Anda di halaman 1dari 5

Boso Walikan, Bagian Sejarah Kota Malang

Rabu, 17 Desember 2008 03:40

SIMPUL – Mumpung masih belum jauh-jauh bulan agustus lewat, maka kali ini saya mencoba
belajar membuat tulisan yang temanya juga tidak jauh-jauh di seputar bulan agustus, yaitu, 
apalagi kalau bukan tentang kemerdekaan, yang kali ini akan saya coba paparkan dalam
bingkai sejarah kota Malang. Tapi sebelumnya saya minta maaf, apabila tulisan saya nanti
unreadable atau uncomfortable to read. Kata orang Malang, kadit kane, Sam tidak enak untuk
dibaca alias membuat tidak nyaman publik, khususnya publik atau komunitas PLaCIDS
Averroes.
Dan kalau boleh memungut sedikit saja bait sajak Chairil Anwar, bagaimanapun juga, saya
adalah seorang saudagar dari kumpulannya yang terbuang, dan kebetulan pula saya adalah
peserta Sekolah Demokrasi PLaCIDS Averroes. Jadi dengan sendirinya saya mau gak mau,
bisa juga sedikit terpaksa harus membuat tulisan ini, kalau ingin lulus dari Sekolah Demokrasi,
walaupun dengan nilai yang pas-pasan, begitulah ultimatum atau warning! yang selalu
diucapkan oleh mas Ryan, mas Romlah dan mbak Jameela, fasilitator perempuan yang 
diam-diam paling saya kagumi.

Baiklah kita kembali ke tema tulisan “Osob Kiwalan”! Dari cerita-cerita yang saya peroleh dari
mbah Slamet, tetangga sekaligus sesepuh  di kampung saya, yang telah berumur 89 tahun,
ternyata osob kiwalan kera ngalam (boso walikan arek Malang) itu tidak hanya populer di era
80-an, ketika jaman muda saya, yang ketika itu populer kalimat ajakan “Ayo, ker, jagongan,
ngipok karo ngoker, ngene iki kane ilakes”. Bahkan saya dan teman-teman tiap hari tidak
pernah absen ke  warung kopi rame-rame, kalau anak-anak muda sekarang menyebutnya
clubbing dan hang out (meminjam istilah anak muda asli, teman saya sekolah, Adi Susetya,
yang memang masih muda, dan jagonya ngopi serta ngerokok). Ya begitulah, ketika jaman itu,
Itulah aktifitas yang paling saya gemari, nongkrong di warung kopi sampai menjelang pagi,
ngobrol dengan boso walikan, merokok rame-rame, sekaligus makan malam dengan jajanan
dan kuliner tradisional, semacam rawon mendol, otos kitip, tetel goreng, jemblem, getas,
sambleg dan lain-lain.

Ketika saya mencoba browsing dan exploring di internet untuk berburu bahan tulisan,  ternyata
banyak literatur-literatur dari hasil penelitian yang memuat tentang sejarah boso walikan atau
bahasa yang dibalik-balik, kata-kata yang dibaca dari belakang dan disesuaikan dengan selera
para penggunannya, kadang kalau tidak enak didengar ya dirubah-rubah. sehingga terdengar
kalimat lucu, aneh dan khas, misalnya kodew kewesan ngokobe komes, ono ondor tahes
ngarep hamur, kadit itreng,  genaro idrek, oker ngatu, asrob kubam dll. Dan adapula beberapa
kata yang langsung dibalik, tapi nyaman didengar telinga, misal: sutup dari kata putus, racap
dari pacar, oges dari sego (nasi), nakam dari makan, narubuk dari kuburan, ayas dari saya,
harum dari murah, hamur dari rumah, kida dari adik. Bahkan ada beberapa kata yang
benar-benar baru dan bukan dari hasil walikan, tapi mungkin juga serapan dari bahasa lain,
misal sikim yang artinya pisau, rempon artinya pacaran yang sangat mesra atau petting and
deepest kissing, terus lawed artinya jual, sarik artinya cantik. Dan sebenarnya banyak kata
lainnya yang bisa dijadikan contoh, tapi sengaja tidak saya muat, karena kegiatan ini toh
sekedar tugas membuat tulisan singkat yang tidak bertele-tele, bukan dalam rangka mengarang

1/5
Boso Walikan, Bagian Sejarah Kota Malang
Rabu, 17 Desember 2008 03:40

novel, fiksi  trilogi ataupun fiksi ilmiah.

