Oleh :
Bambang Sudarmanto
L4B099088
Abstrak
rekreasi. Untuk penduduk pedesaan Sendang Mulyo secara umum menunjukkan produksi
perjalanan penduduk yang lebih kecil dari pada penduduk perumahan, dan didominasi
oleh kelompok usia kerja (26 – 55 tahun). Penggunaan sepeda tidak bermotor (sepeda
onthel) merupakan ciri khusus bagi kawasan pedesaan dan tidak terdapat pada kawasan
perumahan.
PENDAHULUAN
Pada tahun 2003, berdasarkan pelat nomornya, jumlah kendaraan di kota Semarang
sudah mencapai lebih dari 414.000 unit dengan pertumbuhan 10 % tiap tahunnya. Dari
angka tersebut, jumlah kendaraan terbanyak adalah sepeda motor dan roda tiga yaitu
300.910 unit. Sedangkan jumlah bus dan microbus tidak umum (kendaraan pribadi) 1047
unit atau dua kali lipat lebih dibandingkan dengan bus dan microbus umum 496 unit (Suara
Merdeka September 2004). Dari data ini dapat diambil gambaran, bahwa angkutan umum
yang sebenarnya mempunyai keunggulan dari sisi ekonomi dan lingkungan, menghadapi
pesaing utama yaitu penggunaan kendaraan pribadi bila pengertian kendaraan pribadi
diperluas dengan keberadaan sepeda motor yang merupakan representasi “private car”
golongan masyarakat menengah kebawah. Dengan demikian, sudah selayaknya kajian
transportasi kota dilakukan secara lebih mendalam dan teliti yang melibatkan berbagai ahli
dan bukan hanya ahli transportasi saja.
Salah satu faktor yang penting dalam hal ini adalah pengetahuan tentang
karakteristik permintaan transport (transport demand) dari pengguna sarana dan prasarana
lalu lintas. Pengetahuan tentang pola pergerakan penduduk merupakan hal yang sangat
penting untuk menentukan tepat tidaknya sistem jaringan jalan, penyediaan moda
angkutan, regulasi dan pembiayaan, serta perlindungan terhadap kepentingan penduduk itu
sendiri secara langsung seperti kenyamanan perjalanan, ketepatan waktu perjalanan, serta
yang tidak langsung seperti perlindungan terhadap penduduk secara umum dari
polusi/pencemaran gas buang yang diakibatkan oleh adanya kendaraan tersebut.
Dalam rangka mengetahui karakteristik permintaan transport penduduk kota Semarang ini,
agaknya perlu diadakan penelitian dengan mengambil sample kawasan yang berpotensi
besar mengadakan perjalanan. Seperti ciri umum kawasan perkotaan di negara yang sedang
berkembang, pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota Semarang tidak lepas dari
fenomena urbanisasi yang tinggi. Orang yang melakukan urbanisasi dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok utama, yaitu 1) orang yang mampu membeli tanah di dalam kota
dan bekerja di dalam kota; 2) orang yang bekerja di dalam kota tetapi tinggal di pinggiran
(zona hinterland) serta mampu membayar biaya transportasi; 3) orang yang tidak mampu
membeli tanah di dalam kota dan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar biaya
transportasi. Kelompok dua inilah yang berpotensi menimbulkan permasalahan
transportasi kota Semarang.
Kawasan Sendang Mulyo yang berada dalam lingkup administrasi Kecamatan
Tembalang merupakan kawasan pinggiran kota dan merupakan persentuhan urban-rural
kota Semarang. merupakan sample yang cocok untuk diadakan kajian tersebut. Kawasan
ini secara histories dulunya merupakan areal pertanian / persawahan yang merupakan
garapan penduduk asli setempat, dan dalam perkembangannya menjadi sebuah kawasan
pemukiman yang padat dan relatif cepat perkembangannya. Sebagai sebuah kawasan yang
dinamis serta dipicu oleh letak kawasan yang strategis yaitu sebagai jalur alternative arus
lalu lintas dari arah Timur menuju Semarang atas, bebas banjir, dan relative dekat dengan
pusat kota, ciri kekotaan semakin terlihat nyata dengan munculnya fasilitas-fasilitas sosial
seperti rumah sakit, pasar, terminal. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan ruang yang
tinggi dan cerminan dinamika pergerakan penduduk yang tinggi pula.
