Anda di halaman 1dari 41

Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB paru) hingga saat ini masih merupakan masalah penting
bagi kesehatan. TB paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tb) yang ditemukan pada tahun 1882 oleh
Robert Koch. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI
tahun 1992 tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor satu
dari golongan penyakit infeksi.1-2 Insidens TB diperkirakan meningkat dari 8,8 juta
kasus pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus
pada tahun 2005. Pada tahun 1995 terjadi 3 juta kasus kematian yang disebabkan oleh
TB dan diperkirakan tahun 2000 terjadi 3,5 juta kasus.3

Epidemiologi

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh


Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
Depkes RI tahun 1992 tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi.1-3 Insidens TB diperkirakan meningkat
dari 8,8 juta kasus pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9
juta kasus pada tahun 2005. Pada tahun 1995 terjadi 3 juta kasus kematian yang
disebabkan oleh TB dan diperkirakan tahun 2000 terjadi 3,5 juta kasus. Diperkirakan
jumlah kematian TB akan menjadi 35 juta orang pada tahun 2000-2005.1
WHO memperkirakan insidens TB mendekati 12 juta kasus sampai tahun
2005. Setiap tahun 8 juta penderita TB baru akan muncul. Berdasarkan SKRT tahun
2004, prevalensi TB nasional berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif adalah
148,5 per 100.000 penduduk dan berdasarkan pemeriksaan BTA adalah 175 per
100.000 penduduk sedangkan berdasarkan biakan M.tb 185,7 per 100.000 penduduk.
Semakin tua usia maka prevalensi TB makin meningkat demikian juga dengan yang
tinggal di desa lebih banyak menderita TB daripada yang tinggal di kota. Penduduk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 1
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

yang tinggal di luar Jawa dan Bali mempunyai prevalensi TB 3 kali lebih banyak
daripada yang tinggal di Jawa dan Bali.2

Insidens TB didunia (WHO, 2004)1

Besar Permasalahan
Di Indonesia sebagian besar kasus TB paru tidak ditemukan secara keseluruhan
dan dari kasus yang ditemukan tersebut hanya sebagian kasus TB dengan basil tahan
asam (BTA) sputum positif yang dapat disembuhkan.1 Sulitnya pengobatan penderita
TB paru BTA positif menyebabkan banyak terjadi kegagalan pengobatan. Pengobatan
tidak teratur, penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) tidak adekuat ataupun
pengobatan terputus menimbulkan kuman yang resisten terhadap OAT.3 Penderita
TB tersebut akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat.
Resistensi kuman terhadap OAT harus ditanggulangi agar tidak menimbulkan situasi
yang lebih parah, sehingga dibutuhkan pengobatan yang efektif dan rasional agar
penderita TB paru sembuh dan insidens TB dapat diturunkan.4
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 2
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat.1
Estimasi terbaru dan kecenderungan indikator TB (2005)7

Pembahasan
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tb) yang ditemukan pada
tahun 1882 oleh Robert Koch. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18
– 24 jam pada suhu yang optimal. Kuman M.tb tumbuh dan berkembang biak pada
tekanan O2 140 mmH2O di paru. Kuman M.tb berbentuk agak bengkok atau berbentuk
batang lurus dan pada biakan invitro mempunyai ukuran panjang 1 – 4 mm dan tebal
0,3 – 06 mm. Basil TB di jaringan pejamu yang sakit mempunyai bentuk karakteristik
yang berbeda. Bila M.tb ditanam / dibiak pada sel manusia maka tampak lebih
panjang dan lebih bengkok. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.1,5

Kuman Mycobacterium Tuberculosis 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 3
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Transmisi dan Patogenesis TB4,5,6,7,8


