first round effect juga dapat
memastikan kapan akan terjadinya krisis, penting sekali menimbulkan kerugian pada trading portfolio surat-
dilakukan analisis tentang kemungkinan terjadinya krisis surat berharga. Sebagai contoh, aksi jual yang dilakukan
dan seberapa siapkah kita menghadapinya. investor asing dapat membuat harga SUN jatuh
Hal yang paling ditakutkan dari peningkatan capital sehingga bank yang memiliki SUN akan mengalami
inflows adalah apabila terjadi pembalikan arus modal kerugian. Sementara itu, pada second round effect,
secara tiba-tiba dan secara serentak (sudden reversal) sudden reversal akan mengakibatkan peningkatan NPL
sehingga dapat memicu terulangnya krisis. Ketakutan valas. Hal ini kemudian akan memicu peningkatan NPL
ini cukup beralasan karena mayoritas capital inflows rupiah karena debitur kedit valas biasanya juga
berjangka pendek dan umumnya ditanamkan dalam SBI, mendapat kredit rupiah. Gangguan likuiditas akan lebih
SUN dan saham. Dengan penanaman dalam instrumen besar karena deposan rupiah kemungkinan ikut-ikutan
berjangka pendek, investor asing dapat dengan mudah menarik uangnya untuk bermain dalam valas.
mengalihkan penanaman ke luar Indonesia. Akibatnya, nilai rupiah akan semakin tertekan sehingga
Faktor-faktor apa sajakah yang dapat memicu krisis yang baru menjadi diambang pintu.
sudden reversal? Secara umum terdapat 2 kelompok Seberapa siapkah Indonesia menghadapi krisis
faktor penyebab, yaitu faktor ekonomi dan faktor non- yang baru? Belajar dari pengalaman krisis 1997/1998,
ekonomi. Termasuk dalam faktor ekonomi adalah (i) telah banyak langkah perbaikan yang dilakukan
menyempitnya interest rate differential, (ii) rendahnya sehingga Indonesia dewasa ini sudah lebih siap dan
yield yang dapat membuat berinvestasi di Indonesia memiliki ketahanan sistem keuangan yang lebih baik
menjadi kurang menarik, dan (iii) contagion effect dari dibandingkan dengan periode sebelum krisis.
negara lain. Contoh faktor non-ekonomi adalah Beberapa kemajuan penting yang telah dicapai oleh
gejolak politik dan keamanan dalam negeri. Untuk industri perbankan paska krisis adalah:
menghindari terulangnya krisis, penting sekali - Permodalan bank dalam beberapa tahun terakhir
dilakukan langkah-langkah untuk menghilangkan, relatif jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum
atau paling tidak meminimalkan, keberadaan faktor- krisis, sehingga dapat menjadi buffer yang kuat
faktor pemicu tersebut. dalam menghadapi Δ shock Δ. Selain itu,
Secara umum, dampak sudden reversal dapat profitabilitas juga relatif lebih baik dibandingkan
dilihat paling tidak dari 2 (dua) perspektif, yaitu (i) First dengan kondisi sebelum krisis.
Round Effect , yaitu dampak yang langsung - Kualitas kredit terus membaik yang tercermin dari
mempengaruhi posisi keuangan bank atau lebih rasio NPL yang terus menurun, berbeda dengan
bersifat mikro, dan (ii) Second Round Effect, yaitu situasi menjelang krisis dimana kualitas kredit terus
dampak lanjutan yang bersifat tidak langsung terhadap memburuk.
posisi keuangan individual bank dan industri perbankan - Dalam pengelolaan bisnis sehari-hari, perbankan
secara keseluruhan (makro). telah menerapkan fungsi risk management yang
44
Bab 2 Sektor Keuangan
lebih baik dan wajib dilaksanakan dari sisi Hal-hal lainnya yang berhasil dicapai paska krisis
ketentuan, sementara sebelum krisis fungsi dan mendukung ketahanan sistem keuangan adalah:
tersebut kurang diterapkan. Selain itu, perbankan - Adanya Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK),
sudah menerapkan prinsip-prinsip good corporate termasuk pendirian Lembaga Penjamin Simpanan
governance, sesuatu hal yang diabaikan sebelum (LPS) untuk perlindungan dana nasabah. Sebelum
krisis. krisis, Indonesia tidak memiliki jaring pengaman
- Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan dewasa ini (safety nets) seperti ini.
sangat kecil, yaitu sekitar 3% s.d. 5%. Selain itu, - Cadangan devisa jauh lebih besar dibanding
pelaksanaan transaksi derivatif tidak seaktif periode sebelum krisis dengan kecenderungan
sebelum krisis, umumnya hanya untuk hedging and terus meningkat. Dengan cadangan devisa yang
matching position, bukan untuk maksud trading lebih besar, ketahanan sistem keuangan menjadi
sebagaimana yang terjadi sebelum krisis. lebih kuat.
- Tidak ada pelanggaran Batas Maksimum - Paska krisis sudah disusun Arsitektur Perbankan
Pemberian Kredit (BMPK), padahal menjelang krisis Indonesia (API) yang antara lain mencakup
banyak terjadi pelanggaran BMPK (terutama untuk program-program seperti konsolidasi perbankan,
pihak terkait). kewajiban sertifikasi manajemen risiko bagi
- Paska krisis, potensi risiko perbankan relatif perbankan, penguatan kualitas operasional dan
berkurang dan terdiversifikasi sejalan dengan (i) manajemen perbankan, serta penerapan best
pergesaran fokus kredit dari jangka panjang ke practices dalam pengawasan bank.
kredit jangka pendek seperti konsumsi, atau dari Kemajuan-kemajuan tersebut di atas
jenis kredit korporasi ke kredit UMKM, (ii) memberikan petunjuk yang cukup kuat bahwa
penurunan kredit sektor Industri Pengolahan dan dewasa ini sektor keuangan Indonesia, terutama
kemudian bergeser ke kredit sektor Perdagangan, industri perbankan, telah memiliki ketahanan yang
(iii) kredit dalam valas, yang sensitif terhadap lebih baik. Dengan demikian, Indonesia akan lebih siap
perubahan nilai tukar, tumbuh stabil dengan menghadapi setiap kemungkinan terjelek yang dapat
pangsa sekitar 20% - 23%, dan (iv) meningkatnya mengganggu stabilitas sektor keuangan, termasuk jika
penanaman bank dalam SBI dan SUN. terjadi sudden reversal yang memicu krisis.
45
Bab 2 Sektor Keuangan
46
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Bab 3
Prospek Sistem
Keuangan Indonesia
47
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
48
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Sistem keuangan Indonesia dalam semester I 2007 relatif stabil yang didukung
permodalan bank yang kuat, indikator makro ekonomi yang kondusif dan
kondisi korporasi yang memiliki kinerja rentabilitas yang positif. Namun
demikian, peningkatan investasi asing jangka pendek di pasar modal dan
berbagai tekanan di pasar global yang dapat menyebabkan pembalikan
investasi serta adanya potensi peningkatan risiko kredit perbankan domestik
perlu dipantau secara konsisten dan berkesinambungan.
3.1. PROSPEK EKONOMI DAN PERSEPSI RISIKO fund untuk dapat mengkompensasi penurunan credit
Prospek ekonomi tampaknya masih positif dan spread investasi global.
berpotensi tumbuh dalam beberapa periode ke depan. Investor asing masih menganggap kondisi ekonomi
Analis ekonomi Asia Pasifik juga meyakini pertumbuhan Indonesia menarik dan relatif stabil. Oleh karena itu, telah
ekonomi yang didukung dengan peningkatan masuk aliran investasi baik berjangka panjang maupun
perdagangan internasional dan tingkat inflasi yang berjangka pendek yang di pasar negara berkembang
terjaga pada tingkat sekitar 6%. Kondisi ini diharapkan berbentuk obligasi, leveraged lending dan structured credit
mampu mendorong pengembangan sektor riil dan products. Namun demikian, kondisi yang positif tersebut
memperkuat ketahanan perekonomian terhadap risiko- perlu diwaspadai karena peningkatan suku bunga di pasar
risiko yang dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan negara berkembang lain atau di negara maju
keuangan. Selain itu momentum kestabilan kondisi makro yang sebesar 200 bps berpotensi memicu pemindahan
dan masih menariknya yield instrumen telah dana sehingga akan mempengaruhi potensi pertumbuhan
meningkatkan investasi yang dilakukan oleh para hedge ekonomi Indonesia.
PDB (% yoy) 6.0 6.3 6.1 6.1 6.2 6.0 6.1 6.0 Indo 14 BB- 6.57 196.5 114.8
Inflasi (% yoy) 6.4 6.0 6.3 6.5 6.3 6.5 6.4 6.3 Indo 17 BB- 6.74 203 124
Neraca Perdagangan (US$ miliar) 8.0 9.3 8.7 9.5 9.4 9.6 9.5 10.3 Indo 35 BB- 7.34 245.6 177.4
Sumber: Asia Pacific Concensus Forecast Sumber: Bloomberg
49
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Grafik 3.2
Profil Risiko Industri Perbankan dan Arahnya
Suku
Bunga Harga
SUN
Low
Nilai Tukar
50
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
proyek infrastruktur. Namun, proses restrukturisasi debitur- berikutnya diperkirakan tetap baik, tercermin dari simulasi
debitur besar yang belum tuntas dan berlangsung lama indeks stabilitas sistem keuangan yang mencapai 1,25
telah menyebabkan biaya restrukturisasi menjadi semakin (Desember 2007).
mahal sehingga diperkirakan dapat mendorong
Grafik 3.3
peningkatan risiko kredit ke depan. Potensi peningkatan Financial Stability Index
risiko kredit juga muncul karena penerapan manajemen 3,5
FSI FSI Average
risiko kredit yang masih memerlukan perbaikan dan masih 3
2,5
adanya kelemahan dalam sistem informasi manajemen
2 Prakiraan
kredit perbankan.
1,5
Sementara itu, dari segi risiko operasional, 1
0
antara lain karena masih banyaknya kasus-kasus M8 M10M12M2 M4 M6 M8 M10M12 M2 M4 M6 M8 M10M12M2 M4 M6 M8 M10M12 M2 M4 M6 M8 M10M12
2003 2004 2005 2006 2007
kejahatan perbankan dan masalah-masalah lain yang
terkait dengan teknologi informasi. Selain itu, beberapa Potensi risiko terbesar yang dihadapi Indonesia
kejadian bencana banjir dan gangguan sistem telah adalah sebagai akibat meningkatnya modal asing jangka
menyebabkan kegagalan sistem telekomunikasi pendek di pasar saham yang masih bergelembung. Hal ini
walaupun belum menimbulkan kerugian yang signifikan merupakan fenomena normal saat ini dimana modal dapat
dan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada berpindah secara cepat melewati batas negara.
perbankan. Tantangan berat lainnya yang dihadapi Perkembangan ini didorong oleh tiga aspek perubahan
perbankan adalah masih adanya kesulitan dalam yaitu (i) pertumbuhan aset yang dikelola oleh manajer
melakukan pengukuran risiko operasional dan investasi (ii) perubahan perilaku investasi yang tidak lagi
merumuskan langkah-langkah mitigasi risikonya. Hal ini bersifat ≈home biasΔ dan (iii) inovasi dan progres di bidang
terjadi terutama karena keterbatasan data dan keahlian pengelolaan risiko perbankan dan korporasi. Pertumbuhan
yang dimiliki perbankan. Implementasi Basel II diharapkan hedge funds yang diperkirakan mengelola US$1,4 triliun
akan meningkatkan kemampuan perbankan dalam dan fokus mereka untuk memperoleh pendapatan absolut
pengukuran dan pengendalian risiko operasional. mempengaruhi keputusan investasi hedge funds di pasar
negara berkembang.
3.3. PROSPEK SISTEM KEUANGAN INDONESIA Peningkatan aliran dana antar pasar keuangan
Kondisi sistem keuangan cenderung masih stabil dan menyebabkan pasar antar negara menjadi tanpa batas.
membaik terutama apabila dibandingkan dengan kondisi Sebagai contoh, pasar obligasi dan pasar saham di Eropa,
pada akhir Desember 2006. Hal tersebut tercermin dari Jepang dan Amerika Serikat menjadi lebih dekat
penurunan indeks stabilitas sistem keuangan (financial dibandingkan satu dekade yang lalu. Tekanan yang terjadi
stability index) dari 1,37 menjadi 1,21 (lihat Boks 3.1). di pasar AS akan menyebabkan permasalahan di negara
Stabilitas ini didukung oleh semakin membaiknya kondisi lain misalnya sebagaimana krisis subprime mortgage di
makro ekonomi dan perbankan serta pasar saham dan AS yang berlanjut ke Australia, Jerman, dan negara
obligasi. Ketahanan sistem keuangan pada semester lainnya.
