Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KOASISTENSI BEDAH

PPDH GELOMBANG IV GROUP N

FRAKTUR TRANSVERSAL TULANG TIBIA PADA KUCING

Oleh:
Johan Josias Manery, S.KH
0409005033

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini banyak hewan peliharaan telah menjadi bagian dari kehidupan suatu
keluarga. Hewan tersebut secara tidak langsung mampu menciptakan kenyamanan
dan menghilangkan stres bagi pemiliknya. Jenis hewan yang umum dipelihara adalah
hewan yang memiliki bentuk fisik dan karakter menarik, serta mudah perawatannya
seperti kucing. Kucing atau Felis silvestris catus adalah hewan karnivora. Kucing
telah berbaur dengan kehidupan manusia kurang lebih 9.500 tahun. Orang mesir kuno
dari 3.500 tahun SM telah menggunakan kucing untuk mengusir tikus atau hewan
pengerat lain dari lumbung tempat menyimpan hasil panen. Sampai saat ini kucing
adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Driscoll, 2009).
Dalam pemeliharaannya kucing dapat dipelihara dengan dua cara yaitu
dikandangkan atau dibebaskan tanpa dikandangkan. Kucing peliharaan yang
dibebaskan seringkali memiliki potensi untuk terjadinya gangguan traumatik.
Gangguan traumatik yang dimaksud dapat berupa fraktur atau patah tulang. Patah
tulang (fraktur) dapat terjadi dibeberapa bagian tubuh kucing, namun demikian kaki
adalah bagian tubuh kucing yang sering mengalami patah tulang (Fossum, 1997). Hal
ini dapat disebabkan oleh karena kaki merupakan anggota gerak yang menopang
tubuh pada saat melakukan aktivitas sehari-hari.

Patah tulang karena trauma dikenal sebagai fraktur traumatika, dimana batas
lentur tulang terlampaui sehingga terjadinya patah tulang (Sudisma dkk, 2006). Pada
kasus fraktur dengan penanganan yang sedini mungkin memiliki tingkat kesembuhan
yang baik, namun dalam beberapa kasus yang tidak ditangani secara cepat dapat
memungkinkan terjadinya infeksi sekunder atau komplikasi seperti gangren akibat
tertusuk ujung tulang yang patah. Fraktur yang disertai dengan adanya gangren dapat
menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi yang dapat mempengaruhi
kesembuhan fraktur dan juga kesehatan hewan itu sendiri.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mempelajari dan menambah
pengetahuan terhadap penanganan kasus fraktur transversal tertutup tulang tibia pada
kucing.

1.3. Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan serta
ketrampilan di lapangan dalam penanganan kasus fraktur transversal tertutup tulang
tibia pada kucing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur
Fraktur merupakan kerusakan jaringan tulang yang berakibat tulang menderita
kehilangan kesinambungan (Sudisma dkk., 2006). Berdasarkan ada tidaknya
hubungan dengan udara luar, fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur yang tanpa luka dan tidak ada hubungan
dengan udara luar. Fraktur terbuka adalah fraktur dengan luka terbuka sampai
menembus kulit sehingga tulangnya tampak dari luar tubuh dan berhubungan dengan
udara luar (Sudisma dkk., 2006).

Berdasarkan arah patahan dan lokasi, fraktur dibagi menjadi tujuh yaitu :
fraktur transversal jika arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang tulang.
Kemudian fraktur oblique adalah fraktur dengan arah patahan miring, fraktur spiral
jika arah patahannya bentuk spiral. Fraktur impaktive adalah fraktur dimana salah satu
ujung tulang masuk ke fragmen yang lain. Fraktur comminutive adalah fraktur dimana
tulang terpecah menjadi beberapa bagian. Fraktur epiphyseal adalah fraktur pada titik
pertemuan epiphysis pada batang tulang dan fraktur condyloid adalah fraktur dimana
bagian condylus yang patah terlepas dari bagian yang lain (Sudisma dkk., 2006).

Pada kasus bedah ini kucing mengalami fraktur yang tanpa luka, tidak ada
hubungan dengan udara luar dan arah patahannya tegak lurus dengan sumbu panjang
tulang (Fraktur transversal tertutup).

