Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tidak disangsikan lagi, kesempurnaan agama ini adalah nikmat Allah yang
paling besar bagi umat ini. Agama Islam yang ditinggalkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam keadaan lengkap, sempurna dan menyeluruh, sehingga terang
benderang tidak ada kesamaran sama sekali pada ajarannya. Binasalah orang yang
menyimpang darinya dan tidak mau berjalan diatas manhaj rabbaniy, manhaj
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Demikianlah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita, seluruh
kebaikan yang dapat mendekatkan kesyurga dan telah memperingatkan seluruh
kejelekan yang menjauhkan diri kita dari surga. Semua ini agar binasalah orang yang
binasa diatas hujjah dan hiduplah orang yang mengikutinya diatas hujjah juga.
Mengenal akhlak yang benar merupakan satu keharusan bagi setiap muslim.
Apalagi dimasa seperti ini, masa yang penuh dengan usaha penyesatan dan
pemurtadan baik melalui kebidahan yang samar sampai kepada kekufuran yang
paling jelas. Semuanya berkembang dan tumbuh subur dengan pemeliharaan para
musuh Allah dari kalangan syaithan manusia dan jin. Ditambah dengan cara yang
mereka tempuh untuk mensukseskan program mereka ini. Sungguh mengerikan dan
membuat seorang muslim mengelus dada dan mengerenyutkan dahinya, khawatir
dipagi hari jadi seorang muslim dan disore harinya menjadi kafir. Sungguh
pemandangan yang sangat mengerikan ada didepan mata kita semua.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah Pengertian dan Definisi Dari Akhlak itu?
2. Bagaimanakah Akhlak terhadap makanan?
3. Bagaimanakah Akhlak dalam hal Berpakaian?
4. Bagaimanakah Akhlak Pergaulan dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian dan Definisi dari Akhlak


Dalam kamus besar bahasa indonesia online kata akhlak diartikan sebagai budi
pekerti; kelakuan.. Sebenarnya kata akhlak berasal dari bahasa Arab, dan jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia bisa berarti perangai, tabiat . Sedang arti akhlak
secara istilah sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara
itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia.

Pembagian Akhlak
Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua;
pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela.

Macam-macam akhlak
1. Akhlak terhadap diri sendiri
2. Aklak terhadap keluarga (Orang tua, akhlak terhadap adik/kakak)
3. Akhlak terhadap teman/sahabat, teman sebaya
4. Akhlak terhadap guru
5. Akhlak terhadap orang yang lebih muda dan lebih tua
6. Akhlak terhadap lingkungan hidup/linkungan sekitar.
Dan inti dari berkakhlak tersebut diatas intinya adalah berakhlak baik kepada
Allah SWT. Karena Allah SWT telah menjadikan diri dan lingkungan sekitar dengan
lengkap dan sempurna.

Tugas Manusia/Tindakan Manusia


Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah
untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala
perintah dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua
yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat
membeci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah
SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan
perbuatan itu, dia sadar bahwa jika melakukan per buatan terlarang akan berakibat
pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai
tempat hidup yang sebenarnya. Maka intinya manusia harus berakhlak yang mulia.