Dari sebuah posting di milis sebuah website, yang ditulis oleh seorang budayawan yang
menekuni “Malang Tempo Doloe” Dukut Imam Widodo, menjelaskan, bahwa osob kiwalan, atau
boso walikan itu pertama kali ditemukan dan digunakan di kalangan pejuang yang kala itu
tergabung dalam suatu wadah perjuangan GRK (Gerilya Rakyat Kota), yang sangat disegani
dan ditakuti oleh Belanda dan antek-anteknya. Osob kiwalan diciptakan oleh Suyudi Raharno
dibantu oleh kawan akrabnya Wasito, dua orang ini sama-sama sebagai anggota dari GRK
tersebut, di seputar akhir maret 1949, pada masa class action II atau Agresi Militer Sekutu II,
yang diboncengi pasukan Belanda, kala itu Belanda banyak merekrut orang-orang sekitar
Malang, atau orang asli kota, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam
pasukan GRK, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRK, para
pemuda yang tergabung di dalamnya, sering pada malam-malam tertentu mengadakan
pertemuan atau jagongan di sebuah warung kopi untuk membahas dan menyepakati
rencana-rencana selanjutnya, akan tetapi setiap kali sehabis rapat dan besoknya
melaksanakan rencana tersebut, selalu gerakan para pemuda pejuang itu dapat dipatahkan
dan diobrak-abrik oleh pasukan Belanda, dan saat itu Belanda memang sangat berambisi
mematahkan dan menumpas GRK sampai ke akar-akarnya, karena GRK yang sebenarnya
adalah gabungan dari sisa-sisa Laskar Mayor Hamid Rusdi, yang gugur ditembak Belanda
pada 8 maret 1949 di Dusun Sekarputih atau yang sekarang disebut Desa Wonokoyo.

Berawal dari kegagalan-kegagalan yang sering terjadi, para pemuda pejuang itu akhirnya
menemukan, bahwa hal itu terjadi karena adanya antek atau mata-mata yang disusupkan oleh
Belanda di kalangan mereka sendiri, maka untuk mengantisipasi agar kejadian tersebut tidak
terulang lagi, dari pemikiran cerdas salah seorang pemuda di kelompok tersebut, lahirlah osob
kiwalan atau boso walikan, bahasa yang dibolak-balik untuk digunakan sebagai bahasa resmi di
kalangan mereka. Dan setelah osob kiwalan itu digunakan, memang dapat ditangkap beberapa
mata-mata yang menyusup di pasukan pemuda tersubut dengan cara mengajak berkomunikasi
dalam boso walikan, sehingga mata-mata tersebut tidak mengerti dan tidak paham, mata-mata
itu kebanyakan menyamar sebagai penjual jajanan dan rokok, kadang menyamar sebagai
pelayan warung . Maka setelah osob kiwalan itu digunakan, pasukan GRK itu jadi semakin solid
dan tidak mudah dipatahkan gerakannnya, karena para anggota GRK senantiasa berkomitmen
untuk menjaga rahasia dan selalu berkomunikasi antar anggota dengan osob kiwalan.

