Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang berikim tropis dengan tingkat curah
hujan cukup tinggi serta keadaan topografi yang beranekaragam menunjukkan
karakteristik yang khas diantara negara – negara tropis yang lain. Tingginya curah
hujan di Indonesia mengakibatkan tanah di Indonesia mempunyai tingkat
eosivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan dampak erosi yang
cukup besar. Oleh karena itu, untuk menanggulangi bahaya erosi perlu dilakukan
usaha – usaha konservasi tanah dan air. Dengan tindakan konservasi tanah dan air
ini, diharapkan stabilitas tanah tetap terjaga, tersedia cukup air bagi tanaman
sehingga produktivitas tanaman dapat optimal. Konservasi tanah dan air adalah
suatu tindakan untuk melindungi fungsi tanah dan air yang meliputi usaha
pemanfaatan tanah dan air secara efisien, pengelolaan tanah dan air, serta
penanganan masalah yang berkaitan dengan tanah dan air. Pada prinsipnya, usaha
konservasi tanah dan air juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan
yang seimbang.
Perkebunan teh merupakan salah satu usaha konservasi tanah yang
menguntungkan, selain dapat menghasilkan produk daun teh dapat, tanaman teh
dapat dijadikan pula sebagai penghambat terjadinya erosi. Tanaman teh dapat
tumbuh pada kemiringan lahan di atas 15 % pada ketinggian 200 – 2000 m dpl
dengan penanaman yang rapat dan sejajar kontur membuat air hujan yang jatuh
tidak langsung mengenai tanah sehingga besarnya tingkat erosi menjadi sangat
kecil. Manfaat dan fungsi perkebunan teh bila ditinjau dari aspek ekologi yaitu
dapat berfungsi sebagai konservasi tanah dan air, dapat meningkatkan infiltrasi air
dan mengurangi volume aliran permukaan (Run off).
Untuk mengetahui besarnya potensi erosi pada perkebunan teh perlu
dilakukan pengamatan dan perhitungan. Metode yang digunakan dalam
menghitung besarnya potensi erosi tersebut menggunakan metode USLE. Selain

1
itu juga dilakukan pengamatan dan evaluasi usaha – usaha pengendalian erosi
yang sudah dilakukan oleh perkebunan untuk menurunkan laju erosi.

1.2 Tujuan
Kerja praktek ini bertujuan untuk memprediksi besarnya potensi erosi dan
mengetahui serta melakukan evaluasi terhadap usaha – usaha pengendalian erosi
yang diterapkan di perkebunan teh Ciater PTPN VIII.

1.3 Manfaat
Melalui kerja praktek ini, mahasiswa akan mengetahui permasalahan –
permasalahan di lapangan yang tekait dengan konservasi tanah dan air di
perkebunan teh Ciater PTPN VIII serta merumuskan langkah – langkah dalam
penyelesaiannya. Selain itu, mahasiswa juga diberi kesempatan untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah untuk menyelesaikan
permasalahan – permasalahan mengenai konservasi tanah dan air di perkebunan
teh Ciater PTPN VIII.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Umum Tanaman Teh


Tanaman teh adalah tanaman subtropik yang telah sejak lama dikenal
dalam peradaban manusia. Selama bertahun – tahun digunakan dua istilah oleh
para ahli botani, yaitu Camelia theifera. Sekarang terdapat keseragaman nama
ilmiah tanaman teh yaitu Camelia sinensis (Djoehana, 1986).
Tanaman teh (Camlia sinensis) termasuk dalam familia Theaceae dapat
tumbuh dengan baik di daerah tropik dan sub tropik dengan menuntut cukup sinar
matahari dan hujan sepanjang tahun. Tanaman teh dapat tumbuh sampai
ketinggian 6 – 9 meter dan di perkebunan – perkebunan biasanya ketinggian
tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 meter tinggi dengan
pemangkasan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pemetikan
daun dan agar diperoleh tunas – tunas daun yang cukup banyak. Tanaman teh
umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara terus menerus setelah umur 5 tahun.
Dengan pemeliharaan yang baik, tanaman teh dapat memberi hasil daun teh yang
cukup besar selama 40 tahun. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah – daerah
dengan ketinggian antara 200 – 2000 meter di atas permukaan laut
(Siswoputranto, 1978).
Menurut Zuhdi (1997), tanaman teh sangat cocok tumbuh di Indonesia
karena iklim dan lingkungan di Indonesia sangat mendukung untuk
membudidayakan teh yang merupakan tanaman sub tropis. Daerah yang paling
berpotensi untuk membudidayakan teh adalah daerah pegunungan atau dataran
tinggi. Pegunungan atau dataran tinggi biasanya memiliki curah hujan yang lebih
teratur sepanjang tahun sehingga tidak akan terjadi kekurangan air. Selain itu,
intensitas penyinaran matahari di daerah yang tinggi juga sangat menunjang untuk
pertumbuhan tanaman teh.

3
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Teh
2.2.1 Curah Hujan
Tanaman teh menghendaki daerah yang curah hujan rata – rata per
tahunnya antara 2500 mm atau paling tidak 2000 mm. Tanaman teh yang ditanam
di dataran rendah sangat mmbutuhkan hujan terutama pada musim kemarau
(Muljana, 1989). Tanaman teh sangat tidak tahan terhadap daerah yang panas dan
kering. Daerah yang basah dengan distribusi curah hujan yang merata per
tahunnya sangat mendukung pertumbuhan tanaman teh (Nazaruddin dan Paimin,
1993).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam bercocok tanam teh adalah
ketersediaan air yang mencukupi. Teh merupakan tanaman sub tropis yang dapat
tumbuh dengan baik pada daerah basah dimana curah hujan rata – rata sepanjang
bulannya mencapai 60 mm. Kebutuhan air yang tidak terpenuhi dengan baik akan
memengaruhi hasil produksi teh (Adisewojo, 1983).

2.2.2 Tinggi Tempat


Tanaman teh akan tumbuh dengan baik apabila ditanam pada ketinggian
antara 400 – 2000 m dpl (dataran tinggi), dengan begitu diperkirakan nantinya
tanaman teh akan cukup kuat menghadapi musim kemarau yang agak panjang.
Faktor ketinggian tempat inilah yang bisa memengaruhi kualitas teh yang
dihasilkan. Semakin tinggi daerah yang digunakan, maka kualitas tanaman teh
yang dihasilkan juga akan semakin baik. Selain itu, faktor ketinggian tempat juga
dapat memengaruhi jumlah serangan dari hama teh yang disebut helopeltis.
Semakin tinggi daerah yang digunakan maka hama yang akan menyerang
tanaman teh akan jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan hama yang
menyerang tanaman teh yang ditanam di daerah yang lebih rendah
(Muljana,1989).
Pada kebun teh yang memiliki ketinggian antara 400 – 800 meter di atas
permukaan laut memerlukan adanya tanaman pelindung. Hal ini dikarenakan pada
ketinggian tersebut intensitas cahaya matahari sangat besar sehingga melebihi
kebutuhan tanaman teh. Intensitas cahaya matahari yang tinggi juga akan

4
menyebabkan peningkatan suhu lokal dan akan menurunkan kelembaban udara
setempat. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman teh bahkan dapat
mematikan tanaman teh jika berlangsung secara teus menerus. Selain
menggunakan pohon pelindung, pengurangan intensitas cahaya matahari juga
dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa yang juga berfungsi untuk
melindungi lapisan tanah (Zuhdi, 1997).
Berdasarkan ketinggian tempat, kebun teh di Indonesia dibagi menjadi 3
daerah yaitu : (1) dataran rendah, sampai 800 m dpl ; (2) dataran sedang, 800 –
1200 m dpl; dan dataran tinggi, lebih dari 1200 m dpl. Perbedaan ketinggian
tempat menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan kualitas teh (Sukarja, 1983).

2.2.3 Temperatur
Secara fisis temperatur atau suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat
gerakan molekul benda, makin cepat gerakan molekul maka makin tinggi
suhunya. Suhu dapat juga didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda.
Temperatur atau suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur
berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang
biasa digunakan adalah derajat celcius (0C). Suhu udara dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah jumlah radiasi matahari yang diterima,
pengaruh ketinggian tempat, ada atau tidaknya penutup tanah (vegetasi), pengaruh
panas laten dan pengaruh datang sinar matahari (Kartasapoetra, 1991).
Tanaman teh yang meupakan tanaman sub tropis dapat tumbuh dengan
baik pada daerah yang berudara sejuk dengan temperatur yang berkisar antara 13 0
– 250C. Tinggi rendahnya temperatur suatu tempat dipengaruhi oleh intensitas
penyinaran matahari serta ada tidaknya angin. Pada kondisi temperatur di atas
300C, tanamant teh tidak dapat tumbuh dengan baik karena suhu yang berlebihan
dapat merusak struktur luar dari tanaman teh. Suhu udara yang sangat rendah akan
menghambat proses biologis pada tanaman teh sehingga menghambat
pertumbuhan tanaman teh (Arifin, 1992).
Sinar matahari juga memengaruhi suhu udara. Semakin banyak sinar
matahari, maka semakin tinggi suhu udara. Apabila suhu udara mencapai 30 0C,

5
maka pertumbuhan teh akan terhambat. Oleh sebab itu, kebun – kebun di daerah
rendah (400 – 800 mdpl) perlu dilakukan penanaman pohon pelindung sementara.
Pohon pelindung tersebut nantinya akan berfungsi sebagai penyaring dan
pengurang intensitas matahari, sehingga suhu udara menurun dan kelembaban
relatif udara meningkat. Disamping itu, pemberian mulsa dihamparkan pada
permukaan tanah dengan jumlah yang cukup yaitu 20 ton bahan segar per hektar
menurunkan suhu tanah yaitu dengan sendirinya menurunkan suhu udara di
atasnya. Suhu udara yang tinggi dapat merusak akar, terutama akar – akar yang
berada di lapisan bagian atas (Zuhdi, 1997).

2.2.4 Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya uap air yang ada di udara. Kelembaban
nisbi adalah kelembaban relative (relative humadity) atau sering dikenal dengan
sebutan RH, yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah
maksimum uap air yang dikandung panas atau temperatur tertentu yang
dinyatakan dalam persen. Angka kelembaban relative 0 – 100%, dimana 0%
artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air maka
akan terjadi titik – titik air. Kelembaban dipengaruhi oleh letak lintang, musim,
dan juga oleh adanya pohon – pohon pelindung, terutama apabila pohon –
pohonnya rapat (Kartosapoetra, 1991).
Tanaman teh memerlukan kelembaban udara sekurang – kurangnya 70%
pada siang hari. Jika kelembaban udara kurang dari 70%, maka pertumbuhan
tanaman teh akan terganggu (Arifin, 1992).
Sebagai tanaman yang berasal dari daerah sub tropis, tanaman teh di
Indonesia menghendaki udara sejuk. Suhu udara yang sejuk bagi tanaman teh
adalah suhu harian yang berkisar antara 13 – 25 0C yang diikuti oleh cahaya yang
cerah dan kelembaban relative pada siang hari tidak kurang dari 70%. Tanaman
teh akan berhenti perkembangannya apabila suhu di bawah 13 0 C dan diatas 300 C
serta kelembaban relative kurang dari 70% (Zuhdi, 1997).

6
2.2.5 Kecepatan Angin
Teh merupakan tanaman yang memerlukan kondisi udara yang sejuk. Teh
memerlukan penyinaran matahari yang merata sepanjang hari. Pada daerah yang
mendapatkan penyinaran berlebih perlu ditanam pohon pelindung untuk
mengurangi pengaruh sinar matahari yang berlebih (Siswoputranto, 1978).
Tanaman teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki tiupan
angin yang tidak begitu kencang. Tiupan angin yang terlalu kencang dan
berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan daun tanaman teh rontok dan juga
menurunkan kelembaban udara setempat. Untuk mengatasi efek dari tiupan angin
tersebut dapat digunakan Wind Breaker berupa pohon pelindung (Muljana, 1989).
Angin yang bertiup kencang dapat menurunkan kelembaban nisbi sampai
30%, meskipun hanya berpengaruh sedikit terhadap kelembaban tanah lapisan
bawah. Angin dapat pula memengaruhi kelembaban udara serta penyebaran hama
dan penyakit. Kecepatan angin berkisar antara 2-6 knot (Zuhdi, 1997).