Penularan biasanya melalui udara (aerosol) yaitu dengan inhalasi droplet nuklei
yang mengandung M.tb. Droplet nuklei berasal dari penderita TB paru atau TB laring
ketika bersin, batuk, bicara atau menyanyi. Droplet nuklei yang berukuran 1 – 5
mikron dapat menembus sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai
dan bersarang di bronkus dan alveol membentuk sarang pneumonik yang disebut lesi
primer. Terjadinya infeksi paru tergantung pada konsentrasi droplet nuklei, lamanya
pajanan, virulensi bakteri dan kemampuan fagosit makrofag alveolar. Makrofag di
dalam alveol akan memfagositosis sebagian kuman TB tetapi belum mampu
membunuhnya sehingga kuman TB di dalam makrofag umumnya tetap dapat hidup
dan berkembang biak (multiplikasi kuman). Kuman TB yang menyebar melalui
saluran limfe mencapai kelenjar limfe regional sedangkan yang melalui aliran darah
akan mencapai berbagai organ tubuh.15,16
Mekanisme imun yang utama pada TB adalah respons imun nonspesifik
maupun spesifik terhadap antigen yang berasal dari kuman TB. Kuman TB hidup
sebagai parasit intrasel, sehingga daya pertahanan tubuh yang terpenting terhadap
kuman tersebut dilakukan oleh cellular mediated immunity (CMI) dan delayed type
hypersensitivity (DTH). Respons CMI akan menimbulkan akumulasi dan aktivasi
makrofag melalui sel limfosit T spesifik, sedangkan DTH akan menghasilkan
kerusakan jaringan. Sebagian besar penderita TB paru primer sembuh dan membentuk
granuloma. Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respons imun yang baik
walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma dan menetap di
tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama. Granuloma membatasi penyebaran
dan multiplikasi kuman. Biasanya 2 – 10 minggu setelah terinfeksi M.tb, respons
imun akan menghambat multiplikasi dan penyebaran basil TB lebih lanjut, tetapi
beberapa berada dalam keadaan dorman dan tetap hidup selama beberapa tahun. Hal
ini disebut sebagai infeksi TB laten dan biasanya uji tuberkulin positif tetapi tidak ada
gejala TB aktif dan tidak infeksius. Kuman dari 10% individu yang terkena infeksi TB
primer akan berkembang menjadi TB aktif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah infeksi.15-17
Akumulasi kuman TB akan menstimulasi fokus inflamasi menjadi granuloma
yang ditandai oleh gambaran infiltrat sel mononuklear yang mengelilingi inti epiteloid

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 4
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

berdegenerasi dan sel raksasa multinuklear yang disebut lesi tuberkel. Tuberkel ini
diliputi fibrin dengan bagian sentralnya menjadi nekrosis kaseosa. Pecahnya tuberkel
kaseosa akan menghasilkan kaviti yang menyebabkan sejumlah kuman TB dilepaskan
ke dalam sputum. Kemudian kuman TB akan menyebar melalui aliran limfatik
menuju kelenjar getah bening hilus/mediastinum dan duktus torasikus atau secara
langsung masuk sirkulasi melalui erosi tuberkel ke dalam pembuluh darah.15-17 Pada
gambar 1 dapat dilihat perkembangan kuman M.tb yang bisa menyebabkan infeksi
primer paru dan TB paru pascaprimer.

Transmisi Tuberkulosis melalui udara (aerosol)5

Penularan TB2,4,5
1. Cara penularan
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 5
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang


dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2. Risiko penularan
- Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih
besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
- Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
- Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
3. Risiko menjadi sakit TB
- Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
- Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
- Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk).
- HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik,
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 6
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
Faktor Risiko Kejadian TB1,3

• Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati


Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
- 50% meninggal
- 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
- 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Upaya Penanggulangan TB5,6,7,8,9


Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed
Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang
secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi
studi, clinical trials, best practices, dan hasil implementasi program penanggulangan
TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping
secara cepat merubah kasus menular menjadi tidak menular, juga mencegah
berkembangnya MDR-TB.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 7
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas


diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan
TB. Pada tahun 1995, WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi
dalam penanggulangan TB. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah
satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi strategi DOTS ke dalam
pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu
studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa
dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai
program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:


1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Penatalaksanaan Pasien TB6,7,8,10,12


Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola
dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah
menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara
menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari
surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai
dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan
rencana tindak lanjutnya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 8
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Penemuan pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah
pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan
pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian
akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan
pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Strategi penemuan
􀂃 Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan
tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan
secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka pasien TB.
􀂃 Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif, yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
􀂃 Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

Gejala klinis pasien TB


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
UPK dengan gejala tersebut, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 9
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan


dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS),
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.

