Sore yang indah itu, Marni dan suaminya Tarjo sedang duduk di teras rumah
mereka. Sambil menikmati secangkir teh hangat dan pisang goreng, mereka sedang
berdiskusi tentang bisnis apa yang akan mereka lakukan untuk menopang kehidupan
mereka. Ya, Tarjo dulunya merupakan pebisnis yang bergerak di bidang garmen. Saat
krisis moneter 1998, bisnis Tarjo juga ikut kolaps. Pelemahan nilai dollar dan turunnya
permintaan dari dalam dan luar negeri telah membuat bisnis mereka sekejap menguap.
“Ya, aku tau apa yang harus kita lakukan !”, teriak Tarjo. “Apa pak?”, sahut
Marni. “Gini nih bu, bapak punya ide buat bisnis makanan. Logikanya begini, setiap
orang butuh makan bukan? Nah apabila kita berjualan makanan pasti tidak mungkin tidak
laku”, ujar Tarjo semangat. “Hmmm, bener juga ya pak. Ya sudah ayo kita lakukan,
sepertinya ide bapak menarik.”
Lalu pagi harinya, Tarjo dan Marni pergi ke bank untuk mengajukan kredit usaha
dengan membawa BPKB motor mereka sebagai jaminan. Tarjo mengajukan kredit
sebesar Rp 10 juta, namun ditolak pihak bank karena nilai motor itu tidak sampai 10 juta.
Setelah terjadi tawar menawar, akhirnya Tarjo mendapat kredit sebesar Rp 5 juta rupiah.
Tarjo setengah kecewa, karena besarnya kredit yang ia dapatkan tidak sesuai dengan
harapannya.
Setelah dari bank, Tarjo dan Marni pergi ke pasar untuk membeli segala sesuatu
untuk memulai bisnis mereka. Dari panci, dandang, piring-piring, sendok, dan kebutuhan
lainnya untuk membuka warug telah mereka siapkan. Tak lupa juga mereka membeli
bahan-bahan untuk warung mereka, seperti sayur mayor, gula, garam, lombok, bawang
dan lain-lain. Mereka akan membuka warung yang menjual segala jenis masakan ikan.
Setelah sampai di rumah, mereka berbagi tugas. Tarjo mendirikan tenda untuk warung di
halaman rumah mereka, sedangkan Marni memasak untuk keperluan warung. Memasak
merupakan hal yang mudah bagi Marni, karena ia suka memasak semenjak kecil,
keahlian memasak diwariskan dari Ibu Marni.Marni membuat berbagai masakan udang,
gurame, lele, sampai ikan kakap.
Semakin malam, warung Tarjo dan Marni semakin ramai saja, ini karena lokasi
rumah mereka yang dekat dengan pabrik-pabrik, kos-kosan pekerja, dan perumahan
disekitarnya.
Lama kelamaan warung Marni menjadi terkenal karena masakannya yang enak,
juga karena pelayanan Marni yang ramah kepada pelanggannya, sehingga pelanggan
warung Marni puas dan kembali lagi untuk makan. Dengan semakin banyaknya
pelanggan warungnya, Marni dan Tarjo menyiasatinya dengan membuat kreasi-kreasi
baru masakan yang sebelumnya belum pernah dicoba agar para pelanggan mereka tidak
bosan.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, popularitas warung Marni Tarjo makin
terkenal dan menjadi buah bibir diantara para warga perumahan dan buruh-buruh di
pabrik dekat rumahnya. Sampai-sampai sekarang pelanggannya juga orang-orang kaya,
ini terlihat dari banyaknya pelanggan yang naik mobil-mobil mewah buatan Eropa. Sadar
akan prospek bisnisnya cerah, Marni dan Tarjo membangun warungnya lebih besar dan
lebih luas agar mampu menampung para pelanggan yang membludak.
Bisnis Tarjo dan Marni berjalan dengan lancar, setelah pihak bank melihat
cerahnya bisnis Tarjo dan Marni, akhirnya mereka memberi kredit yang lebih besar untuk
mengembangkan usaha mereka. Setelah tiga tahun, warung Tarjo dan Marni telah
memiliki 20 cabang, tersebar di daerah Jabotabek. Kehidupan Marni dan Tarjo kembali
pulih seperti saat sebelum krisis 1998. Hidup mereka pun bahagia. Lebih bahagianya,
ternyata Marni telah hamil dua bulan. Kehamilan Marni merupakan anugerah setelah
lebih dari tujuh tahun mereka menikah. Orang Tua Tarjo sangat senang dengan kabar
kehamilan Marni, karena mereka sudah sejak lama mendambakan cucu.
Enam bulan kemudian, Marni melahirkan anak laki-laki yang sangat sehat dan
dinamai Tomi. Tarjo yang sangat bahagia kemudian menelepon para sanak saudara dan
orangtuanya untuk memberitahukan kabar bahagia itu. Beberaps hsri kemudian orangtua
Tarjo datang ke rumah Tarjo untuk melihat cucu yang sudah lama mereka dambakan.
Kehidupan Tarjo dan Marni sangat bahagia pada saat itu.
Saat ini Marni berhenti mengurus warung dan konsentrasi merawat Tomi. Segala
urusan warung telah diserahkan kepada tangan kanannya, Pardi. Pardi merupakan sahabat
Marni sejak kecil, sehingga kepercayaan Marni terhadap Pardi sangat besar. Pardi
kemudian bekerja sama dengan Tarjo untuk mengembangkan warung makan besar
mereka.
Bisnis warung makan Tarjo semakin berkembang, pembukaan cabang di China,
Singapura, dan Malaysia menandai kebesaran bisnis Tarjo yang dulunya hanya bermodal
Rp 3 juta, saat ini telah beromzet Rp 10 milyar. Tarjo juga bisa membantu orang-orang
disekitar rumahnya dengan memberi mereka pekerjaan.
Namun manusia tetap manusia, Tarjo yang sudah berada di atas awan mulai
menggila. Sekarang Tarjo memiliki hobi baru, yakni berjudi. Berjudi diajarkan Pardi
terhadap Tarjo saat berada di luar negeri untuk pembukaan cabang baru. Dibalik
kepatuhannya terhadap Tarjo, ternyata Pardi bertujuan menghancurkan bisnis Tarjo yang
dibangun dari nol itu. Niat jahat Pardi tersebut hanya karena Pardi tersinggung dengan
omongan Tarjo saat memerintahnya. Karena Tarjo makin gila judi, bisnis semakin tidak
terkendali dan uang banyak dihamburkan untuk judi.Atas usul Pardi, Tarjo memutuskan
pergi ke Macao untuk berjudi karena konon Macao yang terletak di barat Hong Kong
merupakan pusat judi. Tarjo semakin ketagihan dengan meja-meja dan mesin-mesin judi
yang membuatnya kegirangan. Manusia memang mudah takabur, setelah banyak menang,
akhirnya Tarjo berkali-kali kalah dengan para penjudi lainnya. Kekalahan Tarjo membuat
keuangan bisnisnya makin tak karuan, sehingga memaksanya untuk pinjam ke bank.