Anda di halaman 1dari 9

Penerapan Persamaan Differensial pada Soliton

Soliton adalah gelombang soliter (sebuah paket gelombang atau pulsa) yang
mempertahankan bentuknya sementara ia menjalar pada kecepatan konstan; soliton
disebabkan oleh efek nonlinier dan efek dispersif dalam medium. ("Efek dispersif
merujuk pada hubungan dispersi, hubungan antara frekuensi dan kecepatan gelombang
dalam medium.) Soliton ditemukan dalam banyak fenomena fisika, sebagaimana mereka
muncul sebagai solusi kelas yang lebar dari dispersif nonlinier lemah persamaan
diferensial parsial yang mendeskripsikan sistem fisis.
Soliton, secara matematis, adalah solusi persamaan diferensial nonlinier, memiliki
energi total berhingga, terlokalisasi dalam ruang, bersifat stabil, tak menyebar. Profil
sebaran rapat energinya menyerupai "gundukan" yang terpusat dalam rentang ruang
berhingga. Setiap soliton dicirikan oleh sifat ketakubahan topologi yang menunjukkan
sifat kestabilannya.
Fenomena soliton pertama kali dideskripsikan oleh John Scott Russell (808-1882)
yang mengamati gelombang soliter dalam Kanal Edinburg-Glasgow, mereproduksi
fenomena dalam tangki gelombang, dan menamainya "Gelombang Translasi"
Ide soliton sering dikatakan bermula di bulan Agustus 1934 ketika John Scott
Russel fisikawan Skotlandia, mengamati fenomena gelombang air di Kanal Edinburg-
Glasgow. Russel memaparkan hasil pengamatannya dalam sebuah makalah yang
diterbitkan dalam Report of the British Association for the Advancement of Science. Ia
menyebut fenomena ini sebagai "gelombang besar translasi".
Gelombang air tersebut merambat lurus tanpa mengalami perubahan yang berarti
pada bentuk maupun kecepatannya untuk jarak yang cukup panjang serta dalam rentang
waktu relatif lama sepanjang kanal.
Perkembangan yang berarti setelah pekerjaan Korteweg-de Vries muncul pada
tahun 1965, ketika Zabusky dan Kruskal berhasil mengungkap terjadinya fenomena
(yang kemudian dikenal dengan) soliton ini dari persamaan Korteweg-de Vries.
Persamaan nonlinear, dispersif persamaan diferensial parsial fungsi φ dari dua variabel
riil, ruang x dan waktu t:

8
dengan x dan ∂ ∂ t menunjukkan derivatif parsial terhadap x dan t.
Konstanta 6 di variabel terakhir tidak konvensional namun sangat penting:
mengalikan t, x, dan φ oleh konstanta dapat digunakan untuk membuat koefisien salah
satu dari tiga variabel dan dihasilkan sama dengan nol.
Pertimbangkan solusi di mana bentuk gelombang yang tetap (ditentukan oleh f
(x)) mempertahankan bentuknya saat bergerak ke kanan pada kecepatan fase c. Seperti
solusi diberikan oleh φ (x, t) = f (x-ct). Hal ini memberikan persamaan diferensial biasa
adalah:

atau, mengintegrasikan terhadap x sehingga,

di mana A adalah konstanta integrasi. Memisalkan variabel independen x di atas


sebagai variabel waktu, ini berarti f memenuhi persamaan Newton gerak dalam potensi
kubik. Jika parameter disesuaikan sehingga fungsi potensial V (x) memiliki nilai
maksimum pada x = 0, maka akan ada solusi di mana f (x) dimulai dari titik ini adalah t =
∞, akhirnya meluncur ke nilai minimumnya, kemudian kembali ke sisi lain, mencapai
ketinggian yang sama, kemudian berbalik arah, dan berakhir pada kondisi awal lagi pada
waktu maksimum ∞. Dengan kata lain, f (x) mendekati 0 sebagai x → ± ∞. Ini adalah
karakteristik solusi bentuk gelombang soliter.
Lebih tepatnya, solusinya adalah:

di mana a adalah konstanta sembarang. Ini menggambarkan soliton bergerak ke


kanan.
Sebagai suatu istilah "soliton", menyiratkan gelombang ini berperilaku seperti
"partikel". Ketika soliton ditempatkan terpisah satu sama lain, masing-masing soliton
menjalar dengan bentuk dan kecepatan konstan. Sebagaimana dua gelombang soliton
semakin mendekat, mereka secara berangsur-angsur berubah bentuk, kemudian