Diagnosis TB5,9,10,11,12,14,17
Diagnosis TB paru
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Uji tuberkulin berperan dalam penegakan diagnosis TB sesuai
ukuran yang direkomendasikan WHO. Tetapi cut-off point ukuran indurasi tiap daerah
berbeda khususnya daerah dengan prevalensi TB yang tinggi. Cut-off point ini masih
dalam perdebatan sehingga tuberkulin yang dipakai dalam penunjang diagnosis TB
banyak menimbulkan positif palsu dan negatif palsu.5

Mantoux test 7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 10
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Alur Diagnosis TB Paru1,3,7

 Akhir-akhir ini pemeriksaan laboratorium untuk TB terutama paru semakin


berkembang. Salah satunya adalah reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain
Reaction atau PCR) yaitu pemeriksaan menggunakan pendekatan biologi molekuler
untuk pendeteksian DNA terhadap basil TB dengan sensitiviti dan spesivisiti tinggi
dalam waktu singkat. Prinsip dasar dari tehnik ini mirip dengan peristiwa replikasi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 11
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

DNA alamiah yang terjadi dalam pembelahan sel yang bertujuan melipatgandakan
gen yang memerlukan template untuk memulai sequencing. Dasar proses PCR terdiri
dari 3 tahap yang berulang :6
1. Denaturasi ( suhu 940C) : Selama tahap ini DNA rantai ganda dipisahkan
dengan pemanasan menjadi rantai tunggal dan reaksi enzimatik dihentikan.
2. Hibridisasi atau annealing ( suhu 540C). Pada tahap ini DNA rantai tunggal
menempel pada primer yang sesuai dengan target.
3. Extension ( suhu 720C ). Selama tahap ini terjadi pada suhu ideal guna
polymerase. Disini primer memulai proses multiplikasi sehingga terjadi DNA
rantai ganda kembali.

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.


Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.
• Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
• Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Diagnosis TB ekstra paru.


• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 12
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji


mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

Indikasi pemeriksaan foto toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru BTA
positif. (lihat bagan alur)
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis
spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.

Klasifikasi penyakit dan tipe pasien1,3,13,14,17


• Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu
‘definisi
kasus’ yang meliputi empat hal , yaitu:
- Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
- Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA
negatif;
- Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
- Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
• Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
- menentukan paduan pengobatan yang sesuai
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 13
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- registrasi kasus secara benar


- menentukan prioritas pengobatan TB BTA(+)
- analisis kohort hasil pengobatan
• Beberapa istilah dalam definisi kasus:
- Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis
oleh dokter.
- Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.
• Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat
diperlukan
untuk:
- menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah
timbulnya resistensi,
- menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
- mengurangi efek samping.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


• Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
• Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB


Paru:
• Tuberkulosis paru BTA positif.
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 14
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
• Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


• TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
• TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
- TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.

Catatan:
• Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 15
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipepasien yaitu:
• Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
• Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
• Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
• Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
• Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
• Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik,.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 16
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Pengobatan TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis OAT

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 17
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR

􀂃 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

􀂃 Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk pemberian obat dan menjamin
kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 18
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:


1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB3,9,11,14,16


Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 19
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping ringan OAT

Efek samping berat OAT

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan
dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan
OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang,
namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang.
Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk
Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 20
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

• Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian
kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat lepas.
Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari
efek samping
tersebut.
• Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian
diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses
rechallenge yang dimulai dengandosuis rendah sudah timbul reaksi, berarti
hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.
• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan
lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.
Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan
risiko terjadinya kambuh
• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.
Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut
HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukan
desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar
terjadi keracunan yang berat.