51
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Walaupun sebagian bursa saham global sudah mulai melemah lebih dari angka tersebut baru terdapat lebih
kembali normal namun potensi gejolak yang akan terjadi dari satu konglomerasi yang akan mengalami tekanan
masih besar. Beberapa faktor utama yang dapat menjadi dalam permodalannya.
pemicu adalah akselerasi inflasi di China, kecenderungan
Tabel 3.3
kenaikan suku bunga global, dan kenaikan harga minyak Dampak Nilai Tukar terhadap Permodalan Konglomerasi
dunia yang sempat meningkat menjadi USD70,68 per
Jumlah konglomerasi yang menjadi
Kurs
barrel pada semester I 2007. Faktor-faktor ini perlu bermasalah permodalannya
Grafik 3.4
Probability of Default Perusahaan Non Financial Go Public
70 70
Desember 2006 Desember 2007
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
Probability of Default Probability of Default
52
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
Ke depan, pertumbuhan PDB dan masih rendahnya kondisi keamanan yang tidak mendukung dapat memicu
suku bunga diperkirakan akan meningkatkan prospek terjadinya capital outflows.
pertumbuhan aktivitas usaha perbankan. Beberapa sektor Sementara itu, ke depan industri perbankan juga
yang diperkirakan tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan, antara
ekonomi adalah sektor konstruksi (10,2%), transportasi lain penyelesaian restrukturisasi kredit, perbaikan
dan komunikasi (9,7%) dan industri manufaktur (8,5%). manajemen risiko dan sistem informasi manajemen kredit,
Rencana ekspansi kredit perbankan diperkirakan serta sinkronisasi antara upaya peningkatan fungsi
meningkat sekitar 22% yang didukung dengan intermediasi perbankan dengan upaya penurunan risiko
pertumbuhan dana pihak ketiga. Pengembangan sektor kredit. Tantangan lainnya adalah pengembangan rencana
riil diperkirakan dapat didorong dengan peningkatan kontinjensi untuk mengurangi risiko operasional, serta
aktivitas di pasar modal khususnya penerbitan obligasi oleh peningkatan efektivitas pengendalian internal dan tata
korporasi. kelola usaha untuk memperkecil kerawanan pada industri
perbankan. Selain itu, pemenuhan ketentuan modal inti
3.4. POTENSI KERAWANAN minimum bank sebesar Rp80 milyar pada akhir tahun 2007
Ketahanan sistem keuangan Indonesia dalam periode dan sebesar Rp100 milyar pada akhir tahun 2010
ke depan tampaknya relatif aman. Namun demikian, dari diperkirakan juga dapat menjadi tantangan tersendiri bagi
sisi eksternal terdapat potensi kerawanan antara lain beberapa bank karena dapat mempengaruhi kemampuan
pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, potensi pengendalian risiko mereka ke depan.
lonjakan harga minyak dunia, dan arus modal masuk Dalam upaya untuk mengurangi risiko telah
berjangka pendek. Selain itu, efektivitas langkah-langkah dilakukan koordinasi antara Pemerintah dan Bank
penyelesaian krisis subprime mortgage yang dilakukan oleh Indonesia. Sebagaimana yang akan dijelaskan pada bab
otoritas moneter dan perbankan negara-negara terkait selanjutnya, salah satu inisiatif yang dihasilkan adalah
juga dapat berpengaruh terhadap stabilitas sistem pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK)
keuangan Indonesia. Dari sisi internal, potensi kerawanan yang bertujuan untuk menjadi media pertukaran
dapat muncul dari persiapan menjelang Pemilu yang informasi dan pembahasan risiko-risiko yang berkembang
diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas bisnis dan dalam perekonomian yang berpotensi menyebabkan
perkembangan risiko pada sektor keuangan, terutama krisis.
53
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
54
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
(liabilities) dari perusahaan. Pendekatan ini dinilai lebih Dalam kajian ini digunakan data total aset dan
baik daripada pendekatan option biasa karena mampu total liabilites dari sampel 219 perusahaan non
memperhitungkan seberapa besar kemungkinan nilai financial go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
aset jatuh di bawah treshold sebelum masa jatuh (BEJ) pada akhir Desember 2005 dan 2006. Atas dasar
tempo dari aset. data total aset, dilakukan estimasi terhadap nilai rata-
rata pertumbuhan asset dan nilai volatilitasnya. Hasil
Grafik Boks 3.1.1. estimasi ini kemudian diolah lebih lanjut untuk
Probability of Default - Metode Barrier Option menghitung PD untuk 1 tahun ke depan. Untuk
menghitung PD akhir Desember 2006 digunakan data
Asset
neraca perusahaan posisi akhir Desember 2005 dan
Possible asset
value path untuk menghitung PD akhir Desember 2007
digunakan data posisi akhir Desember 2006. Hasil
estimasi menunjukkan bahwa jumlah perusahaan
yang memiliki PD lebih dari 0,5 pada akhir tahun 2007
akan sedikit meningkat dibandingkan dengan posisi
Default pada akhir tahun 2006.
Point
t* T
Default Event
Sumber: Reisz dan Perlich (2007)
Daftar Pustaka
Crosbie, P. (2003), Modeling Default Risk; Modeling
Grafik Boks 3.1.2. Methodology , Moody»s KMV, 18 Desember 2003.
Probability of Default - Metode Option Biasa Hadad, M.D., Safuan, S., Santoso, W., Besar, D.S., dan
Distribution
Rulina, I. (2007), ≈Model Makroekonomi
of asset value
Assets at the horizon Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi
Possible
asset value Kasus IndonesiaΔ, Kajian Stabilitas Keuangan
path
(KSK), II - 2006 No.8, Maret 2007.
Vo
Merton, R.C. (1974), ≈On the Pricing of Corporate
Debt: The Risk Structure of Interest RateΔ, Journal
Default of Finance, 29:449-470.
Point
Probability Reisz, A. S. dan Perlich, C. (2007), ≈A Maket-Based
Default
0 H Framework for Bankruptcy PredictionΔ, Journal of
Sumber: Crosbie (2003) Financial Stability, doi:10.1016/j.jfs.2007.02.001.
55
Bab 3 Prospek Sistem Keuangan Indonesia
56
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
Bab 4
Infrastruktur Keuangan
dan Mitigasi Risiko
57
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
58
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
4.1. SISTEM PEMBAYARAN seluruh transaksi bernilai besar (>Rp100 juta) dilakukan
Sistem pembayaran Indonesia cukup handal serta melalui sistem ini. Komposisi sistem BI-RTGS selama
tidak menunjukkan risiko yang mengganggu stabilitas semester I 2007 mencapai 92,85%, sistem kliring 3,50%
sistem keuangan. Risiko gagal bayar dalam sistem dan sisanya melalui sistem yang dilaksanakan di luar Bank
pembayaran semakin diminimalkan. Indonesia. Transaksi melalui sistem BI-RTGS pada semester
ini mengalami peningkatan baik secara nilai maupun
Grafik 4.1
Aktivitas Transaksi Sistem Pembayaran Semester I 2007 volume jika dibandingkan dengan semester sebelumnya.
Nilai transaksi semester ini tercatat sebesar Rp22,09 ribu
Kartu kredit Kliring Kartu account based (ATM, RTGS
ATM+debet & debet) triliun atau naik 38,03% dari semester sebelumnya
3,50%
0,18%
(Rp16,01 ribu triliun). Sedangkan volume transaksi
3,48%
semester ini adalah sebesar 3,87 juta transaksi atau
Tabel 4.1
Perkembangan Nilai dan Volume Setelmen
dalam Sistem BI-RTGS
92,85%
Pertumbuhan
Semester II 2006 Semester I 2007
q to q
BI-RTGS semakin berperan penting dalam sistem
Nilai Transaksi Volume Nilai Transaksi Volume Nilai Volume
pembayaran, tercermin dari peningkatan pangsa dan (ribu triliun) Transaksi (ribu triliun) Transaksi
volume setelmen. Setelmen pada sistem pembayaran di (juta) (juta)
Rp. 16,01 3,63 Rp. 22,09 3,87 38,03% 6,48%
Indonesia semakin didominasi oleh sistem BI-RTGS, karena
59
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
meningkat 6,48% dibanding semester sebelumnya (3,63 instrumen Cek dan Bilyet Giro (BG) pada semester ini
juta transaksi). adalah sebesar Rp466,76 triliun dengan volume transaksi
Peningkatan nilai dan volume setelmen terutama sebesar 19,85 juta transaksi. Implementasi SKNBI di seluruh
karena peningkatan nilai transaksi pasar uang. Aktivitas wilayah Indonesia akan lebih meningkatkan kegiatan
pasar uang masih merupakan transaksi yang mempunyai perekonomian karena perpindahan dana dapat dilakukan
pangsa besar dalam sistem BI-RTGS. Nilai transaksi pasar lebih cepat dengan biaya yang relatif murah.
uang dalam semester ini sebesar Rp9,16 ribu triliun atau Di sisi lain, perkembangan instrumen alat pembayaran
mengalami kenaikan 58,45% dibandingkan semester dengan mempergunakan kartu (APMK) semakin
sebelumnya. Walaupun volume transaksi pasar uang hanya meningkat, tidak hanya nilai dan volume transaksinya,
1,19% dari total volume transaksi RTGS, namun pangsa namun juga jenis dan jumlah kartu yang beredar. Jenis
transaksi pasar uang terhadap total nilai transaksi sistem APMK yang ada saat ini adalah Kartu Kredit, Kartu ATM
BI-RTGS dalam semester ini adalah sebesar 41,46%. dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu
Selain itu, terjadi peningkatan transaksi antar bank. Debit (ATM+Debit). Jumlah ketiga jenis APMK tersebut di
Nilai transaksi antar bank dalam semester ini adalah sebesar atas yang beredar sampai dengan akhir semester ini adalah
Rp9,72 ribu triliun atau 36,32% lebih besar dibanding sebesar 40,46 juta kartu dengan volume transaksi sebesar
semester sebelumnya. Apabila dilihat dari keseluruhan 809,22 juta dan nilai transaksi mencapai Rp1,103 ribu
transaksi sistem BI-RTGS pada semester ini, transaksi antar triliun. Dari ketiga jenis APMK tersebut, kartu ATM+Debit
bank mempunyai pangsa terbesar yaitu 44,01% dari total merupakan jenis kartu yang mempunyai pangsa terbesar,
nilai transaksi dan 86,66% dari total volume transaksi. baik secara jumlah, nilai maupun volume transaksi. Jumlah
Transaksi antara bank terutama untuk jual beli surat kartu ATM+Debit yang beredar sampai dengan akhir
berharga, dengan kenaikan sebesar Rp586,81 triliun atau semester ini adalah sebanyak 29,63 juta kartu atau 73,23%
naik sekitar 81,04%. dari total kartu, dengan pangsa volume dan nilai transaksi
Setelmen melalui kliring juga berjalan tanpa kendala. masing-masing sebesar 61,95% dan 66,07%.
Sejak 2005, telah diimplementasikan Sistem Kliring Tabel 4.2
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang sampai semester I Transaksi APMK
2007 telah mencakup 36 wilayah KBI dan 28 wilayah non Jenis Kartu Jumlah Volume Nilai Transaksi
kartu Transaksi (dalam trilyun)
BI. Untuk itu, kegiatan kliring terbagi dalam beberapa (dalam juta) (dalam juta)
siklus, yaitu kliring kredit I, kliring kredit II, dan kliring debet Kartu Kredit 8,44 62,01 33,05
Kartu ATM 2,39 245,86 341,46
(terdiri dari kliring penyerahan dan kliring pengembalian).
Kartu ATM +debet 29,63 501,29 729,39
Pelaksanaan kliring kredit dilakukan secara terpusat di
Total 809,22 1.103,89
Jakarta sedangkan kliring debet masih dilaksanakan secara
lokal di masing-masing wilayah KBI namun setelmennya Sementara itu, risiko gagal bayar dalam sistem
dilakukan secara terpusat. Nilai transaksi kliring kredit pembayaran semakin diminimalkan. Dengan prinsip No
melalui SKNBI pada semester ini adalah sebesar Rp170,26 Money No Game dalam sistem BI-RTGS dan telah
triliun dengan volume transaksi sebesar 18,01 juta diterapkannya mekanisme Failure to Settle (FtS) dalam
transaksi. Sedangkan nilai transaksi kliring debet, dengan SKNBI maka risiko gagal bayar sudah diminimalisir sehingga
60
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
transaksi pembayaran di Indonesia yang belum tercover peningkatan fitur-fitur keamanan sistem BI-RTGS dan
hanya sekitar 3,72%. Bank Indonesia sebagai regulator kehandalan sistem BI-RTGS yang terkait dengan
semakin mengintensifkan upaya mitigasi risiko dalam ketersediaan sistem bagi peserta selama jam
sistem pembayaran. Hal ini antara lain dilakukan melalui operasional, baik menggunakan sistem utama
penerbitan ketentuan yang memperhatikan aspek kehati- maupun sistem back up. Penyempurnaan ketentuan
hatian dan perlindungan konsumen seperti ketentuan dilakukan dengan mempertegas peran Bank
mengenai Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, Indonesia dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS,
serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan yaitu peran sebagai regulator, penyelenggara dan
Kegiatan APMK. pengawas sistem BI-RTGS.
2. Pengawasan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
4.2. KEBIJAKAN DAN MITIGASI RISIKO DALAM Pengawasan BI-RTGS diintensifkan untuk memastikan
SISTEM PEMBAYARAN kehandalan sistem. Sistem BI-RTGS merupakan sistem
Sepanjang semester I 2007, upaya mitigasi risiko dan pembayaran yang bersifat SIPS. Oleh karena itu
peningkatan kehandalan sistem pembayaran terus penyelenggaraan sistem BI-RTGS merupakan prioritas
diintensifkan oleh Bank Indonesia. Hal ini dilandaskan dalam pengawasan sistem pembayaran. Tujuan
kepada 4 (empat) prinsip, yaitu minimalisasi risiko, pengawasan kepada penyelenggaraan sistem BI-RTGS
optimalisasi efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan adalah untuk memastikan penyelenggaraan sistem
konsumen. Beberapa kebijakan dan pencapaian sistem BI-RTGS dilakukan secara cepat, aman dan handal
pembayaran yang telah dilakukan selama semester I 2007 untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan
adalah: memperhatikan prinsip perlindungan konsumen.