Akhlak terhadap makanan


Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW melihat salah
seorang cucunya mengambil makanan dengan tangan kirinya, beliau memberikan
nasihat, ‘’Makanlah dengan menyebut nama Allah, makanlah dengan tangan
kananmu, dan makanlah yang paling dekat darimu.'’ (HR Bukhari Muslim).
Ajaran Islam adalah ajaran yang mulia dan sempurna. Tidak hanya urusan ibadah,
bernegara dan berpolitik yang norma dan akhlaknya telah ditetapkan oleh Islam,
tetapi juga soal mengonsumsi makanan dan minuman. Ini membuktikan bahwa
kualitas spiritual seorang Muslim tidak hanya dinilai dari semangatnya dalam ritual
ibadah dan memperjuangkan politik yang beradab, tetapi juga dinilai dari
kesempurnaan akhlaknya dalam mengonsumsi makanan dan minuman.
Paling tidak, ada tiga poin penting berkenaan dengan akhlak mengonsumsi
makanan dan minuman. Pertama, berdoa dengan menyebut nama Allah ketika hendak
memulai makan dan minum. Ini mengandung pengertian bahwa makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh manusia sesungguhnya adalah karunia Allah yang
harus disyukuri. Ketika nama Allah disebut oleh orang yang hendak makan dan
minum, berarti ia mengharap berkah dari makanan dan minuman yang akan
dikonsumsi.
Kedua, menggunakan tangan kanan ketika makan dan minum. Dalam Islam,
kanan adalah simbol kebajikan yang mengandung nilai terpuji. Karena itu, Rasulullah
SAW senantiasa membiasakan yang kanan dalam setiap aktivitas kesehariannya, baik
yang berhubungan dengan ibadah maupun akhlak. Secara kontekstual, pembiasaan
tangan kanan dalam makan dan minum ini, dapat dimaknai pula sebagai perintah
untuk selalu mendapatkan makanan dan minuman dengan cara yang baik dan terpuji.
Makanan dan minuman harus mengandung kehalalan sempurna. Rasulullah SAW
bersabda, ‘’Daging apa saja dalam tubuh manusia yang tumbuh dari makanan yang
tidak halal, maka neraka lebih pantas baginya.'’
Ketiga, mengutamakan makanan atau minuman yang paling dekat. Adalah sangat
indah dan santun ketika seorang Muslim lebih mengutamakan makanan yang paling
mudah diraihnya daripada yang jauh dan sulit diraihnya walaupun lebih lezat dan
menarik. Akhlak ini sesungguhnya mengandung esensi bahwa setiap Muslim dilarang
bersikap tamak dan serakah sehingga selalu mengharap sesuatu yang tidak
dimilikinya. Setiap Muslim diperintahkan untuk selalu menghiasi dirinya dengan sifat
qana’ah, yaitu menerima dan merasa cukup sekaligus mensyukuri apa yang
dimilikinya sebagai nikmat dari Allah. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Bukanlah
kekayaan itu dengan melimpahnya harta dan benda, melainkan kekayaan itu adalah
kekayaan jiwa.'’ (HR Abu Ya’la).