Resistensi5,11,13

Pengobatan yang tidak teratur, memakai paduan OAT yang tidak atau kurang
tepat maupun pengobatan yang terputus telah mengakibatkan resistensi kuman
terhadap obat, Resistensi adalah keadaan kuman dalam situasi yang tidak peka lagi
terhadap suatu obat meskipun dalam kadar yang tinggi. Dasar-dasar yang ditempuh
oleh mikroorganisme sehingga resisten antara lain melalui proses adaptasi dan mutasi.
Adaptasi terjadi karena lingkungan baru sebagai efek kemoterapi sehingga kuman
tersebut mengalami perubahan enzimatik yang selanjutnya diturunkan ke generasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 21
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

selanjutnya. Mutasi pada keadaan ini adalah terjadi proses perubahan genetik pada
kuman secara spontan atau mutasi. Makin banyak jumlah kuman makin mudah timbul
mutasi. Mekanisme resistensi kuman TB terhadap OAT terjadi umumnya melalui
proses tersebut yang bervariasi tergantung dari jenis OAT. MDR-TB merupakan
problem utama di dunia. Banyak faktor yang memberikan kontribusi terhadap
resistensi obat pada negara berkembang termasuk ketidaktahuan penderita tentang
penyakitnya, kepatuhan penderita buruk, pemberian monoterapi atau regimen obat
yang tidak efektif, dosis tidak adekuat, instruksi yang buruk, keteraturan berobat yang
rendah, motivasi penderita kurang, suplai obat yang tidak teratur, bioavailabiliti yang
buruk, dan kualiti obat memberikan kontribusi terjadinya resistensi obat sekunder.
Aditama melaporkan Di RS Persahabatan resitensi primer terhadap dua atau lebih
OAT bervariasi antara 0,08% - 2,71 %, sedangkan resistensi sekunder antara 0,55% -
16,69%. Tanjung melaporkan di RS Dr. Pirngadi Medan terdapat 96% penderita yang
resisten terhadap satu atau lebih gabungan OAT.

Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
Untuk TB paru:
􀂃 Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
􀂃 Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
􀂃 Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
Untuk TB ekstra paru:
􀂃 Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai
kelainan neurologik.

Komplikasi
1.Pneumotoraks
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatic. Namun pada kasus
tuberculosis terjadi Pneumotoraks Spontan Sekunder, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 22
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan
reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dari
sarkoma jaringan lunak di luar paru. 1,2

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:


1,2,3,8,9

 Pneumotoraks tertutup (simple pneumotoraks). Tekanan udara di


rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura
pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih
rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek
atau luka terbuka dari dinding luka.
 Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks). Terjadi karena adanya
luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara
dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum
dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum
bergeser kearah dinding dada yang terluka.
 Tension pneumotoraks. Terjadi karena mekanisme check valve yaitu
pada saat ekspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada
saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin
lama, tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan
melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
nafas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 23
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Gambar 1 : Jenis Pneumotoraks Berdasarkan Terbentuknya Fistula.

Patogenesis
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Dibatasi oleh 2
lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang, dan kartilago, diafragma dan
mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura viseralis melapisi paru dan
menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura
individu sehat terdiri dari cairan 10-20 ml dan berfungsi sebagai pelumas di antara
kedua lapisan pleura. Patogenesis pneumotoraks sendiri masih belum jelas. 1,2,3,8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 24
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Pneumotoraks Spontan Sekunder


Terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bula subpleura dan sering
berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesisi PSS
multifaktorial, umumnya akibat terjadinya komplikasi penyakit PPOK, asma,
fibrosis kistik, tuberkulosis paru, dll. PSS umumnya lebih sulit diterapi karena
penyakit yang mendasarinya. Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada
pleura) adalah bentuk lain PSS yang timbulnya berhubungan dengan siklus
menstruasi pada wanita dan sering berulang. 6,7

Manifestasi Klinik
Keluhan Subjektif
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah: 1,2,3,4
 Sesak nafas, yang didapatkan pada 80-100% pasien.
 Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halasz
menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi ditemukan keadaan umum sakit berat (akut), dada lebih
menonjol, pergerakan tertinggal atau berkurang. Pada ekstremitas dapat
ditemukan kondisi sianosis, distensi vena leher, dan gambaran takipneu
(hiperventilasi, pernafasan lebih dari 30 kali/menit). 1,2,3
Pada palpasi dapat ditemukan deviasi trakea kearah kontralateral.
Pulsasi takikardia, fremitus juga melemah bahkan menghilang. Perkusi
hipersonor dan auskultasi dengan tandan suara nafas melemah sampai
dengan menghilang. 1,2,3,5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa analisis gas darah arteri memberikan
gambaran hipolksia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada penelitian didapatkan 17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 25
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