1. Intensifikasi Pemenuhan Sistem BI-RTGS terhadap CP Mengingat penyelenggaraan sistem BI-RTGS
SIPS melibatkan 2 (pihak), yaitu Bank Indonesia sebagai
CP SIPS merupakan standard internasional yang penyelenggara dan peserta maka apabila sebelumnya
dikeluarkan oleh Bank for International Settlements pengawasan sistem BI-RTGS hanya difokuskan pada
(BIS), melalui Committee on Payment and Settlement peserta, untuk periode ini pengawasan
Sistems (CPSS) yang memuat prinsip-prinsip yang penyelenggaraan sistem BI-RTGS juga dilakukan
harus diperhatikan dalam mendisain dan terhadap penyelenggara sistem BI-RTGS. Terkait
mengoperasikan sistem pembayaran di setiap negara. dengan tujuan pengawasan tersebut di atas maka
Dari hasil self assessment terhadap sistem BI-RTGS pengawasan terhadap penyelenggara sistem BI-RTGS
yang telah dilakukan pada periode sebelumnya, masih difokuskan pada penilaian secara keseluruhan
terdapat beberapa CP dimana sistem BI-RTGS masih terhadap penyelenggaraan sistem BI-RTGS
belum memenuhi dan memerlukan penyempurnaan. berdasarkan aspek keamanan, efisiensi, perlindungan
Berkaitan dengan upaya pemenuhan terhadap CP konsumen, penilaian kepatuhan terhadap ketentuan
tersebut, Bank Indonesia telah melakukan yang berlaku, standard penyelenggaraan yang telah
penyempurnaan pada sisi aplikasi maupun ketentuan disepakati atau kebijakan sistem pembayaran yang
sistem BI-RTGS. Pada sisi aplikasi ditekankan pada berlaku.
61
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
3. Business Continuity Plan (BCP) Sistem BI-RTGS gangguan dan/atau keadaan darurat. Bila sebelumnya
Bank Indonesia terus meningkatkan kesiapan SDM hanya disediakan instrumen Cek dan Bilyet Giro Bank
peserta dalam kondisi darurat dengan melaksanakan Indonesia (BGBI), Bank Indonesia bermaksud untuk
kegiatan uji coba BCP secara rutin. Kelangsungan menyediakan RT backup di lokasi Bank Indonesia
operasional sistem BI-RTGS baik di penyelenggara untuk digunakan oleh Peserta dalam kondisi
maupun peserta membutuhkan tidak hanya gangguan dan/atau keadaan darurat.
kehandalan infrastruktur sistem (aplikasi, hardware 4. Peningkatan Keamanan Alat Pembayaran
dan jaringan), namun juga tersedianya Sumber Daya Menggunakan Kartu (APMK)
Manusia (SDM) yang memahami prosedur dalam Bank Indonesia menyempurnakan ketentuan APMK
keadaan darurat (contingency). Berkaitan dengan itu yang terkait dengan pelaporan APMK secara online.
dan sesuai dengan salah satu rekomendasi Dengan demikian, pengawasan tidak langsung
assessment sistem BI-RTGS, Bank Indonesia sebagai terhadap penyelenggaraan APMK lebih mudah
penyelenggara sistem BI-RTGS terus berusaha dilakukan. Di sisi lain, hal ini meningkatkan upaya
meningkatkan kesiapan SDM Peserta dalam kondisi perlindungan konsumen, karena informasi mengenai
darurat dengan melaksanakan kegiatan uji coba BCP APMK akan lebih up to date sehingga proses
secara periodik pada semester I 2007. Disisi lain, untuk pengambilan kebijakan dapat dilakukan lebih cepat.
meningkatkan kesiapan sistem backup , Bank Di samping melakukan pengawasan tidak langsung
Indonesia memberikan kesempatan kepada peserta melalui analisa laporan penyelenggaraan APMK, Bank
untuk melakukan pengujian backup-nya secara Indonesia juga tetap melakukan pengawasan
periodik. Sedangkan untuk meningkatkan kesiapan langsung kepada penyelenggara APMK untuk
infrastruktur di sisi penyelenggara, Bank Indonesia menjamin risiko-risiko penyelenggaraan kegiatan
melakukan uji coba operasional sistem BI-RTGS APMK dapat dikelola dengan baik oleh
dengan menggunakan sistem backup di lokasi penyelenggara. Ke depan, melihat potensi risiko
Disaster Recovery Centre (DRC). penyalahgunaan dan pemalsuan kartu, Bank
Khusus mengenai prosedur dalam kondisi gangguan Indonesia berusaha memitigasi risiko dengan
dan/atau keadaan darurat, Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan penggunaan teknologi chip
menyempurnakan ketentuan mengenai alternatif untuk kartu ATM dan kartu debit.
penyelesaian transaksi sistem BI-RTGS yang dapat 5. Risk Assessment dan Risk Management Sistem
digunakan oleh Peserta dalam kondisi gangguan dan Pembayaran
keadaan darurat sehingga operasional sistem BI-RTGS Dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS dan sistem
Peserta dapat terus berjalan mengingat dampak Kliring, Bank Indonesia mempunyai 2 (dua) peranan,
terhentinya operasional salah satu Peserta dapat yaitu sebagai Penyelenggara dan Peserta. Baik dalam
berpotensi menimbulkan risiko sistemik. pelaksanaan operasional sebagai Penyelenggara
Penyempurnaan tersebut adalah dengan menambah maupun Peserta, Bank Indonesia menghadapi
alternatif mekanisme penyelesaian transaksi yang potensi risiko, antara lain risiko finansial, reputasi
dapat digunakan oleh Peserta dalam kondisi dan hukum. Risiko tersebut muncul antara lain
62
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
karena timbulnya permasalahan operasional, baik bank dalam menerapkan prinsip Know Your
yang disebabkan gangguan sistem maupun Customer (KYC).
kesalahan manusia ( human error ). Untuk
mengurangi kemungkinan kesalahan dalam transfer 4.3. JARING PENGAMAN SEKTOR KEUANGAN
dana karena human error tersebut, Bank Indonesia (JPSK)
melakukan risk assessment untuk mengidentifikasi Pada semester I 2007, penguatan JPSK terus
faktor penyebab permasalahan operasional, dampak dilanjutkan dalam rangka meningkatkan ketahanan sektor
dan risiko permasalahan serta langkah-langkah keuangan, terutama sektor perbankan. Kerangka JPSK saat
pencegahan yang perlu diambil. Kegiatan identifikasi ini telah dituangkan ke dalam suatu Rancangan Undang
tersebut dapat dilaksanakan dengan beberapa Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang
metode, antara lain metode Control Self Assessment secara komprehensif mencakup: (i) pengaturan dan
(CSA). pengawasan lembaga dan pasar keuangan, (ii) fasilitas
6. Implementasi Ketentuan Daftar Hitam Nasional (DHN) lender of the last resort, (iii) program penjaminan
Dalam rangka pelaksanaan prinsip perlindungan simpanan, dan (iv) manajemen krisis.
nasabah serta untuk menjaga kepercayaan Skim penjaminan simpanan oleh Lembaga Penjamin
masyarakat terhadap cek dan Bilyet Giro sebagai Simpanan (LPS) dan fasilitas pembiayaan darurat (FPD)
instrumen pembayaran, Bank Indonesia merupakan 2 komponen JPSK yang terpenting. LPS telah
mengeluarkan ketentuan mengenai Daftar Hitam melakukan pembayaran klaim penjaminan simpanan
Nasional (DHN) Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro kepada nasabah 9 BPR yang ditutup pada 2005 dan 2006.
Kosong dengan metode yang berbeda dengan Sementara itu, meskipun FPD telah diberlakukan sejak
ketentuan sebelumnya. Upaya peningkatan 2005, sampai saat ini belum ada bank yang
perlindungan kepada nasabah dilakukan oleh Bank memanfaatkannya. Hal ini mencerminkan kondisi
Indonesia melalui penambahan klausul kewajiban perbankan yang sehat serta tidak memiliki kesulitan
pemegang rekening giro terhadap penggunaan Cek likuiditas yang berdampak sistemik.
dan Bilyet Giro dan pengawasan kepada bank atas Selanjutnya, pada tanggal 29 Juni 2007, Gubernur
pelaksanaan penatausahaan DHN Penarik Cek dan/ Bank Indonesia (BI) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga
atau Bilyet Giro Kosong. Penjamin Simpanan (LPS) telah menandatangani Nota
Di samping itu, Bank Indonesia juga melakukan Kesepakatan sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat
perubahan metode dalam penatausahaan DHN. Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Nota
Apabila dalam ketentuan sebelumnya, DHN dikelola Kesepakatan tersebut mengatur tentang koordinasi dan
oleh Bank Indonesia maka pada ketentuan yang baru pertukaran informasi antara BI dan LPS yang memuat lima
ini, penatausahaan DHN diserahkan kepada masing- aspek terkait program penjaminan dan pengawasan bank
masing bank. Latar belakang perubahan metode ini serta penanganan bank gagal yakni: (i) pelaksanaan
adalah karena bank merupakan pihak yang lebih penjaminan simpanan, (ii) penanganan bank bermasalah,
mengenal karakteristik nasabahnya. Selain itu, hal ini (iii) penyelesaian dan atau penanganan bank gagal, (iv)
juga bertujuan untuk lebih meningkatkan kepedulian tindak lanjut bank yang dicabut izin usahanya, dan (v)
63
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
penetapan tingkat bunga yang wajar dalam rangka keanggotaan di FSSK maka pada 29 Juni 2007 telah
penetapan klaim yang layak bayar. Dengan telah ditandatangani KB antara Menteri Keuangan, Gubernur
ditandatanganinya Nota Kesepakatan antara BI dengan Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner LPS
LPS, Indonesia semakin memiliki kelengkapan perangkat Nomor 299/KMK.010/2007, Nomor 9/27/KEP.GBI/2007,
hukum dan pedoman yang jelas untuk pencegahan dan dan Nomor 015/DK-LPS/VI/2007 tanggal 29 Juni 2007
penanganan krisis keuangan. yang sifatnya mengukuhkan keanggotaan baru serta
mempertegas fungsi forum dimaksud. FSSK telah mulai
4.4. FORUM STABILITAS SISTEM KEUANGAN beroperasi dan telah melaksanakan pertemuan secara
(FSSK) reguler sejak 1 Juli 2007. Forum Pengarah bertemu
Koordinasi dalam rangka pemeliharaan stabilitas triwulanan, sementara Forum Pelaksana mengadakan
sistem keuangan dilakukan melalui Forum Stabilitas pertemuan bulanan setiap hari Senin minggu kedua. Di
Sistem Keuangan (FSSK). FSSK dibentuk pada 30 luar itu, pertemuan dilaksanakan di tingkat Tim Kerja.
Desember 2005 melalui suatu Keputusan Bersama (KB) Dalam jangka pendek ke depan, FSSK akan menjadi
antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia wadah koordinasi pelaksanaan Financial Sector Assessment
serta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Program (FSAP) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia
Simpanan (LPS). Selanjutnya, mengingat terjadi (ASKI). Tim Kerja FSSK akan bekerjasama untuk persiapan
reorganisasi dan perubahan struktur di Departemen dan pelaksanaan FSAP yang akan dilakukan oleh Bank Dunia
Keuangan serta Bank Indonesia yang mempengaruhi dan IMF. Tujuan FSAP adalah untuk menilai ketahanan sektor
Tabel 4.3
Struktur dan Keanggotaan FSSK
Forum Anggota
Bank Indonesia
- Deputi Gubernur Senior
- Deputi Gubernur Bidang Penelitian dan Pengaturan Perbankan dan
- Deputi Gubernur Bidang Pengawasan Perbankan serta dan
Forum Pelaksana yang bertugas 18 orang anggota yakni 6 orang pejabat eselon dua satuan kerja terkait Departemen
melaksanakan fungsi Forum SSK sesuai Keuangan, 6 orang Direktur dari satuan kerja terkait BI dan 2 orang Direktur LPS.
arahan Forum Pengarah.
Tim Kerja yang berfungsi untuk menunjang Tim Kerja beranggotakan pejabat dari Departemen Keuangan, BI dan LPS yang
kelancaran tugas Forum Pelaksana dan dibentuk berdasarkan usulan dari masing-masing lembaga dan keputusan Forum
Pengarah. Pengarah. Disamping itu, dimungkinkan untuk membentuk semacam Gugus Tugas
untuk menangani proyek-proyek tertentu seperti ASKI dan persiapan FSAP.
64
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
keuangan serta menilai sejauh mana suatu sistem keuangan diharapkan dapat memberikan kajian mengenai dampak
memiliki compliance terhadap standar regulasi prudensial yang ditimbulkan apabila terjadi krisis global, berapa lama
internasional. Selain itu, Tim Kerja FSSK akan krisis terjadi serta langkah-langkah berikutnya yang harus
mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan penyusunan dilakukan. Sementara itu, gugus tugas CMP akan
ASKI yang merupakan arah pengembangan sistem membuat acuan bagi otoritas keuangan dalam
keuangan Indonesia dalam jangka menengah dan jangka menangani krisis. Dalam CMP akan dijelaskan mekanisme
panjang ke depan. penanganan krisis yang terjadi di sektor perbankan,
Perkembangan terakhir, Rapat Anggota Forum lembaga keuangan non-bank, pasar modal, serta pasar
Pelaksana FSSK tanggal 13 Agustus 2007 menyepakati uang. Dengan adanya CMP, maka otoritas diharapkan
pembentukan 2 (dua) gugus tugas, yaitu gugus tugas dapat memberikan respon yang tepat dan efektif,
Macro Early Warning System (EWS) dan Crisis sehingga krisis dapat tertangani secara cepat, efektif, dan
Management Protocol (CMP). Gugus tugas Macro EWS tidak menimbulkan dampak negatif.
