Oleh :
Leonid Julivan Rumambi
(Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen PETRA)
Email : scylics@petra.ac.id / leonid.julivan@gmail.com
ABSTRAK
Berbagai sektor bisnis saat ini sangat terkait dengan industri & jasa penerbangan
antara lain sektor industri, transportasi udara, pertambangan, pariwisata, perdagangan &
tenaga kerja. Pesawat komersial sudah menjadi standar kemudahan & kecepatan untuk
alternatif transportasi yang populer, namun di sisi lain menghasilkan polusi yang merusak
lapisan ozon. Tujuan penulisan ini adalah untuk lebih melihat arah & pengaruh dari
industri & jasa penerbangan terhadap efek rumah kaca dengan mengkaji berbagai
informasi terkait serta bagaimana implikasi akhirnya. Bagaimanapun, upaya-upaya untuk
menyeimbangkan manfaat & dampaknya perlu untuk mulai dipikirkan, khususnya
apabila manusia tetap ingin mengurangi polutan penyebab efek rumah kaca. Pemerintah
selaku regulator perlu untuk secara bijak mengelola kondisi ini dengan hati-hati dan
penuh pertimbangan. Merujuk pada upaya Komisi Eropa untuk mulai tegas menekan
emisi gas rumah kaca, ini menjadi cermin yang positif akan pemerintah yang proaktif &
berani untuk memulai perubahan.
Kata Kunci :
Industri penerbangan, jasa penerbangan, efek rumah kaca, perusakan ozon
LATAR BELAKANG
Menurut pakar perubahan iklim Eddy Hermawan dari Pusat Pemanfaatan Sains
Atmosfer dan Iklim pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan),
pemanasan global sangat dipengaruhi oleh tindakan manusia. Kenaikan suhu rata-rata
0,80 Celsius dalam seabad terakhir terutama disebabkan penggunaan bahan bakar fosil
mulai tahun 1920-an atau pasca-revolusi industri (”Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Seharusnya Target Semua Bangsa”, 2009). Negara-negara maju khususnya Amerika
Serikat serta negara-negara berkembang secara umum memiliki ketergantungan yang
tinggi terhadap bahan bakar fosil. Kendaraan bermotor, sarana transportasi maupun
mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil adalah penyumbang terbesar polusi
yang secara perlahan tapi pasti menyebabkan perubahan iklim bumi. Dalam hal ini
sepeda motor, mobil, kereta api, pesawat terbang, mesin industri, dll secara umum masih
menggunakan batu bara & minyak bumi.
Agus Purnomo (staf ahli khusus Bidang Kemitraan dan Isu Lingkungan pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup) menyebutkan bahwa Persoalan menghadapi
perubahan iklim dengan menekan produksi emisi gas rumah kaca itu, lanjut Agus, ibarat
100 penumpang yang naik pesawat terbang, dua di antaranya berupaya melubangi
pesawat. Pada akhirnya, akibat perbuatan dua penumpang tersebut dapat mencelakakan
semua penumpang pesawat. Analogi ini secara cukup baik menjelaskan tentang bahaya
dari efek rumah kaca, apalagi dengan adanya negara-negara yang enggan untuk menolak
target pengurangan emisi yang mengikat. Selama ini hutan, laut dan padang rumput
merupakan penyerap karbon dioksida, salah satu gas utama yang menjadi perangkap
panas di atmosfir Namun sebuah kenyataan yang lain menyebutkan bahwa hutan pun bisa
menyebabkan gas rumah kaca yang bisa mencapai lima kali lebih besar daripada semua
kendaraan bermotor (”Hutan Bisa Menjadi Sumber Emisi Gas Rumah Kaca”, 2009).
Namun, apabila intervensi manusia bisa mengubah kondisi hutan tersebut khususnya
melibatkan bagaimana perusahaan pengolah kayu & pemerintah, tentu intervensi ini juga
bisa dilakukan untuk sektor yang lainnya.