2.2. Etiologi
Fraktur pada tulang tibia dapat terjadi akibat penyakit pada tulang (contoh :
tumor tulang) dan trauma. Fossum (1997) menyatakan bahwa fraktur tulang tibia
sering kali terjadi akibat trauma pada otot bagian belakang tubuh hewan. Pada
beberapa penelitian, fraktur pada tulang tibia dilaporkan sekitar 20% dari seluruh
fraktur yang didokumentasikan. Berdasarkan anamnesa didapati kucing pada kasus ini
mengalami fraktur yang disebabkan oleh trauma pada kaki kiri bagian belakang.

2.3. Tanda Klinis


Tanda klinis yang terlihat adalah ketidak mampuan kucing untuk melompat
seperti kucing pada umumnya, kepincangan, dan kesakitan jika dipalpasi pada tulang
tibia dari kaki kucing bagian kiri.
2.4. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan atas ; Anamnesa, pemeriksaan fisik, tanda klinis,
pengukuran panjang kaki dan radiografi. Anamnesa dapat membantu dalam
mempresentasikan derajat keparahan berdasarkan mekanisme terjadinya trauma.
Namun demikian sering kali pemilik tidak mengetahui kejadian trauma pada hewan
peliharaannya. Pada pemeriksaan fisik didapati hewan yang menderita fraktur akan
mengalami pembengkakan dan sakit pada tempat terjadinya fraktur. Radiografi
bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak (Gambar
A). Pemberian obat penenang dapat diberikan pada hewan yang mengalami rasa sakit
yang sangat (Fossum, 1997).

2.5. Prognosa
Dilihat dari jenis fraktur yang berbentuk transversal, tidak adanya hubungan
dengan udara luar dan ditangani sedini mungkin maka prognosis yang diambil pada
kasus bedah ini adalah fausta.

2.6. Treatmen
Pada dasarnya prinsip dari penanganan kasus fraktur adalah mereduksi fraktur
dan menstabilkan reduksi fraktur menggunakan fiksasi dan konsep yang digunakan
adalah ”empat R” yaitu: rekognisi, reduksi/reposisi, retensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
(Sudisma dkk, 2006). Fiksasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fiksasi secara
terbuka (open reduction) dan fiksasi secara tertutup (closed reduction). Untuk
menentukan fiksasi secara terbuka atau tertutup tergantung pada bentuk patahan
tulang. Pada kasus bedah ini penanganan yang dilakukan adalah dengan cara fiksasi
terbuka atau open reduction.
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Materi
3.1.1. Hewan kasus
Hewan yang digunakan pada kasus ini adalah kucing betina lokal,
berwarna coklat belang-belang, umur 8 bulan dengan berat badannya 2 kg.
Hewan mengalami fraktur transversal tertutup pada tulang tibia sinister.

3.1.2. Alat operasi


Gergaji kecil, scapel, pinset, arteri clam, catgut, needle holder, allis
forcep, retractor, silk, jarum jahit operasi dengan ujung bulat dan segitiga,
pisau operasi dan ruang operasi yang steril dengan penerangan yang memadai.

3.1.3. Bahan dan obat-obatan


Pin intrameduler, tampon, alkohol 70%, antiseptika, masker, sarung
tangan, plester, kain drape, atropins sulfat, xylazine HCl, ketamin HCl,
Isofluran, ampisilin, perban, betadine, dll.

3.2. Metode
3.2.1. Preoperasi
Sebelumnya hewan dipuasakan kurang lebih 12 jam. Selanjutnya
hewan diberikan premedikasi anestesi menggunakan atropin sulfat 0.5 ml
(dosis terlampir) secara sub kutan (SC) dan anestesi yang digunakan adalah
anestesi umum yaitu ketamin sebanyak 0,2 ml yang dikombinasikan dengan
xylasin 0,2 ml secara intra muskular (IM) (dosis terlampir), dan dipelihara
dengan anastesi inhalasi menggunakan isofluran. Setelah teranastesi hewan
diposisikan lateral recumbency, kemudian daerah operasi dipersiapkan dengan
mencukur rambut, pencucian dan dioleskan betadin pada daerah yang akan
dilakukan insisi operasi (Gambar B). Selanjutnya hewan ditutup dengan kain
drape sehingga yang tampak hanya daerah operasi.