65
Bab 4 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko
66
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
Artikel
67
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
68
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
Artikel I
Tujuan penelitian ini menganalisis struktur, dinamika, dan kinerja industri perbankan dengan pengukuran
indeks konsentrasi yaitu HHI, HTI, CR 15, dan HHI-CR 15. Analisis dinamika dan risiko industri menggunakan
pendekatan Matriks Transisi Probabilitas Markov, sedangkan stabilitas industri dan risiko stratejik diukur dengan
nilai Entropy Dinamika Peringkat Kinerja baik pada tingkat industri maupun individu. Data yang digunakan
berasal dari laporan keuangan bulanan bank seluruh bank komersial di Indonesia selama September 2000 (156
bank) sampai dengan Mei 2006 (131 bank). Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri perbankan Indonesia
berada dalam kondisi stabil karena memang belum beraktifitas pada tingkat persaingan yang normal. Namun,
ketatnya persaingan tersebut berbeda antar sub industri berdasarkan ukuran aset dan kinerja. Persaingan terketat
terjadi pada sub bank menengah. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengurangan jumlah bank dalam
industri diikuti oleh penurunan indeks konsentrasi, khususnya HHI dan HTI, serta pengurangan pangsa pasar 15
bank besar. Pada awal periode, 15 bank besar memiliki pangsa pasar +/-70% kemudian menjadi +/- 60% di akhir
periode. Secara matematis, pengurangan jumlah bank dalam industri, ceteris paribus, seharusnya diikuti dengan
peningkatan indeks konsentrasi. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan fakta sebaliknya, hal ini
menandakan terjadinya proses konsolidasi industri.
1. PENDAHULUAN
1 Deputi Gubernur Bank Indonesia. Artikel ini ditulis pada waktu beliau masih menjadi
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur risiko
Direktur √ Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia; e-mail
addressΩ: muliaman@bi.go.id stratejik industri perbankan Indonesia khususnya mengenai
2 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan √ Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
Bank Indonesia; e-mail addressΩ: wimboh@bi.go.id kestabilan industri perbankan, dengan menggunakan
3 Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia; e-mail address: bhermant@fe.ui.ac.id
4 Peneliti Senior √ Biro Stabilitas Sistem Keuangan √ Direktorat Penelitian dan Pengaturan pendekatan disiplin Organisasi Industri. Paradigma
Perbankan, Bank Indonesia; email address: dwityapoetra@bi.go.id
5 Peneliti √ Biro Stabilitas Sistem Keuangan √ Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia; email address: rulina@bi.go.id
Structure √ Conduct √ Performance diterjemahkan secara
69
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Bagian 3
3, menyajikan hasil pengukuran konsentrasi
Entropi Dinamika Entropi Dinamika
Peringkat Kinerja (sistem) Peringkat Kinerja (individu)
statis dari variabel aset, kredit, dan DPK yang dilihat dari
HHI, HTI, dan Entropi Statis dari pangsa pasar baik industri
maupun sub kelompok industri sebagai variabel indikator Konsentrasi Industri
struktur industri dengan perubahannya dari awal ke akhir Ukuran-Ukuran Konsentrasi Statis
periode penelitian, serta menyajikan entropi relatif Ukuran populer yang digunakan adalah Herfindahl-
dinamika peringkat industri perbankan dari berbagai Hirschman indeks (HHI). Untuk n perusahaan di dalam
variabel selama periode pengamatan sebagai ukuran sebuah industri dengan pangsa pasar Si, HHI adalah:
stabilitas dari industri perbankan, entropi individu 15 bank
terbesar sebagai ukuran risiko stratejik, serta dinamika (1) HHI =
perubahan individu bank besar dalam sub kelompok.
Bagian 4
4, menyimpulkan temuan pada bagian Semakin sama ukuran perusahaan, semakin kecil
terdahulu dengan menggunakan kerangka organisasi HHI. Berdasarkan definisi, HHI akan bernilai antara 1/n
industri. 10.000 di mana n adalah banyaknya perusahaan di dalam
70
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
71
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Ukuran Risiko Stratejik Individual modifikasi matriks BCG, yang berakar pada disiplin
Andaikan Nijk adalah total banyaknya transisi yang Organisasi Industri, mengingat jumlah data runtun waktu
dilakukan oleh perusahaan i dari peringkat j ke peringkat masih terlalu sedikit untuk di analisis secara ekonometrik.
k. Selanjutnya, dengan mengetahui bahwa untuk semua Modifikasi tersebut dalam bentuk Matriks Pangsa-Kinerja,
perusahaan pk|j = N.jk/N.j., nilai harapan tertimbang dari Pangsa√Risiko, dan Risiko-Kinerja yang dibandingkan
informasi yang berkenaan dengan transisi peringkat dalam dua titik waktu pengamatan yang berbeda; awal
bersyarat dapat ditulis: periode dan akhir periode.
h(k|j) = - [N.jk/N.j.]ln(pk|j)
Kemudian, nilai harapan total informasi tertimbang 3. STRUKTUR INDUSTRI PERBANKAN, STABILITAS
yang berkenaan dengan transisi-transisi di dalam sistem INDUSTRI, DAN RISIKO STRATEJIK BANK
dari peringkat j ke peringkat k, yang dialamatkan pada Pola persaingan dalam suatu industri ditentukan oleh
sebuah individu perusahaan i, dapat ditulis dengan struktur industri yang diukur dengan: jumlah pemain,
menggunakan entropi individu yang dirumuskan dengan: adanya pemain dominan dan tingkat konsentrasi industri.
hi(k|j) = - [Nijk/N.j.]ln(pk|j) Hasil perhitungan statistik beberapa indeks konsentrasi
porsi ketidakpastian total yang dikontribusi oleh industri perbankan selama periode penelitian berdasarkan
perusahaan i di dalam sistem ditentukan oleh: berbagai variabel disajikan pada butir-butir berikut.
-0,1
3 4
-0,2 Superiori
ukuran indeks konsentrasi aset, HHI, HHI-15 dan HTI yang
Laggart
-0,3 terus menurun sebagaimana terlihat pada Grafik A.1.1
-0,4
Kinerja Trend tersebut menunjukkan semakin kecilnya kekuatan
Sumber: diolah
pasar dari bank besar. Penurunan indeks-indeks konsentrasi
Keterangan :
- Kuadran 1 : posisi individu bank dengan nilai kinerja dan risiko lebih dari rata-rata aset tersebut bersamaan dengan penurunan jumlah bank
kelompok (Balance)
- Kuadran 2 : posisi individu bank dengan nilai kinerja kurang dari rata-rata kelompok yang mencapai 16%. Pada awal periode penelitian
namun nilai risiko lebih dari rata-rata kelompok (Alert)
- Kuadran 3 : posisi individu bank dengan nilai kinerja dan risiko kurang dari rata-rata
kelompok (Laggart)
terdaftar 156 bank dan di akhir periode hanya 131 bank.
- Kuadran 4 : posisi individu bank dengan nilai kinerja lebih dari rata-rata kelompok namun
nilai risiko kurang dari rata-rata kelompok ( Superiori) Secara teoritis seharusnya penurunan jumlah bank diikuti
72
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
Tabel A1.1.
Rerata, Simpang Baku dan Koefisien Kovariasi Berbagai Ukuran Konsentrasi Statis Industri Perbankan
HHI AVG 10.000/n < HHI < 10.000 888.937 601.451 890.798
SD 151.718 31.995 113.625
CV 5.859 18.798 7.840
HHI - CR 15 AVG 10.000/n < HHI-15 < 10.000 870.096 568.062 717.506
SD 153.562 41.908 105.800
CV 5.666 13.555 6.782
ENTROPY - STATIS AVG 0 < ENTROPY-STA < 1 0.643 0.701 0.648
SD 0.023 0.010 0.025
CV 28.514 71.702 25.571
CR-15 AVG 0 < CR-15 < 1 0.681 0.588 0.549
SD 0.025 0.047 0.027
CV 26.918 12.390 20.038
HTI AVG 0 < HTI < 1 0.042 0.034 0.045
SD 0.003 0.002 0.002
CV 15.792 19.543 19.020
Sumber : diolah
dengan peningkatan indeks-indeks konsentrasi, atau dengan awal 2005 terjadi kenaikkan pada HHI Industri,
peningkatan kekuatan pasar di industri perbankan. HHI-CR 15, dan CR 15, bersamaan juga dengan penurunan
Hal ini sejalan dengan penelitian Bikker dan Haaf entropi pangsa. Hal ini menandakan bahwa pada periode
(2001), yang melakukan kajian yang sama pada berbagai tersebut kekuatan pasar pemain meningkat, namun mulai
negara dan hasil kerja Bhattacharya dan Das (2003) yang pertengahan 2002 hingga kuartal pertama 2006 indeks
mengkaji dinamika konsentrasi pasar perbankan di India. HHI dan HTI kembali menurun dan nilai entropi juga
Konsentrasi pasar kredit diukur dengan berbagai meningkat yang berarti bahwa kekuatan pasar berkurang.
ukuran konsentrasi statis sebagaimana pada Tabel A.1.1 Secara absolut nilai indeks konsentrasi DPK lebih
di atas menunjukkan bahwa rerata tingkat kekuatan pasar mendekati indeks aset dan berbeda dari indeks kredit,
pemain lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi aset. dengan demikian penafsiran hasil dan kesimpulan
Berdasarkan grafik A.1.3 di bawah, pada awal 2002 sampai mengenai persaingan adalah senada dengan aset. Tabel
1400 0,7
1200 0,68
0,66
1000
0,64
800
0,62
600
0,6
400 0,58
Jumlah Bank HHI HHI 15 Besar HTI Pangsa 15 Besar
200 0,56
0 0,54
SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Untuk kepentingan penyesuaian skala grafik pangsa pasar 15 besar dikalikan dengan 1000
Sumber : diolah Sumber : diolah
73
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
600 1000
500
800
400
600
300
Jumlah Bank HHI HHI 15 Besar HTI Pangsa 15 Besar 400
200
0 0
SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Untuk kepentingan penyesuaian skala grafik pangsa pasar 15 besar dikalikan dengan 1000 Untuk kepentingan penyesuaian skala grafik pangsa pasar 15 besar dikalikan dengan 1000
Sumber : diolah Sumber : diolah
0,73 0,70
0,68
0,72
0,66
0,71
0,64
0,7 0,62
0,60
0,69
0,58
0,68
0,56
0,67 0,54
SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei SepNov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep Nov JanMarMei Jul Sep NovJanMarMei Jul Sep NovJanMarMei
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Sumber : diolah Sumber : diolah
A.1.1 di atas juga menjelaskan bahwa secara rata-rata oleh besarnya Entropi Relatif Dinamika Peringkat (ERDP)
kekuatan pasar DPK relatif rendah sepanjang periode kinerja seluruh bank dalam industri. Stabilitas industri ini
penelitian. Seperti juga pada aset, terlihat kecenderungan erat terkait dengan risiko stratejik bank-bank, yang diukur
menurunnya daya pengaruh ke pasar bagi bank besar, yang dengan Entropi Absolut Dinamika Peringkat individu,
terlihat dari menurunnya tren HHI maupun HTI, dan juga mengingat keduanya diturunkan dari matriks probabilitas
nilai entropi pasar yang semakin mendekati satu seperti transisi Markov.
pada grafik di bawah berikut. Dari sisi persaingan, Gambar diagram pencar distribusi probabilitas transisi
ditemukan bahwa pada pasar kredit persaingan lebih ketat menurut aset dan ROI, disajikan pada Gambar A.1.3 dan
dibanding pada pasar DPK. A.1.4 di bawah memperlihatkan bahwa nilai probabilitas
transisi, baik peringkat ROI maupun aset, tersebar di sekitar
Stabilitas Industri dan Risiko Stratejik garis diagonal, tidak merata pada seluruh matriks. Hal
Stabilitas industri perbankan tercermin dari tingkat tersebut menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan
keacakan peringkat kinerja bank, sebagai hasil dari peringkat kinerja terjadi dalam rentang tertentu yang relatif
persaingan di pasar asupan maupun keluaran, ditunjukkan tidak acak. Namun demikian terlihat suatu pola yaitu pada
74
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
75
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Tabel A.1.2
Entropi Absolut Dinamika Peringkat ROI - 15 Bank Besar
Rata-rata Selama Periode Penelitian, Kuartal II 2001 dan Kuartal I 2006
0
bahwa, pertama, penyebaran individu-individu bank pada -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
-0,1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
-0,2
tiap kuadran dari awal sampai akhir penelitian relatif tidak -0,3
-0,4
berubah, kedua, tidak terlihat pola hubungan linier antara ROI
0
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
kuadran dengan kinerja dibawah rata-rata. -0,2
-0,4
Pangsa pasar seringkali digunakan sebagai ukuran -0,6
-0,8
kinerja dalam perolehan pasar. Untuk melihat perilaku ROI
76
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
Pangsa Pasar vs ROI 15 Bank Besar perhatian banyak pihak. Realita yang disampaikan adalah
Matriks dinamika berikut memperlihatkan posisi 15 tidak optimalnya fungsi penyaluran kredit. Penelitian ini
bank besar berdasarkan pangsa pasar dan kinerjanya. juga menyajikan secara lebih komprehensif realita tersebut
Sebagaimana pada matriks entropi-ROI di atas, terlihat 4 dengan melihat pola perilaku pertumbuhan DPK/
individu bank (IIHP, IIIR, IIPI, IIPP) dengan pangsa pasar dan pertumbuhan kredit pada 15 bank besar dan ROI.
kinerja di atas rata-rata yang relatif tidak berubah dari awal Ukuran keseimbangan fungsi intermediasi bank
hingga akhir periode sampel. Sisa 11 bank lainnya dapat ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan DPK
berkumpul pada kuadran 3 dengan pangsa pasar dan berbanding dengan tingkat pertumbuhan kredit. Pada
kinerja di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahasan selanjutnya akan disajikan pola hubungan dari
bahwa kedua matriks di bawah ini juga menunjukkan perbandingan pertumbuhan DPK dan kredit terhadap
adanya kemungkinan pola hubungan linear antara pangsa kinerja (ROI) untuk 15 bank besar.
dan kinerja keuangan, meskipun disertai fenomena
heteroskedastis, atau perubahan menjadi nonlinear pada Pertumbuhan DPK/Pertumbuhan Kredit Vs ROI
akhir periode. 15 Bank Besar
Fungsi intermediasi bank dalam menyeimbangkan Rasio antara pertumbuhan DPK dengan
perolehan DPK dan penyaluran kredit menjadi pusat pertumbuhan kredit dari dua titik waktu, melengkapi
kedua matriks sebelumnya, dapat mengindikasikan
Gambar A.1.6
kestabilan fokus strategi dan kebijakan alokasi sumberdaya
Matriks Dinamika Risiko-Kinerja Pangsa Pasar dan ROI 15
Bank Besar - Awal & Akhir Periode Sampel bank. Pada matriks di bawah terlihat bahwa pada sebagian
besar bank alokasi sumberdaya relatif lebih besar ke pasar
kredit, demikian pula dengan keempat bank yang
Pangsa vs ROI Standard-Awal Periode Sampel
berprestasi terbaik berkumpul pada kuadran 4 atau
0,25
superior (IIHP, IIIR, IIPI, IIPP). Hanya 2 bank (IIBI, IIHB) yang
0,2
0,15
menunjukkan sebaliknya pada awal periode dan pada akhir
Pangsa
0,1
0,05
0
periode sampel, posisi tersebut digantikan oleh IIAR dan
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
-0,05
-0,1
IIRB, jika kualitas kredit kedua bank ini kurang atau tidak
ROI
bagus maka kondisi ini dapat memperburuk kinerja ke
depan dan pada gilirannya berpotensi sebagai penyebab
ketidakstabilan industri perbankan. Posisi relatif bank-bank
Pangsa vs ROI Standard-Akhir Periode Sampel
besar lainnya pada matriks ini tidak bergerak dari awal
0,14
0,12 hingga akhir periode.