9
bergabung menjadi paket gelombang tunggal; lalu segera berpisah menjadi dua
gelombang soliton dengan bentuk dan kecepatan yang sama dengan sebelum terjadinya
"tumbukan".
Stabilitas soliton berfungsi menyeimbangkan efek "nonlinieritas" dan "dispersi".
Nonlinieritas memandu gelombang soliton untuk terlokalisasi, sedangkan dispersi
menyebarkan gelombang terlokalisasi tersebut. Jika salah satu dari dua efek tersebut
hilang, soliton menjadi tidak stabil dan secepatnya juga "menghilang". Dalam kaitan ini,
soliton sepenuhnya berbeda dengan gelombang linier, misal, gelombang sinusoidal.
Faktanya, gelombang sinusoidal bersifat tak stabil. Simulasi komputer menunjukkan
bahwa gelombang sinusoidal segera "pecah" menjadi rangkaian soliton.
Dalam bidang teknologi, soliton dimanfaatkan antara lain dalam bidang teknologi
informasi. Pelebaran sinyal sepanjang jalur transmisi akan memperoleh manfaat dari
penggunaan pulsa nondispersif. Berikut tertera tabel soliton dan teknologi:
• Persamaan Burger dengan aplikasi di bidang akustik nonlinear dan turbulensi.
• Persamaan Kadomtshev-Petviashvilli dan persamaan Korteweg-de Vries
dengan aplikasi di bidang gelombang laut dangkal, gelombang Rossby atmosfer, jaringan
transmisi listrik.
• Persamaan Schrodinger nonlinear untuk aplikasi di bidang komunikasi serat
optik tanpa repeater.
• Persamaan medan Affine-Toda dan persamaan sine-Gordon untuk aplikasi di
bidang switching superkonduktor, pulsa optik ultra pendek.
Dalam tahun 1973, Akira Hasegawa dari Lab AT&T Bell menyarankan, soliton
dapat berada dalam optik fiber. Akira juga mengajukan ide sistem transmisi berbasis
soliton untuk meningkatkan performa telekomunikasi optik.
Dalam tahun 1988, Linn Mollenauer dan timnya berhasil mentransmisikan pulsa
soliton sejauh lebih dari 4.000 kilometer dengan menggunakan fenomena yang disebut
efek Raman untuk menyediakan bati optik dalam fiber. Dinamakan efek Raman, untuk
menghargai ilmuwan India yang pertama kali mendeskripsikan efek yang disebut dengan
namanya pada tahun 1920-an.
Dalam tahun 1991, Tim Riset Lab Bell mentransmisikan soliton dengan kapasitas
2,5 gigabit sejauh lebih dari 14.000 kilometer, menggunakan penguat optik fiber erbium.

10
Laser pompa digandeng dengan penguat optik, mengaktifkan erbium, memberi tenaga
pulsa cahaya.
Dalam tahun 1998, Thierry Georges dan timnya pada France Telecom R&D
Center, mengkombinasikan soliton optik dari panjang gelombang berbeda, yakni terdiri
dari banyak bagian panjang gelombang, menunjukkan transmisi data 1 terabit per detik
(1.000.000.000.000 satuan informasi per detik).
Dalam tahun 2001, Algety Telecom berhasil mendistribusikan perangkat
telekomunikasi submarine di Eropa menggunakan gelombang soliton John Scott Russel.
Jadi apa yang bisa disimpulkan dari hubungan antara soliton terhadap teknologi
informasi ?
Hal ini dipelopori oleh Linn F. Mollenauer pada 1988 ketika memelopori sistem
komunikasi soliton pada sistem komunikasi serat optik (SKSO). Untuk lebih jelasnya,
berikut penjelasan dari definisi teknologi serat optik hingga sejarah perkembangannya.
Serat optik adalah merupakan saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat
dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat
digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain.
Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED.
Perkembangan teknologi serat optik saat ini, telah dapat menghasilkan pelemahan
(attenuation) kurang dari 20 decibels (dB)/km. Dengan lebar jalur (bandwidth) yang besar
sehingga kemampuan dalam mentransmisikan data menjadi lebih banyak dan cepat
dibandingan dengan penggunaan kabel konvensional. Dengan demikian serat optik sangat
cocok digunakan terutama dalam aplikasi sistem telekomunikasi. Pada prinsipnya serat
optik memantulkan dan membiaskan sejumlah cahaya yang merambat didalamnya.
Secara garis besar serat optik terdiri dari 2 bagian utama, yaitu cladding dan core .
Cladding adalah selubung dari inti (core). Cladding mempunyai indek bias lebih rendah
dari pada core akan memantulkan kembali cahaya yang mengarah keluar dari core
kembali kedalam core lagi.
Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas.
Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.