Tapi sayangnya pemuda cerdas pencipta osob kiwalan itu, Suyudi Raharno, gugur dalam
pertempuran sengit di pagi buta pada september 1949 di wilayah dusun Genukwatu.
Genukwatu yang sekarang disebut daerah Purwantoro. Dan jazad beliau sekarang terbaring
damai di Taman Makam Pahlawan Suropati Malang. Dan Wasito yang membantu terciptanya
osob kiwalan itupun, sebelumnya juga telah mendahului gugur di palagan atau medan laga
pada waktu pertempuran di Gandongan, yang kalau sekarang disebut daerah Pandanwangi,
daerah diseputar Jl. LA Sucipto – Kalisari – Wendit. Dan jazad beliaupun juga telah terbaring
damai di TMP Suropati. Tapi sayangnya dari pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan belum
ada itikad baik untuk memberi penghargaan dan  melestarikan nilai-nilai perjuangan kedua
orang pejuang yang telah mengharumkan Bangsa dan Negara, dan Malang Raya khususnya.
Dan bagaimanapun juga terciptanya osob kiwalan itu merupakan suatu hal yang kreatif dan
menambah keanekaragaman khazanah bahasa dan budaya tanah air, disamping muatan

2/5
Boso Walikan, Bagian Sejarah Kota Malang
Rabu, 17 Desember 2008 03:40

nilai-nilai perjuangannya yang agung . Dan kita sebagai warga Malang raya sudah seharusnya
tidak usah malu dan merasa kampungan untuk mulai menggunakannya lagi untuk bahasa
pergaulan sehari-hari atau bahasa sosialita, karena dengan melakukan itu, berarti kita sudah
ikut melestarikan dan menghargai nilai-nilai perjuangan yang telah dicanangkan oleh para
pendahulu kita, yang telah gugur sebagai tumbal dan pengharum Ibu Pertiwi yang kita cintai
semua. tahun

Lebih lanjut untuk membahas tema sejarah perjuangan dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya, saya telah menemui seorang ibu mantan pejuang asli Malang, tepatnya seorang
eyang buyut, karena umur beliau telah mencapai 93 tahun, beliau adalah ibu Supiani, yang di
umurnya, yang sekian itu beliau sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kerentaan sebagai
orang yang telah berusia lanjut, beliau tetap energik, tetap tahes dan berkarya dengan
membuka warung kopi, dan warung itu beliau beri nama sesuai filosofi hidupnya yaitu “Warung
Adem Ayem”, letak warung itu di daerah Splendid, di belakang tepat Hotel Montana I, di warung
tersebut tersedia menu Tempo Doloe yang sangat khas, karena menu itu dibuat oleh Ibu
Supiani sendiri pada jaman perjuangan, yang ketika itu dia sebagai kepala dapur umum untuk
tentara, menu itu ketika saya coba dan nikmati memang benar-benar khas, dan beraroma serta
berasa sekali nilai-nilai perjuangannya, menu makanan tersebut diberi nama oleh beliau, yaitu
“Sego Mathuk Thok” , dan menu tersebut tidak akan saya uraikan dengan lebih detil, bagi
teman-teman yang penasaran dan ingin mencoba menu tersebut beserta kekhasannya dan
kenikmatannya, silakan datang beramai-ramai ke warung tersebut, yang jelas menu itu akan
lebih nikmat kalau disanding dengan secangkir kopi yang juga khas warung tersebut.

Ketika saya andok dan sekaligus mewawancarai eyang  Supiani di warung tersebut, saya
mencoba menggunakan boso walikan, ternyata beliau sangat antusias dan menanggapi
dengan surprise dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan santai sebagaimana
genaro Ngalam asli , dan tentunya dengan boso walikan, ibu Supiani begitu ceria dan tiba-tiba
saja menemukan romantisme masa muda, ketika berjuang di jaman kemerdekaan bersama
pasukannya Mayor Hamid Rusdi, beliau sangat antusias ketika bercerita, pada era itu dia
mempunyai peran sebagai kepala dapur umum merangkap sebagai personil logistik yang
bertugas mencari sumbangan bahan pangan pokok, seperti beras, ketela, bulgur dan lainnya
untuk melayani ransum para pejuang yang tergabung di pasukan itu, beliau sering berkeliling
dari rumah ke rumah orang-orang yang simpati dan mendukung perjuangannya bersama
pasukan untuk mempertahan kemerdekaan.