3.2.2. Operasi
Hewan yang telah teranestesi dilakukan insisi berturut - turut pada
kulit, subkutan dan otot mengikuti arah tulang (Gambar C). Dilakukan
preparasi untuk memperjelas kedua tepi patahan tulang (Gambar D).
Kemudian dilakukan reposisi fraktur ke kedudukan semula secara manual.
Setelah direposisi kemudian difiksasi atau distabilkan dengan pemasangan pin
intrameduler (Gambar E).
Selanjutnya pada daerah operasi, dilakukan pembersihan menggunakan
cairan NaCl fisiologis lalu ditetesi dengan antibiotika (ampisilin) secukupnya.
Otot yang terinsisi dijahit dengan pola sederhana menerus menggunakan
chromic catgut 2/0, kemudian subkutan dijahit dengan pola sederhana
menerus dan kulit dijahit dengan pola terputus menggunakan silk 2/0 (Gambar
F). Luka bekas jahitan operasi kemudian dioleskan betadin dan dibungkus
dengan kain perban untuk mengurangi terjadinya infeksi (Gambar G).
3.3.3. Pascaoperasi
Untuk mencegah terjadinya infeksi maka hewan diberikan ampisilin
injeksi sebanyak 0,4 ml secara intravena. Pengobatan dilanjutkan dengan
pemberian antibiotika oral (ampisilin 250 mg) 3 kali sehari 1/2 tablet selama 3
hari, selain itu hewan juga dibatasi pergerakannya agar kesembuhannya dapat
berjalan dengan baik dan optimal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1. Hasil
Perkembangan pascaoperasi kucing yang mengalami fraktur transversal
tertutup tulang tibia sinister dari hari ke hari mengalami peningkatan sesuai dengan
tabel di bawah ini :

Tabel 1 Perkembangan Pascaoperasi Kucing yang Mengalami Fraktur


Transversal Tertutup Tulang Tibia
Pasca Operasi
Hasil Pengamatan
(minggu)
Luka pasca operasi masih mengalami peradangan
pada hari-hari awal pasca operasi. hewan masih belum
I
aktif bergerak. Nafsu makan belum membaik. Hewan
terlihat sedikit lemah dan kurus.
Luka pasca operasi tampak mengering dan bekas
insisi operasi mulai menghilang. Hewan mulai dapat
II
bergerak, namun kaki yang mengalami fraktur masih
belum digunakan.
Kaki yang megalami fraktur mulai dapat digunakan
III
dan daerah bekas operasi mulai tertutup oleh bulu.

4.2. Pembahasan
Pada minggu ke-1, hewan dikandangkan dengan tujuan untuk membatasi
gerak. Terlihat adanya peradangan yang merupakan keadaan normal tubuh terhadap
respon luka akibat pembedahan. Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteri yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah
mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh
dengan darah (Price dan Wilson, 2002).
Peningkatan suhu atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah
yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang
lebih banyak daripada ke daerah normal (Price dan Wilson, 2002).
Pembengkakan sebagian disebabkan oleh hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
jaringan interstitial. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang. Rasa sakit menyebabkan terjadi penurunan
nafsu makan sehingga kucing terlihat lemas dan kurus (Price dan Wilson, 2002).
Pada minggu kedua luka pasca operasi tampak mengering dan bekas insisi
operasi mulai menghilang. Hewan mulai dapat bergerak, namun kaki yang mengalami
fraktur masih belum bisa digunakan. Pada masa ini terjadi proliferasi jaringan kulit
dimana sel-sel epitel kulit baru mulai tumbuh untuk menutup dan memperbaiki luka
bekas operasi. Respon vaskuler seperti kemerahan, panas, dan bengkak mulai
berangsur menghilang dan membaik seiring dengan hilangnya rasa sakit dan
kembalinya fungsi kulit dalam minggu kedua pasca operasi (Price dan Wilson, 2002).
Pada minggu ketiga ini kaki yang mengalami fraktur mulai digunakan untuk
bertumpu. Hewan mulai mengadaptasikan dirinya dan mencoba mengembalikan
fungsi normal kakinya yang patah. Pada masa remodeling ini oedem dan sel-sel
radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali,
kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan kira-
kira 80% kemampuan kulit normal (Price dan Wilson, 2002). Hewan berangsur pulih
dan luka pasca operasi berangsur ditumbuhi bulu-bulu pendek (Gambar H).
Pemberian suplemen kalsium pada hewan pasca operasi reposisi patah tulang
dapat membantu proses kalsifikasi kalus, sehingga mempercepat proses kesembuhan
tulang (Price dan Wilson, 2002). Fossum (1997) menyatakan bahwa kesembuhan
fraktur dilihat melalui dua cara yaitu secara radiografi dan secara klinis. Secara klinis
telah terjadi kesembuhan pada minggu ke-3. Pemotretan atau radiografi untuk
mengetahui kesembuhan tulang tidak dapat dilakukan karena hewan telah dibebaskan
oleh pemiliknya sehingga susah dikandangkan. Radiografi dilakukan pada minggu ke-
4 sampai minggu ke-6 selama masa penyembuhan tulang (Fossum, 1997).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
1. Penanganan fraktur transversal tertutup tulang tibia sinister pada kucing
dilakukan dengan cara pembedahan dan difiksasi dengan pin intrameduler
(fiksasi internal dengan reduksi terbuka).
2. Pada minggu ke-3 pasca operasi kaki yang mengalami fraktur mulai
digunakan untuk bertumpu dan luka pasca operasi berangsur ditumbuhi
bulu-bulu pendek.