0,1
0,08
Dinamika individu bank untuk variabel pertumbuhan
Pangsa
0,06
0,04
0,02
0 DPK/pertumbuhan kredit terlihat hanya 2 individu dengan
-3 -2 -1 -0,02 0 1 2 3 4 5 6 7
-0,04
-0,06 nilai di atas rata-rata, hal ini mengandung 2 makna yakni
ROI
apakah nilai DPK individu bank tersebut relatif besar
ataukah nilai penyaluran kreditnya relatif kecil. Penelusuran
Sumber : hasil olahan tim peneliti
77
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
7
stabil dari waktu ke waktu, walaupun beberapa individu
6
5
4
(IIBI, IIHB, IIHI, IISB, IIPI, IISI, IRSB) menampilkan nilai entropi
3
gD/gK
2
1 absolut di atas rata-rata. Dinamika persaingan pada 11
0
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
-2 individu bank (selain 4 bank dengan kinerja tinggi)
-3
ROI memperlihatkan perubahan dan pertukaran posisi dari
awal hingga akhir periode sampel. Ketatnya persaingan
pada 11 bank ini kemungkinan besar dikarenakan ukuran
gD/gK vs ROI Standard-Akhir Periode Sampel
yang relatif sama dibanding dengan 4 bank dengan kinerja
60
50
tinggi.
40
30
gD/gK
20
10
0
BOPO vs ROI 15 Bank Besar
-3 -2 -1 -10 0 1 2 3 4 5 6 7
-20 Matriks berikut memperlihatkan bahwa 4 individu
ROI
bank dengan kinerja yang relatif di atas rata-rata
Sumber : diolah memperlihatkan nilai BOPO yang relatif tinggi (IIHP, IIIR,
IIPI, IIPP). Hal ini menandakan bahwa keempat bank
data memperlihatkan bahwa kedua bank ini memiliki tersebut memiliki beban operasional yang relatif tinggi
perolehan DPK yang terlalu besar sementara penyaluran namun dengan pencapaian ROI yang juga relatif tinggi.
kredit yang relatif kecil (contoh IIBI dengan pangsa DPK Sebaliknya untuk 11 bank lainnya memperlihatkan nilai
sebesar 5% sementara pangsa Kreditnya sebesar 0,6%). BOPO yang relatif di bawah rata-rata dengan kinerja yang
Namun demikian pencapaian ROI kedua individu bank ini relatif rendah di kelompoknya. Dengan kata lain, kelompok
relatif di bawah rata-rata yang berarti kedua bank ini 15 bank besar dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok yakni
memfokuskan diri pada perluasan pasar (input atau output) yang berada pada kuadran 1 dengan nilai BOPO dan kinerja
dengan marjin yang relatif rendah. Uraian di atas di atas rata-rata dan pada kuadran 3 dengan nilai BOPO
memperlihatkan bahwa perubahan 15 bank besar relatif dan kinerja di bawah rata-rata. Fenomena ini sejalan
kecil, hanya sebagian kecil individu bank yang dengan fenomena hubungan antara ROI dengan pangsa
memperlihatkan perubahan signifikan dari posisi low yang linear dan heteroskedastik.
menjadi high dari nilai rata-rata yang dimiliki oleh Pola hubungan antara BOPO dengan ROI pada dua
kelompok ini (entropi absolut, pangsa pasar, gD/gK, ROI). titik waktu observasi sepintas terlihat tidak logis, counter
Bahkan terlihat individu bank yang memiliki pangsa pasar intuitive. Namun hal tersebut ternyata juga terjadi di negara
tinggi namun dengan tingkat kinerja relatif rendah yang lain (Neceur, 2003 dan Bhattacharya, 2003), sehingga
mengindikasikan aktifitas mass product dengan orientasi dapat disimpulkan bahwa pola tersebut merupakan
perolehan pasar dan marjin yang rendah. kekhasan industri perbankan.
78
Artikel I - Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Praktiknya di Indonesia
0,1
0,05 menarik nasabah baru, ketiga, bank menengah
0
-7 -6 -5 -4 -3 -2-0,05
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
berhasil menarik nasabah lama dari bank besar, atau
-0,1
ROI
yang terakhir adalah gabungan dari ketiganya.
3. Berkaitan dengan butir dua di atas, dalam pandangan
sebagian nasabah Indonesia dan sejauh berkaitan
BOPO vs ROI Standard-Akhir Periode Sampel
dengan trade-off antara imbal hasil dan risiko, jasa/
0,1
0,05
0
menambah keseriusan masalah informasi yang
-3 -2 -1 -0,05 0 1 2 3 4 5 6 7
-0,1 asimetri pada industri perbankan Indonesia, yakni apa
ROI
yang disebut sebagai lemon market- nya Akerloff.
Sumber : hasil olahan tim peneliti 4. Secara keseluruhan industri perbankan Indonesia
dalam kondisi stabil, karena memang belum
4. KESIMPULAN beraktifitas pada tingkat persaingan yang normal,
Penelitian eksploratif ini bertujuan untuk namun, ketatnya persaingan tersebut berbeda antar
memperoleh gambaran mengenai keterkaitan antara sub industri berdasarkan ukuran aset dan kenerja.
struktur, dinamika, dan kinerja industri perbankan, Persaingan terketat ada pada sub bank menengah.
khususnya kestabilan industri dan risiko stratejik individu 5. Pola hubungan linier antara risiko stratejik dengan
bank dengan menggunakan pendekatan Organisasi berbagai variabel kinerja dan pangsa tidak dapat
Industri sebagai berikut: ditetapkan dari data, hal ini mungkin berkaitan
1. Pengelompokan bank berdasarkan berbagai kriteria dengan fenomena nonlinearitas risiko, tidak
Bank Indonesia didukung oleh kenyataan adanya sebagaimana halnya dengan pola hubungan antara
perbedaan distribusi statistik berbagai variabel pangsa dan berbagai kinerja keuangan yang sudah
keuangan antar kelompok tersebut. Kelompok lebih jelas. Yang khas pada industri perbankan adalah
tersebut dapat dianggap sebagai sub industri adanya hubungan linier positif antara rasio
perbankan yang berbeda secara riil. profitabilitas dengan rasio BOPO.
79
Artikel I - Dinamika Struktur Industri Perbankan, Risiko Stratejik Bank Serta Implikasinya terhadap Stabilitas Sistem Keuangan
Daftar Pustaka
Avi Fiegenbaum and Howard Thomas (2004),Δ Strategic Freddy Delbaen (2000), ≈Coherent Risk Measures on
risk and competitive advantage: an integrative General Probability SpacesΔ, ¨ossische Technische
perspectiveΔ, European Management Review (2004) Hochschule, Z¨urich ,March 10
1, 84√95 Jorion, Philippe. (2001). Value at Risk: The New Benchmark
Basel Committee on Banking Supervision. 1998. Risk for Managing Financial Risk, 2nd edition. New York:
Management for Electronic Banking and Electronic McGraw-Hill.
Money Activities. Kaushik Bhattacharya and Abhiman Das (2003),Δ Dynamics
Basel Committee on Banking Supervision. 2001. Working of Market Structure and Competitiveness of the
Paper on the Regulatory Treatment of Operational Banking Sector in India and its Impact on Output and
Risk. Prices of Banking ServicesΔ, Reserve Bank of India
Basel Committee on Banking Supervision. 2003. Risk Occasional Papers Vol. 24, No. 3, Winter.
Management Principles for Electronic Banking. Mehra Ajay (1996), Δ Resources and Market based
Basel Committee on Banking Supervision. 2003. Sound Determinants of Performance in the US Banking
Practices for the Management and Supervision of IndustryΔ, Journal of Strategic Management Vol 17
Operational Risk. No.4
Ben Naceur, Samy.October (2003).ΔThe Determinants of Peraturan Bank Indonesia No 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei
The Tunisian Banking Industry Profitability: Panel 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko.
EvidenceΔ. Universite» Libre de Tunis. Department of Ruefli, Timothy W (1990),Δ Mean-Variance Approaches
Finance. to Risk-Return Relationships in Strategy: Paradox
Boss, Michael, Helmut Elsinger, Martin Summer, dan Stefan LostΔ,Management Science; Mar 1990; 36, 3; ABI/
turner (2004) ,ΔThe Network Topology of the INFORM Global pg. 368
Interbank MarketΔ, Working Paper. Ruefli, Timothy W.; Wilson, Chester L. (1987), ΔOrdinal
Boss, Michael, Helmut Elsinger, Martin Summer, dan Stefan Time Series Methodology for Industry and
turner (2003), ≈An Empirical Analysis of the Network Competitive AnalysisΔ, Management Science, May;
Structure of the Austrian Interbank MarketΔ, Financial 33, 5; ABI/INFORM Global pg. 640
Stability Report 7. The Financial Services Roundtable. (1999). Guiding
Collins, James M and Ruefli, Timothy W (1992), Δ Strategic Principals in Risk Management for U.S. Commercial
Risk : An Ordinal ApproachΔ, Management Science Banks: A Report of The Subcommittee and Working
Vol.38 No.12 Group on Risk Management Principles. Washington
Elsinger, Helmut, Alferd Lehar, dan Martin Summer D.C.
(2006),ΔUsing Market Information for Banking System Winfrey, Frank L. dan James L. Budd (1997),Δ Reframing
Risk AssessmentΔ, International Journal of Central Strategic RiskΔ, S.A.M. Advanced Management
Banking, Vol 2 No 1. Journal. Autumn; 62, 4; ABI/INFORM Global, hal. 13-
Elsinger, Helmut, Alferd Lehar, dan Martin Summer,≈A New 21.
Approach to Assessing the Risk of Interbank LoansΔ,
Financial Stability Report 3.
80
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
Artikel II
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi rating pada periode tertentu, heterogenitas migrasi
rating dan tingkat volatilitas migrasi rating. Dengan menggunakan rating yang dikeluarkan oleh PT Pemeringkat
Efek Indonesia (Pefindo) sejak February 2001 sampai dengan Juni 2006, dihitung rating transition matrices
dengan menggunakan metode cohort dan continuous. Untuk setiap metode, disusun matriks tahunan, dua
tahunan (2004-2005), tiga tahunan (2003-2005), empat tahunan (2002-2005) dan lima tahunan (2001-2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Continuous memberikan hasil yang lebih efisien dari pada metode
Cohort. Estimasi dengan menggunakan metode Continuous memberikan hasil terbaik untuk rating obligasi
korporasi dan menghasilkan distribusi probababilitas yang lebih tersebar. Dari sisi trend migrasi rating, estimasi
baik dengan menggunakan metode Cohort maupun Continuous memberikan hasil yang relatif konsisten. Selain
itu, migrasi rating cenderung untuk bergerak ke arah perbaikan rating dan hal ini konsisten dengan analisis
rating activity and rating drift.