2.2.6 Tanah
Tanah merupakan medium alam tempat tumbuhnya tumbuhan dan
tanaman yang tersusun dari bahan – bahan padat, cair, dan gas. Bahan penyusun
tanah dapat dibedakan atas partikel mineral, bahan organik, jasad hidup, air dan
gas. Bagi kehidupan tanaman, tanah mempunyai fungsi sebagai tempat berdiri
tegak dan pertukaran hara antara tanaman dengan tanah, sebagai penyediaan dan
gudangnya air bagi tanaman. Lapisan tanah yang menyusun profil tanah terbentuk
diatas suatu bahan induk. Bahan induk merupakan material yang membentuk
tubuh tanah di atasnya. Tubuh tanah yang terbentuk tersebut dinamakan solum
atau regolit (Basri, 1994).
Tanah adalah suatu sistem bumi yang bersama dengan sistem bumi yang
lain, yaitu air alami dan atmosfer menjadi inti fungsi, perubahan dan kemantapan
ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup,
merupakan kimia lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi kemanusiaan
(James, 1995). Tanah merupakan hasil pengalihragaman bahan mineral dan
organik yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor –

7
faktor lingkungan yang bekerja selama selang waktu sangat panjang dan berubah
menjadi suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertarikan (Schroeder,
1984).
Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang terbentuk dari pelapukan
batuan. Tanah berpengaruh terhadap produksi tanaman teh walaupun pengaruhnya
tidak begitu besar seperti iklim. Tanaman teh yang merupakan tanaman sub tropis
pada prinsipnya hanya dapat tumbuh dengan subur pada beberapa jenis tanah saja.
Jenis tanah yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman teh adalah tanah
gembur. Tanah gembur memiliki tekstur yang lembut dan struktur yang berongga
sehingga memungkinkan bagi tanaman teh untuk bisa bertahan hidup pada musim
kering dab memungkinkan meresapnya air dengan mudah pada musim penghujan
(Kosasih, 1982).
Tanah digambarkan sebagai laboratorium kimia dari alam ini. Di dalam
tanah terjadi berbagai penguraian kimia dan reaksi – reaksi sintetis secara
tersembunyi. Tanah adalah suatu benda alam yang tersusun dari unsur – unsur
hewani, mineral, dan bahan organik yang dibedakan kedalaman horizon –
horizonnya, dengan kedalaman yang dapat dibedakan dari bahan – bahan di
bawahnya dalam hal morfologi, sifat-sifat fisik,kimia,dan biologi (Sarief,1983).
Jenis tanah yang cocok untuk teh adalah andosol, latosol, dan regosol.
Namun, teh dapat juga dibudidayakan di tanah podsollik (ultisol), gley humik,
litosol, dan aluvial. Teh menyukai tanah dengan lapisan atas yang tebal, struktur
remah, berlempung sampai berdebu, gembur. Derajat keasaman tanah (pH)
berkisar antara 4,5 – 6,0 (Sukarja, 1983).
Tanaman teh akan sangat baik pada tanah gembur. Pada tanah lempung,
perakaran teh tidak akan masuk sampai ke dalam tanah sehingga pada musim
kemarau dapat mati kekeringan. Sedangkan pada musim hujan,tanaman teh juga
akan menderita karena tergenang air (Muljana, 1989). Tanah yang bersolum tipis
dan berbatu yang telah mengalami erosi lanjut tidak mendukung produksi
tanaman teh (Nazaruddin dan Paimin, 1993). Kedalaman solum tanah minimal
yang dibutuhkan adalah 1,5 m (Kosasih, 1982).

8
Jenis tanah seperti lempung berpasir, andosol, podzolik merah, lempung
berat (heavy clay), dan tanah vulkanis muda cocok untuk tanaman teh. Di
Indonesia, tanah yang paling sesuai untuk tanaman teh adalah tanah andosol.
Hampir 52% perkebunan di Indonesia mempunyai jenis tanah andosol
(Nazaruddin dan Paiman, 1993).
Untuk membantu pertumbuhan tanaman teh, tanah dapat diberikan humus.
Pemberian humus jangan sampai memberikan pH yang terlalu basa. Tanaman teh
sesuai pada tanah yang mempunyai pH maksimal 5,5 (Adisewojo, 1982). Tanah
yang terlalu asam atau terlalu basa kurang baik untuk tanaman teh (Nazaruddin
dan Paiman, 1993).

2.3 Pengertian Konservasi Tanah dan Air


Teknik konservasi tanah dan air (Soil and Water Conservation
Engineering) adalah satu bidang kajian dalam program studi teknik pertanian
yang menerapkan prinsip-prinsip keteknikan guna mengatasi masalah pengaturan
tanah dan air. Tujuan dari pengelolaan tanadan air adalah untuk menjaga
kelestarian lahan sehingga fungsi lahan sebagai sarana produksi, penyangga
hidrologi serta pendukung kondisi sosial ekonomi tetap berjalan dengan baik.
Masalah keteknikan di bidang konservasi tanah dan air meliputi (Sukirno,2001) :
1) Pengendalian erosi
2) Irigasi dan drainasi
3) Pengendalian banjir
4) Konservasi lengas tanah
5) Pengembangan sumber daya air
6) Kekeringan
7) Tanah longsor, dll.
Dalam ilmu agronomi, konservasi tanah dan air diartikan sebagai usaha
untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menganalisa kerugian – kerugian
yang ditimbulkan oleh faktor – faktor yang menyebabkan kerusakan kesuburan
tanah. Secara garis besar, usaha konservasi tanah dan air bertujuan untuk
mengurangi kegiatan pengikisan pada lereng atau tebing dan dasar permukaan

9
tanah, mengurangi terjadi erosi parit yang lebih lanjut dan mengembalikan
produktivitas lahan yang tererosi berat sebelumnya. Secara umum ada tiga cara
pendekatan pengendalian erosi yang dapat dilakukan yang dapat menunjang satu
sama lain yaitu cara vegetatif, cara mekanis, dan cara kimia (Basri, 1994).
Teknik konservasi tanah seperti pembuatan kontur, teras, penanaman
dalam strip, penanaman penutup tanah, penggunaan pupuk yang tepat, dan
drainase dalam literatur sering dijabarkan sebagai teknik yang melindungi atau
memperbaiki tanah pertanian secara keseluruhan, akan tetapi perlu ditekankan
bahwa teknik – teknik tersebut dapat efektif apabila penggunaan lahannya sudah
cocok. Tidak ada agroteknologi yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan tidak ada teknik konservasi tanah yang dapat mencegah erosi
kalau kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian (Arsyad, 2000).
Salah satu upaya konservasi tanah yang bertujuan untuk mengembalikan
kesuburan tanah karena pengaruh hujan berlebihan yang menyebabkan tanah
menjadi asam adalah dengan pengapuran. Selain itu, perbaikan drainasi juga dapat
membantu terjadinya proses pengasaman tanah oleh air hujan. Pada lahan miring,
untuk mencegah erosi, dapat dilakukan dengan membuat teras-teras maupun
usaha konservasi secara biologis. Pembuatan teras yang dianjurkan adalah teras
datar (bila kemiringan <3%), teras kredit pada lahan yang sulit menyerap air (bila
kemiringan 3-10%), teras gulud (bila kemiringan >10%). Usaha konservasi secara
biologis dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah, rumput
pakan ternak, pergiliran tanaman yang cocok, atau penanaman tanaman penguat
teras (Kuswandi, 1993).
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air.
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk
pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi
banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Metode
konservasi tanah dapat dibagi menjadi tiga golongan utama yaitu metode
vegetatif, metode mekanis, dan metode kimia (Arsyad, 1989).
Konservasi air merupakan hal yang penting dalam mengatasi kekurangan
air. Pada prinsipnya, konservasi air bertujuan untuk menambah jumlah air yang

10
masuk ke dalam tanah dan membuat pemanfaatan air tersebut lebih baik. Tanah
yang sering mengalami kekurangan air adalah tanah-tanah yang mempunyai regim
kelembaban tanah aridic, ustic, dan xeric. Dalam mengatasi masalah pengawetan
air, dapat dilakukan tiga pendekatan dasar yaitu melalui konservasi oresipitasi
alami di daerah sub humid dan arid, pemindahan kelebihan air pada lahan yang
kelebihan air, penambahan air untuk mendukung presipitasi alami (Foth, 1998).

2.4 Erosi dan Metode USLE


Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkatnya tanah atau bagian
– bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Erosi oleh air
merupakan hasil dari pengaruh timbal balik antara tenaga memecah (dispersi) air
hujan dan tenaga angkut (transportasi) dari aliran permukaan dan sifat – sifat fisik
hujan dan sifat – sifat tanahnya. Selain itu, juga terdapat hubungan timbal balik
antara erosi yang terjadi dengan sifat – sifat tanah, tata guna lahan, dan sifat fisik
permukaan tanah (Hudson, 1975).
Proses terjadinya erosi dapat dibedakan menjadi beberapa tahap
diantaranya (Bennet, 1950) :
1. Tahap pengelupasan (detachment), adalah tahap pelepasan agregat tanah
menjadi partikel atau butir primer oleh energi tetesan (droplet) hujan yang
jatuh atau perendaman oleh air yang tergenang.
2. Tahap pengangkutan (transportation), adalah pengangkutan butir – butir
primer tersebut oleh air aliran permukaan (runn off).
3. Tahap pengendapan (sedimentation), adalah pengumpulan butiran –
butiran tanah yang terbawa air pada tempat tertentu.
Erosi merupakan peristiwa pindahnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Adapun beberapa tipe erosi
diantaranya adalah (Arsyad, 2006) :
1. Erosi Lembar (Sheet erosion), merupakan pengangkutan lapisan tanah
yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah.

11
2. Erosi Alur (Rill erosion), merupakan peristiwa pengangkutan tanah dair
alur-alur tertentu pada permukaan tanah, yang merupakan parit-parit kecil
dan dangkal.
3. Erosi Parit (Gully erosion), proses terjadinya hampir sama dengan erosi
alur, hanya saja alur yang terbentuk sudah sangat besar sehingga sulit
untuk melakukan perbaikan.
4. Erosi tebing (River bank erosion), merupakan pengikisan tanah pada
tebing – tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.
Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh
Wischmeir dan Smith (1987) merupakan metoda yang paling umum digunakan
untuk memprakirakan besarnya erosi. Istilah universa atau “umum” ini
menunjukkan bahwa persamaan atau metoda tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan
kondisi iklim yang berbeda. Metode USLE menggunakan persamaan A = R K LS
C P untuk menunjukkan besarnya erosi yang diperoleh dari perkalian faktor –
faktor yang berkaitan dengan curah hujan, jenis tanah, panjang dan kemiringan
lereng, system tanam dan tindakan konservasi tana dan air yang diterapkan di
daerah kajian (Ashdak, 2001).
Menurut Wischmeier dan Smith (1958) bahwa rumus pendugaan erosi
(Universal soil Loss Equation) yang berlaku untuk tanah-tanah di Amerika Serikat
banyak pula digunakan di Negara lain di Indonesia. Rumus tersebut ialah sebagai
berikut :
A = R. K. LS. C. P....................................................... (1)
Dimana : A = jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/acre/tahun)
R = indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K = indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS = faktor panjang (L) dan curam (S) lereng
C = faktor tanaman (vegetasi)
P = faktor usaha-usaha pencegahan erosi

12
BAB III
METODE

3.1 Data yang Dibutuhkan


1. Data keadaan geologis dan jenis tanah.
2. Data vegetasi, keadaan iklim, topografi, tanah, sumber air, tata guna lahan,
dan kondisi sosial ekonomi.
3. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat hujan di wilayah
kerja.
4. Data produksi di perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII.
5. Usaha konservasi tanah dan air yang telah diterapkan di perkebunan
Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII.
6. Panjang dan kemiringan lereng pada salah satu blok di perkebunan teh
Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII sebagai sampel.