dengan PO2 < 45 mmHg, 16% dengan PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2
> 60 mmHg. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan.
Dalam sebuah penelitian 51 dari 171 pasien PPOK (30%) dengan fev < 1,0 liter
dan 33% dengan FEV1/FVC <40%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gagal
nafas yang berat (PO2 < 50 mmHg dan PCO2 > 50 mmHg atau disertai dengan
syok) terdapat pada 16% pasien dan secara signifikan meningkatkan
mortalitas sebesar 10%. Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan
perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial pada rekaman EKG dan
dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut. 5,6,7
Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus, atau
cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi
kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah
tersebut. Pada tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak
jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum
yang bergeser ke arah kontralateral. Terjadi pula pelebaran sela iga dan
pergeseran mediastinum ke arah kontralateral. 1,5,7
Pemeriksaan CT-scan mungkin diperlukan apabila dengan
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini
lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau
sekunder.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 26
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Pembahasan Kasus
Karena penyakit Tuberkulosis pada pasien ini telah mengakibatkan komplikasi
berupa pneumotoraks dan efusi pleura, maka berikut akan dibahas mengenai
penanganannya.
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks.
Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thoracic Society
dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi untuk
penanganan pneumotoraks. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah : 2,9
 Observasi dan pemberian tambahan oksigen.
 Pemasangan Check Valve à Sucking Wound Phenomenon.
 Aspirasi sederhanan dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis.
 Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadpa adanya bleb atau bulla.
 Torakotomi.

Observasi dan Pemberian Tambahan Oksigen


Dilakukan apabila luas pneumotoraks < 15% dari hemitoraks. Apabila fistula
alveoli telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi.
Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks per hari. Laju
resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan terapi tambahan oksigen.
Pemberian oksigen 100% pada percobaan ternyata meningkatkan laju resorbsi
enam kali lipat. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto dada serial
tiap 12-24 jam selama 2 hari. Jika pasien dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk
memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral
dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 hari pasien
harus kontrol lagi. 2,8,9,10

Aspirasi dengan Jarum dan Tube Torakostomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 27
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Dilakukan pada pasien pneumotoraks yang luasnya > 15%. Tindakan ini
bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Dilakukan
dengan cara: 1,2,8,9,10
1. Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura,
sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran :
a. Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.
b. Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin
dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti
(a).
c. Water seal drainage : pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum
trokar dimasukkan, dilakukan insisi kulitpada ruang antar iga ke enam
pada linea aksilaris media. Insisi juga dapat dilakukan pada ruang antar iga
kedua pada linea mid klavikula. Prosedur disinfektan harus dikerjakan
terlebih dahulu pada daerah yang akan diinsisi serta prosedur anestesi lokal
yang umumnya menggunakan prokain atau xilokain 2%. Setelah ditutup
dengan duk steril, trokar ditusukkan ke dalam rongga pleura, pipa khusus
(kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan trokar dicabut,
sehingga hanya pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di dalam
rongga pleura. Kemudian pipa tersebut dihubungkan dengan pipa yang
lebih panjang, terakhir dengan pipa kaca yang dihubungkan dengan air di
dalam botol. Pipa kaca dimasukkan ke dalam air kira-kira 2 cm dari
permukaan air, agar gelembung air mudah keluar. Kemudian diamati
selama 3 hari dan dibuat foto dada, bila paru sudah dapat mengembang
WSD dapat dicabut. Prosedur pencabutan WSD dilakukan saat pasien
dalam kondisi ekpirasi maksimal. Pada wanita muda, insisi kulit dilakukan
pada sela iga empat atau lima karena alasan kosmetika. Apabila akan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 28
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

dilakukan pleurodesis, dari pipa tersebut dapat diinjeksikan suatu derivat


dari tetrasiklin sehingga risiko untuk kambuh dapat dikurangi. 1,2,9,10

Gambar Water Seal Drainage.