81
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
Ada beberapa kesulitan dalam menentukan solusi Secara teoritis, matriks transisi dapat diestimasi
risiko kredit yang mencakup banyak perusahaan. Pertama, untuk horison transisi yang diinginkan. Akan tetapi,
risiko kredit memiliki berbagai bentuk dan ukuran. Kedua, biasanya yang sering digunakan adalah matriks transisi
jenis risiko kredit yang berbeda umumnya dikelola secara tahunan atau lima tahunan. Secara khusus, matriks
ketat dan terpusat. Sumber risiko kredit juga relatif transisi menunjukkan risiko default dan volatilitas
beragam dan mencakup mulai dari corporate atau migrasi yang tinggi untuk portofolio dengan grade
sovereign bonds, credit derivatives, over-the-counter kualitas yang rendah. Default likelihood akan meningkat
derivatives (misalnya interest rate swap ), pinjaman secara eksponensial dengan adanya penurunan grade.
komersial, retail mortgages, dan kartu kredit. Ketiga, bank Semua matriks transisi memiliki karakteristik yang sama,
cenderung mengelola risiko kredit secara terpisah dari risiko yaitu memiliki probabilitas yang tinggi di diagonal
pasar. matriks: obligor cenderung mempertahankan rating
Dalam melakukan pengukuran credit risk, Kamakura mereka saat ini. Probabilitas terbesar kedua biasanya
Risk Information Services-KRIS (2004) menggunakan tiga berada di sekitar diagonal. Sementara itu, semakin jauh
pendekatan kuantitatif untuk memodelKAN default dari diagonal, semakin kecil kecenderungan terjadinya
probabilities, yaitu Model Jarrow Chava, Model Struktural perubahan rating (Violi, 2004). Hasil studi Kryzanowski
Merton , dan Model Hibrid Jarrow Merton. Ketiga dan Ménard (2001) menunjukkan bahwa probabilitas
pendekatan tersebut memasukkan informasi mengenai suatu obligasi untuk tetap berada di rating semula akan
harga pasar ekuitas perusahaan dan tingkat suku bunga, mengecil apabila horison waktu yang dianalisis semakin
sehingga current market expectation dapat terakomodasi panjang.
dalam default probability estimates. Van Deventer dan Diskusi mengenai credit modeling tidak hanya
Wang (2003) menggunakan model ini untuk mengestimasi berpusat pada probability of default , namun juga
eksplisit probabilitas default dengan menggunakan regresi menganalisis apa yang terjadi pada sebuah kredit yang
logistik berdasarkan database default historis. sudah hampir default (McNulty dan Levin, 2000). Oleh
Selain melalui estimasi probabilitas default, analisis karena itu, para peneliti mulai memfokuskan perhatian
risiko kredit juga dapat dilakukan melalui analisis migrasi pada probabilitas perpindahan rating kredit dari satu level
risiko (probabilitas migrasi rating obligasi). Bond rating ke level lain. Salah satu cara yang cukup representatif untuk
merupakan salah satu indikator penting untuk menilai menyajikan informasi tersebut adalah dengan
kualitas kredit perusahaan, dan juga default probability menggunakan matriks transisi (transition matrix).
perusahaan tersebut. Perubahan rating sebuah perusahaan
merefleksikan penilaian apakah kualitas kredit perusahaan 2. TUJUAN PENELITIAN
tersebut membaik (upgrade) atau memburuk (downgrade). Penelitian ini bertujuan untuk Melakukan estimasi
Analisis perpindahan rating, termasuk default, berguna credit rating transition matrix, yaitu secara khusus
dalam credit risk model untuk mengukur future credit loss. digunakan untuk mengetahui:
Dengan demikian, matriks yang berisi probabilitas transisi - Migrasi rating pada periode tertentu.
rating (atau sering disebut transition matrix) memiliki peran - Heterogenitas migrasi rating.
penting dalam credit risk modelling. - Tingkat volatilitas migrasi rating.
82
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
83
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
The Absorbing ≈DefaultΔ State credit derivatives maka diperlukan horison yang lebih
Secara umum, default state dipandang sebagai pendek walaupun pada penerapannya hanya matriks
absorbing state. Hal ini mengimplikasikan bahwa setiap transisi tahunan yang biasanya digunakan oleh agen-agen
perusahaan yang telah mencapai default state tidak dapat rating sebagai horison transisi.
berpindah ke state rating kredit lainnya. Hal ini dapat dilihat Jarrow, Lando dan Turnbull (1997) dalam studi
pada baris terakhir dari bentuk umum matriks transisi yang mengenai current credit derivatives pricing models ,
tersaji dalam persamaan (3.1), dimana semua elemen dari menyelesaikan permasalahan horison transisi yang relatif
baris tersebut adalah nol kecuali elemen dari default state panjang dengan menghitung intensitas-intensitas
yang mempunyai entri satu (unity). probabilitas yakni continuous time probabilities dari matriks
Konsekuensi matematik utama dalam memasukkan transisi satu tahun. Selain itu, Hillegeist et al. (2004) juga
absorbing state ke dalam state space adalah bahwa solusi menerapkan matriks transisi satu tahun horison dalam
steady state, yaitu eigenvector pertama dan transpos memprediksi probabilitas kebangkrutan.
matriks P, adalah identik dengan absorbing row dari matriks
transisi P. Dengan kata lain, bentuk umum matriks migrasi 4. SPESIFIKASI PENDEKATAN MATRIKS TRANSISI
yang menunjukkan probabilitas default yang berhingga YANG DIGUNAKAN
yaitu matriks transisi P mempunyai berhingga elemen tak Dalam studi ini, dilakukan konstruksi transisi matriks
nol dalam absorbing column, distribusi probabilitas x(n) akan untuk waktu diskrit maupun kontinyu. Berdasarkan
selalu menempati default state. Jika diberikan waktu yang pendekatan waktu diskrit, perubahan rating obligor (atau
cukup lama maka pada akhirnya semua perusahaan akan skor kredit) hanya diamati setelah suatu jangka waktu
merosot ke default state. tertentu yang fixed, misalnya enam bulan, sembilan bulan,
setahun, atau periode tertentu lainnya. Sementara
Time Horizon berdasarkan pendekatan waktu kontinyu, perubahan
Secara teoretis, matriks-matriks transisi dapat rating dapat diamati setiap saat, bahkan mungkin hanya
diestimasi untuk horison transisi berapapun namun matriks dalam hitungan menit (Ahmed et al., 2004). Dalam
transisi yang diestimasi dengan periode yang lebih pendek mengkonstruksi matriks transisi berdasarkan pendekatan
sangat baik untuk menggambarkan proses rating. Semakin waktu diskrit, mengacu pada Jafry dan Schuermann
pendek interval yang digunakan untuk mengestimasi (2004). Sementara itu, konstruksi matriks transisi
matriks transisi, semakin sedikit perubahan rating yang berdasarkan pendekatan waktu kontinyu mengadaptasi
diabaikan. Namun demikian, durasi yang lebih pendek juga studi Lando dan Skμdeberg (2002).
menghasilkan pergerakan (movements) rating yang kurang
ekstrim dimana pergerakan yang tinggi sering dicapai Matriks Transisi Waktu Diskrit: Metode Cohort
dalam beberapa intermediary steps. (Frequentist)
Faktor-faktor lain yang menentukan horison transisi Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
adalah tujuan aplikasi matriks transisi. Jika matriks transisi menghitung perubahan probabilitas dari data yang
diaplikasikan untuk menghitung credit risk exposures maka diestimasi pada waktu diskrit adalah dengan
umumnya digunakan horison transisi satu tahun. Jika menggunakan metode Cohort. Metode Cohort telah
aplikasi matriks transisi adalah untuk menentukan harga banyak digunakan karena menggunakan perhitungan
84
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
1 Jika dalam sebuah periode terdapat transisi dari AAA ke AA, kemudian terdapat transisi Homogenous
dari AA ke default namun oleh perusahaan lainnya, maka estimator transisi dari AAA ke
D tidak sama dengan nol karena ternyata terdapat probabilitas untuk default setelah Menurut studi yang dilakukan Lando dan Skμdeberg
adanya downgrade meskipun oleh perusahaan lain. Berbeda dengan metode kontinu,
metode diskrit tidak dapat mengakomodasi proses tersebut. (2002), salah satu cara untuk menghitung matriks
85
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
probabilitas transisi dari data waktu kontinyu dengan dengan jumlah issuer yang beroperasi pada awal tahun.
asumsi time non-homogenuous adalah dengan Berdasarkan contoh yang diberikan oleh Carty dan Fons
menggunakan estimator Aalen-Johansen. Berdasarkan (1993), perubahan rating dari BBB ke A merupakan satu
Jafry dan Schuermann (2003) estimator Aalen-Johansen perubahan rating, sementara perubahan dari BBB ke AA
atau estimator limit produk non parametrik yang diperoleh merupakan dua perubahan rating.
adalah konsisten. Konstruksi matriks transisi berdasarkan
metode ini merupakan metode Cohort untuk periode yang Model Discrete Hazard
sangat pendek, misalnya dalam hitungan hari (Landschoot, Salah satu model risiko kredit yang akan digunakan
2005). sebagai alat analisis risiko kredit adalah hazard rate model.
Dalam mengestimasi matriks transisi menggunakan Hazard rate model adalah suatu metode pengukuran
metode kontinyu dengan asumsi time non-homogeneous, kebangkrutan dengan memasukkan intensitas gagal bayar
dimisalkan P[s,t] matriks probabilitas transisi dengan (default intensity). Model hazard sangat banyak digunakan
periode [s,t]. Elemen ij dari matriks tersebut menotasikan dalam aplikasi pengukuran kinerja. Salah satu aplikasi
probabilitas proses Markov yang memulai transisi dari state model hazard rate antara lain digunakan dalam metode
i saat s akan menempati state j saat t. Kemudian jika penetapan harga (pricing), kebangkrutan dan estimasi
diketahui terdapat sejumlah m transisi selama periode [s,t] probabilitas gagal bayar perusahaan. Terdapat dua model
maka P[s,t] dapat diestimasi dengan menggunakan hazard, yaitu discrete hazard rate dan continuous hazard
estimator Aalen-Johansen (Jafri dan Schuermann (2003). rate. Perbedaan antara dua model hazard tersebut dapat
. (3.9) diketahui melalui fungsi survival yang digunakan. Penelitian
permodelan kebangkrutan perusahaan kali ini hanya
Penilaian Kualitas Rating terfokus pada model discrete hazard.
Untuk memperdalam hasil analisis, terdapat Model discrete hazard merupakan model yang sesuai
beberapa indikator yang perlu diperhatikan. Salah satu untuk menganalisa data yang terdiri dari observasi-
indikator penting dalam menilai trend kualitas rating observasi binary, time-series dan cross-sectional contohnya
korporasi (corporate rating) secara keseluruhan adalah data kebangkrutan. Hazard rate didefinisikan dalam ilmu
rating activity. Menurut Carty dan Fons (1993), rating ekonomi sebagai risiko transisi ke berbagai keadaan (state).
activity dapat dihitung dari penjumlahan semua perubahan Dalam literatur finansial, hazard rate menunjuk kepada
rating yang membaik (upgrades) maupun perubahan credit default risk.
rating yang memburuk (downgrades) dan membaginya
dengan jumlah issuer yang beroperasi pada awal tahun. 5. SUMBER DATA
Salah satu indikator penting lainnya adalah rating Data yang digunakan berasal dari PT Pemeringkat
drift. Rating drift merupakan dependensi terhadap rating Efek Indonesia (Pefindo). Rating perusahaan (company
sebelumnya dan merupakan non-Markovian behaviour rating) maupun rating obligasi perusahaan (debt specific
Lando dan Skodeberg (2002). Rating drift dihitung dengan rating) yang telah dipublikasikan oleh PEFINDO pada bulan
cara menjumlahkan jumlah perubahan rating yang Februari 2001 sampai dengan bulan Juni 2006 digunakan
membaik dikurangi dengan jumlah perubahan rating yang untuk mengestimasi matriks transisi, baik dengan metode
memburuk dan kemudian membagi selisih tersebut diskrit maupun dengan metode durasi/kontinyu. Namun,
86
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
beberapa rating obligasi yang dipublikasikan oleh Pefindo dibandingkan perusahaan yang mengalami downgrade.
memuat obligasi yang dirating oleh agen pemeringkat Hal ini merupakan sinyal awal perbaikan kondisi
rating selain Pefindo, yaitu Kasnic. perusahaan sampel.
Data rating perusahaan yang dipublikasikan dalam
Grafik A2.1
kurun waktu tersebut merupakan semi-annual publication Jumlah Perusahaan Sampel yang
yang dipublikasikan pada Februari dan Agustus. Publikasi Mengalami Upgrade dan Downgrade
Persen
pada Februari tahun i merupakan data rating perusahaan 30
Downgrade Upgrade
dari 31 Desember tahun i-1, sedangkan publikasi pada 25
25,0
14,3
31 Juni tahun i . Sementara itu, data rating obligasi 15
12,2 12,2
10,0
10
perusahaan yang digunakan dalam estimasi merupakan 7,1 7,5 7,0
5 4,0
3,2
data untuk periode 2001-2005 yang dipublikasikan oleh
0
Pefindo setiap bulan, dari Juli 2003 sampai dengan Juni 2001 2002 2003 2004 2005
Sumber: Pefindo. diolah
2006 dan semi-annual publication rating dari 2001 sampai
Grafik A2.2
dengan 2002.
Jumlah Obligasi Sampel yang Mengalami
Data yang diperoleh dari PEFINDO terdiri dari 115 Upgrade dan Downgrade
14 13,5
tersebut dapat dimasukkan dalam estimasi mengingat 12
10
tidak semua data tersebut mempunyai rating pada setiap 7,7 8,2
8 7,1 7,4
6,3
awal periode estimasi. 6 5,1
4
2,5
2 1,3
87
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
Grafik A2.4
Rating Activity dan Rating Drift
Letter Rating Activity dan Rating Drift
Rating drift yang bernilai positif (+) menunjukkan Obligasi Sampel
36,7 36,4
bernilai negatif (-) menunjukkan bahwa jumlah downgrade 40
20 21,0
10,8
melebihi jumlah upgrade atau penurunan kualitas kredit. 4,2
8,7
6,1
0
Secara singkat, rating drift menunjukkan apakah -20 -18,4
88
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
metode Cohort dan metode Kontinyu/Durasi. Metode 38 transisi, dua transisi dari Not Rated dan dua transisi ke
Kontinyu dibedakan berdasarkan asumsi time Not Rated. Pola probabilitas default matriks transisi lima
homogeneous dan asumsi time non-homogeneous. Dalam tahun mirip dengan pola probabilitas default matriks
studi ini, diestimasi matrisk transisi berdasarkan metode transisi empat tahun. Bahkan, distribusi probabilitas transisi
Cohort dan metode Kontinyu dengan asumsi time 2001-2005 menunjukkan distribusi yang lebih merata
homogeneous. (Tabel A2.1).
Dalam mengkonstruksi matriks transisi berdasarkan Terkait hubungan simetri antara stabilitas rating
pendekatan waktu diskrit, digunakan metode Cohort yang dengan kualitas rating, hasil estimasi untuk periode 2001-
mengacu pada Jafry dan Schuermann (2004). Sementara 2005 menunjukkan hubungan yang serupa dengan
itu, konstruksi matriks transisi berdasarkan pendekatan matriks transisi periode dua, tiga, dan empat tahun.
waktu kontinyu mengadaptasi studi Lando dan Skμdeberg Tingkat stabilitas rating semakin menurun seiring
(2002). Untuk meringkas penyajiannya, dalam paper ini penurunan rating, hingga rating BB. Selanjutnya, rating B
hanya metode kontinyu yang disajikan. memiliki tingkat stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan
rating BB.