3.2 Pengumpulan Data


1) Data Primer
Data primer diperoleh dengan metode :

a) Metode Survei
Dengan cara memberikan pertanyaan kepada pembimbing, petugas
bagian yang berwenang, maupun operator yang sedang bertugas.

b) Metode Observasi
Dengan cara melakukan pengamatan, pengujian dan pencatatan
secara sistematis terhadap data yang diperoleh.

2) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari buku-buku, laporan, referensi atau literatur-
literatur lain yang berada di luar instansi tersebut.

3.3 Analisa Data


1. Menentukan erosivitas hujan bulanan (Rm) dan hujan tahunan (Ry) :

13
1,36
a) Erosivitas curah hujan bulanan : Rm = 2,21(Rb) …………….
(2)

Dimana: Rm = erosivitas hujan bulanan


Rb = curah hujan bulanan (cm)

b) Erosivitas curah hujan tahunan : Ry = ∑ Rm …………….... (3)

Dimana: Ry = erosivitas hujan tahunan


Rm = curah hujan bulanan
2. Menghitung K (Erodibilitas tanah) :
1,14 −4
100 K = 2,173 M 10 (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)…….. …….
(4)
Dimana :
M = Parameter Ukuran butir tanah (indeks tekstur tanah)
(% pasir sangat halus dan % debu)
a = % bahan organik
b = kode struktur tanah
c = klas permeabilitas profil tanah
3. Menghitung Faktor LS :

LS = √ Is(0,0138+0 ,00965 s+0,00138 s2 ) …………………………….


(5)
Dimana :
s = kemiringan lereng
Is = panjang lereng (m)
4. Mencari nilai tetapan C (indeks pengelolaan tanaman)
5. Mencari nilai tetapan P (indeks konservasi tanah)
6. Menghitung besarnya nilai dugaan erosi berdasarkan metode USLE
7. Mengklasifikasikan tingkat bahaya erosi wilayah tersebut
8. Evaluasi usaha – usaha penanggulangan erosi secara tepat di daerah
tersebut.

14
BAB IV
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN, KONDISI ALAM SETEMPAT,
BUDIDAYA, DAN PENGOLAHAN TEH

4.1 Deskripsi Umum Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII


4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Perkebunan Ciater PTPN VIII
Perusahaan perkebunan milik negara di Jawa Barat dan Banten merupakan
perusahaan yang berasal dari perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda
pada masa penjajahan Belanda. Perusahaan perkebunan Belanda didirikan
tepatnya sebelum Perang Dunia I yaitu berupa perusahaan Perkebunan Kopi,
Kina, kemudian pada tahun 1915 mulai menanam teh. Setelah meluas tanaman
teh, maka pada tahun 1920 – 1922 mulai mendirikan pabrik teh Ciater dan
dioperasikan pada tahun 1937 yang mempunyai kapasitas 900 ton teh kering
setahun. Pada tahun 1950, orang – orang Belanda harus meninggalkan Indonesia,
maka perusahaan diambil alih oleh kerajaan Inggris yang terkenal dengan nama P
& T Land PT (Pamanukan dan Tjiasem Land) yang berkaqntor pusat di Subang.
Dalam periode 1960 – 1963 terjadi penggabungan perusahaan dalam
lingkup PPN-Lama dan PPN-Baru menjadi PPN Kesatuan Jawa Barat I, PPN
Kesatuan Jawa Barat II, dan PPN PPN Kesatuan Jawa Barat III, PPN Kesatuan
Jawa Barat IV, dan PPN Kesatuan Jawa Barat V. Selanjutnya selama periode
1963 – 1968 diadakan reorganisasi dengan tujuan agar pengelolaan perkebunan
lebih tepat guna, dibentuk PPN Aneka Tanaman VII, PPN Aneka Tanaman VIII,
PPN Aneka Tanaman IX, dan PPN Aneka Tanaman X yang mengelola tanaman
teh dan kina, serta PPN Aneka Tanaman IX dan PPN Aneka Tanaman XII yang
mengelola tanaman karet. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perusahaan, pada periode 1968 – 1971, PPN yang ada di Jawa Barat digabungkan
menjadi tiga Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) meliputi 68 kebun, yaitu :
1. PNP XI berkedudukan di Jakarta (24 perkebunan), meliputi perkebunan –
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman X, dan PPN Aneka Tanaman XI.

15
2. PNP XII berkedudukan di Bandung (24 perkebunan) , meliputi beberapa
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XI, PPN Aneka Tanaman XII,
sebgian eks PPN Aneka Tanaman VII, dan PPN Aneka Tanaman VIII.
3. PNP XIII berkedudukan di Bandung (20 perkebunan), meliputi beberapa
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XII, eks PPN Aneka Tanaman IX,
dan PPN Aneka Tanaman.
Sejak Tahun 1971, PNP XI, PNP XII, dan PNP XIII berubah status
menjadi Perseroan Terbatas (Persero). Dalam rangka restrukturisasi BUMN
Perkebunan, mulai 1 April 1994 sampai dengan tanggal 10 Maret 1996,
pengelolaan PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII
digabungkan di bawah manajemen PTP Group Jabar. Selanjutnya tanggal 11
Maret 1996, PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII
dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) berdasarkan PPRI No 13
tahun 1996. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) didirikan dengan Akta
Notaris Harun Kamil, SH No.41 Tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan oleh
Menteri Kehakiman RI dengan SK Nomor C2-8336.HT.01.01.TH.96 tanggal 8
Agustus 1996 sebagai tindak lanjut. Perkebunan Ciater merupakan salah satu dari
24 perkebunan teh yang berada di bawah naungan BUMN PTP Nusantara VIII
(Persero), terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat dengan jarak sekitar 30 km
dari kota Bandung. Pabrik baru dibangun pada tahun 1990 di atas tanah seluas
20.000 meter persegi dengan ketinggian 1050 meter di atas permukaan laut
dengan suhu rata – rata 18 sampai 25 derajat Celcius (Sumber PTPN VIII,2007).
Perkebunan Ciater mulai membudidayakan teh pada tahun 1915. Di
perkebunan Ciater cara pengembangan bibit teh menggunakan stek daun karena
dengan stek daun pengembangbiakannya lebih baik. Dengan cara ini klon – klon
teh yang dijadikan bibit sangat terkontrol mutunya. Selain itu, bibit dapat dibuat
secara besar – besaran , dan untuk mendapatkan bibit hanya memerlukan waktu
yang singkat. Budidaya tanaman teh ikut menentukan kualitas teh yang
diproduksi.

16
4.1.2 Tujuan Serta Visi dan Misi Perkebunan Ciater PTPN VIII
Perkebunan teh Ciater didirikan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan
teh baik untuk kebutuhan domestik ataupun untuk kebutuhan ekspor melalui
usaha di bidang perkebunan dan pengolahan teh. Adapun Visi dan Misi
Perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII adalah sebagai berikut:
 Visi : Menjadikan perusahaan agribisnis global yang dipercaya
mengutamakan kepuasan pelanggan dan kepedulian lingkungan dengan
berlandaskan kepada mutu dan produktivitas tinggi serta didukung oleh
SDM yang profesional.
 Misi : Memenuhi harapan pelanggan serta memacu pertumbuhan mereka
melalui penyediaan produk PTPN VIII yang bermutu dan senantiasa
berkembang dengan lestari sesuai dengan prinsip “Good Cooperate
Govermance” (GCG) yang dilaksanakan oleh peronel yang handal.

4.1.3 Struktur Organisasi Perkebunan Ciater PTPN VIII


PT. Perkebunan Nusantara VIII meupakan salah satu perusahaan negara
yang berpusat di jalan Sindang Sirna no 4 Bandung dan mengusahakan berbagai
komoditas perkebunan seperti teh, kina, kakao, kelapa sawit, kelapa dsb. Struktur
organisasi merupakan susunan manajemen dalam suatu instansi yang menyangkut
hubungan tanggung jawab , kedudukan, dan wewenang masing – masing pihak
yang ada dalam manajemen tersebut dan memiliki hubungan yang bersifat vertikal
maupun horizontal. Dalam struktur organisasi perkebunan Ciater, terjadi
pemisahan fungsional dalam manajemennya. Struktur organisasi perkebunan
Ciater dapat dilihat pada gambar 4.1.

17
18
4.2. Deskripsi Wilayah
4.2.1 Lokasi dan Wilayah Kerja Perkebunan Ciater PTPN VIII
Perkebunan Ciater merupakan salah satu dari 24 perkebunan teh di bawah
PT. Perkebunan Nusantara VIII yang terletak di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Jalan Cagak dan Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang Provinsi Jawa
Barat. Jarak dari kota Bandung sekitar 30 km, sedangkan jarak dari kota Subang
sekitar 26 km.
Wilayah kerja perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nusantara VIII Jawa
Barat terbagi dalam lima afdeling yang tersebar di 12 desa dan 2 kecamatan.
Adapun afdeling tersebut adalah :
 Afdeling Ciater I : Komoditi Teh
 Afdeling Ciater II : Komoditi Teh
 Afdeling Ciater III : Komoditi Teh
 Afdeling Ciater IV : Komoditi Teh
 Afdeling Ciater V : Komoditi Teh, Kina, dan Sawit
Wilayah afdeling II sendiri dibagi menjadi 20 wilayah kerja blok antara lain blok
Cibuntu, Cimuja, Pasir Halimun, Pasir Datar, Tenjo Laut, Pasir Ipis, Panghegar,
Sela Batu, Citiis I, Citiis II, Dayang Sumbi, Sulanjana I, Sulanjana II, Pada Waas
I, Pada Waas II, Puncak, Neglasari, Pasir Tengah I, Pasir Tengah II, dan blok
Sukadani.

4.2.2 Keadaan Lingkungan Perkebunan Ciater PTPN VIII


4.2.2.1 Luas Areal Perkebunan
Perkebunan Ciater yang sebagian besar tanahnya merupakan tanah andosol
memiliki areal konsesi seluas 3.773,625 ha yang terbagi dalam 5 wilayah afdeling
dimana masing – masing afdeling terbagi lagi kedalam beberapa blok kebun . Dari
luas total lahan yang dimiliki tidak semuanya berupa areal perkebunan, namun
ada yang berupa hutan, tanah cadangan, areal reboisasi, dan emplasemen. Luas
dan ketinggian tiap afdeling dapat dilihat pada tabel 4.1.

19
Tabel 4.1 Luas Areal dan Ketinggian Tiap Afdeling
Wilayah Luas (ha) Ketinggian (m dpl) Jumlah Blok
Afdeling I 598,043 1100 – 1500 22
Afdeling II 430,522 1100 – 1380 20
Afdeling III 1.125,577 940 – 1100 23
Afdeling IV 361,594 720 – 1050 19
Afdeling V 1.261,889 450 - 1100 15
Sumber : Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII, 2006

4.2.2.2 Karakterisitik Iklim


Perkebunan Ciater terletak pada daerah yang memiliki ketinggian antara
450 – 1500 meter di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan rata – rata selama
14 tahun terakhir adalah 4251 mm dengan hari hujan rata – rata mencapai 225 hari
pertahun. Temperatur harian berkisar antara 20 0C – 26 0C. Pada malam hari udara
terasa sangat dingin dengan kabut tebal yang sering datang secara tiba –
tiba.Kelembaban relatif berkisar antara 77% - 91 % , sedangkan penyinaran
matahari berkisar antara 20 % - 80 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut
Schmidt – Ferguson, wilayah Ciater memiliki iklim basah. Hal tersebut
didasarkan pada pembagian antara jumlah rata – rata bulan kering dengan jumlah
rata – rata bulan basah, dimana hasilnya sekitar 0,2. Hal tersebut menandakan
bahwa jumlah basah dalam satu tahun jauh lebih besar dari pada bulan kering.