11
Serat optik.

Beberapa kelebihan serat optic:


1. Lebar jalur besar dan kemampuan dalam membawa banyak data
2. Biaya pemasangan dan pengoperasian yang rendah
3. Kecil dan ringan
4. Imun
5. Non penghantar
6. Tidak ada elektrik dan percikan api
7. Tidak berkarat
Pembagian Serat optik terdiri atas 2 macam :

1. Berdasarkan Mode yang dirambatkan :


 Single mode : serat optik dengan core yang sangat kecil, diameter
mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-
pantul ke dinding cladding.
 Multi mode : serat optik dengan diameter core yang agak besar yang
membuat laser di dalamnya akan terpantul-pantul di dinding cladding yang dapat
menyebabkan berkurangnya bandwidth dari serat optik jenis ini.
2. Berdasarkan indeks bias core :
 Step indeks : pada serat optik step indeks, core memiliki indeks bias
yang homogen.

12
 Graded indeks : indeks bias core semakin mendekat ke arah cladding
semakin kecil. Jadi pada graded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling
besar. Serat graded indeks memungkinkan untuk membawa bandwidth yang lebih besar,
karena pelebaran pulsa yang terjadi dapat diminimalkan.

Pelemahan cahaya pada kabel serat optik sangat penting terutama dalam
merancang sistem telekomunikasi serat optik. Berikut ini hal yang menyumbang
pelemahan cahaya pada serat optik:
1. Penyerapan (Absorption)
2. Penyebaran (Scattering)
3. Kehilangan radiasi (radiative losses)

Bagian - bagian serat optic


jenis single mode

13
Reliabilitas dari serat optik dapat ditentukan dengan satuan BER (Bit Error Rate).
Salah satu ujung serat optik diberi masukan data tertentu dan ujung yang lain mengolah
data itu. Dengan intensitas laser yang rendah dan dengan panjang serat mencapai
beberapa km, maka akan menghasilkan kesalahan. Jumlah kesalahan persatuan waktu
tersebut dinamakan BER. Dengan diketahuinya BER maka, Jumlah kesalahan pada serat
optik yang sama dengan panjang yang berbeda dapat diperkirakan besarnya.
Berdasarkan penggunaannya, maka sistem komunikasi serat optik (SKSO) dibagi
menjadi 4 tahap generasi yaitu :

1. Generasi pertama (mulai 1975)


Sistem masih sederhana dan menjadi dasar bagi sistem generasi berikutnya, terdiri
dari : alat encoding : mengubah input (misal suara) menjadi sinyal listrik transmitter :
mengubah sinyal listrik menjadi sinyal gelombang, berupa LED dengan panjang
gelombang 0,87 mm. serat silika : sebagai penghantar sinyal gelombang repeater :
sebagai penguat gelombang yang melemah di perjalanan receiver : mengubah sinyal
gelombang menjadi sinyal listrik, berupa fotodetektor alat decoding : mengubah sinyal
listrik menjadi output (misal suara) Repeater bekerja melalui beberapa tahap, mula-mula
ia mengubah sinyal gelombang yang sudah melemah menjadi sinyal listrik, kemudian
diperkuat dan diubah kembali menjadi sinyal gelombang. Generasi pertama ini pada
tahun 1978 dapat mencapai kapasitas transmisi sebesar 10 Gb.km/s.

2 Generasi kedua (mulai 1981)


Untuk mengurangi efek dispersi, ukuran teras serat diperkecil agar menjadi tipe
mode tunggal. Indeks bias kulit dibuat sedekat-dekatnya dengan indeks bias teras.
Dengan sendirinya transmitter juga diganti dengan diode laser, panjang gelombang yang
dipancarkannya 1,3 mm. Dengan modifikasi ini generasi kedua mampu mencapai
kapasitas transmisi 100 Gb.km/s, 10 kali lipat lebih besar daripada generasi pertama.