Matriks Transisi Rating Perusahaan Metode Probabilitas transisi umumnya semakin mengecil
Kontinyu Asumsi Time Homogeneous dengan semakin jauhnya jarak transisi, meskipun beberapa
Estimasi matriks transisi rating perusahaan dengan rating memiliki probabilitas yang cukup tinggi untuk
menggunakan metode kontinyu dilakukan per tahun, dua bermigrasi ke rating yang jauh di atasnya atau di
tahun (2004-2005), tiga tahun (2003-2005), empat tahun bawahnya.
(2002-2005) dan lima tahun (2001-2005). Untuk Setelah lima tahun, terdapat banyak kemungkinan
meringkas penyajiannya, hanya matriks lima tahun (2001- yang terjadi, baik transisi dari speculative grade ke
2005) saja yang disajikan. investment grade dan sebaliknya. Meskipun demikian, arah
transisi ke rating yang lebih tinggi (upgrade) lebih banyak
Matriks Transisi Lima Tahun Periode 2001-2005 dibandingkan jumlah transisi ke rating yang lebih rendah
Pada 2001-2005, jumlah transisi yang terjadi (downgrade). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
berdasarkan metode kontinyu time homogeneous adalah sampel dalam jangka panjang menunjukkan peningkatan
Tabel A2.1
Matriks Transisi Corporate Rating Berdasarkan Metode Kontinyu (%), Periode 2001-2005
Jumlah
Perusahaan Pada AAA AA A BBB BB B CCC D NR
Awal Priode
AAA 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0
AA 5 0 94,31 5,42 0,06 0,04 0 0,05 0,06 0,02
A 20 0 4,51 86,72 2,02 1,31 0,23 1,37 2,19 0,70
BBB 7 0 0,38 14,61 82,87 0,13 0,24 0,13 0,17 1,39
BB 0 0 0,10 5,50 27,41 41,40 1,40 13,48 10,32 0,28
B 2 0 0,03 1,55 7,70 4,94 78,33 5,18 1,29 0,07
CCC 1 0 0,56 19,19 2,59 6,82 8,99 39,50 21,43 0,11
D 3 0 0 0 0 0 0 0 100 0
NR 1 0 0,61 21,89 1,29 0,94 20,61 0,97 0,41 52,31
TOTAL 40 Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω
89
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
Gambar A2.7
Grafik A2.5
Tingkat Stabilitas Corporate Rating yang Tergolong
Tingkat Stabilitas Corporate Rating yang Tergolong
Investment Grade Berdasarkan Metode Kontinyu
Investment Grade Berdasarkan Metode
Time Homogeneous pada Berbagai Periode Estimasi
KontinyuTime Homogeneous
Persen
Persen 100
100 2005
(2004-2005)
95
90 (2003-2005)
(2002-2005)
90 (2001-2005)
80
85
70
60 80
AAA A
AA BBB
50 75
2001 2002 2003 2004 2005 AAA AA A BBB
90
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
80
Matriks Transisi Obligasi Perusahaan Metode
60
Kontinyu Asumsi Time Homogeneous
40
Matriks Transisi Lima Tahun Periode 2001-2005
20
Pada periode 2001-2005, jumlah transisi rating
0
BB B CCC
obligasi yang terjadi berdasarkan metode kontinyu adalah
29 transisi dan dua transisi dari Not Rated. Hasil estimasi
menggambarkan kondisi pasar. Di sisi lain, rating yang matriks transisi berdasarkan metode kontinyu asumsi time
paling tidak stabil di antara investment grade lainnya homogeneous pada periode 2001-2005 ditampilkan pada
adalah BBB karena persentase kestabilannya paling kecil. Tabel A2.2.
Grafik A2.8 menunjukkan stabilitas rating yang Tingkat kestabilan rating obligasi Indonesia periode
termasuk kategori investment grade untuk setiap periode 2001-2005 cukup tinggi yaitu antara 87,96-100%, kecuali
estimasi. Untuk kelima periode estimasi, stabilitas rating tingkat kestabilan rating CCC yang hanya mencapai
yang termasuk kategori ini cukup tinggi, selalu berada di 50,58%. Rendahnya kestabilan rating CCC karena rating
atas 75%. Secara umum, rating yang lebih tinggi memiliki ini tergolong dalam junk bond atau speculative grade,
stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan rating yang lebih artinya obligasi memiliki kualitas rating yang rendah
rendah. Grafik tersebut juga menunjukkan bahwa stabilitas dengan probabilitas default yang relatif tinggi. Karena
rating ini semakin menurun dengan bertambahnya periode obligasi investment grade memiliki tingkat stabilitas yang
estimasi. Sedikit berbeda dengan hal tersebut, stabilitas tinggi maka obligasi ini cenderung tidak dimainkan untuk
rating BBB menunjukkan fluktuasi. tujuan spekulasi, melainkan untuk tujuan investasi. Lain
Tabel A2.2
Matriks Transisi Bond Rating Berdasarkan Metode Kontinyu (%), Periode 2001 - 2005
Jumlah
Perusahaan Pada AAA AA A BBB BB B CCC D NR
Awal Priode
AAA 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0
AA 1 0 100 0 0 0 0 0 0 0
A 27 0 7,14 86,76 0,99 0 0,01 0 5,10 0
BBB 11 0 0,18 4,54 93,58 0,03 1,47 0,04 0,16 0
BB 2 0 0 0,14 5,82 87,96 0,05 0 6,03 0
B 8 0 0 0,15 6,13 3,77 82,29 4,43 3,23 0
CCC 3 0 0 0,03 1,72 23,87 22,48 50,58 1,32 0
D 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0
NR 0 0 0,04 1,22 39,66 6,85 6,95 26,98 0,30 18,01
Total 52 Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω
91
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
Gambar A2.9
halnya obligasi kategori speculative grade yang memiliki
Tingkat Stabilitas Bond Rating yang Tergolong
fluktuasi perubahan rating yang tinggi yang Investment Grade Berdasarkan Metode Kontinyu Asumsi
Time Homogeneous
mengakibatkan obligasi jenis ini menarik untuk dimainkan
Persen
oleh para spekulan untuk mendapatkan return yang tinggi. 110
92
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
speculative grade, rating BB merupakan rating yang relatif di sekitar diagonal matriks. Sementara itu, estimasi
paling stabil disusul dengan rating B dan rating CCC. Dari dengan menggunakan metode kontinyu,
Grafik A.2.10. dapat disimpulkan bahwa semakin rendah menghasilkan matriks transisi dengan probabilitas
kualitas rating obligasi semakin rendah pula tingkat distribusi yang relatif lebih merata dan
stabilitasnya. memungkinkan adanya probabilitas migrasi ke rating
yang memiliki jarak cukup jauh dari diagonal matriks
7. KESIMPULAN HASIL ESTIMASI DAN IMPLIKASI (transisi ekstrim), bahkan ke rating default, meskipun
KEBIJAKAN tidak terdapat direct transition ke rating tersebut. Hal
Rating Activity dan Rating Drift ini dimungkinkan melalui indirect transition melalui
1. Perbaikan creditworthiness perusahaan penerbit rating lainnya. Pola distribusi probabilitas migrasi yang
obligasi yang menjadi sampel. Hal ini tercermin dari tersebar ini terutama ditunjukkan oleh hasil estimasi
penurunan persentase perusahaan maupun obligasi dengan menggunakan periode lebih dari satu tahun.
yang mengalami downgrade , dan peningkatan 3. Estimasi dengan menggunakan metode Cohort tidak
persentase perusahaan maupun obligasi yang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
mengalami upgrade. stabilitas dengan tingkat rating. Hal ini ditunjukkan
2. Persentase rating activity perusahaan dan obligasi oleh tingkat stabilitas rating yang tidak simetris atau
sampel selama periode 2001-2005 relatif menurun. tingkat stabilitas rating tidak menurun dengan
Meskipun demikian, arah aktivitas rating menurunnya tingkat rating, terutama untuk periode
menunjukkan perbaikan, seperti ditunjukkan oleh satu tahun. Beberapa hasil estimasi dengan
peningkatan rating drift. Hal ini memiliki implikasi menggunakan periode lebih dari satu tahun
awal bahwa creditworthiness perusahaan sampel dan menunjukkan adanya hubungan simetris antara
obligasi sampel relatif membaik selama beberapa stabilitas rating dan tingkat rating, namun hanya pada
tahun terakhir. invetsment grade.
4. Sebagian besar estimasi dengan menggunakan
Estimasi Matriks Transisi Rating Metode Kontinyu untuk berbagai periode
1. Estimasi dengan menggunakan Metode Kontinyu menunjukkan hasil yang hampir konsisten, yaitu
memberikan hasil yang lebih efisien dibandingkan terdapat hubungan yang simetris antara stabilitas
dengan Metode Cohort. Metode Kontinyu juga rating dengan tingkat rating. Pola ini terutama terjadi
memudahkan estimasi tak langsung suatu rating pada rating yang termasuk kategori investment grade.
tertentu secara sekuensial. Selain itu, metode ini Tingkat stabilitas rating tersebut bervariasi, namun
memungkinkan konstruksi matriks transisi yang umumnya berkisar di atas 65%.
mengakomodasi unsur dinamis aktivitas rating 5. Rating yang termasuk kategori speculative grade
sepanjang periode, dan tidak hanya pada awal dan memiliki tingkat stabilitas yang berfluktuasi dan tidak
akhir periode. menunjukkan pola yang konsisten. Hal ini terutama
2. Estimasi dengan menggunakan Metode Cohort disebabkan terbatasnya jumlah sampel, baik
menghasilkan matriks transisi dengan probabilitas perusahaan maupun obligasi, yang pernah berada di
distribusi yang tidak merata dan hanya terdistribusi rating ini. Dengan demikian, transisi satu sampel yang
93
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
berada di kategori speculative grade menyebabkan mengalami peningkatan creditworthiness. Hal ini
perubahan dan dampak yang signifikan terhadap pola ditunjukkan dengan arah migrasi rating yang
distribusi probabilitas migrasi rating. cenderung dan memiliki persentase yang lebih besar
6. Terkait arah migrasi rating, hasil estimasi dengan ke arah rating yang lebih tinggi.
menggunakan Metode Cohort dan Metode Kontinyu Adapun keterbatasan yang dihadapi dalam studi ini
memberikan hasil yang relatif konsisten. Migrasi rating adalah periode dan jumlah sampel yang sangat terbatas.
cenderung mengarah ke rating yang lebih tinggi Selain itu, variasi aktivitas rating, yang ditunjukkan dengan
(upgrading). Hal ini konsisten dengan analisis yang jumlah transisi rating, juga sangat terbatas. Periode sampel
dilakukan terhadap rating activity dan rating drift. yang sangat pendek menyebabkan estimasi matriks transisi
7. Secara umum dapat disimpulkan bahwa Metode rating dalam jangka panjang tidak dapat dilakukan dan
Kontinyu asumsi time homogeneous memberikan tidak mencakup periode resesi perekonomian Indonesia.
hasil estimasi matriks transisi rating yang lebih efisien Sementara itu, jumlah sampel yang sangat terbatas
dan memberikan indikasi adanya kemungkinan menyebabkan satu transisi rating memiliki dampak yang
migrasi rating yang secara historis jarang terjadi, sangat besar dan signifikan terhadap pola distribusi
misalnya probabilitas untuk mengalami gagal bayar, probabilitas transisi rating. Hal ini tarutama terjadi pada
melalui mekanisme indirect default. Selain itu, hasil sampel yang berada di kategori rating speculative grade.
estimasi baik dengan menggunakan Metode Cohort Dengan demikian, analisis creditworthiness perusahaan
maupun Metode Kontinyu asumsi time homogeneous obligasi yang berada di kategori tersebut menjadi sulit
menunjukkan bahwa perusahaan dan obligasi sampel untuk dilakukan.
94
Artikel II - Model Makroekonomi Pengukuran Indeks Stabilitas Keuangan: Studi Kasus Indonesia
Daftar Pustaka
Ahmed, Sarfaraz dkk. 2004. ≈Use of Transition Matrices Cantor, Richard dan Frank Packer, ≈The Credit Rating
in Risk Management and ValuationΔ. A Fair Isaac Industry,Δ Federal Reserve Bank of New York Quarterly
White Paper Review 19 (Summer-Fall 1994), 1-26.
Aldridge, Irene E. 2006. ≈Risk-Rating Private Loans: Carty, L. dan D. Lieberman (1996) Corporate bond defaults
Strategic Defaults.Δ and default rates 1938-1999, Moody»s Investors
Altman, E. I. 1968. ≈Financial Ratios, Discriminant Analysis Service Global Credit Research, New York, NY.
and the Prediction of Corporate Bankruptcy.Δ Journal Chava S., Jarrow R.A., Bankruptcy Prediction With Industry
of Finance, Vol. 23, pp. 589-609. Effects, Market Versus Accounting Variables, And
Altman, E. I., dkk. 1977. ΔZETA analysis: A New Model to Reduced Form Credit Risk Models, SSRN, October 20,
Identity Bankruptcy Risk of Corporations.Δ Journal of 2001.
Banking and Finance 10:29-54 Chava, Sudheer dan Robert A. Jarrow. 2004. Bankruptcy
Altman, E. I., dan Duen Li Kao. 1991. ≈Examining and Prediction with Industry Effects. Review of Finance 8:
Modeling Corporate Bond Rating Drift,Δ Working 537-569
Paper Series, New York University Salomon Center. Crouhy, Michel , Dan Galai, Robert Mark, (2000), A
Altman, E., dan Kao, D.1992. ΔThe Implications Of Comparative Analysis of Current Credit Risk Models,
Corporate Bond Rating Drift.Δ Financial Analysts Journal of Banking and Finance 24 (2000) 59-117
Journal, 64√75. Crouhy, M., D. Galai & R. Mark (2001) ≈Prototype risk
Anderson, Ronald dan Suresh Sundaresan. 2000. ≈A rating system.Δ Journal of Banking & Finance 25, pp.