4.2.2.3 Topografi
Perkebunan Ciater PT. Perkebunan Nuantara VIII memiliki wilayah yang
termasuk ke dalam satuan morfologi kaki gunung Tangkuban Perahu bagian utara
dan terletak di bagian selatan kecamatan Jalan Cagak kabupaten Subang dengan
kondisi tanahnya berupa tanah Andosol. Pada umumnya, topografi di perkebunan
Ciater menunjukkan adanya pegunungan berbukit dengan permukaan relief
sedang yang mencerminkan bentuk aliran dan terdiri dari endapan lava yang telah
lapuk. Berdasarkan pengukuran langsung menggunakan abney level (pada
beberapa blok) diperoleh variasi nilai kemiringan dari suatu lereng berkisar antara
0 % - 47 % sehingga wilayahnya dapat dikelompokkan menjadi lima kategori

20
yaitu daerah datar, daerah landai, daerah agak curam, daerah curam, dan daerah
sangat curam. Klasifikasi kemiringan lahan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kategori Kemiringan Lahan
Kelas Kemiringan (%) Kategori
1. 0–8 Daerah Datar
2. 8 – 15 Daerah Landai
3. 15 – 25 Daerah Agak Curam
4. 25 – 45 Daerah Curam
5. > 45 Daerah Sangat Curam
Sumber : Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII, 2006
4.2.2.4 Kondisi Tanah
Tanah yang terdapat pada perkebunan ciater merupakan tanah hasil
pelapukan batu vulkanik, mengandung fragmen pasir, kerikil, dan pecahan lava,
berwarna kecoklatan, merah kehitaman dan coklat kekuningan dengan butiran
halus, bersifat lembab, gembur, dan mudah digali serta porositasnya sedang
hingga tinggi. Jenis tanah yang terdapat di Perkebunan Ciater sebagian besar
berupa tanah andosol dan tanah latosol dalam jumlah kecil. Jenis tanah andosol
banyak dijumpai pada daerah yang memiliki ketinggian di atas 1000 mdpl
sedangkan tanah latosol banyak dijumpai pada daerah yang memiliki ketinggian
kurang dari 1000 mdpl. Tanah andosol dicirikan oleh warna yang kelam (coklat
sampai hitam) dan memiliki sifat fisik antara lain strukturnya remah, daya
pengikat air tinggi, dan sangat gembur. Tanah andosol memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi (9 – 30 %) karena merupakan tanah vulkanik dan biasanya
tanah andosol banyak terdapat di daerah sekitar gunung berapi.
Tanah andosol di Perkebunan Ciater memiliki kandungan lempung 14 %,
debu 63 %, dan pasir 23 %. Dengan kandungan tersebut, tanah andosol
mempunyai daya pengikatan air yang baik karena kandungan debu lebih
mendominasi dari pada kandungan lempung. Tanah Andosol selalu jenuh air jika
tertutup vegetasi, gembur, mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi
sehingga mudah diolah, mudah menyerap air dan menyimpannya dalam lengas
tanah, mempunyai solum yang dalam, tekstur tanah sedang, struktur remah,
kandungan bahan organik tinggi, dan subur sehingga tanaman teh dapat tumbuh

21
dengan baik dan berproduksi pada jenis tanah ini. Sifat fisik tanah andosol dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Tanah latosol memiliki ciri – ciri antara lain warnanya kemerahan,
teksturnya lempung dan geluh, strukturnya gumpal dan gembur. Jika terkena
hujan, tanah latosol akan menjadi lengket tetapi pada kondisi kering tanah latosol
akan menjadi keras dan pecah – pecah. Jenis tanah latosol memiliki lapisan solum
kurang dari 50 cm, yang merupakan lapisan bahan induk dengan pecahan batuan
yang telah mengalami pelapukan intensif dan bagian bawahnya terdapat batuan
induk pejal yang mengakibatkan kandungan bahan organik sangat rendah (3–
10%), warna konistensinya bervariasi. Tanah latosol memiliki pH berkisar antara
4,5 – 5,5 sehingga dapat digolongkan sebagai tanah yang cukup asam. Tanah
latosol yang terdapat di Perkebunan Ciater adalah tanah latosol coklat yang
memiliki ciri – ciri berupa kadar humus rendah dan mudah menurun, miskin akan
unsur hara, stuktur tanah gembur, permeabilitas tanah agak cepat, mudah
merembeskan air, daya menahan air cukup baik, dan tahan terhadap erosi (Sumber
: PTPN VIII, 2008).

22
Tabel 4.3 Sifat Fisik Tanah Andosol
Sifat Fisik Tanah Hasil annalisis Kreteria

Bobot isi (g/cm3) 0,85


59,28
Kandungan Air Tanah jenuh (%
berat)
Kandungan Air Tanah(% volume) 57 Kurang Mantap
Total Porositas (%) 67
Indeks Stabilitas Agregat 43
Tektur (%)
- Pasir 23
Lempung Berdebu
- Debu 63
- Lempung 14
Kandungan Bahan Organik (%) 9
Klas Permeabilitas (cm/jam) 12 - 20 Cepat
Tebal Solum Tanah (cm) >90 Dalam
Sumber : Laboratorium Tanah dan Agroklimat PPTK Gambung, 2002.

4.2.2.5 Vegetasi
Secara umum vegetasi di Perkebunan Ciater dapat dibedakan menjadi
empat yaitu vegetasi campuran, vegetasi di sekitar perkebunan, vegetasi tegalan
di luar perkebunan, dan vegetasi lahan pekarangan. Vegetasi campuran berupa
tanaman campuran yang tumbuh di sekitar areal perkebunan atau di luar
perkebunan yang sebagian besar berupa tanaman buah seperti buah durian,
nangka, nenas, jambu, dan rumput – rumputan. Vegetasi di sekitar perkebunan
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu vegetasi binaan yang terdiri dari kebun
campuran, ladang, dan tanaman pekarangan serta vegetasi liar yang berupa
belukar, rumput, semak, dan hutan. Vegetasi tegalan sebagian besar berupa
tanaman palawija seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, tomat,
pepaya, terong, mentimun, kol, kubis, dan cabe. Vegetasi pekarangan berupa
tanaman yang bernilai ekonomis yang biasanya didominasi dari jenis tanaman
hias.

23
4.2.2.6 Hidrologi
Secara umum daerah Ciater dan sekitarnya terletak di dalam suatu sistem
pengelolaan DPS (Daerah Pengaliran Sungai) Cipalasari, Cinunuk, Dawuan, dan
Cipabelan. Kawasan daerah Ciater dan sekitarnya terdiri dari beberapa DAS yang
merupakan daerah resapan bagi ketersediaan air tanah dan aliran permukaan (run
off). Hal ini merupakan sumber daya air permukaan yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan. Wilayah yang terletak di sekitar daerah aliran sungai di
Ciater akan teresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi guna mengisi lengas
tanah dan sebagian akan tertahan pada cekungan di permukaan tanah atau akan
membentuk aliran permukaan. Air yang berada di dalam tanah membentuk aquifer
dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dengan produktivitas yang
sedang dan keterusan sangat beragam, debit muka air tanah atau mata air
mencapai lebih dari 100 liter/detik serta debit sumur kurang dari 5 liter/detik.
Saluran drainase yang ada telah terhubung ke berbagai sungai dan dipisahkan oleh
pematang pemisah air (water shed).

4.2.2.7 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk


Sebagian besar penduduk Ciater mengandalkan sektor perkebunan dan
pariwisata sebagai mata pencaharian mereka. Masyarakat setempat banyak yang
bekerja di perkebunan teh sebagai karyawan tetap ataupun sebagai buruh lepas di
perkebunan tersebut. Selain itu, mereka juga banyak bekerja pada sektor
pariwisata seperti hotel ataupun objek wisata alam. Secara ekonomi, kehidupan
penduduk di Ciater tergolong sejahtera, karena ketersediannya lapangan kerja
yang menyerap cukup banyak tenaga kerja terutama sektor perkebunan dan
pariwisata.

24
4.3 Budidaya Tanaman Teh di Perkebunan Ciater PTPN VIII
4.3.1 Pembibitan

Tanaman teh dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau stek daun. Di
perkebunan Ciater, pembibitan yang bertujuan untuk mendapatkan bibit unggul
umunya dilakukan dengan cara stek daun. Dengan stek daun akan diperoleh
bibit tanaman teh dengan kualitas yang terjamin mutunya. Metode ini mulai
diterapkan sejak tahun 1915 (sejak pertama kali the dibudidayakan).
Perkembang biakan secara stek daun akan menghasilkan bibit yang berkualitas
tinggi, sebab klon-klon teh yang dijadikan bibit sangat terkontrol mutunya.
Selain itu pembibitan melalui stek daun dapat dilakukan secara besar-besaran
dan untuk mendapatkan bibit dalam jumlah besar memerlukan waktu yang
relatif singkat jika dibandingkan dengan cara generatif. Pembibitan stek daun
teh perlu penanganan yang cermat dan pengawasan yang intensif. Hal penting
yang perlu dipersiapkan agar proses pembibitan berjalan dengan baik adalah
perlu dipilih tempat yang sesuai untuk proses pembibitan. Tempat yang ideal
untuk pembibitan adalah yang bertopografi landai, terbuka, dekat dengan
sumber air atau pada tempat yang tidak sulit untuk mendapatkan air serta
tempat tersebut mendapatkan intensitas penyinaran yang mencukupi.

4.3.1.1 Pembibitan Stek Daun


Stek ditanam di dalam polibag berisi media tanah yang telah diayak
sehingga tanah benar – bear bersih serta diberi pupuk PK Belerang dan
Basamid/Vavam dimana sebelumnya telah diperam selama kurang lebih tiga
minggu. Polibag ini disusun di dalam bedengan yang terletak di dalam
naungan pembibitan.
a. Bahan tanaman
Bahan tanaman berupa ranting stek diambil berumur 4-5 bulan setelah
pangkas, mulai berkayu, panjang dan berwarna coklat. Posisi ranting stek
tegak lurus (vertikal). Ranting stek berasal dari induk yang ditanam di
kebun induk (Multiplication plant, MP).Panjang tangkai stek 3-4 cm

25
dipotong miring 450 ke arah luar dan memiliki 1 helai daun.Jumlah stek
dari stekres antara 2-5 stek/stekres diambil dari batas pangkal ranting yang
berwarna coklat sampai daun ke tiga dari peko (pucuk/tunas yang sedang
tumbuh aktif). Stek direndam di dalam larutan Dithane M-45 15-25
gram/liter selama 1-2 menit.
b. Media stek
Media yang digunakan dalam melakukan pembibitan secara stek adalah
menggunakan tanah yang memiliki struktur gembur, sedikit berliat, pH 4,5
- 5,5, bebas nematoda dan sisa akar/tanaman. Diperlukan dua macam tanah
yang akan digunakan sebagai media stek yaitu 2/3-3/4 bagian lapisan
tanah atas (top soil) untuk mengisi bagian bawah polibag ukuran 12 x 25
cm dan 1/4-1/3 bagian lapisan tanah bawah (sub soil) untuk mengisi
bagian atas polibag. Sebelum digunakan dalam melakukan stek, tanah
disaring dengan saringan 1-2 cm. Tanah difumigasi Dithane M-45 dengan
dosis 300-400 gram/m3 tanah. Dithane dicampur merata pada tanah saat
dimasukkan ke polibag. Jika pH tanah terlalu tinggi, keasaman
ditingkatkan dengan tawas sebanyak 1/2-1 kg/m3 bersama dengan
pemberian Dithane M-45.
c. Pemupukan dasar
Hanya diberikan pada tanah lapisan atas: SP-36 dan KCl masing-masing
sebanyak 500 gram/m3 tanah.
d. Pengisian tanah ke polibag
Untuk pengisian tanah ke polibag, setengah bagian bawah polibag 12 x 25
cm diberi 5-6 lubang dengan diameter 0,5-1 cm. Setelah itu 2/3-3/4 bagian
lapisan tanah atas (top soil) diisikan kebagian bawah polibag, 1/2-1/3
bagian lapisan tanah bawah (sub soil) diisikan kebagian atas. Tanah
diusahakan dalam kondisi kering dan polibag disusun di dalam bedengan
(1 m bedengan untuk 156-168 polibag).
e. Penanaman stek
Satu hari sebelum tanam, bedengan disiram air.Buat lubang tanah 2-3 cm.
Tanamkan stek di lubang tanam dengan posisi daun tegak, searah dan

26
tidak saling tindih.Padatkan tanah di sekitar stek.Siram bedengan dan
tutupi dengan selimut plastik, ujungnya ditimbun tanah sehingga
membentuk parit.Pelihara 3 bulan dalam kelembaban 90%.
f. Pembuatan naungan pembibitan
Ukuran naungan pembibitan adalah 3 x 2,5 m atau 4,5-2,5 m dengan tinggi
2 m. Setengah bedengan terbuat dari bilik dan bagian atasnya ditutup
jarang dengan wide. Pasang reng bambu di bagian atas bangunan ini dan
tutup dengan rerumputan sehingga cahaya matahari yang masuk sekitar
25% pada 3-4 bulan pertama.Lebar bedengan 90-100 cm, tinggi 15 cm dan
panjang sesuai kebutuhan dan kondisi lapangan.Rangka sungkup terbuat
plastik dengan tinggi lengkungan 60-70 cm.