Akhlak dalam berpakaian


Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang
shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : “Apabila Allah
Tabaroka wata’ala mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat
dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-
Albani).
Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan
tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Karena hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan:
“Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan
kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari).
Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah
Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan pakaian
ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari
Kiamat.” ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib,
karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan
bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”.
(HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan
terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu ‘anhu mengatakan:
“Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah membawa kain sutera di
tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua
jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa yang berada di bawah
kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari). –penting-
<tilmidzi>
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya,
termasuk kedua kakinya. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-
gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang
menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang
yang menyeret kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya.
Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata: “Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala
perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih).
Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :
“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan
mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku”. (HR. Abu Daud dan
dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, karena hadits mengatakan:
“Pakailah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang
terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).
Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila
keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu
sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu
tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.
Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi
supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah melaknat (mengutuk)
wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya
dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya
kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-
Bukhari disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”.
(Muttafaq’alaih).
Akhlak pergaulan dalam islam
Nabi s.a.w.bersabda yang maksudnya:
"Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan budipekerti yang
mulia."(H.R.Ahmad)
Akhlak ataupun budipekerti memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia. Akhlak yang baik akan membedakan antara manusia dengan hewan.
Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya,
dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat syaitoniah, berpegang teguh kepada
sendi-sendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan
dan kezaliman. Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama insan
dan makhluk lainnya. Mereka senang berkorban untuk kepentingan ersama.Yang
kecil hormat kepada yang tua,yang tua kasih kepada yang kecil.Manusia yang
memiliki budi pekerti yang mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi,
mematuhi janji, lapang dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan
rintangan.
Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia.
Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan
membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang
melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat
seluruhnya. Nabi s.a.w.bersabda yang bermaksud:
"Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik
akhlaknya."(H.R.Ahmad)
Manusia yang paling baik akhlaknya ialah junjungan kita Nabi
s.a.w. sehingga budi pekerti beliau tercantum dalam al-Quran, Allah
berfirman yang maksudnya: "Sesungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar
berbudi pekerti yang agung. "Sesuatu Ummat bagaimanapun hebat Kekuatan dan
Kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya telah binasa, maka
Ummat itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak, mereka sanggup
melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Mereka sanggup berbohong, membuat
fitnah, menjual marwah diri dan keluarga, malah dengan tidak segan silu lagi dia
menjual Agama dan Negaranya.
Akhlak Pergaulan Baik Dalam Berbicara, Pergaulan Dan Bergaul Dalam Suami
Isteri
Akhlak Pergaulan Dalam Berbicara
Akhlak pergaulan dalam berbicara ialah tingkah laku serta tutur kata yang halus.
Setiap muslim hendaklah menjaga adab sopan yang telah ditetapkan supaya