Comparative Study of Structural Models of Corporate 47-95.
Bond Yields: An Explanatory Investigation,Δ Journal D. Duffie, L. Pedersen dan K. Singleton (2000). ΔModeling
of Banking & Finance 24 P. 255-269 Sovereing Yield Spreads: A Case of Study of Russian
Arora, N., dkk. 2005. ≈Reduced Form Vs. Structural Models DebtΔ. Working paper, Graduate School of Business,
Of Credit Risk: A Case Study Of Three ModelsΔ Journal Stanford University.
Of Investment Management, Vol. 3, No. 4, pp. 43√ Duffie, D. dan K. Singleton, 1999, ≈Modeling Term
67 Structures of Defaultable Bonds,Δ Review of Financial
Bank for International Settlements, (1999), ≈Estimating Studies, 12 (4), 197-226.
And Interpreting Probability Density Functions,Δ Duffie, D. dan D. Lando (2000) ≈Term Structure of Credit
Proceedings of the workshop held at the BIS on 14 Spreads with Incomplete Accounting InformationΔ
June 1999 Duffie, D., Pedersen, L. dan Singleton, K. (2000).
Basel Committee on Banking Supervision (1999): Credit ≈Modeling Sovereign Yield Spreads: A Case Study of
risk modelling: current practices and applications. Russian Debt.Δ Working paper, Stanford University.
Basel Committee on Banking Supervision, (2000), ≈Best Fender, Ingo dan John Kiff (2004) ≈CDO rating
Practices for Credit Risk DisclosureΔ methodology: Some thoughts on model risk and its
Basel Committee on Banking Supervision, (2000), ≈Industry implications. BIS Working Papers No 163
Views on Credit Risk MitigationΔ Fernandes, João Eduardo (2005), ≈Corporate Credit Risk
Basel Committee on Banking Supervision, (2001) ≈Working Modeling: Quantitative Rating System And Probability
Paper on the Internal Ratings-Based Approach to Of Default EstimationΔ
Specialised Lending ExposuresΔ
95
Artikel II - Credit Risk Modelling : Rating Transition Matrices
Frey, Rudiger dan Jochen Backhaus, (2004) ≈Portfolio McNulty, Cynthia dan Ron Levin, 2000, ≈Modeling Credit
Credit Risk Models with Interacting Default Intensities: Migration,Δ JP Morgan Securities
a Markovian ApproachΔ Morokoff, William J., 2005, ≈Simulation Analysis of
Gagliardini, P. dan C. Gouriéroux, 2005, ≈Stochastic Correlation and Credit Migration Models for Credit
Migration Models with Apllication to Corporate,Δ Portfolios,Δ Proceedings of the 2005 Winter
Journal of Financial Econometrics. Simulation Conference.
Gordy, Michael B., (1998), ≈From CreditMetrics to Nickell, P., Perraudin, W., dan S. Variotto, 2000, ΔStability
CreditRisk+ and Back AgainΔ of Rating TransitionsΔ, Journal of Banking and
Hadad, M. D., W. Santoso; D. S. Besar, dan Ita Rulina, Finance, 24, 203-227.
(2004), ≈Probabilitas Kegagalan Korporasi Dengan Nickell, Pamela et al. 2001. Stability of ratings transitions
Menggunakan Model MertonΔ Bank Indonesia Nickell, Pamela et. al. 2001. Rating versus equity based
Heitfield, Erik (2004), ≈Rating System Dynamics and Bank- credit risk modelling: an empirical analysis
Reported Default Probabilities under the New Basel Nickell, Pamela et.al. 2005. Rating-Based credit Risk
Capital AccordΔ Modelling : an Empirical analysis
Hillegeist, Stephen A., Elizabeth Keating, Donald P. Cram Pefindo,2001. Indonesian Rating Highlights. Annual Report
dan Kyle G. Lunstedt, 2004, Assessing the probability Rommer, Anne Dyrberg, 2005, ≈Testing the Assumptions
of bankruptcy, Review of Accounting Studies 9, 5√ of Credit-Scoring Models,Δ Danmarks Nationalbank
34. dan Centre for Applied Microeconometrics, Institute
Hurd T.R., dan A. Kuznetsov, 2005, ≈Affine Markov Chain of Economics, University of Copenhagen.
Model of Multifirm Credit Migration,Δ Natural Sabourin, Patrick. 1999. Analyzing and Forecasting Credit
Sciences and Engineering Research Council of Canada Ratings: Some Canadian Evidence
dan Mathematics of Information Technology and Schuermann, Til dan Yusuf Jafry. (2003). Measurement and
Complex System in Canada. Estimation of Credit Migration Matrices. Wharton
Jarrow, Robert A & Lando, David & Turnbull, Stuart M, Financial Institutions Centre.
1997. ≈A Markov Model for the Term Structure of van Deventer, D. dan K. Imai, (2003). ≈Credit Risk Models
Credit Risk Spreads,Δ Review of Financial Studies, and the Basel Accords: The Merton Model and
Oxford University Press for Society for Financial Reduced Form Models, John Wiley & Sons
Studies, vol. 10(2), pages 481-523. van Deventer, Donald R. and Xiaoming Wang, (2003).
Kamakura Risk Information Services, 2004, Kamakura ≈Advanced Credit Model Performance Testing to
pabulic Firm Models, Version 3.0. Meet Basel Requirements,Δ Forthcoming in The Basel
Kaplan, R. dan G. Urwitz (1979), «»Statistical Models of Handbook √ A Guide for Financial Practitioners from
Bond ratings: A Methodological Inquiry»», Journal of RISK Publications
Business, April: 231-262 Van Landschoot, Astrid (2003), ≈The Term Structure of
Kijima, M., dan K. Komoribayashi, 1998, ≈A Markov Chain Credit Spreads on Euro Corporate BondsΔ
Model for Valuing Credit Risk DerivativesΔ, The Van Landschoot, Astrid. 2005. Transition Probabilities
Journal of Derivatives, Fall, 97-108. andAsset Correlation:Structured Products versus
Lando, D. (1998) ≈On Cox Processes and Credit Risky Corporates. The McGrawhill Companies.
SecuritiesΔ Review of Derivatives Research, Vol. 2 (2/ Violi, Roberto. 2004. Credit Ratings Transition in Structured
3), pp. 99-120 Finance. CGFS Working Group on Ratings in
Lando, David dan Torben M. Skμdeberg. 2002. Analyzing Structured Finance.
rating transitions and rating drift with continuous
observations. Journal of Banking and Finance 26. 423-
444. www. Elsevier. Com
96
Glosari
Glosari
97
Glosari
98
Glosari
Glosari
Biaya penyediaan dana (cost of loanable funds): meliputi Jaring pengaman sistem keuangan (financial safety nets)
nets):
biaya bunga, biaya operasional dan premi asuransi suatu kebijakan untuk memperkuat stabilitas sistem
simpanan dan biaya penyediaan giro wajib minimum. keuangan yang mencakup empat elemen terkait: (i)
pengaturan dan pengawasan bank; (ii) lender of lastΩresort;
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
(BI-RTGS):
(iii) asuransi simpanan; dan (iv) manajemen krisis.
penyelesaian transaksi secara elektronis dan real time
dimana rekening peserta dapat didebit/dikredit berkali-kali Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (Capital
dalam sehari sesuai perintah. Adequacy Ratio/CAR) : Rasio kecukupan modal bank;
merupakan pembagian jumlah modal yang meliputi tier I,
Manajemen kontinuitas bisnis (business continuity
tier II, dan tier III dengan aktiva tertimbang menurut risiko.
management): pengelolaan risiko untuk memastikan tetap
berjalannya fungsi-fungsi penting dalam keadaan Kredit Bermasalah (non performing loan/NPL): terdiri dari
gangguan dan proses pemulihan yang efektif. kredit yang tergolong Kurang Lancar (KL), Diragukan (D)
dan Macet (M).
Downside risk: potensi penurunan harga suatu sekuritas
atau investasi atau timbulnya kerugian akibat penurunan Lender of last resort: fungsi bank sentral untuk memberikan
harga. kredit kepada bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas
akibat ketidaksesuaian sementara (mismatch) pendanaan.
Mekanisme kegagalan pembayaran (failure to settle):
mekanisme yang mewajibkan peserta kliring menyediakan Manajemen krisis (crisis management) : proses yang
dana (prefund) untuk mengantisipasi kewajiban yang meliputi identifikasi, mitigasi dan penyelesaian krisis.
mungkin timbul pada akhir hari.
Mark to market: penilaian instrumen keuangan
Fasilitas diskonto (discount window)
window): kredit yang diberikan berdasarkan harga pasar saat ini atau berdasarkan harga
oleh bank sentral kepada bank untuk mengatasi kesulitan pasar instrumen keuangan lainnya yang sejenis.
likuiditas akibat ketidaksesuaian sementara (mismatch)
Mitigasi risiko (risk mitigation): upaya untuk mengurangi
pengelolaan dana.
kemungkinan terjadinya dan dampak risiko.
Financial deepening: istilah yang menggambarkan
Modal ekonomis (economic capital) : modal riil yang
perkembangan sektor keuangan pada suatu negara.
diperlukan bank untuk mengantisipasi risiko-risiko dan
Financial Sector Assessment Program (FSAP): program IMF mempertahankan kelangsungan usahanya.
dan Bank Dunia yang ditujukan untuk menilai ketahanan
Penyimpangan moral (moral hazard): penyimpangan
sistem keuangan suatu negara termasuk kepatuhan
pelaku bisnis (pemilik, pengurus dan nasabah bank) yang
terhadap standar-standar internasional.
merugikan bank.
Flight to safety: perpindahan dana dari bank yang
Pencegahan krisis (crisis prevention): upaya mencegah krisis
dianggap kurang aman ke bank yang dianggap lebih
melalui berbagai kebijakan meliputi pengawasan dan
aman.
pengaturan (micro prudential) terhadap lembaga dan pasar
Prinsip empat mata (four eyes principle): pemutusan kredit keuangan dan pemantauan dan mitigasi (surveillance)
yang melibatkan sisi bisnis dan manajemen risiko. terhadap sistem keuangan (macroprudential).
99
Glosari
Penyelesaian krisis (crisis resolution) : upaya untuk Aset tak berisiko (risk free assets) : aset yang tingkat
mengatasi krisis bila terjadi termasuk restrukturisasi dan pengembaliannya dapat diketahui dengan pasti.
rekapitalisasi bank-bank yang berdampak sistemik.
Sistematically Important Payment Systems (SIPS)
(SIPS): sistem
Ambil untung (profit taking): tindakan investor dengan pembayaran yang berperan penting dan dapat
menjual aset/surat berharga pada saat harga tinggi untuk menimbulkan dampak sistemik jika tidak diatur dan diawasi
mendapatkan keuntungan. dengan baik.
Modal regulasi (regulatory capital): modal minimum Sistem kontrol risiko (risk control systems) : sistem
bank yang ditetapkan regulator dimana perhitungannya pengendalian risiko yang telah dituangkan dalam kebijakan
dapat berbeda dengan perhitungan akuntansi pada dan prosedur bank sesuai dengan prinsip-prinsip
umumnya. manajemen risiko yang baik.
Restrukturisasi
Restrukturisasi: penyesuaian persyaratan kredit dengan Sistem skor kredit (credit scoring system): teknik penilaian
penambahan dana dan/atau konversi seluruh atau kelayakan kredit calon debitur yang ditujukan untuk
sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, mempercepat proses keputusan kredit.
dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi
Stabilitas sistem keuangan
keuangan: suatu sistem keuangan dengan
penyertaan bank dalam perusahaan, yang dapat disertai
intermediasi keuangan yang efektif dimana lembaga, pasar
dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan
dan infrastruktur pasar mampu memfasilitasi aliran dana
kembali (reconditioning).
antara penabung dan debitur sehingga mendukung
Risiko kredit (credit risk) : risiko yang timbul akibat pertumbuhan ekonomi.
kegagalan debitur atau mitra bisnis memenuhi
Stress testing: estimasi potensi kerugian terhadap eksposur
kewajibannya.
kredit dan likuiditas yang dihasilkan dari beberapa skenario
Risiko likuiditas (liquidity risk): risiko yang timbul akibat perubahan harga dan volatilitas.
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban
Kredit belum tersalur (undisbursed loans): kredit yang telah
jangka pendeknya akibat ketidaksesuaian dana masuk
disetujui namun belum dicairkan.
dan keluar.
Kerugian diluar perkiraan (unexpected loss): kerugian atas
Risiko operasional (operational risk): risiko yang terjadi baik
suatu instrumen yang merupakan selisih antara kerugian
secara langsung maupun tidak langsung akibat
yang diharapkan (expected loss) dan kerugian terburuk
ketidakmampuan atau kegagalan proses internal, manusia
(worst case loss).
dan sistem atau kejadian eksternal.
Volatilitas
Volatilitas: standar deviasi dari perubahan nilai suatu
Risiko pasar (market risk): risiko atas posisi perdagangan
instrumen keuangan dengan jangka waktu spesifik;
akibat perubahan harga.
digunakan untuk menghitung risiko dari instrumen
Risiko atau dampak sistemik (systemic risk): risiko yang keuangan pada suatu periode waktu umumnya secara
timbul akibat kegagalan satu lembaga keuangan dalam tahunan.
memenuhi kewajibannya menyebabkan kegagalan
Yield: tingkat bunga yang dihasilkan atas suatu investasi
peserta-peserta lainnya untuk memenuhi kewajibannya
dimana besar bunga tersebut sesuai dengan pasar atau
sehingga berdampak sistemik.
berdasarkan harga pasar investasi yang berlaku.
100
Kajian Stabilitas Keuangan
No. 9, September 2007
PENGARAH
Agusman
TIM PENYUSUN
KONTRIBUTOR
Biro Kredit
PENGOLAHAN DATA