Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI

DASAR ILMU TANAH

Dosen :

Ir. H. Azwar Saihani,MP

Disusun Oleh:

Muhammad Fitrianto
NPM : 2008.02.0075

JURUSAN AGRIBISNIS
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN ( STIPER )
AMUNTAI
2009
A. Pengertian Rule of Law dan Negara Hukum

Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun


penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-
undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-
undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law.
Menurut Friedman, antara pengertian negara hukum dan Rule of Law sebenarnya saling
mengisi. Oleh karena itu berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah
kekuasaan politik yang diatur secara legal. oleh karena itu setiap organisasi atau
persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law.
Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa menegakan
Rule of Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of Law berdasarkan isinya sangat
berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule of Law dalam
kehidupan kenegaraanya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Dalam
hubungan inilah maka Rule of Law dalam hal ini munculnya bersifat endogen, artinya
muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu.
Bagi negara Indonesia ditentukan secara yuridis formal bahwa negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD
1945 aliea IV, yang secara eksplisit dijelaskan bahwa ”... maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia...”. Hal ini
mengandung arti bahwa suatu keharusan Negara Indonesia yang didirikan itu berdasarkan
atas Undang-Undang Dasar Negara. Dalam paham negara hukum, hukumlah yang
menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu berdasarkan
pengertian ini Negara Indonesia pada hakikatnya menganut prinsip ”Rule of Law, and not
of Man” yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan
oleh hukum atau nomos.

Prinsip-prinsip Rule of Law

Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum.
Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki
prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubunganya dengan realisasi Rule of Law itu
sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam ”Introduction to the Law of The Constitution,
memperkenalkan istilah the Rule of Law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu
keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of
Law, yaitu: 1) supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-
wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau melanggar hukum; 2)
kedudukan yang sama di muka hukum; dan 3) terjaminya hak-hak asasi manusia oleh
Undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat pemerintah
yang demokratis di bawah Rule of Law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusi
harus pula menentukan teknis-prosedural untuk meperoleh perlindungan atas hak-hak
yang dijamin; (2) lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan
umum yang bebas; (4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary,
1955:59).

B. Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tidak
lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration of Humman
Right 10 desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah
peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis
Umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis formal dan merupakan titik
kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di belahan dunia khususnya yang
tergabung dalam perserikatan Bangsa-bangsa. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi
manusia, baik di Barat maupun di Timur meskipun upaya tersebut masih bersifat lokal,
parsial dan sporadikal.
Pengertian
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
(Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching
Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan
bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia
mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).

C. Penjabaran Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945


Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea I dinyatakan bahwa : “Kemerdekaan adalah


hak segal bangsa”. Dalam pernyaan ini terkandung pengakuan pengakuan secara yuridis
hak-hak asasi manusia tentang kemerdekaan. Dan pada alinea III Pembukaan UUD 1945,
adalah “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya”. Pernyataan ini mengadung arti bahwa manusia adalah
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan bangsa Indonesia mengaku dan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia untuk memeluk agama sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing. Juga pada alinea IV bahwa Negara Indonesia sebagai
persekutuan hidup bersama, bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam
kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan Negara tersebut adalah
sebagai berikut”
“….Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejehteraan umum
mencerdaskan kehidupan bangsa…”
Berdasarkan pada tujuan Negara sebaimana terkandung dalam pembukaan UUD
1945 tersebut, maka negarqa Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia
para warganya, terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah
maupun rokhaniah, antara lain berkaitan denga hak-hak asasi bidang social, politik,
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan agama.

D. Hak dan Kewajiban Waraga Negara

1. Pengertian Warganegara dan Penduduk


Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu
dalam hubunganya dengan negara. Dalam hubunganya dengan antar warganegara dan
negara, warganegara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya
hak-hak yang herus diberikan dan dilindungi oleh negara. Dalam hubunganya
internasional di setiap wilayah negara selalu ada warganegara dan orang asing yang
semuanya disebut penduduk. Setiap warganegara adalah penduduk suatu negara,
sedangkan setiap penduduk belum tentu warganegara, karena mungkin orang asing.

2. Asas-asas Kewarganegaraan

a. Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli


Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk
menjadi warganegara. Terkait dengan syarat-syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata
negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu Asas ius-sanguinis dan asas ius-
soli. Asas ius-sanguinis adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa stasus
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahiranya di negara A tersebut.
Sedangkan asas ius-soli adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orangtuanya. Seseorang adalah warganegara
B karena orang tuanya adalah warganegara B.
b. Bipatride dan Apatride
Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan dari dua
negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi
dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warganegara A namun mereka berdomisili di
negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli.
Kemudian lahirlah anak mereka, dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-
sanguinis, dani adalah warganegaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Menurut negara B yang menganut asas ius-soli, dani juga warganegaranya, kerena tempat
kelahiranya adalah di negara B. Dengan demikian dani mempunyai status dua
kewarganegaraan atau bipatride.
Sedangkan apatride (tanpa kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan
kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga negara dari negara manapun.
Misalnya, Agus dan Ira adalah suami isteri berstatus warganegara B yang berasas ius-soli.
Mereka berdomisili di negara A, kemidian lahirlah anak mereka, Budi, menurut negara A,
Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orangtuanyabukan warganegaranya.
Begitu pula menurut negara B, budu tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir
diwilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaan atau
apatride.

Hak dan Kewajiban Warganegara Menurut UUD 1945


Pasal-pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara
mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34

a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum
dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan
pemerintahan.
b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warganegara atasa pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 27 ayat (3) dalamperubahan yang kedua UUD 1945 menetapkan hak
dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara.
d. Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warganegara untuk berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya.
f. Pasal 30 ayat (1) dalam perubahan kedua UUD 1945 menyebutkan hak
dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertanian dan
keamanan Negara.
g. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warganegara berhak
mendapat pengajaran.

Hak dan Kewajiban Bela Negara


a. Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warganegara
yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah
air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warganegara Indonesia, usaha
pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan
kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai
dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi.1

b. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara


Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam perubahan kedua UUD 1945, bahwa usaha
bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warganegara. Hal ini menunjukan
adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencangkup dua arti. Pertama,
bahwa setiap warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan
negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-
undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warganegara harus turut serta dalam setiap
usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

c. Motivasi dalam Pembelaan Negara


Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak
dan kewajiban. Kesadarannya demikian ditumbuhkan melalui proses motivasi intuk
mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk
membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warganegara memahami
keunggulan dan kelebihan bangsanya. Disamping itu setiap warganegara hendaknya juga
memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara
Indonesia. Ada beberapa bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela
negara Idonesia.

1) Pengalaman sejarah perjuangan RI.


2) Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis
3) Keadaan penduduk (demografis) yang besar
4) Kekayaan sumber daya alam
5) Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan.

Anda mungkin juga menyukai