Torakoskopi
Dilakukan pertama kali oleh Dr. Hans Christian Jacobeus dari Stockholm
Swedia pada tahun 1919, dengan menggunakan alat sitoskop. Tindakan ini
dilakukan apabila: 1,8,9,10
 Tindakan aspirasi maupun WSD gagal.
 Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi.
 Terjadinya fistula bronkopleura.
 Timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodesis.
 Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah
kambuh kembali seperti pilot atau penyelam.
Jika didapatkan adanya bleb atau bulla, maka yang bisa dilakukan adalah: 1,8,9,10
 Lesi ukuran kecil, bleb atau bulla < 2cm, dikoagulasi dengan
pleurodesis.
 Bleb atau bulla > 2 cm, reseksi torakoskopi dengan suatu alat
EndoGIA, kemudian diikuti skarifikasi (electrocoagulation) pada
pleura parietalis.

Torakotomi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 29
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi.


Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bula
terdapat di apeks paru. 1,2,9

--
Patofisiologi cairan pleura 1
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura
perietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis
lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 30
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab
lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.

Gambar 4. Skema pertukaran cairan dalam


keadaan abnormal. 1

Manifestasi klinik
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisis
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi and analisa
cairaan pleura. 1
Cairan yang berlebih pada ruang pleura menimbulkan gejala-gejala dan
karakteristik khas pada pemeriksaan fisik. Gejala-gejala yang timbul dipengaruhi oleh
proses yang mendasari terjadinya efusi dan akibat adanya efusi itu sendiri. Akibat
efusi antara lain inflamasi pleura, menurunnya kerja paru, terganggunya pertukaran
gas, atau menurunnya curah jantung. 4

Gejala-gejala efusi pleura: 2, 4


1. Sesak napas
- Sesak napas merupakan gejala terbanyak yang dikeluhkan penderita.
- Sesak napas terjadi karena efusi pleura adalah
suatu proses yang ikut memenuhi ruang torak sehingga mengurangi ruang bagi
paru untuk mengembang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 31
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- Timbulnya keluhan memperkirakan adanya


cairan dalam pleura > 500 mL.
2. Sakit dada
- Sakit dada menandakan inflamasi pada pleura parietalis dan bahwa pasien
tersebut memiliki efusi pleura eksudat.
- Sakit dapat terlokalisasi pada dinding dada atau terasa pada bahu ipsilateral
atau abdomen atas.
- Sakit dada diperberat dengan inspirasi dalam.
3. Batuk tidak berdahak
- Mekanisme efusi pleura menyebabkan batuk tidak berdahak masih belum
jelas.
- Teori yang diduga sampai saat ini adalah cairan efusi menekan paru kemudian
menyebabkan kedua sisi dinding bronkus bertemu sehingga terjadilah
rangsang batuk.
Karakteristik khas yang ditemukan pada pemeriksaan fisik paru tergantung
dari jumlah cairan efusi pleura. Umumnya, pemeriksaan fisik dapat mendeteksi efusi
pleura bila jumlah cairan telah melebihi 300 mL. Penemuan fisik pada paru antara
4
lain:
1. Inspeksi
- Sisi dada yang mengalami efusi tampak lebih luas daripada sisi dada yang
tidak mengalami efusi baik pada inspeksi statis dan dinamis. Tanda ini disebut
sebagai tanda Hoover.
- Ruang interkostal sisi dada dengan efusi tampak lebih cembung.
- Perluasan satu sisi dada ( hemitorak ) disertai menonjolnya ruang interkostal
merupakan indikasi dilakukannya punksi pleura untuk mengatasi peningkatan
tekanan intrapleura.
- Deviasi trakea
Terdorongnya mediastinum terjadi bila cairan pleura telah melebihi 1000 mL.
Pada foto torak, deviasi trakea dan mediastinum adalah ke arah kontralateral
dari daerah yang terkena efusi pleura.
2. Palpasi
- Palpasi membantu memperkirakan besarnya efusi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 32
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