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dapat dijaminkan.
dapat membezakan di antara manusia dengan haiwan. Penyair arab ada berkata :
“Ketinggian umat bergantung kepada ketinggian akhlak dan adab sopannya.
Sebaliknya jika akhlak umat itu runtuh maka runtuhlah umat tersebut.”
Dalam kehidupan seorang muslim, ia perlu memelihara adab sopan, akhlak dan
nilai-nilai murni, sama ada ketika berada di rumah, di sekolah, atau di mana-mana
sahaja.
Di rumah, kita merupakan anak dan saudara kepada adik-beradik yang lain. Dalam
keadaan ini kita hendaklah patuhdan hormat kepada ibu, ayah dan orang yang lebih
tua daripada kita.
Akhlak Pergaulan Dalam Perbuatan
Tetapi apa yang berlaku di dalam sebuah keluarga, ada anak-anak yang tidak
patuh dan hormat kepada ibu, ayah serta orang-orang yang lebih tua daripada mereka.
Mereka berani melawan cakap ibu dan ayah ketika mereka memberi nasihat dan
teguran yang membina.
Sedarkah anda bahawa perbuatan tersebut merupakan perbuatan menderhakai ibu
bapa ? Apakah akibat dan kesannya kepada orang yang menderhakai ibu bapa ?
Begitu juga ketika bersama-sama dengan adik-beradik yang lain. Kadang-kadang kita
bertengkar dan bercakap dengan suara yang tinggi tanpa merasa malu kepada ayah
dan ibu serta jiran. KIta tidak menghiraukan lagi adab sopan dan hak orang lain.
Manakala di sekolah pula, kita sentiasa berhadapan dengan guru-guru serta rakan-
rakan. Guru telah banyak mengajar, mendidik dan membimbing kita ke arah
kejayaan. Mereka sepatutnya dihormati dan disayangi oleh setiap pelajar.
Tetapi hari ini, apa yang berlaku ? Ada sesetengah pelajar yang tidak menghormati
guru. Mereka menjadi sombong, mereka berani melawan cakap guru, menyakiti hati
dan memukul guru.
Tingkah laku mereka ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan nilai
kemaanusiaan. Akibatnya ilmu yang mereka perolehi tidak mendapat berkat.
Lantaran mereka menjadi pelajar yang rugi, gagal menghadapi peperiksaan.
Justeru itu, sekiranya mereka tidak mengubah sikap dan tingkah laku tersebut,
PERCAYALAH !! Mereka akan menjadi pelajar yang bermasalah di sepanjang
persekolahan. Mereka akan disisih daripada rakan-rakan serta dikenakan tindakan
disiplin seperti dirotan atau dibuang sekolah.
Akhlah Dalam Pergaulan, Bergaul Dalam Suami Isteri
Tuturan di atas hendak memberikan gambaran kepada pembaca tentang indahnya
rumah tangga seorang muslim yang memerhatikan akhlak mulia dalam pergaulan
suami istri, sebagaimana rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi
seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yang bisa bersopan
santun, berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumahnya,
namun hal yang sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya. Ada orang yang
bisa bersikap pemurah kepada orang lain, ringan tangan dalam membantu, suka
memaafkan dan berlapang dada, namun giliran berhadapan dengan “orang rumah”,
istri ataupun anaknya, sikap seperti itu tak tampak pada dirinya.
Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
keluarganya maka hal ini tidak hanya berlaku kepada para suami, sehingga para istri
merasa suami sajalah yang tertuntut untuk berakhlak mulia kepada istrinya. Sama
sekali tidak dapat dipahami seperti itu. Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami
dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang
suamilah yang paling utama harus menunjukkan budi pekerti yang baik dalam rumah
tangganya karena dia sebagai qawwam, sebagai pimpinan. Kemudian dia tertuntut
untuk mendidik anak istrinya di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api
neraka sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Seorang istri pun harus memerhatikan perilakunya kepada sang suami, sebagai
pemimpin hidupnya. Tak pantas ia “menyuguhi” suaminya ucapan yang kasar, sikap
membangkang, membantah dan mengumpat. Tak semestinya ia tinggi hati terhadap
suaminya, dari mana pun keturunannya, seberapa pun kekayaannya dan setinggi apa
pun kedudukannya. Tak boleh pula ia melecehkan keluarga suaminya, menyakiti
orang tua suami, menekan suami agar tidak memberikan nafkah kepada orang tua dan
keluarganya.
Kenyataannya, banyak kita dapati istri yang berani kepada suaminya. Tak segan
saling berbantah dengan suami, bahkan adu fisik. Ia tak merasa berdosa ketika
membangkang pada perintah suami dan tidak menuruti kehendak suami. Ia merasa
tenang-tenang saja ketika hak suami ia abaikan. Ia menganggap biasa perbuatan
menyakiti mertua. Ia tekan suaminya agar tidak memberi infak pada keluarganya. Ia
mengumpat, ia mencela, ia menyakiti… Istri yang seperti ini gambarannya jelas
bukan istri yang berakhlak mulia dan bukanlah istri shalihah yang dinyatakan dalam
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan5 dan sebaik-baik perhiasan dunia
adalah wanita/istri shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Dan bukan istri yang digambarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhuma:
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan (harta yang
disimpan) seorang lelaki, yaitu istri shalihah, yang bila dipandang akan