3
80%
Mengendarai mobil sendiri
4
60%
40%
Angkutan umum
Carpool
20%
Sepeda/jalan kaki
0%
1 2 3 5 10 20 30 50 100
orang/mil2 (000)
Sumber: Travel Demand Management and Public Policy, p.235
yang non alami (yang disediakan oleh pihak pengembang untuk dijual kepada pihak yang
membutuhkan). Sebagai sebuah kawasan yang dinamis, mempunyai mobilitas tinggi
dengan asumsi merupakan kawasan hunian kelompok urban dengan katagori kelompok
yang mampu membeli hunian di pinggir kota dan orang yang bekerja di dalam kota serta
mampu membayar biaya transportasi. Beban transportasi kota, terutama yang terkait
dengan jaringan jalan yang berakses ke kawasan ini menjadi semakin berat atau katakanlah
menjadi lebih berkembang diluar prediksi perencanaan sistem transportasi yang ada.
Kemacetan lalu lintas terjadi pada simpul-simpul jalan yang menjadi “koridor” masuknya
arus perjalanan penduduk pada kawasan permukiman ini ke pusat-pusat kegiatan di pusat
kota. Dengan demikian, sebuah perencanaan transportasi kota, seyogyanya tidak boleh
meninggalkan kawasan hinterland ini sebagai kajian, dalam arti untuk mendapatkan
gambaran yang nyata dalam membuat deskripsi perjalanan penduduknya.
Karakteristik perjalanan penduduk tidak dapat digeneralisir sama di semua
tempat. Hal ini karena masing-masing kawasan mempunyai ciri ataupun karakteristik
struktur internal yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai sebuah subyek
perencanaan transportasi, ketidak tepatan dalam membuat peta perjalanan penduduk dalam
lingkup kota akan berakibat kurang tahan lamanya konsep perencanaan tersebut. Hal ini
mungkin, yang selama ini terjadi, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seringnya
dilakukan review perencanaan transportasi yang seharusnya sudah diarahkan berskala
jangka menengah (5 tahunan) maupun jangka panjang. Dengan asumsi bahwa pilihan
orang dalam menentukan perjalanan bersifat mandiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain,
maka metode pencarian data pada penelitian yang dilakukan adalah dalam bentuk daftar
pertanyaan mengikuti metode pendekatan katagori orang (Supernak, 1979). Daftar
pertanyaan untuk memetakan karakteristik perjalanan kawasan terpilih pada prinsipnya
adalah hal-hal yang terkait dengan struktur internal sosial ekonomi penduduk kawasan
terpilih yang meliputi : usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, tingkat
pendidikan. Kemudian data ini dikorelasikan dengan jumlah perjalanan rata-rata per hari,
moda transportasi yang digunakan, tujuan perjalanan, serta ditambah dengan wawancara
mengenai pendapat mereka mengenai moda transportasi yang ada saat ini dan sikap
mereka dalam memandang persoalan pokok lingkungan (fisik dan non fisik) yang mereka
tempati. Selanjutnya juga dilakukan analisis mengenai perkembangan ruang / kajian spatial
kawasan untuk melengkapi penggambaran karakteristik perjalanan penduduk tersebut.
M A G I S TE R TE K N I K
PEM BAN G UN A N KO TA
PROGRAM PASC A SARJ ANA
UNIVERSITAS DIPONEGO RO
Ke Jakarta
BWK IV
KONSEP PEMBAGIAN BWK
KOTA SEMARANG
BWK III
BWK I
BWK X
LEGENDA
BWK V
Batas Kota
Ke
Batas Kecamatan
Su
rab
ay
a/
Jalan Utama
Su
rak
BWK II
arta
Jalan Tol / Arteri
KAB. KENDAL
BWK VIII
BWK VII
ja
Bo
Ke SKALA UTARA
0 1 2 3 4 5 Km
M A G I ST E R T E K N I K
PEM BANG UNAN KO TA
PROGRAM PASCA SARJ ANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
KarakteristikPerjalananPenduduk
1
KAB. DEMAK
KawasanPinggiranKota(Hinterland)Semarang
LAUT JAWA Ke D
emak (StudiKasus:KawasanSendangMulyoSemarang)
Ke Jakarta
PETA ADMINISTRASI
TUG U
KOTA SEMARANG
LEGENDA
Batas Kota
Ke
Batas Kecamatan
Su
rab
aya
Jalan Utama
/ Su
rak
art
KAB. KENDAL
B AN YU MA NIK
ja
Bo
Ke SKALA UTARA
0 1 2 3 4 5 Km
7
10
6
11
Kondisi eksisting jaringan transportasi kawasan studi dapat dilihat pada gambar
berikut.