4.3.1.1 Pemeliharaan Pembibitan


a. Pengaturan intensitas matahari
1. 0-3 bulan: 25-30%, naungan tertutup seluruhnya.
2. 4-5 bulan: 30-40%, atap diperjarang.
3. 6-7 bulan: 50-75%, atap lebih diper jarang lagi.
4. 7-12 bulan: 90-100%, atap diperjarang.
5. > 1 tahun: 90-100%, atap terbuka sampai dibuka.
b. Penyiraman dilakukan bila perlu.
c. Pemupukan dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan pupuk
daun Bayfolan 15 cc/15 liter air atau larutan urea 10-20 gram/liter, 1-2
minggu sekali.
d. Pengendalian hama penyakit
Penegndalian hama menggunakan cairan gadung yang disemprotkan ke
tanaman. Fungsinya adalah menjadikan hama yang tadinya fertil menjadi
steril (mandul).
e. Seleksi bibit dilakukan pada umur 6 bulan.

27
4.3.2 Pengolahan Media Tanam
4.3.2.1 Persiapan
a. Persiapan lahan
Karena lahan baru merupakan konversi dari hutan, semak atau lahan
pertanian lain, maka perlu dilakukan survey dan pemetaan tanah yang
datanya akan menunjang pembuatan peta kebun dan perlengkapannya,
pembuatan fasilitas air dan juga jalan.
b. Pembongkaran pohon dan tanggul
Pohon dibongkar sampai akarnya dengan menggunakan takel berkekuatan
3-5 ton, atau dimatikan dulu dengan arborisida sebelum dibongkar.
c. Pembersihan lahan (babad) di musim kemarau.
Dilakukan setelah pembongkaran selesai, sampah dibuang ke tempat yang
tidak ditanami teh dan jangan dibakar.
d. Pembersihan gulma (nyasap) di musim kemarau.
Tanah diolah dengan cangkul sedalam 5-10 cm untuk membersihkan
gulma.
e. Pengolahan tanah
1. Tanah dicangkul sedalam 60 cm sampai gembur dan biarkan 2-3
minggu.
2. Olah kembali sedalam 40 cm.
3. Lakukan pengukuran dan pematokan sehingga terbentuk petakan
20 x 20 m.
f. Pembuatan jalan
Lebar jalan kebun cukup 1 meter.
g. Pembuatan selokan drainase menurut kemiringan dan letak jalan kebun.

28
4.3.2.2 Pembukaan Lahan
Lahan yang digunakan terdiri atas lahan tempat tumbuh tanaman teh tua yang
populasinya masih cukup banyak 30-50%.
a. Pembongkaran pohon pelindung
Pohon dibongkar bersama akarnya.
b. Pembongkaran tanaman teh tua
Untuk lahan yang landai dapat dilakukan dengan pencabutan dengan tekel,
tetapi jika kemiringan > 30% perdu dimatikan dengan bahan kimia
arborisida.
c. Sanitasi lahan
Untuk menghindari penyakit cendawan akar yang berasal dari tanaman tua
dilakukan penanaman rumput Guatemala selama 2 tahun atau Fumigasi
dengan metil bromil sebanyak 0,25 kg/10 m2 lahan. Tutup lahan dengan
lembaran plastik dan alirkan fumigan, biarkan 2 minggu. Lahan
dikeringanginkan 2 minggu.
d. Pengolahan tanah
Untuk pengolahan tanah sama seperti pada bagian persiapan tanaman
(bagian 4.3.2.1 Persiapan bagian e).

4.3.3 Teknik Penanaman


4.3.3.1 Penentuan Pola Tanam
Sebelum dibuat lubang tanam, lahan diajir sesuai dengan jarak tanam yang
akan dipakai dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Datar sampai dengan 15%: jarak tanam 120 x 90 cm; jumlah 9.260 pohon;
penanaman baris tunggal lurus
b. Kemiringan 15-30%: jarak tanam 120 x 75 cm; jumlah 11.110 pohon;
penanaman baris tunggal lurus
c. Kemiringan 30%: jarak tanam 120 x 60 cm; jumlah 13.888 pohon;
penanaman sesuai kontur
d. Batas tertentu: jarak tanam 120 x 60 x 60 cm; jumlah 18.500 pohon;
penanaman baris berganda

29
4.3.3.2 Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm.

4.3.3.3 Cara Penanaman


Pertama masukkan pupuk dasar ke dalam lubang yaitu 11 gram urea, 5
gram TSP dan kg KCl. Jika pH tanah > 6, masukkan belerang murni 10-15
gram. Jika bibit berasal dari stump biji, maka bibit yang ditanam telah
berumur 2 tahun, panjang akar 30 cm, tinggi batang 20 cm. Stump ditanam
tegak lurus lalu padatkan tanah di sekitar batang. Ratakan tanah, jangan
sampai terjadi cekungan di sekitar batang.
Jika bibit berasal dari stek maka langkah pertama adalah dengan
menyobek polibag bagian bawah dan bagian sisi. Kemudian ujung polibag
bawah ditarik ke bagian atas sehingga tanaman terbuka lalu masukkan ke
dalam lubang tanam, timbun dan padatkan tanah di sekeliling batang. Polybag
ditarik hati-hati melalui tajuk tanaman lalu ratakan tanah, jangan sampai
terjadi cekungan di sekitar batang.
Tanaman pelindung sementara dan tetap sangat diperlukan jika teh
ditanam di dataran rendah. Tanaman pelindung sementara adalah Crotalaria
sp.dan Tephrosis sp. yang ditanam di antara 2 barisan tanaman teh.
Penanaman dilakukan dengan biji setelah teh ditanam.Tanaman pelindung
tetap ditanam jika pelindung sementara sudah tidak bisa dipertahankan (2-3
tahun). Tanaman pelindung tetap ditanam 1 tahun sebelum teh ditanam berupa
Albizia falcata, A. sumatrana, A. procera, A. chinensis, Leucaena glabrata, L.
glauca, Erythrina subumbrans, Gliricida maculata, Acacia decurens.

30
4.3.4 Pemeliharaan Tanaman
4.3.4.1 Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman mati diganti tanaman baru dengan bibit yang sama,
penyulaman dimulai dua minggu setelah tanam sampai dua bulan menjelang
kemarau. Bibit sulaman yang diperlukan pada tahun pertama adalah 10% dan
tahun kedua 5%. Pada tahun ke tiga, tanaman teh mulai menghasilkan
(Tanaman Menghasilkan/TM).
4.3.4.2 Pembubunan
Pembubunan adalah penambahan nutrisi terhadap tanah dengan
memanfaatkan dedaunan pohon teh yang jatuh dan membusuk. Selain dari
pupuk anorganik, cara ini juga menjadikan tanaman teh mendapatkan pupuk
organik yang berasal dari pembusukan daun teh yang jatuh.
4.3.4.3 Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu pengelolaan tanah yaitu
memberikan unsur-unsur hara ke tanah dalam jumlah yang cukup, sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan daya
dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Dosis pemupukan (kg/ha/tahun) untuk tanaman yang belum menghasilkan
(TBM) :

a. Bahan organik top soil < 5%:


1. Umur tanam 1 tahun:
- Andosol/Regosol: N=100; P2O5= 60; K2O=40; MgO=0
- Latosol/Podsolik : N=100; P2O5=50; K2O=50; MgO=0
2. Umur tanam 2 tahun:
- Andosol/Regosol: N=150; P2O5=60; K2O=40; MgO=20
- Latosol/Podsolik : N=150; P2O5=75; K2O=75; MgO=40
3. Umur tanam 3 tahun:
- Andosol/Regosol: N=200; P2O5=75; K2O=50; MgO=20
- Latosol/Podsolik : N=175; P2O5=75; K2O=75; MgO=40
b. Bahan organik top soil 5-8%:

31
1. Umur tanam 1 tahun:
- Andosol/Regosol: N=80; P2O5= 50; K2O=30; MgO=0
- Latosol/Podsolik : N=80; P2O5=40; K2O=40; MgO=0
2. Umur tanam 2 tahun:
- Andosol/Regosol: N=120; P2O5=50; K2O=30; MgO=20
- Latosol/Podsolik : N=120; P2O5=60; K2O=60; MgO=30
3. Umur tanam 3 tahun:
- Andosol/Regosol: N=150; P2O5=60; K2O=50; MgO=30
- Latosol/Podsolik : N=160; P2O5=60; K2O=60; MgO=30

c. Bahan organik top soil >8%:


1. Umur tanam 1 tahun:
- Andosol/Regosol: N=70; P2O5= 50; K2O=20; MgO=0
- Latosol/Podsolik : N=70; P2O5=30; K2O=30; MgO=0
2. Umur tanam 2 tahun:
- Andosol/Regosol: N=100; P2O5=50; K2O=30; MgO=20
- Latosol/Podsolik : N=110; P2O5=50; K2O=50; MgO=25
3. Umur tanam 3 tahun:
- Andosol/Regosol: N=130; P2O5=60; K2O=40; MgO=20
- Latosol/Podsolik : N=140; P2O5=50; K2O=50; MgO=25

4.3.5 Hama dan Penyakit


4.3.5.1 Hama
a. Helopeltis
Serangga dewasa seperti nyamuk, menyerang daun teh dan ranting muda.
Akibat dari hama ini dapat mengakibatkan rusaknya ranting dan daun
muda. Bagian yang diserang akan berwarna coklat kehitaman dan
mengering. Serangan pada ranting dapat menyebabkan kanker cabang.
Pengendalian: pemetikan dengan daur petik 7 hari, pemupukan berimbang,
sanitasi, mekanis, predator Hierodula dan Tenodera, Insektisida nthio 330

32
EC, Carbavin 85 WP, Mitac 200 EC, Pyretoid Carbonat, dan
Organophosphate.
b. Ulat jengkal (Hyposidra talaca, Ectropis bhurmitra, Biston suppressaria)
Ulat berwarna hitam atau coklat bergaris putih, menyerang daun muda,
pucuk dan daun tua, serangan dapat di kebun atau persemaian. Daun yang
diserang bergigi/berlubang. Pengendalian: membersihkan serasah dan
gulma, pemupukan berimbang dan insektisida Lannate 35 WP, Lannate L.
c. Ulat penggulung daun (Homona aoffearia)
Ulat berukuran 1-2,5 cm menyerang daun teh muda dan tua. Daun
tergulung dan terlipat. Pengendalian: cara mekanis, melepas musuh hayati
seperti Macrocentrus homonae, Elasmus homonae, insektisida Ripcord 5
EC.
d. Ulat penggulung pucuk (Cydia leucostoma)
Ulat berukuran 2-3 cm berada di dalam gulungan pucuk teh. Pengendalian:
cara mekanis, hayati dengan melepas musuh alami Apanteles dan
insektisida Bayrusil 250 EC, Dicarbam 85 S, Sevin 85S.
e. Ulat api (Setora nitens, Parasa lepida, Thosea)
Ulat berbulu menyerang daun muda dan tua, tanaman menjadi berlubang.
Pengendalian: cara mekanis, hayati dengan melepas parasit dan insektisida
Ripcord 5 EC dan Lannate L.
f. Blister Blight
Sering menyerang pada tunas-tunas muda sehingga banyak yang mati,
mengakibatkan produksi menurun menyerang pada saat musim penghujan.
Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida
g. Tungau (myte)
Berukuran 0,2 mm berwarna jingga, menyerang daun teh tua di bagian
permukaan bawah. Terdapat bercak kecil pada pangkal daun, tungau
membentuk koloni di pangkal daun, Lalu serangan menuju ujung daun,
daun mengering dan rontok. Pengendalian: (1) cara mekanis, pengendalian
gulma, pemupukan berimbang, predator Amblyseius, (2) insektisda Dicofan
460 EC, Gusadrin 150 WSC, Kelthane 200 EC, Omite 570 EC.