Polusi yang dihasilkan dari mesin-mesin terbang (exhaust gas polution) perlu
diperhatikan dampak buruknya terhadap lingkungan. Meskipun hanya menyumbang
sekitar 3% dari total polusi udara dunia tapi dengan banyaknya pesawat terbang
komersial yang operasional dari hari ke hari bisa jadi angka persentase tersebut semakin
meningkat. Gas buangan dari pesawat terbang seperti karbon dioksida, oksida nitrogen,
uap air dan lain-lain semakin lama semakin memperkuat kenyataan bahwa polusi udara
dari pesawat terbang patut diwaspadai (Polusi Udara Dari Pesawat Terbang, 2007). Hal
ini bahkan diperkuat penelitian tahun 1980-1990-an yang mengatakan bahwa oksida
nitrogen atau NOx yang dihasilkan dari hasil pembuangan mesin jet dapat merusak
lapisan ozon lebih parah dari pada CFC (Chloro-Fluoro-Carbon), gas yang sering
dituduh sebagai perusak ozon. Bahkan beberapa ahli atmosfir yang tergabung dalam
badan lingkungan hidup WWF (World Wide Fund) tahun 1991 berani berkata yang patut
dijadikan tersangka utama semakin melebarnya lubang ozon adalah polusi NOx dari
sistem transportasi udara.
Mengapa? Tidak lain karena NOx secara kimiawi dapat mengurai ozon dengan
bantuan sinar ultraviolet matahari dan emisi gas buangan pesawat ini banyak terdapat di
ketinggian jelajah pesawat (10-12 km) sehingga makin mudah saja mengurai ozon (O3)
menjadi oksigen (O2) yang tidak bisa berbalik lagi menjadi ozon (”Polusi Udara Dari
Pesawat Terbang”, 2007). Siapa yang mendapatkan keuntungan dengan andil juga
menyebabkan emisi rumah kaca ini ? Tentu semua pihak yang secara langsung terkait
dengan industri penerbangan & jasa / bisnis penerbangan. Industri penerbangan
didominasi oleh dua produsen besar Boeing dari Amerika Serikat dan Airbus dari
Perancis, Jerman, Spanyol & Inggris.
Produksi komersial Boeing sudah dimulai sejak 1958, sedangkan Airbus baru
masuk pasar komersial pada 1972. Perseteruan antara keduanya semakin tajam setelah
pada tahun 2003 Airbus berhasil menyalip Boeing dalam produksi dan omset pesawat
sipil dunia. Berdasarkan informasi yang dikutip pada situs Sinar Harapan (”Persaingan
Boeing Airbus Makin Sengit”, 2004) disebutkan bahwa Airbus berhasil menjual 305
pesawat, sedangkan Boeing hanya 285 pesawat. Selain itu dari sisi omset / penjualan,
Airbus pada tahun 2003 mencapai US$ 7,1 miliar dibandingkan dengan Boeing yang
meraup omset US$ 5,9 miliar (Boeing layoff in February 2009 and 2008 Boeing Sales
Volume, 2009). Lebih detail lagi tentang persaingan keduanya dapat dilihat pada grafik 1
& 2 serta tabel 1.
GRAFIK 1
Pesanan & Penjualan Airbus – Boeing
(1997 s/d 2005)
Sumber : www.airliners.net
TABEL 1
Pesanan Pesawat yang Telah Diserahkan Airbus – Boeing
(2006 s/d 2008)
ANGKA PESANAN PESAWAT PESAWAT DISERAHKAN
TAHUN Boeing Airbus Boeing Airbus
2006 1.044 unit 790 unit 422 unit 434 unit
2007 1.341 unit 1.413 unit 441 unit 453 unit
2008 662 unit 791 unit 375 unit 483 unit
GRAFIK 2
Penjualan Airbus – Boeing
(1989 s/d 2007)
Sumber : www.centreforaviation.com
Jasa penerbangan sendiri pun mengalami naik turun terkait dengan berbagai
kejadian seperti peristiwa serangan teroris 11 September 2001 yang menghancurkan
WTC di Amerika Serikat, maupun kenaikan harga minyak bumi dengan luar biasa seperti
pada bulan Juli tahun 2008 yang mencapai US$ 147 / barrel maupun krisis finansial
global. Efek dari semua ini dapat menyebabkan jumlah penumpang menurun, biaya
bahan bakar (avtur) meningkat, biaya keamanan & biaya asuransi meningkat, sehingga
menambah beban operasional tinggi bagi perusahaan jasa penerbangan. Sebagai contoh,
Cathay Pacific, Aer Lingus & Lufthansa adalah tiga maskapai besar yang terkena dampak
negatif. Cathay Pacific, maskapai yang berbasis di Hong Kong, mencatat kerugian hingga
$ 1,1 miliar sepanjang 2008. Anjloknya jumlah penumpang dan tingginya harga bahan
bakar minyak sepanjang tahun dianggap sebagai penyebab utama kerugian. Aer Lingus
pun mencatat kerugian sebesar $ 136 juta. Padahal setahun sebelumnya, maskapai ini
masih mencatat keuntungan $ 133 juta. Sedangkan maskapai Jerman, Lufthansa, juga
harus memangkas tingkat keuntungan mereka hingga dua pertiga, menjadi 758 juta dolar.