S U M B E R
S U R V E Y P R I M E R
U 0 2 5 0 5 0 0 1 0 0 0 m
LAUT JAWA
Jalur Alternatif
Semarang Atas
Kawasan Sendang Mulyo dilalui oleh jalur alternatif dari kawasan Timur / bawah ke
Peta 4.1.
Jalur Alternatif arus lalu lintas Semarang Timur ke Semarang Atas
Dari segi penyusunan jaringan jalan, dalam rangka membentuk struktur ruang kota
yang mendorong pertumbuhan di pusat III (ke arah Barat Daya dan Tenggara),
direncanakan pembuatan jalur lingkar luar. Sampai saat ini usaha tersebut masih
mengalami kendala dari sisi fisik dasar lahan yang mempunyai kelerengan yang tinggi.
Akan tetapi, untuk arah Tenggara kota yang mencakup kawasan Sendang Mulyo,
perkembangan kawasan sebagai pusat pertumbuhan III sangat positif.
Namun, hal yang terjadi dan perlu dicermati saat ini yaitu adanya kecenderungan
ketidak sesuaian arah perkembangan seperti yang telah direncanakan dalam RTRW dan
RUTRK. Banyak terjadi pengeprasan bukit dan peningkatan perubahan fungsi lahan dari
sawah / tegalan ke fungsi permukiman penduduk. Ini menjadi dilema tersendiri mengingat
arah pemanfaatan lahan pada kawasan ini adalah sebagai area konservasi dan pemukiman
dengan kepadatan sedang.
13
M A G I S TE R TE K N I K
PEMBA NG UNA N KO TA
PROGRAM PASCA SARJ ANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Ke Jakarta
Komersial PETA ADMINISTRASI
KOTA SEMARANG
CBD LEGENDA
Industri Batas Kota
Ke
Batas Kecamatan
Su
rab
aya
Jalan Utama
Su /
rak
art
Jalan Tol / Arteri
a
Kepermukiman
Pur
Rencana Jalan Arteri
wod Rel Kereta Api
adi
Sungai / Kali
em
atifkeS atas
g
aran
Kawasan Semarang Atas
rA
lu
a
J rn
lte
KAB. KENDAL
ja
Bo
Ke SKALA UTARA
0 1 2 3 4 5 Km
Peta 4.2.
Analisis Tata Guna Lahan Kawasan Sendang Mulyo
Keterangan:
Kali Babon
: Perbukitan
: Sendang Mulyo
Mikrolet Klipang-
Penggaron
Belum ada
trayek angkutan
umum
Peta 4.4.
Sarana Angkutan Umum di Kawasan Sendang Mulyo
nyata / meyakinkan. Namun dari analisis, tingkat pendidikan sarjana merupakan faktor
yang mempengaruhi mobilitas walaupun dengan tingkat korelasi yang kecil. Untuk
Responden perempuan, dari faktor usia, kondisinya sama dengan responden laki-laki, yaitu
semakin muda usianya semakin tinggi mobilitasnya. Sedangkan jenis pekerjaan yang
paling mempengaruhi jumlah perjalanan/mobilitas responden yaitu sekolah/kuliah. Hal ini
sama dengan yang terjadi pada responden laki-laki. Untuk faktor tingkat pendidikan,
berbeda dengan responden laki-laki, tingkat pendidikan SMP lebih mempengaruhi
mobilitas responden perempuan. Penggunaan moda transportasi umum yang dalam hal ini
diambil contoh moda transportasi bus, kelompok responden laki-laki yang cenderung
menggunakan moda tersebut adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp. 500 ribu per
bulan, tidak dipengaruhi oleh usia, jenis pekerjaan petani, buruh kasar dan pedagang, dan
tingkat pendidikan SD SMP. Untuk responden perempuan, moda transportasi bus
cenderung digunakan oleh responden perempuan yang mempunyai pekerjaan petani,
pembantu, wiraswasta, dan pegawai negeri sipil, usia diatas 55 tahun, dan tidak
dipengaruhi oleh penghasilan. Untuk moda transportasi pribadi yang dalam hal ini
tercermin dari penggunaan sepeda motor, responden laki-laki yang menggunakan moda
transport ini adalah kelompok responden yang belum mempunyai penghasilan sendiri,
tidak dipengaruhi oleh usia, berstatus sekolah/kuliah, wiraswasta, pegawai baik swasta
maupun negeri, serta yang mempunyai tingkat pendidikan sarjana. Sedangkan responden
perempuan, penggunaan moda transportasi sepeda motor cenderung digunakan oleh
kelompok responden yang belum mempunyai penghasilan sendiri, tidak dipengaruhi oleh
usia, berstatus ibu rumah tangga, sekolah, wiraswasta, pegawai, serta tingkat pendidikan
sarjana.