Sungguh saya trenyuh dan salut dengan cerita hidup ibu Supiani yang tanpa pamrih, yang
sebenarnya telah tua sekali di umur yang ke 93 tahun, tapi beliau tetap tahes dan selalu
meledak-ledak ketika bertutur tentang perjuangannya di masa muda. Tapi ketika saya lihat di
dinding rumah yang sekaligus warung beliau, tidak ada sepotongpun piagam penghargaan
yang menempel, ketika saya tanya pada beliau, jawabnya: “Oalah, nak! Urip iki mung sadermo
nunut, ora usah itungan, aku biyen iklas lan gak onok pamrih, sing penting wis berjuang ora
perlu aku piagam-piagam ngono iku”.

Sungguh suatu pemikiran dan gaya hidup yang perlu kita renungkan dan kita teladani di era
sekarang, era economic animal, era yang katanya global, era yang dimana
manusia-manusianya, termasuk kita telah luntur dan pudar sisi-sisi humanismenya, telah hilang

3/5
Boso Walikan, Bagian Sejarah Kota Malang
Rabu, 17 Desember 2008 03:40

nurani kejujurannya, era yang kata genaro ngalam, jamane hambat tewur jaman yang tambah
ruwet. Jaman yang banyak menciptakan orang-orang stres. Jamane wis gak adhem ayem.

Dan berikut saya lampirkan sedikit perbendaharaan kata dari osob kiwalan, boso walikan yang
barangkali berguna.  Terima kasih. Wasalam.

kata benda:
- adapes: sepeda
- rotom: motor
- libom: mobil
- utapes: sepatu
- landas: sandal
- soak: kaos
nama tempat:
- hamur: rumah
- ngalam: malang
- ayabarus: surabaya
- arudam: madura
- amalatok: kotalama
- onosogrem: mergosono
- nahelop: polehan
- rajajowas: sawojajar
nama makanan/minuman:
- oges: sego
- lecep: pecel
- ipok: kopi
- oskab: bakso
- senjem: menjes/sejenis tempe
- itor: roti
kata kerja:
- ngayambes: sembahyang
- rudit: tidur
- nakam: makan
- halokes: sekolah
- hailuk: kuliah
- ngalup: pulang
- ladub: budal/berangkat
- rekem: meker/mikir
- uklam: mlaku
- utem: metu
- ibar: rabi
- kolem: melok/ikut
- helom: moleh/pulang
kata sifat/keterangan/predikat:
- tahes: sehat
- sinam: manis

4/5
Boso Walikan, Bagian Sejarah Kota Malang
Rabu, 17 Desember 2008 03:40

- ewul: luweh/lapar
- kadit: tidak
- itreng: ngerti
- kipah: apik/bagus
- kewut: tuwek/tua
- ngewes: seweng/sinting
- licek: kecil
- komes: semok
- nayamul: lumayan
kata sebutan:
- sam: mas/kakak/bro!
- ayas: saya
- umak: kamu
- kodew: wedok/cewek
- nganal: lanang/cowok
- ngonceb: bencong
- ojob: bojo/pacar/pasangan hidup
- teles ketep: selet petek/dubur ayam
- tenyom: monyet
- sukit: tikus
- ongis nade: singo edan
- nawak ewed: kawan dewe/dekat
kata tanya/sebut:
- orip: piro/berapa
- oyi: iyo/ya!
nama orang:
- tigis: sigit
- uyab: bayu
- Inep: peni (Walikota Malang)
- suga: agus
yang saru:
- k*mp*t: t*mp*k
- k*n*m: m*n*k
- nget*m: ngem*t
 
Lulus Ujihantono, Peserta Sekolah Demokrasi Angkatan III

5/5

Anda mungkin juga menyukai