menyenangkannya6, bila diperintah7 akan menaatinya8 dan bila ia pergi si istri ini
akan menjaga harta dan keluarganya.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullahu menshahihkannya di atas syarat Muslim dalam Al-Jami’ush Shahih,
3/57)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memandang perlu memberi kabar gembira kepada para sahabatnya tentang
perbendaharaan harta mereka yang terbaik, di mana harta ini lebih baik dan lebih
kekal yaitu istri yang shalihah, yang cantik lahir batin. Karena istri yang seperti ini
akan selalu menyertai suaminya. Bila dipandang suaminya, ia akan
menyenangkannya. Ia tunaikan kebutuhan suaminya bila suami membutuhkannya. Ia
dapat diajak bermusyawarah dalam perkara suaminya dan ia akan menjaga rahasia
suaminya. Bantuannya kepada suami selalu diberikan, ia menaati perintah suami. Bila
suami sedang bepergian meninggalkan rumah, ia akan menjaga dirinya, harta
suaminya, dan anak-anaknya. (‘Aunul Ma’bud, 5/57)
Oleh karena itu, wahai para istri, perhatikanlah akhlak kepada suami dan
kerabatnya. Ketahuilah, akhlak yang baik itu berat dalam timbangan nanti di hari
penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dalam surga, sebagaimana
dikabarkan dalam hadits berikut ini. Abud Darda` z mengabarkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak di
hari kiamat daripada budi pekerti yang baik. Dan sungguh Allah membenci orang
yang suka berkata keji, berucap kotor/jelek.” (HR. At-Tirmidzi no. 2002, dishahihkan
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 876)
Bagi para suami hendaknya pula memerhatikan pergaulan dengan istrinya karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. At-Tirmidzi
no. 1162. Lihat Ash-Shahihah no. 284)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istrinya mendengarkan
dendangan tersebut karena hari itu bertepatan dengan hari raya (Id). Sementara pada
hari raya diperkenankan bagi kaum muslimin untuk menampakkan kegembiraan,
bahkan hal ini termasuk syiar agama, selama dalam koridor syariat tentunya. Dan
hadits ini bukanlah dalil untuk menyatakan bolehnya bernyanyi dan mendengarkan
nyanyian baik dengan alat ataupun tanpa alat, sebagaimana anggapan kelompok Sufi.
(Lihat penjelasannya dalam Fathul Bari, 2/570-571)
Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak
Hubungan orang tua sesama anak sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak.
Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa anak
kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, karena anak
mempunyai kesempatan yang baik untuk tumbuh berkembang.
Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari antara orang
tua dan anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh adanya tanggung
jawab yang benar sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam keluarga
dilaksanakan atas dasar rasa cinta kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang
orang tua terhadap anaknya
Tetapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan
percekcokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk,
karena anak tidak mendapat suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu
terganggu oleh suasana orang tuanya. Dan banyak lagi faktor-faktor tidak langsung
dalam keluarga yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak. Di samping itu, banyak
pula pengalaman-pengalaman yang mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu
pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang terhadap anak, baik
melalui latihan-latihan atau pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan
pribadi anak.
Contoh Tauladan Suatu sikap keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif
yang dilaksanakan oleh orang tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses
pendisiplinan diri anak sejak dini, agar anak kelas terbiasa berbuat baik sesuai dengan
aturan dan norma yang ditetapkan di masyarakat berdasarkan kaidah yang berlaku
orang tua yang dapat memberi contoh tauladan yang baik kepada anak-anaknya
adalah orang tua yang mampu dan dapat membimbing anak-anaknya ke jalan yang
baik sesuai dengan yang diharapkan.
Pembentukan Sikap Dalam pergaulan sehari-hari kata sikap sering kali digunakan
dalam arti yang salah dan kurang tepat. Untuk lebih jelasnya Ngalim Purwanto
(1997:140), mengemukakan definisi sikap ialah “Suatu cara bereaksi terhadap suatu
perangsang” suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu
perangsang atau situasi yang dihadapi.
Untuk mengetahui sejauhmana peranan sikap orang tua terhadap anak, maka akan
diperinci setiap sikap serta akibatnya yang dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian
yang terbentuk, yaitu:
1) Sikap Terlalu Menyayangi Dan Melindungi Serta Memanjakan
Orang tua terlampau cemas terhadap oleh karena itu Berhati-hati sekali mendidik
anaknya dan senantiasa menjaga agar anaknya terhindar dari bahaya. Sikap
melindungi dan menyayangi anak terlalu berlebihan serta cenderung mengerjakan apa
saja untuk anaknya, akibatnya anak tidak dapat kesempatan untuk belajar berbuat
sendiri, mengambil keputusan, anak sangat tergantung kepada orang tuanya sulit