Kondisi ini kemungkinan sama dengan kondisi penduduk di kawasan lain, yaitu
produktifitas perjalanan berbanding terbalik dengan usia, berbanding lurus dengan tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan, serta penggunaan moda angkutan umum yang kalah
populer dengan moda angkutan pribadi. Namun, khusus kawasan Sendang Mulyo yang
merepresentasikan kawasan persentuhan urban dengan rural area, menunjukkan beberapa
hal yang menjadi catatan tersendiri. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa faktor
psikologi dan keberagaman latar belakang penghuni perumahan sangat menonjol dalam
membentuk perilaku perjalanannya. Sebagai contoh penghuni perumahan cenderung untuk
ingin dibedakan dengan penduduk asli pedesaan. Penduduk perumahan yang secara
ekonomi setingkat dengan penduduk asli pedesaan relatif tidak mau menggunakan moda
transport “tradisional” yang sebenarnya sudah ada sebelum mereka menempati kawasan
ini.
Demikian juga adanya keberagaman latar belakang dan perilaku penghuni
perumahan, menimbulkan tingkat “kompetisi hidup” yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan penghuni kawasan permukiman yang tumbuh secara alami. Contohnya mengenai
moda transportasi, secara awam dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi
maupun tingkat kemandirian ekonomi seseorang maka semakin tinggi pula prasarat moda /
sarana transportasi yang diinginkan. Sarana transportasi (umum maupun pribadi) oleh
sebagian orang mungkin hanya untukJ umemudahkan
m la h R e s p o n d e n
perjalanan mereka dari satu tempat ke
tempat lain. Akan
10 tetapi bagi sebagian orang yang dipacu kompetisi tingkat sosial
ekonominya, sarana
9 transportasi bisa diartikan juga sebagai sesuatu yang menunjukkan
kebanggaan ataupun
8 life style (prestise) yang akan mendorong tingkat sosialnya. Disini
sarana transportasi
7 tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu < 2 5 th L perjalanan, tetapi
bahkan lebih 6dari pada itu adalah sebagai sarana untuk meningkatkan < 2 5 th P status sosial
seseorang. 5
2 6 - 5 5 th L
2 6 - 5 5 th P
Produksi4 perjalanan penduduk perumahan kawasan Sendang Mulyo (zona 1 s/d 9)
> 5 5 th L
secara kuantitif3 juga berbeda dengan penduduk asli pedesaan >(zona 5 5 th P 10). Kondisi ini
tergambar dalam 2 grafik berikut ini:
1
0
Zo n a 1 Zo n a 2 Zo na 3 Zon a 4 Zo na 5 Zon a 6 Zo n a 7 Zo na 8 Zo n a 9 Zon a 1 0
17
J u m la h P e rja la n a n R a ta - R a ta /h a ri
40
35
30
< 2 5 th L
25 < 2 5 th P
2 6 - 5 5 th L
20
2 6 - 5 5 th P
15 > 5 5 th L
> 5 5 th P
10
0
Z o n a 1 Zo n a 2 Z o n a 3 Z o n a 4 Zo n a 5 Z o n a 6 Z o n a 7 Zo n a 8 Z o n a 9 Z o n a 1 0
setelah itu sudah tidak ada lagi. Sarana transportasi andong yang semula berfungsi di
kawasan ini lama kelamaan menghilang dan bahkan berubah fungsi menjadi sarana
rekreasi yang disediaan oleh pemilik angkutan ini (penduduk pedesaan) dan diperuntukkan
kepada penduduk perumahan.
