2. Menganalisis social dalam artian waktu (analisis histories) berupa studi tentang
perubahan-perubahan system social dalam kurun waktu tertentu
3. Menganalisis system social dalam artian ruan (analisis structural), yang menyajikan
aspek tertentu, dari keseluruhan kerangka kerja sebuah system pada suatu momen waktu.
(hal yang disebut dalam no.2 dan 3, biasanya digunakan secara bersama untuk suatu
analisis yang menyeluruh)
4. Analisis yang membedakan (1) dimensi obyektif, dan (2) dimensi subyektif dari
realitas social. Pertama menyangkut aneka ragam organisasi, pola-pola perilaku, dan
pranata-pranata (institusi), yang kedua meliputi kesadaran, nilai, ideology. Melakukan
analisis social, dalam hal ini adalah menganalisis unsure-unsurnya, supaya bisa
memahami gerak perubahan dari asumsi-asumsi yang mendasarinya pada situasi social
tertentu. Pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam analisis social, berusaha
membuka tabir hal-hal; nilai, pandangan, keputusan dari para pelaku (aktor social) pada
suatu situasi tertentu.
B. LANGKAH-LANGKAH
1. Membangun perumusan masalah, yang menjadi pusat perhatian
2. Membangun konsep-teoritis atas konteks realitas
3. Mengenali struktur-struktur kunci yang mempengaruhi situasi yang ada
4. Menyusun pertanyaan-pertanyaan untuk membangun sebuah konteks
5. Menghimpun fakta-fakta, data-data yang berkorelasi dan melatarbelakangi
6. Menyusun model-model, mengkaji-menguji relevansinya
7. Menguji beberapa jawaban pada korelasi dan keabsahan
8. Menggali masalah lain yang muncul
tulisan diatas merupakan dasar sosiologi praktis sebagai dasar analisa sosial.
Catatan Pendahuluan
Istilah analisis sosial atau analisis kemasyarakatan tidak selalu dipakai dalam arti yang
sama. Dalam arti sempit dimaksudkan usaha untuk menganalisis suatu keadaan atau
masalah sosial secara objektif, terlepas dari soal siapa akan membuat apa dengan analisis
itu kemudian. Jadi, analisis sosial bukanlah alat bantu siap pakai untuk membereskan
masalah-masalah sosial.
Dalam arti luas, analisis sosial dalam arti sempit tadi dipakai dalam hubungan dengan
usaha mengubah keadaan atau memecahkan masalah yang dianalisis. Jadi, analisis sosial
mencoba mengaitkan analisis ilmiah dengan kepekaan etis, artinya memperhatikan dan
memikirkan tindakan yang mau dilaksanakan. Dalam arti ini, analisis sosial
mengandaikan dan mengandalkan nilai-nilai etis tertentu. Analisis dipergunakan sebagai
alat saja untuk memperjuangkan tujuan tertentu. Maka, kedua pengertian ini tidak
bertentangan, sebab analisis dalam arti pertama selalu harus mendasari analisis dalam arti
luas.
1. Memilih dan menentukan sasaran analisis. Pilihan itu harus didasari oleh alasan-alasan
yang masuk akal.
4. Mengelompokkan fakta dan data tersebut secara pragmatis ke dalam tiga kolom bidang
kehidupan masyarakat, yaitu: (a) politik, (b) ekonomi dan (c) sosio-budaya. Seperlunya
dan sesuai dengan sasaran analisis dapat ditambah satu kolom lagi, misalnya (d) IRM/
Muhammadiyah. Ke dalam kolom-kolom itu bisa dimasukkan fakta dan data tambahan,
terutama yang menyangkut kerangka dan masalah-masalah nasional, umpamanya dengan
bantuan istilah-istilah klasifikasi dari ketiga bidang di atas.
5. Fakta dan data dalam masing-masing kolom itu dirangkum secara sistematis per kolom
ke dalam kira-kira 10 rumusan pokok yang mengungkapkan suatu masalah, hubungan
sebab akibat, dst. Secara singkat, mengena dan padat; jadi jangan terlalu umum atau
terlalu khusus. Seringkali satu atau dua kata kunci (antar kurung bisa ditambah beberapa
kata konkretisasi) sudah memadai dan paling mudah untuk kerja kelompok selanjutnya.
Sekedar contoh: birokrasi (berbelit-belit, simpang siur, kaku, sewenang-wenang); jurang
kaya-misin melebar (kemewahan, pemborosan, pendapatan).