- Taktil fremitus menghilang pada daerah dimana cairan pleura memisahkan


paru dari dinding dada.
- Palpasi dapat menentukan apakah punktum maksimum iktus kordis telah
bergeser, mengingat pada efusi dada kiri punktum maksimum iktus kordis
dapat tidak teraba.
- Palpasi trakea dapat membantu menentukan apakah telah terjadi deviasi
trakea.
3. Perkusi
- Perkusi redup, terutama pada basal paru karena paling banyak mengandung
cairan.
- Bila perkusi redup berpindah pada saat seseorang berubah posisi, maka efusi
pleura dapat dipastikan ada.
4. Auskultasi
- Melemahnya atau menghilangnya suara pernafasan pada auskultasi pada
daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada.
- Egofoni ( perubahan huruf ”i” terdengar menjadi ”ay” ) pada apeks superior
paru yang menandakan ateletaksis disebabkan oleh kompresi parenkim paru.
- Pleural friction rub
Pleural friction rub dapat terdengar sepanjang siklus pernafasan dan terdengar
paling keras pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi di daerah pleura yang
mengalami inflamasi, sepanjang posterior inferior kavitas torak, atau
sepanjang inferior lateral permukaan anterior kavitas torak. Pleural friction
rub justru akan terdengar ketika efusi pleura berkurang baik spontan atau
karena tindakan. Pleural friction rub sering dihubungkan dengan sakit dada
pada saat inspirasi yang kemudian menghilang ketika seseorang menahan
nafasnya.
Anamnesa dan pemeriksaan fisik dari pasien ini didapatkan kesesuaian dengan
diagnosis pada pleura efusi. Dari anamnesa ditemukan adanya keluhan sesak napas,
sakit dada, dan batuk tidak berdahak. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan
taktil fremitus menghilang pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari
dinding dada, perkusi redup, terutama pada basal paru karena paling banyak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 33
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

mengandung cairan, dan melemahnya atau menghilangnya suara pernafasan pada


auskultasi pada daerah dimana cairan pleura memisahkan paru dari dinding dada.

Pemeriksaan penunjang
 Foto Toraks (X Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada
bagian medial disertai dengan menumpulnya sudut kostophrenikus (gambar 5). Bila
permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan
bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Posisi lateral dekubitus merupakan posisi yang
tersensitif karena efusi pleura dapat tampak dengan cairan minimal 50 mL. 1, 2, 3
Gambar 5. Efusi pleura yang tampak pada foto toraks Postero
Anterior memperkirakan minimal terdapat 300 mL cairan. 2, 3

Gambar 6. Efusi pleura yang tampak pada foto Lateral


Dekubitus memperkirakan minimal terdapat 50 mL cairan. 2, 3

Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap
atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang
berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai
efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma
yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 34
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagian kanan di mana efusi
subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan
dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral
dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. 1
Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni
bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim
yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru. 1
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya
cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun
waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan
CT scan dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan
ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal. 1
Pemeriksaan penunjang dengan foto thoraks pada pasien didapatkan:

Gambar 7. Rö thoraks PA Gambar 8. Lateral dekubitus kanan (RLD)


- Cor: Besar dan bentuk normal.
- Aorta: Baik, tak melebar.
- Pulmo: Corakan bronkovaskular dan hilus baik. Tampak perselubungan di hemithoraks.
Perselubungan di bagian inferior thoraks kanan (Right Decubitus Lateral) tampak menetap. Sinus
costophrenicus kanan perselubungan, kiri tajam. Sinus diafragma kanan tidak tampak.
- Tulang-tulang dan soft tissue baik.
- Kesan: Efusi pleura kanan, kemungkinan encapsulated.perselubungan, kiri tajam. Kesan: efusi
pleura kanan, kemungkinan encapsulated.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 35
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Adanya tampak perselubungan pada foto thoraks pasien memberikan makna


bahwa pada pleura tersebut telah terjadi proses konsolidasi (pembentukan pocket).
Sehingga cairan dalam pleura tersebut terjadi adhesi. Proses konsolidasi ini
disebabkan oleh tingginya kepekatan cairan pleura pada peradangan (yang terdiri dari
sel-sel dan protein).