33
4.3.5.2 Penyakit
a. Cacar teh
Penyebab: jamurExobasidium vexans. Menyerang daun dan ranting muda.
Gejala: bintik-bintik kecil tembus cahaya dengan diameter 0,25 mm, pada
stadium lanjut pusat bercak menjadi coklat dan terlepas sehingga daun
bolong. Pengendalian: mengurangi pohon pelindung, pemangkasan sejajar
permukaan tanah, pemetikan dengan daur pendek (9 hari), penanaman
klon tanah cacar PS 1, RB 1, Gmb1, Gmb 2, Gmb 3, Gmb 4, Gmb 5,
fungisida.
b. Busuk daun
Penyebab: jamur Cylindrocladum scoparium. Gejala: daun induk
berbercak coklat dimulai dari ujung/ketiak daun, daun rontok, setek akan
mati. Pengendalian: mencelupkan stek ke dalam fungisida. Jika
persemaian terserang semprotkan benomyl 0,2%.
c. Mati ujung pada bidang petik
Penyebab: jamurPestalotia tehae. Sering menyerang klon TRI 2024.
Gejala: bekas petikan berbercak coklat dan meluas ke bawah dan
mengering, pucuk baru tidak terbentuk. Pengendalian: pemupukan tepat
waktu, pemetikan tidak terlalu berat, fungisida yang mengandung
tembaga.
d. Penyakit akar merah anggur
Di dataran rendah 900 meter dpl terutama tanah Latosol. Penularan
melalui kontak akar. Penyebab: jamur Ganoderma pseudoferreum. Gejala:
tanaman menguning, layu, mati. Pengendalian: membongkar dan
membakar teh yang sakit, menggali selokan sedalam 60-100 cm di
sekeliling tanaman sehat, fumigasi metil bromida atau Vapam.
e. Penyakit akar merah bata
Penyebab : Jamur Proriahy polatertia. Di dataran tinggi 1.000-1.500 meter
dpl. Ditularkan melalui kontak akar, Gejala: sama dengan penyakit akar
merah anggur. Pengendalian: sama dengan penyakit akar merah anggur.
f. Penyakit akar hitam

34
Penyebab: jamur Rosellinia arcuata di daerah 1.500 meter dpl dan R.
bunodes di daerah 1.000 meter dpl. Gejala: daun layu, menguning, rontok
dan tanaman mati, terdapat benang hitam di bagian akar, di permukaan
kayu akar terdapat benang putih (R. arcuata) atau hitam (R. bunodes).
Pengendalian: sama dengan penyakit akar umumnya.
g. Jamur akar coklat jamur kanker belah, jamur leher akar, jamur busuk akar ,
jamur akar hitam
Menyerang akar. Pengendalian: sama dengan penyakit akar umumnya.

4.3.5.3 Gulma
Gulma merupakan tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh
pada tempat yang tidak dikehendaki karena menyebabkan terjadinya
persaingan unsur hara, air, cahaya matahari, ruang dan adanya zat alelopati
yang dapat menurunkan produktivitas tanaman pokok. Gulma yang tumbuh
disekitar tanaman pokok dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman
pokok karena terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara, sinar
matahari, air, udara dan toxin (zat racun) yang dikeluarkan oleh beberapa
jenis gulma dapat terserap oleh tanaman. Gulma juga dapat menyebabkan
penurunan mutu hasil produksi akibat dari tercampurnya tanaman pokok
dengan benih atau bahan lainnya dari gulma. Selain itu gulma juga dapat
mempengaruhi mikroklimat yang dapat mempercepat perkembangan hama
dan penyakit.
Dewasa ini penggolongan gulma lebih didasarkan pada ciri
morfologisnya yaitu golongan gulma daun sempit dan daun lebar. Golongan
gulma daun lebar yang banyak mengganggu tanaman teh antara lain:
Mikania micranta, M.cordata, Melatoma malabathricum dan Eupatorium
odobratum. Sedangkan dari golongan gulma daun sempit adalah :
Imperatacylindrical. Paspalum conjugatum dan Axonopos compresus.
Penggolongan gulma berdasarkan daur lingkaran hidup dapat
dibedakan menjadi :

35
1. Gulma setahun/semusim (annual), contohnya yaitu Ageratum
conyzoides- babadotan.
2. Gulma dua tahun (biannual), contohnya Mimosa invosa-putri
malu.
3. Gulma tahunan (perenial), contohnya Chromolaena odorata–
kirinyuh.

a. Pengendalian gulma di areal TBM

Pengendalian gulma di areal TBM (Tanaman Belum mnghasilkan) dapat


dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu cara mekanis dan cara kimia. Cara
mekanis dilakukan dengan mencabut gulma, memotong gulma di permukaan dan
di bawah tanah. Sedangkan cara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida
pra tumbuh Goal 2E (1-2 L/ha), Caragard 70 WP (2-3 kg/ha), Simazine (2-3
kg/ha), Sencor 70 WP (0,5-1,0 kg/ha).

b. Pengendalian gulma di areal TM


Pengendalian gulma di areal TM (Tanaman menghasilkan) dilakukan
secara mekanis, kimia dan dengan melaksanakan kultur teknis. Cara mekanis
dilakukan dengan mencabut gulma, memotong gulma di permukaan dan di bawah
tanah. Cara kimia dilakukan dengan menggunakan herbisida pra tumbuh seperti
Karmex 70 WP (1-1,5 kg/ha), Nitrox 70 WP (1-1,5 kg/ha), Caragard 80 WP (2-3
kg/ha) atau Goal 2E (1-2 L/ha).Kultur teknis dilakukan dengan melakukan
pemetikan rata agar tajuk menutup tanah, penyulaman intensif dan pemulsaan.
Perkembangan gulma dapat terjadi secara generatif maupun dengan cara
vegetatif. Dengan cara generatif yaitu berkembang biak melalui biji,
perkembangbiakan dengan cara generatif biasanya hanya terjadi pada gulma
semusim. Sedangkan perkembangbiakan dengan cara vegetatif yaitu berkembang
biak melalui batang yang menjalar (rhizome dan stolon).

4.3.6 Panen
4.3.6.1 Ciri dan Umur Panen

36
Pada tanaman teh, panen berarti memetik pucuk/daun teh muda yang
berkualitas dalam jumlah sebesar-besarnya dengan memperhatikan kestabilan
produksi dan kesehatan tanaman. Tanaman memasuki saat dipetik setelah
berumur 3 tahun. Daun yang dipetik adalah:
1. Peko ( Pucuk/tunas yang sedang tumbuh aktif ).
2. Burung ( Pucuk/tunas yang sedang istirahat ).
3. Kepel ( Daun kecil yang terletak di ketiak daun tempat ranting
tumbuh ).

4.3.6.2 Cara Panen


Saat ini di Perkebunan Ciater PTPN VIII telah diterapkan sistem
pemanenan secara mekanis dan semi-mekanis. Pemanenan secara semi – mekanis
menggunakan sebuah alat yang terdiri atas gunting dan bak penampung yang
digunakan untuk memotong pucuk teh, sedangkan mekanis menggunakan mesin
pemetik teh. Berikut gambar dari pemanenan secara meknis dan semi-mekanis.

Gambar 4.2 Pemanenan secara mekanis

37
Gambar 4.3 Pemanenan secara semi-mekanis
4.3.6.3 Macam dan Rumus Petik.
Rumus petik tersebut digunakan karena berhubungan erat dengan mutu teh
yang dihasilkan. Petikan kasar akan memberikan mutu yang kurang baik
dibandingkan dengan petikan medium ataupun petikan halus. Rumus petik
merupakan jenis petikan berdasarkan jumlah daun. Rumus petik dibedakan
menjadi :
a) Rumus : p+1
Artinya satu ranting peko dipetik pucuknya yang terdiri dari kucup peko
dan satu helai daun dengan meninggalkan satu helai tua dan kepel di
rantingnya.
b) Rumus : p+2 dan b+1
Untuk rumus b+1 artinya dari satu ranting peko dipetik pucuknya yang
terdiri dari kuncup burung dan satu helai daun muda masih menggulung
dengan meninggalkan kepel dan satu helai daun tua di ranting.
c) Rumus : p+3 m
Artinya satu rantai peko dipetik pucuknya yang terdiri dari kuncung
peko dan tiga helai daun muda, dan meninggalkan satu helai daun tua
dan kepel di rantingnya.

38
d) Rumus : p+4 m
Yang dipetik peko dan empat helai daun muda dengan meninggalkan
kepel dan satu helai daun tua.

4.3.6.4 Periode Panen


Panjang pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh umur dan
kecepatan pembentukan tunas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman.
Pucuk teh dipetik dengan periode antar 6-12 hari. Pemetikan teh dimulai pada hari
ke 6 awal bulan dengan periode waktu 15 hari sekali, jadi tanaman teh akan
dipanen lagi saat hari ke 6 bulan tersebut.

4.4 Produksi dan Pengolahan Teh di Perkebunan Ciater PTPN VIII

4.4.1 Produksi Teh Perkebunan Ciater


Produktivitas tanaman teh Perkebunan Ciater secara umum mengalami
fluktuasi produksi yang tidak tentu. Hal ini terjadi karena pengaruh banyak faktor
yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman teh di di perkebunan Ciater.
Produktivitas tanaman teh perkebunan Ciater kebun afdeling II dapat dilihat pada
tabel 4.4
Tabel 4.4 Produktivitas Teh Tahunan Perkebunan Ciater (Ton/ha)
Tahun Produktivitas Tahun Produktivitas
1994 2,144 2002 2,120
1995 2,455 2003 2,330
1996 2,571 2004 2,498
1997 1,878 2005 2,587
1998 2,329 2006 2,370
1999 2,806 2007 2,407
2000 2,105 2008 2,310
2001 2,477 2009 2,507
Sumber : Perkebunan Ciater PTPN VIII, 2009
4.4.2 Proses Pengolahan Teh Hitam Perkebunan Ciater
Langkah pertama dalam proses pembuatan teh hitam adalah proses
Pelayuan. Pada proses ini menggunakan kotak untuk melayukan daun (Whithering
trought), merupakan kotak yang diberikan kipas untuk menghembuskan angin ke

39
dalam kotak. Proses ini mengurangi kadar air dalam daun teh sampai 70%.
Pembalikan pucuk 2 - 3 kali untuk meratakan proses pelayuan. Proses berikutnya
adalah Penggilingan. Tujuannya adalah untuk memecah sel-sel daun, agar proses
fermentasi dapat berlangsung secara merata. Pada proses ini, daun teh
dihancurkan (tidak sampai halus) agar sel – sel daun pecah dan mengeluarkan air
yang ada di dalam daun (semakin banyak air maka kandungan polyphenol akan
semakin banyak dan teh yang akan dihasilkan akan semakin baik). Proses
selanjutnya adalah oksidasi Setelah proses penggilingan selesai daun teh di
tempatkan di meja dan enzim didalam daun teh akan memuali oksidasi karena
bersentuhan dengan udara luar. Ini akan menciptakan rasa dan warna teh. Proses
ini berlangsung sekitar 0,5 sampai 2 jam. Proses terakhir adalah
pengeringan.Menggunakan ECP drier (Endless Chain Pressure drier) & Fluid bed
drier. Kadar air produk yang dihasilkan 3 - 5 % .