5.2. Saran
1. Penanganan fraktur transversal tertutup tulang tibia sinistra sebaiknya
dilakukan secepat mungkin untuk menghindari terjadinya kalus.
2. Perlu adanya pemotretan/radiolografi secara berkala untuk mengetahui
tingkat kesembuhan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Daniel, A. D. 2004. Tibial Fractures. Vet Surgery Central Inc.


http://www.vetsurgerycentral.com/tibial_fracture.htm

Driscoll, C. A., J. C. Brock., A. C. Kitchener and S. J. O’Brien. 2009. The Evolution


of House Cats. Scientific American Magazine. http://en.wikipedia.org/wiki/Cat.

Fossum, W. T. 1997. Small Animal Surgery. Mosby-Year Book, Inc. Missouri, USA.

Price, S. A and L. M. Wilson. 2002. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease


Processes. 6th ed., vol. 1, Elsevier Science. Tennessee

Sudisma, I.G.N, I.G.A.G. P. Pemayun, A.A.G. Jayawarditha, I.W. Gorda. 2006. Ilmu
Bedah Veteriner Dan Teknik Operasi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana- Denpasar.
Lampiran 2. Perhitungan Dosis Premedikasi, Anestesia, dan Antibiotika

A. Atropin Sulfat
Sediaan : 0,25 mg/ml
Dosis anjuran : 0,02 – 0,04 mg/Kg berat badan
Berat badan : 2 Kg
Jumlah yang diberikan : Berat badan x Dosis anjuran
Sediaan
: 2 Kg x (0,02 – 0,04)mg/Kg
0,025 mg/ml
: 0,16 – 0,32 ml
: 0,5 ml

B. Xylazine
Sediaan : 20 mg/ml
Dosis anjuran : 1 - 3 mg/Kg berat badan
Berat badan : 2 Kg
Jumlah yang diberikan : Berat badan x Dosis anjuran
Sediaan

: 2 Kg x (1 - 3)mg/Kg
20 mg/ml
: 0,1 – 0,3 ml
: 0,2 ml

C. Ketamine
Sediaan : 100 mg/ml
Dosis anjuran : 11 - 33 mg/Kg berat badan
Berat badan : 2 Kg
Jumlah yang diberikan : Berat badan x Dosis anjuran
Sediaan

: 2 Kg x (11 – 33)mg/Kg
100 mg/ml
: 0,22 – 0,66 ml
: 0,2 ml

D. Ampicilin
Sediaan : 100 mg/ml
Dosis anjuran : 5 - 10 mg/Kg berat badan
Berat badan : 2 Kg
Jumlah yang diberikan : Berat badan x Dosis anjuran
Sediaan

: 2 Kg x (5 – 10)mg/Kg
100 mg/ml
: 0,1 – 0,2 ml
: 0,4 ml
Lampiran 1. Dokumentasi Fraktur Transversal Tertutup Tulang Tibia Pada
Kucing

A. Gambar Hasil Radiography

B. Gambar Pembersihan Daerah Operasi


C. Gambar Insisi Pada Daerah Operasi

D. Gambar Fraktur Tulang Tibia

E. Gambar setelah reposisi dan pemasangan Pin Intramedulary


F. Gambar pada saat menjahit daerah yang telah diinsisi

G. Gambar setelah selesai operasi

H. Gambar aktifitas kucing setelah minggu ketiga

Anda mungkin juga menyukai