 Laboratorium
Laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang mempunyai sifat
sebagai pelengkap diagnosis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, sebagai penentu
dari diagnosis, dan sebagai bahan evaluasi dari suatu perkembangan pengobatan atau
penyakit.
Dari laporan kasus ini didapatkan Hb, Ht (hematokrit), dan trombosit dalam
batas normal. Leukosit yang meningkat (19.300/dL, N 5.000–10.000/dL) menandakan
adanya infeksi sistemik pada pasien tersebut. Peningkatan laju endap darah (73
mm/jam, N < 20 mm/jam) merupakan tanda dari adanya peradangan sistemik yang
kronik. Peningkatan SGOT (60 mu/ml, N < 25 mu/ml) dan SGPT (66 mu/ml, N < 20
mu/ml) yang tidak signifikan (signifikan jika meningkat > 3 kali diatas batas normal)
tetap mempunyai makna bahwa adanya tanda hipoksia pada jaringan tertentu terutama
hati (contoh: kerusakan sel hati, meningkatnya permeabilitas dinding sel hati).
Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji hitung jenis leukosit, karena dari tes
laboratorium ini memiliki makna yang menunjukkan tanda infeksi akut atau kronik.
Pada infeksi akut akan didapatkan peningkatan jumlah basofil, eosinofil serta
neutrofil batang (shift to the left). Sedangkan pada infeksi kronik akan terjadi
peningkatan jumlah pada limfosit dan monosit (shift to the right).

 Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 - 1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 36
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal. 1, 5
Komplikasi lain torakosentesis adalah: pneumotoraks (ini yang paling sering
udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah
interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi. 1

Gambar 9A. Posisi pasien dalam keadaan duduk, Gambar 9B. Posisi jarum berada dibatas superior
dan tempat penusukan jarum dilakukan diatas tulang kosta untuk menhindari trauma pada
interkosta 8 untuk menghindari trauma pada organ pembuluh darah dan saraf. 5
abdomen. 5

Gambar 10. Penggunaan jarum 3 arah dalam torakosentesis. 5


Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah
emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan
pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. 1
Pada tindakan torakosentesis pada pasien didapatkan cairan serosa (berwarna
kuning tua) ± 500 cc pada pungsi hari pertama, ± 600 cc pada pungsi hari kedua, dan
± 15 cc pada pungsi hari ketiga.
Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 37
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan


(serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru,
keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukkan
adanya abses karena amuba. 1
Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dL) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta negatif Positif
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokirnia diperiksa juga
cairan pleura: 1
 Kadar ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
artritis reumatoid dan neoplasma.
 Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.
Hasil pemeriksaan laboratorim dari cairan pleura tersebut pada pasien adalah:
protein 5,2 (N: 3,0 g/dL), glukosa 74 mg/dL, jumlah sel 520/uL, monosit 99%, PMN
1%, Rivalta (+), pewarnaan Gram: epitel (+), leukosit 1-2/Lpb, tidak ditemukan
kuman coccus Gram (+) dan batang Gram (-), ditemukan kuman batang tahan asam.
Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya
peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini (rnisalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 38
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Sitologi. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk


diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi
sel-sel tertentu. 1
 Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut.
 Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma maligna.
 Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
 Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
 Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid. Sel L.E: pada lupus
eritematosus sistemik.
 Sel maligna: pada paru/metastase.
Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung rnikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah:
Pneumokokokus, E.coli, Klebsiela, Pseudomonas, Enterobacter. Pleuritis tuberkulosa,
biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20%-30%. 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 39
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

Gambar 11. Urutan


penatalaksanaan pada efusi
pleura. 6

Pada pemeriksaan cairan pleura pada pasien terdapat peningkatan jumlah


protein yang merupakan cairan eksudat, dan jumlah leukosit yang didominasi oleh
monosit merupakan adanya tanda peradangan kronik, terutama pada efusi
tuberkulosis. Pada efusi tuberkulosis, protein tersebut meningkat dikarenakan adanya
tuberkuloprotein dalam cairan tersebut. Glukosa pada cairan efusi menurun
disebabkan karena bakteri yang mengkonsumsi glukosa tersebut.

Pleuritis tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat
eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga
dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit Pott). Dapat juga secara hematogen
dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500-2000 per cc. Mula-mula yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 40
Indikasi Operasi pada Kasus Tuberkulosis Paru

dorninan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat
sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma. 1
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan. efusi
(biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi
tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi
pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya
granuloma pada biopsi jaringan pleura. 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Siloam Lippo Village – FK UPH 41

Anda mungkin juga menyukai