3. Generasi ketiga (mulai 1982)


Terjadi penyempurnaan pembuatan serat silika dan pembuatan chip diode laser
berpanjang gelombang 1,55 mm. Kemurnian bahan silika ditingkatkan sehingga
transparansinya dapat dibuat untuk panjang gelombang sekitar 1,2 mm sampai 1,6 mm.
Penyempurnaan ini meningkatkan kapasitas transmisi menjadi beberapa ratus Gb.km/s.

14
4. Generasi keempat (mulai 1984)
Dimulainya riset dan pengembangan sistem koheren, modulasinya yang dipakai
bukan modulasi intensitas melainkan modulasi frekuensi, sehingga sinyal yang sudah
lemah intensitasnya masih dapat dideteksi. Maka jarak yang dapat ditempuh, juga
kapasitas transmisinya, ikut membesar. Pada tahun 1984 kapasitasnya sudah dapat
menyamai kapasitas sistem deteksi langsung. Sayang, generasi ini terhambat
perkembangannya karena teknologi piranti sumber dan deteksi modulasi frekuensi masih
jauh tertinggal. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa sistem koheren ini punya potensi
untuk maju pesat pada masa-masa yang akan datang.

5. Generasi kelima (mulai 1989)


Pada generasi ini dikembangkan suatu penguat optik yang menggantikan fungsi
repeater pada generasi-generasi sebelumnya. Sebuah penguat optik terdiri dari sebuah
diode laser InGaAsP (panjang gelombang 1,48 mm) dan sejumlah serat optik dengan
doping erbium (Er) di terasnya. Pada saat serat ini disinari diode lasernya, atom-atom
erbium di dalamnya akan tereksitasi dan membuat inversi populasi*, sehingga bila ada
sinyal lemah masuk penguat dan lewat di dalam serat, atom-atom itu akan serentak
mengadakan deeksitasi yang disebut emisi terangsang (stimulated emission) Einstein.
Akibatnya sinyal yang sudah melemah akan diperkuat kembali oleh emisi ini dan
diteruskan keluar penguat. Keunggulan penguat optik ini terhadap repeater adalah tidak
terjadinya gangguan terhadap perjalanan sinyal gelombang, sinyal gelombang tidak perlu
diubah jadi listrik dulu dan seterusnya seperti yang terjadi pada repeater. Dengan adanya
penguat optik ini kapasitas transmisi melonjak hebat sekali. Pada awal pengembangannya
hanya dicapai 400 Gb.km/s, tetapi setahun kemudian kapasitas transmisi sudah
menembus harga 50 ribu Gb.km/s.

6. Generasi keenam
Pada tahun 1988 Linn F. Mollenauer memelopori sistem komunikasi soliton.
Soliton adalah pulsa gelombang yang terdiri dari banyak komponen panjang gelombang.
Komponen-komponennya memiliki panjang gelombang yang berbeda hanya sedikit, dan
juga bervariasi dalam intensitasnya. Panjang soliton hanya 10-12 detik dan dapat dibagi

15
menjadi beberapa komponen yang saling berdekatan, sehingga sinyal-sinyal yang berupa
soliton merupakan informasi yang terdiri dari beberapa saluran sekaligus (wavelength
division multiplexing). Eksperimen menunjukkan bahwa soliton minimal dapat
membawa 5 saluran yang masing-masing membawa informasi dengan laju 5 Gb/s. Cacah
saluran dapat dibuat menjadi dua kali lipat lebih banyak jika dibunakan multiplexing
polarisasi, karena setiap saluran memiliki dua polarisasi yang berbeda. Kapasitas
transmisi yang telah diuji mencapai 35 ribu Gb.km/s.
Cara kerja sistem soliton ini adalah efek Kerr, yaitu sinar-sinar yang panjang
gelombangnya sama akan merambat dengan laju yang berbeda di dalam suatu bahan jika
intensitasnya melebihi suatu harga batas. Efek ini kemudian digunakan untuk menetralisir
efek dispersi, sehingga soliton tidak akan melebar pada waktu sampai di receiver. Hal ini
sangat menguntungkan karena tingkat kesalahan yang ditimbulkannya amat kecil bahkan
dapat diabaikan. Tampak bahwa penggabungan ciri beberapa generasi teknologi serat
optik akan mampu menghasilkan suatu sistem komunikasi yang mendekati ideal, yaitu
yang memiliki kapasitas transmisi yang sebesar-besarnya dengan tingkat kesalahan yang
sekecil-kecilnya yang jelas, dunia komunikasi abad 21 mendatang tidak dapat dihindari
lagi akan dirajai oleh teknologi serat optik.

16

Anda mungkin juga menyukai