Angkutan umum dalam pengertian angkutan penumpang manusia yang sampai saat
ini masih belum menjangkau kawasan diantisipasi penduduk pedesaan dengan
menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor maupun sepeda ontel (tidak
bermotor). Penggunaan sepeda tidak bermotor ini merupakan ciri khusus bagi kawasan
pedesaan dan tidak terdapat pada kawasan perumahan.
Penelitian belum menjangkau analisis mengenai latar belakang penggunaan moda
transportasi sepeda tak bermotor ini. Barangkali fenomena penggunaan jenis angkutan ini
perlu dikaji lebih jauh dalam penelitian lanjutan.
Dalam bentuk fisik, penetrasi ruang kota ke kawasan Sendang Mulyo ditandai
dengan aktifitas fisik berupa perubahan fungsi lahan kosong dan lahan persawahan/tegalan
menjadi lahan permukiman maupun lahan siap bangun.
Dari sisi transportasi terjadi peningkatan volume pergerakan / transportasi
penduduk yang ditandai dengan padatnya lalu lintas pada jalur utama kawasan pada jam-
jam sibuk (pagi hari dan sore hari), serta makin banyaknya jumlah sarana angkutan yang
ada baik sarana angkutan umum maupun pribadi. Dari 3 moda angkutan umum yaitu bus,
mikrolet dan “plat hitam”, kesemuanya hanya untuk melayani penduduk di kawasan
perumahan dan penggunanya sebagian besar adalah anak-anak usia sekolah laki-laki dan
perempuan (0-25th), pada jam berangkat sekolah pagi hari (moda angkutan bus).
Sedangkan moda angkutan umum mikrolet diminati oleh perempuan usia 25 – 55 th dan
>55 tahun, dan pegawai swasta serta pedagang menggunakan angkutan plat hitam. Anak-
anak usia sekolah yang proporsinya besar di kawasan perumahan merupakan pasar
angkutan umum yang oleh pengusaha angkutan dijadikan dasar dalam investasi mereka.
Keberadaan angkutan umum yang cukup banyak di lingkungan perumahan ini di satu sisi
sangat menguntungkan, namun agaknya yang menjadi permasalahan adalah posisi terminal
akhir angkutan umum yang berada didalam kawasan perumahan yaitu : keberadaan
terminal angkutan umum di dalam kawasan menambah beban konstruksi jalan yang
sebenarnya diperuntukkan hanya untuk lalu lintas kelas III. Akibat yang ditimbulkan yaitu
adanya kerusakan badan jalan utama kawasan perumahan, moda angkutan bus yang hanya
efektif dan diminati pada jam berangkat sekolah saja (untuk perjalanan meninggalkan
kawasan) menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan dampak kerusakan jalan yang
dilaluinya, serta untuk perjalanan non sekolah, peminat angkutan umum lebih sedikit jika
dibandingkan dengan penggunaan moda angkutan pribadi sepeda motor.
Karakteristik perjalanan penduduk perumahan Sendang Mulyo: jumlah perjalanan
banyak dilakukan oleh responden usia < 25 tahun baik itu laki-laki maupun perempuan.
Jumlah perjalanan dalam arti bangkitan perjalanan sebuah kawasan biasanya memang
identik dengan jumlah penduduk kelompok usia produktif (usia kerja ---- di bawah usia 55
tahun). Akan tetapi khusus pada kawasan ini, kelompok usia produktif dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok usia 0-25 tahun dan kelompok usia 25-55 tahun. Kelompok usia
<25 tahun paling banyak melakukan perjalanan (rata-rata lebih dari 6 kali/orang/hari). Hal
ini terjadi karena kelompok usia ini adalah kelompok penduduk yang paling tinggi
mengalami stres sosial di lingkungan perumahan menengah ke bawah yang mempunyai
karakteristik tata letak/posisi/ukuran bangunan yang serba terbatas. Jadi perjalanan bagi
mereka juga berarti sarana melepaskan kejenuhan ruang dalam bentuk rekreasi.