40
BAB V
PEMBAHASAN DAN TUGAS KHUSUS
POTENSI EROSI DAN USAHA – USAHA KONSERVASI TANAH DAN
AIR

5.1Menghitung Potensi Erosi dengan Metode USLE


5.1.1 Menentukan Erosivitas Hujan Bulanan (Rm) danTahunan (Ry)
Hujan (R) merupakan nilai/bilangan yang menyatakan besarnya potensi
dari hujan untuk menyebabkan erosi dalam periode waktu tertentu. Pada
penggunaan metode USLE, nilai erosi yang akan dihitung adalah prediksi erosi
tahunan yang terjadi di kebun afdeling II perkebunan teh Ciater dan telah
disediakan data curah hujan bulanan yang merupakan hasil perhitungan nilai
curah hujan rata – rata selama 10 tahun terakhir. Nilai curah hujan bulanan (Rb)
dapat dihitung dengan menjumlahkan nilai curah hujan harian (Rh) selama satu
bulan. Nilai curah hujan bulanan ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai
erosivitas hujan bulanan (Rm) dengan menggunakan rumus Rm = 2,21 (Rb) 1,36
dari nilai erosivitas hujan bulanan ini kita dapat menentukan nilai erosivitas hujan
tahunan (Ry) dengan menjumlahkan nilai erosivitas hujan bulanan. Berdasarkan
perhitungan maka besarnya nilai Ry yaitu 67618,01 mm/tahun.

5.1.2 Menentukan Nilai K (Erodibilitas Tanah)


Faktor erodibilitas tanah (K) merupakan nilai kepekaan suatu jenis tanah
terhadap daya penghancuran dan penghanyutan air hujan. Faktor – faktor yang
memengaruhi kepekaan tanah yaitu sifat fisik tanah yang meliputi tekstur tanah,
struktur tanah, dan daya permeabilitas tanah. Selain sifat fisik, sifat kimia tanah
juga berpengaruh terhadap besarnya nilai erodibilitas tanah. Sifat tekstur tanah
meliputi komposisi atau jenis tanahnya dan juga bentuk strukturnya. Tanah
dengan tekstur kasar seperti pasir tahan terhadap erosi karena memiliki butir –
butir yang besar (kasar) sehingga memerlukan lebih banyak tenaga untuk
mengangkutnya. Tekstur halus seperti liat tahan terhadap erosi karena daya rekat

41
yang kuat sehingga gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah yang paling
peka terhadap erosi adalah debu dan pasir halus. Oleh karena itu, makin tinggi
kandungan debu dalam tanah akan menyebabkan tanah makin peka terhadap erosi.
Selain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bentuk struktur juga merupakan
bagian dari nilai erodibilitas tanah. Bentuk struktur tanah yang membulat
(granuler, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan daya serap
tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah dan aliran permukaan menjadi
kecil, sehingga erosi juga kecil. Struktur tanah yang mantap tidak akan mudah
hancur oleh pukulan – pukulan air hujan, sehingga akan tahan terhadap erosi.
Sebaliknya, struktur tanah yang tidak mantap sangat mudah terpecah oleh pukulan
air hujan menjadi butir – butir halus sehingga menutupi pori – pori tanah.
Akibatnya, infiltrasi air terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti
erosi juga akan meningkat.
Tanah pada afdelling II perkebunan teh Ciater adalah jenis tanah andosol.
Tanah ini memiliki kandungan bahan organik (a) sebesar 9% (table 4.3 sifat fisik
tanah andosol), klas struktur tanah yang granuler dengan kode 2 (table klas tanah
ada di lampiran 3), klas permeabilitasnya termasuk sedang – cepat berdasarkan
kode permeablilitas tanah (lampiran 4. Kode permeabilitas tanah), dan tanah
andosol termasuk jenis sandy loam dengan nilai M 2160 (lampiran 2. Tabel
ukuran butir tanah).
Tanah yang memiliki indeks erodibilitas tanah tinggi merupakan tanah
yang peka atau mudah tererosi dan tanah dengan erodibilitas rendah merupakan
tanah yang resisten atau tahan terhadap erosi. Nilai K dapat dihitung berdasarkan
pendekatan persamaan empiris yaitu :
100K = 2,173M1,14 10-4 (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)
100K = 2,173 x (2160)1,14 x 10-4 x (12-9) + 3,25 (2-2) + 2,5 (2-3)
K = 0.01625

5.1.3 Menentukan faktor LS


Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat erosi suatu lahan. Erosi akan meningkat

42
apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin
curam maka kecepatan aliran permukaan akan semakin meningkat sehingga
kekuatan untuk mengangkut butiran tanah akan meningkat pula. Lereng yang
semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar.
Jadi, semakin besar nilai panjang lereng (L) maka potensi erosi semakin besar
pula. Begitu pula dengan kemiringan, semakin besar nilai kemiringan suatu lahan
(S) maka potensi terjadinya erosi semakin besar pula.
Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan (S) lereng dilakukan
pengukuran langsung di lapangan menggunakan bantuan alat abney level dan
meteran. Pengukuran dilakukan di afdelling II blok Citiis dan Pasir Ipis. Dari hasil
pengukuran di lapangan diperoleh hasil untuk blok Pasir Ipis memiliki panjang
lereng (L) sepanjang 22.23 m dengan kemiringan (S) 38.17% dan untuk blok Pasir
Ipis diperoleh panjang lereng (L) sebesar 20 m dengan kemiringan (S) sebesar 33
%. Dari data – data tersebut, maka akan dicari faktor LS dengan rumus
LS = √ Is×(0.0138+0.00965 s+0.00138 s2 ) . Hasil perhitungan untuk

faktor LS diperoleh hasil untuk blok Citiis sebesar 0.585042 dan Pasir Ipis sebesar
0.89065. Untuk contoh perhitungan yang lengkap ada di lampiran 8.

5.1.4 Menentukan Faktor Pengelolaan Tanaman (C)


Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah faktor yang memengaruhi
besarnya erosi berdasarkan jenis tanaman yang ada di lahan tersebut. Tanaman teh
memiliki tajuk tanaman yang melebar dan rumput dibiarkan tumbuh menutup
lahan sehingga perkebunan teh Ciater dapat diasumsikan sebagai kebun campuran
dengan kerapatan tinggi. Dari table lampiran 5 diperoleh nilai faktor C 0,1.

5.1.5 Menentukan Faktor Pengelolaan Lahan (P)


Faktor pengelolaan tanaman (P) adalah perlakuan konservasi tanah yang
bertujuan mengurangi besarnya erosi. Misalnya, blok Pasir Ipis pada afdelling II
pada salah satu lereng atau teras diperoleh kemiringan sebesar 38,167 % dengan
penanaman sejajar kontur. Dari tabel lampiran 6 diperoleh nilai faktor P sebesar
0,9.

43
5.1.6 Hasil Perhitungan Potensi Erosi dengan Metode USLE
Tabel 5.1. Potensi Erosi Blok Pasir Ipis dan Citiis
Blok A (ton/ha)/tahun Klas TBE
Pasir Ipis 197.333 IIIB (Berat)

Citiis 129.702 IIS (Sedang)

Dari hasil perhitungan potensi erosi menggunakan metode USLE kita dapat
mengkategorikan potensi erosi yang terjadi di blok Pasir Ipis termasuk kelas IIIB
(Berat) dan Citiis termasuk dalam kelas erosi IIS (Sedang). Tabel Kelas Tingkat
Bahaya Erosi (TBE) bias dilihat dalam tabel lampiran 7. Untuk perhitngan yang
lebih lengkap ada di lampiran 8.

44
5.2 Usaha – Usaha Konservasi Tanah dan Air
5.2.1 Mulsa dengan memanfaatkan pangkasan cabang dan ranting
Bentuk konservasi tanah setelah pemangkasan dilakukan dengan menebar
sisa – sisa tanaman hasil pemangkasan pada daerah di sekitar tanaman yang telah
dipangkas. Hal ini dimaksudkan untuk menahan permukaan tanah dari air hujan
karena permukaan tanah setelah dipangkas akan lebih mudah tererosi. Metode ini
akan membentuk suatu lapisan yang berfungsi seperti mulsa. Setelah dilakukan
pemangkasan, air hujan yang jatuh akan langsung mengenai tanah karena tidak
adanya penampang – penampang daun yang menutupi permukaan tanah sehingga
pada saat pemangkasan tidak ada trough flow (air jatuh melalui daun – daun
tanaman). Oleh karena itu, selain mengurangi tingkat erosi, sisa – sisa ranting
yang ditebar dapat mengurangi penguapan tanah, menjaga kelembaban tanah, dan
meningkatkan aktivitas penyerapan air dan hara setelah pemangkasan. Untuk itu,
cabang / ranting dan daun pangkasan diupayakan untuk tidak keluar dari areal
pangkasan dan dimanfaatkan untuk menambah bahan organik dan unsur hara
tanah. Perlakuan ini lebih menguntungkan perusahaan karena tidak memerlukan
biaya sekaligus dapat melakukan konservasi tanah, selain itu dapat mengurangi
biaya karena tidak perlu membuat ataupun menyewa tempat – tempat
pembuangan seresah.

5.2.2 Penggarpuan dan Pembuatan Rorak


Penggarpuan yang dilakukan setelah pemangkasan berfungsi untuk
memulihkan struktur tanah, aerasi udara dalam tanah, kelembaban dalam tanah,
dan memperbaiki sistem perakaran tanaman serta meningkatkan daya ikat air
(water holding capacity) tanah yang telah menunjukkan gejala pemadatan akibat
diinjak pemetik serta karyawan pemeliharaan dan pengaruh pupuk buatan
sehingga memerlukan pernggarpuan. Penggarpuan dilaksanakan dengan sistem
garpu rengat pada seluruh gawangan dan bobokor tanaman.
Rorak (staggered trenches) merupakan parit kecil yang terputus – putus,
berfungsi sebagai sistem drainase yaitu sebagai kantong – kantong peresapan air
pada saat musim hujan. Rorak juga digunakan sebagai penampung aliran

45
permukaan (over land flow) dari tanah yang tererosi dan sebagai tempat
penampungan bahan organik yang terbawa aliran air. Rorak biasanya dibuat
sepanjang saluran drainase sehingga jika ada tanah yang tererosi maka akan
tertampung di dalamnya.
Sistem pembuatan rorak dirancang sesuai kemiringan lahan, dengan
melihat kebutuhan air tanaman pada lahan tersebut serta pola konservasi tanah dan
air yang telah diterapkan pada daerah tersebut. Pembuatan rorak setelah
pemangkasan dimaksudkan untuk mencegah erosi serta memperbaiki kondisi
struktur tanah pada area dengan kemiringan lebih dari 15 0 dibuat rorak – rorak
dengan sistem zigzag dengan ukuran 300 x 30 x 40 cm dan jarak antar rorak
dalam barisan 2 meter. Dalam satu patok (400m 2) terdapat 27 rorak. Jarak rorak
antar barisan dan jumlah rorak per patok tercantum pada tabel 5.2. Total luas
rorak dalam satu patok adalah 24,3 m2 atau 6,075 % dari luas perpatok kebun.
Besarnya luasan rorak perpatok sudah memenuhi untuk menanggulangi erosi.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan masih banyak
rorak yang belum bekerja dengan baik. Hal ini terlihat dari perhitungan potensi
erosi menggunakan metode USLE (asumsi perhitungan USLE adalah lereng yang
tidak ada atau rorak sudah tertimbun dengan seresah). Di kebun juga dijumpai
rorak yang sudah tertimbun oleh tanah yang menandakan konservasi tanah dan air
di kebun tersebut sudah berhasil. Namun, rorak yang sudah hampir rata dengan
bidang tanah dibiarkan begitu saja tanpa ada pengerukan kembali karena
seharusnya rorak dibuat tiap tahun pangkas ke empat (empat tahun sekali), namun
dalam prakteknya di lapangan rorak yang sudah rata dengan tanah dibiarkan
begitu saja. Hal ini tentu saja bukanlah hal yang baik mengingat fungsi rorak yang
sangat berperan untuk mencegah besarnya laju erosi dan usaha konservasi tanah
dan air.