Pada 2007, keuntungan Lufhtansa mencapai $ 2,1 miliar (“Jumlah Penumpang Anjlok
Maskapai Dunia Merugi”, 2009).
Sumber : www.indoflyer.net
GRAFIK 2.
Sumber Polusi Emisi
Sumber : www.indoflyer.net
REFERENSI
Blog PEMANASAN GLOBAL (http://www.pemanasanglobal.net/energi/negara_hijau
.htm). ”Perserikatan Bangsa-Bangsa : Komitmen Positif untuk Mendukung
Perubahan Iklim yang Positif”. 19 Maret 2009.
Indah, Mega Veby. “Berbenah Menuju Konferensi Bali”. Blog VEBY MEGA
(http://vebymega.blogspot.com/2007/10/berbenah-menuju-konferensi-bali.html). 10
Oktober 2007 (Dimuat di Harian Jurnal Nasional – 22 November 2007).
PT Data Consult. Website PT DATA CONSULT (http://www.datacon.co.id
/Penerbangan2008.html). “Market Intelligence Report”. April 2008.
Sumbodo, Sudiro. Website INDOFLYER (http://www.indoflyer.net/content.asp?
contentid=1248). ”Polusi Udara Dari Pesawat Terbang”. 31 Desember 2007.
Susanto A, B. Website JAKARTA CONSULTING GROUP (http://www.jakarta
consulting.com/art-01-10.htm). “Membangun Merek Di Angkasa”. 20 Apr 2009.
Susatyo, Raden, Tri. Website KAGAMA-MM (http://www.kagama-mm.com/artikel.php?
id=2). ”Tentang Keselamatan Penerbangan”. 14 Desember 2004.
Website AIRLINERS NET (www.airliners.net). “Airbus / Boeing Deliveries, Orders &
Backlog”. April 2009.
Website CENTRE FOR AVIATION (www.centreforaviation.com). “Penjualan Airbus –
Boeing”. April 2009.
Website CNGUY (http://www.cnguy.com /financial/news/2009/01/10/3241/boeing-
layoff-in-february-2009-and-2008-boeing-sales-volume.html). “Boeing layoff in
February 2009 and 2008 Boeing Sales Volume”. 10 Januari 2009 (Kutipan Dari
Financial Times).
Website ENERGI PORTAL (http://www.energiportal.com/mod.php?mod=publisher
&op=viewarticle&cid=46&artid=802). ”Hutan Bisa Menjadi Sumber Emisi Gas
Rumah Kaca”. 18 April 2009.
Website KOMPAS ONLINE (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/30 /humanior
a/3563389.htm). “Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Seharusnya Target Semua
Bangsa”. April 2009.
Website Harian MEDIA INDONESIA (http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id
=160062). “Asia Jadi Ajang Persaingan Boeing dan Airbus”. 20 Februari 2008.
Website Harian SINAR HARAPAN (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0407/31
/lua05.html). ”Persaingan Boeing Airbus Makin Sengit”. 31 Juli 2004
Website Harian SINAR HARAPAN (http://www.sinar harapan.co.id/berita/0509/28
/lua09.html). ”Komisi Eropa Batasi Emisi Gas Penerbangan”. 28 November 2005.
Website TEMPO INTERAKTIF (www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/03/11
/brk,20090311-164230,id.html). ”Jumlah Penumpang Anjlok Maskapai Dunia
Merugi”. 11 Maret 2009.
http://www.tribunbatam.co.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=2836&Itemid=1096