19
Rekomendasi
Studi tentang karakteristik perjalanan penduduk kawasan Sendang Mulyo
Semarang yang merupakan contoh kawasan hinterland ini masih mempunyai kekurangan-
kekurangan, antara lain : jumlah sampel yang relatif sedikit, proporsi sampel kurang
merata dalam mewakili setiap kelompok sampel seperti kelompok usia, jenis pekerjaan,
tingkat penghasilan, tingkat pendidikan. Dengan demikian diperlukan beberapa koreksi
menyangkut hal tersebut, apabila model penelitian ini dipergunakan di lokasi lain.
Kawasan Sendang Mulyo yang sudah ditetapkan sebagai zona konservasi dan
tempat pemukiman kepadatan rendah perlu ditindak lanjuti dengan kontrol yang memadai
mengingat kecenderungan penyimpangan perkembangan yang terjadi yaitu terjadi
penetrasi ruang kota secara fisik berupa pengeprasan lahan perbukitan yang merupakan
daerah tangkapan air serta perubahan lahan-lahan pertanian di sepanjang alur sungai Babon
menjadi perumahan.
Penanganan penataan sistem transportasi yang mencakup sistem jaringan jalan,
kelas fisik jalan, dan sarana transportasi harus melihat dan menyatu dengan penataan
arahan pemanfaatan ruang (land-use) kawasan. Kawasan Sendang Mulyo yang merupakan
persentuhan antara urban dengan rural perlu diarahkan pada pembuatan sistem jaringan
transportasi yang menyatu dan mampu melayani perjalanan penduduk pendatang
(perumahan) dan penduduk asli pedesaan yang mempunyai karakteristik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Potter R.B. 1985. Urbanization and Planning in The 3rd World. Biddles Ltd., Great
Britain.
Ismail Serageldin. 1997. The Architecture of Empowerment. Academy Edition, Academy
Group Ltd, London.
Richardson H.W. 1984. Towards a National Urban Development Strategy for Thailand.
Kuei Lin Chang. 1998. Urban Problems and Urban Policy in Taiwan.
Final Report of the Urban Task Force, Chaired by Lord Rogers of Riverside. 1999.
Towards an Urban Renaissance. Department of the Environment, Transport and
the Regions. Eland House. Bressenden Place. London.
Frey H. 1999. Designing the City. E & FN Spon. London.
Qian Wenbao. 1996. Rural-Urban Migration and its Impact on Economic Development in
China. Avebury. Gower House, Croft Road, Aldershot, Hampshire GUII 3HR,
England.
20
Yeates M and Garner B. 1980. The North American City. Third Edition. Harper & Row.
New York.
George E. Gray and Lester A.Hoel. 1979. Public Transportation: Planning, Operation and
Management. Prentice-Hall,Inc. Englewood Cliffs.New Jersey.
Y. Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Cetakan Pertama. Dabara
Publisher. Jl. Adisucipto 68. Solo
Barry J. Simpson. 1994. Urban Public Transport Today. First Edition. E&FN Spon. The
Alden Press. Oxford. Great Britain.
Ofyar Z. Tamin. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB. Bandung.
Erik Ferguson. 2000. Travel Demand Management and Public Policy. Ashgate. Aldershot.
England.
Institution of Highways and Transportation, 1997. Transport in the Urban Environment.
IHT. London WC1.
Lucas, Karen (ed.). 2004. Running on Empty: Transport, social exclusion and
environmental justice. The Policy Press. Bristol.
Newman, Peter & Kenworthy, Jeffrey. 1999. Sustainability and Cities: Overcoming
Automobile Dependence. Island Press. Washington DC / Earthscan. London.
Pharoah, Tim. 1992. Less traffic; better towns. Friend on the Earth. London.
Tolley, Rodney (ed.). (1990 &) 1997. The Greening of Urban Transport. John Wiley,
Chichester, Sussex (second edition).
Tolley, Rodney (ed.). 2003. Sustainable Transport: Planning for walking and cycling in
urban environments. Woodhead Publishing. Cambridge.
Owen, Susan & Cowell, Richard. 2001. Land and Limits: Interpreting Sustainability in the
Planning Process. Routledge. London.
Whitelegg, John, et al. 1992. Traffic Congestion: is there a way out?. Leading Edge
Publisher.
Whitelegg, John; Adams, John & Hillman, Mayer. 1991. One False Move. Policy Studies
Institute. London.
Whitelegg, John. 1996. Critical Mass: Transport, Environment and Equity in the 21st
Century. Pluto Press.