untuk menyesuaikan diri, bersifat ragu-ragu.
2) Sikap Otoriter
Sikap ini menggambarkan pengawasan yang keras dari orang tua terhadap anak-
anaknya, banyak larangan, semua perintah harus dilaksanakan tanpa ada pengertian
kepada anak. Akibatnya anak menjadi tidak taat bahkan anak melawan terang-
terangan atau pura-pura taat, menjadi pasif, kurang inisiatif, bersifat menunggu
(perintah), kemampuan untuk merencanakan sesuatu, tidak dapat mengambil
keputusan sendiri, akan mudah cemas dan putus asa.
3) Sikap Demokratis
Sikap ini dapat digambarkan sebagai sikap orang tua yang senantiasa berembuk
dengan anaknya mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan
alasan-alasan peraturan-peraturan memberi kesempatan pada anak untuk
berpartisipasi, berinisiatif menghargai pendapat anak-anaknya, menanggapi
pertanyaan-pertanyaan anak-anaknya, membimbing anak-anak ke arah penyadaran
akan menjadi hal dan kewajiban dan bersikap toleran. Dari sikap demokratis ini akan
menimbulkan kemampuan berinisiatif.
Birrul Walidain
Birrul Wlidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru artinya kebajikan. Al-
walidain artinya dua orang tua atau ibu dan bapak. Birrul Walidain merupakan suatu
istilah yang berasal langsung dari Nabi Muhammad saw, yang berarti berbuat
kebajikan kepada kedua orang tua. Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-
Karim menggunakan istilah ihsan (wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat
dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya...”(QS.
Al-Isra’ 23)
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada kedua
orang tua kita, Allah SWT berfirman:
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang
ibubapaknya…”(QS. Al-Ankabut 8)
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua
langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman 14)
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT
berhubungan dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua. Rasulullah bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb (Allah)
ada pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi)
Bentuk-bentuk Birrul Waldain
Mengikuti keinginan dan saran orang tua.
Seorang anak wajib mengikuti segala keinginan kedua orang tua, dengan catatan
keinginan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Allah berfirman :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik…”(QS. Luqman 15)
Juga sesuai dengan sabda dari Rasulullah,
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah SWT, ketaatan hanyalah semata
dalam hal yang ma’ruf.”(HR. Muslim)
2. Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
Banyak cara yang bisa dilakukan seorang anak untuk menunjukkan rasa hormat
kepada kedua orang tua, antara lain memanggilnya dengan panggilan yang
menunjukan rasa hormat, berbicara kepadanya lemah lembut, tidak mengucapkan
kata-kata yang kasar, pamit jika ingin keluar rumah(bila tinggal serumah), dan lain
sebagainya. Allah berfirman :
“…Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang mulia”(QS. Al-Isra 23)
3. Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil.
Seseorang dapat membantu kedua orang tua baik sebelum berkeluarga dan belum
berpenghasilan maupun apabila anak tersebut sudah berkeluarga dan berpenghasilan.
Misalnya, jika seorang anak belum berpenghasilan dapat membantu dengan cara fisik
atau tenaga dan atau yang lain. Sedangkan bila anak sudah berpenghasilan dapat
membantu secara materi dan atau yang lainnya.
Rasulullah bersabda :
“Siapakah yang paling berhak aku Bantu dengan sebaik-baiknya?jawab
Nabi;”ibumu”. Kemudian siapa; jawab Nabi; “ibumu”. Lalu siapa lagi?jawab
Nabi;”bapakmu.”(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mendo’akan kedua orang tua
Seorang anak yang berbakti adalah anak yang selalu mendo’akan kedua orang tua
baik selama mereka masih hidup walaupun mereka telah menghadap sang Khaliq.
Allah berfirman :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".(QS. Al-Isra’ 24)
Demikianlah Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi
yang sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang
sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada salah satu atau keduanya juga
menempati posisi yang sangat hina. Secara khusus Allah mengingatkan betapa besar
jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat, dan
mendidik anaknya. Kemudian bapak walaupun tidak ikut mengandung, tetapi dia
berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan, dan
mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak
terbatas.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah wajar apabila seorang anak menghormati
dan menyanyangi kedua orang tua setelah cintanya kepada Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

A. Saran-saran
Sebagai manusia tentunya penulis tidak akan pernah lepas dari yang namanya
salah dan keliru, oleh karena itulah penulis tiada henti untuk memohon kritik dan
saran apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kerancuan, baik
dari segi penulisan ataupun dari segi pemahaman

Anda mungkin juga menyukai