46
Tabel 5.2 Jarak antar barisan dan jumlah rorak per patok
Kemiringan Lahan Jarak Antar Barisan Jumlah Rorak per patok
0 0
15 – 30 Satu setiap 4 baris tanaman 16 buah
>300 Satu setiap 3 baris tanaman 27 buah
Sumber : PTPN VIII Ciater, 2003

Gambar 5.1
Rorak
(sudah
hampir rata
dengan
tanah)

Gambar 5.2. Skema Rorak dalam 1 patok (ukuran 20 m x 20 m)

47
5.2.3 Penanaman Dalam Strip dan Menurut Garis Kontur
Penanaman dalam strip (strip cropping) merupakan metode untuk
menanami lahan dengan suatu jenis tanaman (teh) dimana tanaman tersebut
ditanam dalam strip yang berselang – seling. Penanaman dalam strip dibedakan
mejadi dua yaitu penanaman menurut garis kontur dan penanaman secara berbaris.
Penanaman menurut garis kontur (contour strip cropping) merupakan metode
penanaman dimana tanaman tersebut ditanam pada strip – strip yang sejajar
dengan garis kontur. Garis kontur merupakan garis yang meghubungkan titik –
titik yang memiliki ketinggian sama. Penanaman tanaman secara berbaris
merupakan metode penanaman tanaman dimana tanaman tersebut ditanam secara
berbaris (larikan). Sebagian besar penanaman di perkebunan Ciater menggunakan
sistem contour strip cropping karena topografi yang tidak teratur dan kemiringan
yang berviariasi. Penanaman dengan metode strip cropping dilakukan dengan
arah tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin yang bertujuan untuk
menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam
tanah.Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 – 8%
(Arsyad, 2006). Semakin bertambah usia tanaman, maka sistem perakarannya
semakin kuat dan kemampuan untuk menahan limpasan akan semakin kuat pula
sehingga dapat memeperkecil terjadinya erosi.

Gambar 5.3 Penanaman secara contour strip cropping

48
5.2.4 Penanaman Pohon Pelindung

Fungsi utama pohon pelindung di perkebunan Ciater adalah sebagai


pemecah angin (Wind Breaker) dan jumlahnya tidak begitu banyak, hal ini karena
kebun afdeling II berada pada ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut,
sehingga intensitas penyinaran dalam jumlah yang tidak berlebihan dan suhu
udara berkisar antara 13 – 250C yang merupakan kodisi ideal bagi pertumbuhan
tanaman teh. Pohon pelindung banyak dibutuhkan pada kebun yang memiliki
ketinggian antara 400 – 800 meter dari permukaan air laut dimana pada ketinggian
tersebut biasanya suhu bisa mencapai 300C lebih. Tanaman yang biasa dijadikan
sebagai pohon pelindung antara lain seperti albasia, dadap, belendung, Lamtoro
dan lainnya. Dalam satu patok (20 m x 20 m) terdapat 4 buah pohon pelindung di
setiap sudut areal kebun.
Penanaman pohon pelindung harus memperhatikan tata letak
penanamannya agar tidak menimbulkan dampak negatif apapun. Pohon pelindung
yang ditanam terlalu rapat dan rindang justru akan merugikan tanaman teh itu
sendiri. Hal ini dikarenakan bila penanaman pohon pelindung terlalu rapat dan
rindang justru akan menyebabkan sinar matahari yang datang menjadi terhalang.
Selain itu, tanaman pelindung bisa menjadi sumber atau tempat
berkembangbiaknya penyakit dan hama tertentu yang nantinya akan menyerang
tanaman teh sehingga akan berdampak pada hasil produksi daun teh yang kurang
maksimal baik dari segi jumlah maupun mutu daun itu sendiri. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, maka perlu adanya kegiatan pemeliharaan daan
pengawasan pohon pelindung agar keberadaan pohon pelindug tersebut dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang perlu
dilakukan antara lain :
1. Pembuangan cabang-cabang vegetatif yang letaknya terlalu
rendah dan penjarangan cabang yang terlalu rapat dilakukan menjelang
musim hujan.
2. Pemotongan ujung pohon agar percabangan melebar ke segala
arah dengan tajuk berbentuk payung yang tingginya antara 5-6 meter.

49
3. Penjarangan untuk pohon-pohon yang telah besar dengan
sasaran populasi hingga 50 % dari populasi saat ditanam.

Gambar 5.4 Penanaman Pohon pelindung

Gambar 5.5. Skema pohon pelindung dalam 1 patok (20 m x 20 m)

50
5.2.5 Saluran Pembuangan Air
Saluran Pembuangan Air (SPA) merupakan saluran yang dirancang
memotong panjang lereng dan biasanya di buat sedikit miring kebawah agar air
dapat mengalir dengan baik. Fungsi dari saluran pembuangan air adalah untuk
mengatur kelebihan air hujan yang tidak teresap ke dalam tanah karena adanya
penjenuhan pada lapisan bawah tanah agar tidak masuk ke kebun teh dan
mengikis lapisan tanah. Tanah pada kondisi jenuh air sudah tidak bisa lagi
meresapkan air kelapisan yang lebih dalam. Kondisi tersebut sering terjadi pada
saat musim hujan dimana akibatnya terjadi limpasan yang pada akhirnya
berpotensi untuk menimbulkan erosi. Dengan adanya saluran pembuangan air,
maka air limpasan tersebut akan di alirkan kebawah secara aman.

Gambar 5.6. Saluran Pembuangan Air (SPA)

51
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah kita bahas pada bab – bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa
1. Konservasi tanah dan air yang diterapkan di perkebunan Ciater meliputi
rating pangkasan, penggarpuan dan pembuatan rorak , penanaman dalam
strip, dan menurut garis kontur, dan saluran pembuangan air (SPA).
2. Dari usaha – usaha konservasi tanah dan air yang telah dilakukan oleh
PTPN VIII Perkebunan Ciater belum diperoleh hasil yang maksimal. Hal
ini bisa kita lihat dari hasil prediksi besarnya erosi menggunakan metode
USLE yang menunjukkan tingkat bahaya erosi di Perkebunan Ciater masih
cukup tinggi.
3. Perlu dilakukan usaha – usaha konservasi tanah dan air yang lebih intensif
agar erosi dan konservasi air dapat terkendali terutama pembuatan kembali
rorak yang sudah tertimbun oleh seresah dan tanah.
4. Hasil perhitungan menggunakan metode USLE untuk memprediksi tingkat
bahaya erosi di Perkebunan Teh Ciater PTPN VIII dengan mengambil
sampel wilayah afdelling 2 blok Citiis dan Pasir Ipis adalah sebagai
berikut.
Blok A (ton/ha)/tahun Klas TBE
197.333 IIIB (Berat)
Pasir Ipis
129.702 IIS (Sedang)
Citiis

52
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang guna
menerapkan konservasi tanah dan air yang tepat.
2. Perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan terhadap usaha –
usaha konservasi tanah dan air yang sudah dilakukan agar kondisi tanah tetap
terjaga dengan baik dan tanaman dapat berproduksi dengan optimal.
3. Perlu dilakukan evaluasi secara teratur mengenai konservasi tanah
dan air yang telah diterapkan oleh ahli konservasi tanah dan air, sehingga bisa
mengetahui kekurangan yang masih perlu diperbaiki terkait dengan konservasi
tanah dan air yang diterapkan di perkebunan teh Ciater.

53
DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, R. Sodi, 1982. Bercocok Tanam Teh (Camellia tehifera). Cetakan III.
Sumur Bandung, Bandung.
Arifin, M.Sultoni Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Pusat
Penelitian Perkebunan Gambung. Bandung.
Arsyad, S, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Arsyad, S, 2000. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Arsyad, S, 2006. Konservasi Tanah dan Air. Departemen ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Ashdak, Chay. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan daerah Aliran Sungai. Cetakan
kedua. Gadjah mada University Press. Yogyakarta.
Basri, J. Hasan, 1994. Dasar – Dasar Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada ,
Jakarta.
Bennet. 1950. Soil Conservation. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Foth H.D., 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hudson, H.W., 1975. Field Engineering For Agricultural
Development.OxfordUniversity Press, London.
James, B.R. 1995. Conception of an idea : an International Center for Soil and
Society. Bulletin ISSS(89): 65 – 67. Monkhouse.
Kartasapoetra. G, 1991. Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Kosasih, ROA, 1982. Manajemen Tanaman Teh. Lembaga Pendidikan
Perkebunan. Yogyakarta.
Kuswandi, 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Muljana, Wahyu, 1989. Bercocok Tanam Teh. Aneka Ilmu. Semarang.
Nazarudin dan Paimin, 1993.Teh Pembudidayaan dan Pengolahan. Cetakan
Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Teh. Badan
Pelaksana Protek Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta
Nasional.Bandung.

54
Sarief, Saifuddin, Ilmu Tanah Pertanian, 1986, Pustaka Buana, Bandung.
Schroeder, D. 1984. Soil – fact and concepts. International Potash Institute. Bern.
Siswoputranto, P.S., 1978. Perkembangan TEH KOPI COKELAT Internasional.
Gramedia, Jakarta.
Sukirno, 2001. Hand Out Kuliah Teknik Konservasi Tanah dan Air. Jurusan
Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.
Wischmeier W.H and Smith, 1958. Evaluation of Factor in The Soil Loss
Equation. Agriculture Engineering.
Zuhdi, 1997. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Edisi Kedua. Asosiasi
Penelitian Perkebunan Indonesia.

55

Anda mungkin juga menyukai

  • Agroklimat 4
    Agroklimat 4
    Dokumen18 halaman
    Agroklimat 4
    gregorio_cortez
    100% (3)
  • Agroklimat 2
    Agroklimat 2
    Dokumen17 halaman
    Agroklimat 2
    gregorio_cortez
    100% (1)
  • Agroklimat 1
    Agroklimat 1
    Dokumen31 halaman
    Agroklimat 1
    gregorio_cortez
    100% (1)
  • Agroklimat 3
    Agroklimat 3
    Dokumen15 halaman
    Agroklimat 3
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • Akke 5
    Akke 5
    Dokumen29 halaman
    Akke 5
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • Akke 6
    Akke 6
    Dokumen32 halaman
    Akke 6
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • Akke 4
    Akke 4
    Dokumen28 halaman
    Akke 4
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • Akke 3
    Akke 3
    Dokumen31 halaman
    Akke 3
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • Akke 2
    Akke 2
    Dokumen28 halaman
    Akke 2
    gregorio_cortez
    Belum ada peringkat
  • AKKe 1
    AKKe 1
    Dokumen24 halaman
    AKKe 1
    gregorio_cortez
    100% (1)