1. Terhadap bahan yang sudah disiapkan ini perlu dikemukakan pertanyaan terus-
menerus: Mengapa semua itu demikian? Apa sebab-musababnya yang lebih mendalam?
Dengan perkataan lain, perlulah membongkar struktur-struktur dalam (vertical analysis)
dari rumusan masalah dalam masing-masing kolom di atas (misalnya dengan
menghubung-hubungkan mereka dengan anak-anak panah). Dalam hal ini, para peserta
juga bisa bertitik tolak dari beberapa analitis (yang berguna pula untuk meninjau kembali
hasil analisis), misalnya:
a. Politik:
- Golongan dan kelompok masyarakat manakah (baik formal maupun informal) yang
mempunyai pengaruh politis?
- Siapa yang memiliki dan mengawasi alat-alat kuasa (lembaga-lembaga hukum, polisi,
tentara)? Peranan konstitusi?
b. Ekonomi:
- Siapa yang diuntungkan oleh tata dan kebijakan ekonomi itu? Siapa yang dirugikan?
- Apa akibat-akibat dari cara prduksi dan konsumsi bagi lingkungan hidup dan alam?
- Nilai-tradisi dan lambang manakah yang dianut dan diandalkan oleh masing-masing
golongan masyarakat?
- Nilai, ideologi dan “mitos” manakah yang menentukan politik dan ekonomi?
§ Apakah ada ketegangan atau pertentangan antara satu bidang dengan bidang lainnya?
§ Apakah terdapat gejala ke arah konflik dan masalah yang harus dihadapi di masa
depan?
9. Meninjau dimensi historis dari semua hasil analisis di atas, misalnya dengan bertanya:
- Bagaimana keadaan sekarang bisa diterangkan secara historis? Apakah ada periode,
peristiwa-peristiwa dan saat-saat peralihan yang sangat penting?
- Apakah ada perubahan-perubahan besar dalam tahun-tahun terakhir ini? Apakah ada
dinamika perkembangan tertentu dalam masing-masing bidang atau masyarakat
keseluruhan?
- Ke arah masa depan tendensi apa saja yang terasa dan sudah tampak?
- Apa kiranya akan terjadi sepuluh tahun lagi kalau keadaan dewasa ini diteruskan saja
dan tidak berubah?
10. Menyusun sekedar rangkuman hasil analisis, misalnya dengan merumuskan sejumlah
tesis pokok (masing-masing 1-3 kalimat), yang merupakan semacam “hukum-hukum
umum” (prinsip-prinsip yang dalam kenyataannya menentukan) di belakang keadaan atau
masalah yang diselidiki. Tepat tidaknya tesis-tesis itu perlu ditinjau kembali terus
menerus apakah sungguh berdasarkan dan sesuai dengan fakta dan data yang sudah
dikumpulkan.
11. Meninjau kembali dan menyoroti secara kritis premis-premis nilai yang diutarakan
oleh para peserta kelompok dalam tahap kedua. Dalam hubungan ini perlu diperiksa dan
dibahas bersama-sama, dengan memperhatikan hasil analisis, apakah nilai-nilai itu
memang “berguna, berarti, masuk akal dan dapat diwujudkan”. Sebagai titik tolak dapat
diajukan pertanyaan seperti misalnya:
Dari pertanyaan semacam itu akan timbul sejumlah keprihatinan manusiawi (yang
seharusnya menantang orang-orang beriman untuk merumuskan keprihatinan iman
mereka).
Berdasarkan refleksi itu, kelompok mencari kesepakatan tentang nilai dan tujuan konkret
yang hendak dipegang dan diperjuangkan bersama-sama (usaha ini merupakan refleksi
teologis kalau dijalankan berdasarkan iman).
Keputusan: apa yang bisa dibuat? Apa yang akan kita buat?
12. Menarik beberapa kesimpulan tentang apa yang ingin dan bisa diusahakan secara
perorangan atau bersama-sama. Seberapa konkret kesimpulan itu, memang sangat
tergantung dari bentuk analisis yang diadakan, yaitu apakah pertama-tama sebagai latihan
ataukah sebagai usaha nyata dari suatu kelompok yang hidup atau bekerja bersama.
Dalam menyusun suatu kebijakan atau program kerja perlu diperhatikan “apa yang yang
dapat dijangkau”, mengingat bermacam-macam halangan dan hambatan yang selalu ada.
Perlu juga perencanaan dengan strategi yang hendak ditempuh, prioritas-prioritas serta
operasionalisasi dari semua itu.