Anda di halaman 1dari 18

ASSESMEN DALAM PEMBELAJARAN

Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional be-lum mampu mengungkap
hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa secara aktual. Oleh karenanya
diperlukan penerapan sis-tem penilaian yang dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem
penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah sis-tem penilaian yang
digagaskan dalam Sistem Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis
Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian
Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Dari jenis-jenis tersebut tersirat bahwa
makna penilaian mencakup hal-hal yang lebih luas dari sekedar penilaian konvensional yang
selama ini berlangsung.
Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar (Depdikbud, 1994:1)
penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan dasar maupun
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada
langkah awal pembelajaran digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses
penilaian yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94) tujuan
tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin
kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara terperinci bagi
penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses
penilaian yang tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas
pengalaman bela-jar siswa.
Pengertian Penilaian
Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3), dikemukakan bahwa:
"Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mem-berikan berbagai
informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh ten-tang proses dan hasil belajar yang telah
dicapai siswa".
Penjelasan tersebut di atas mengandung makna bahwa jauh sebelum diberlakukannya sistem
Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian ti-dak hanya ditujukan pada penguasaan salah
satu bidang tertentu saja, me-lainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif maupun
psiko-motorik. Hal ini sejalan dengan pandangan Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to ap-praise performance of
individual pupil or a group. It may refer to abroad appraisal including many sources of evidence
and many aspects of a pu-pil's knowledge, understanding, skill and attitudes.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai
dari suatu obyek atau peristiwa dalam suatu kon-teks situasi tertentu, dimana proses penentuan
nilai berlangsung dalam ben-tuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan suatu "Judgment".
Penilaian tidak sama dengan pengukuran, namun keduanya tidak dapat dipisahkan, karena kedua
kegiatan tersebut saling berhubungan erat. Untuk dapat mengadakan penilaian perlu melakukan

1
pengukuran terlebih dahulu (Suharsimi Arikunto, !991: 1). Pengukuran dapat diartikan sebagai
pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang di-dasarkan pada aturan
atau formulasi yang jelas (Asmawi Zainul, 1992: 13). Dari hasil pengukuran akan diperoleh skor
yang menggambarkan tingkat keberhasilan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan.
Lebih lanjut, berikut adalah penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada Kurikulum 2004 tentang
beberapa istilah yang sering terkait dengan penilaian (Depdiknas, 2004:11-12). "Banyak orang
mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian
(as-sessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau
belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
Evaluasi berhubungan den-gan keputusan nilai (value judgement). Di bidang pendidikan, kita
dapat me-lakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar
tertentu, atau etos kerja guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar siswa atau keterca-paian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian menjawab
per-tanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang siswa. Pengu-kuran
(measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari
suatu tingkatan di mana seorang siswa telah menca-pai karakteristik tertentu. Hasil penilaian
dapat berupa nilai kualitatif (pern-yataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa
angka). Pengu-kuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif
tersebut. Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilak-sanakan kepada siswa pada waktu
dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas."
Fungsi Penilaian
Dalam pedoman penilaian Kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994:3) ditegaskan bahwa tujuan dan
fungsi penilaian untuk memberikan umpan bail baik kepada guru, siswa, orangtua maupun
lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk menentukan nilai hasi belajar siswa. Bagai
guru, hasil penilaian tidak hanya dugunakan untuk memberikan pertanggung-jawaban secara
obyektif kepada atasan ataupun sekedar bahan nilai raport. Namun penilaian dapat digunakan
sebagai bahan dasar untuk melakukan instrospeksi diri terhadap proses pembelajaran yang baru
saja berlangsung. Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat untuk memotivasi siswa
tersebut agar lenih giat dalam proses pembelajaran berikutnya. Selain itu, dari hasil penilaian
siswa mendapatkan informasi tentang seberapa jauh tingkat penguasaan bahan pelajaran yang
diberikan guru.
Bagi orangtua, dengan mengetahui hasil belajar siswa (anaknya) orangtua dapat turut
berpartisipasi dan mengambil langkah yang tepat dalam memberikan bimbingan dan bantuan
serta dorongan bagi putra-putrinya. Selain itu dengan informasi hasil penilaian yang benar,
orangtua dapat secara akurat mengetahui kemampuan, kekurangan dan kedudukan siswa secara
ril di kelasnya. Bagi pengelola program pendidikan, hasil penilaian merupakan masukkan yang
sangat berarti yang dapat digunakan untuk bahan kajian dalam membantu guru meningkatkan
kompetensi pro-fesionalnya, khususnya dalam bidang penilaian. Hasil penilaian yang kom-
prehensif dapat juga dugunakan untuk tujuan dan kebutuhan lain misalnya penentuan status
siswa, pengelompokkan, seleksi, diagnosis dan bimbin-gan, serta menyempurnakan pengalaman
pendidik, atau penelitian.
Prinsip penilaian
Hasil kegiatan penilaian dapat memberikan manfaat yang optimal jika di-lakukan dengan
mengacu pada prinsip-prinsip penilaian sebagaimana ditetapkan oleh pedoman formal penilaian
dari pemerintah (Depdikbud, 1994:5), yakni dilaksanakan secara menyeluruh,
berkesinmabungan, berori-entasi pada tujuan, obyektif, terbuka serta mempertimbangkan aspek
ke-bermaknaan. Peneilian yang dilakukan secara menyeluruh artinya informasi yang
dikumpulkan melalui proses penilaian menyangkut seluruh aspek kepribadian siswa. Penilaian
dikatakan menyeluruh jika mampu mengung-kap aspek produk dan proses belajar anak, yakni
menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan proses peserta didik.
Target hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa setelah berlangsungnya proses
pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran sejak tujuan umum pada Standar Kompetensi
Mata Pelajaran hingga Kom-petensi Dasar, Hasil Belajar, dan Indikator dari setiap materi pokok
pembe-lajaran. Oleh karena proses penilaian bertujuan untuk mengetahui se-jauhmana tingkat
ketercapaian tujuan pembelajaran, maka dalam melaku-kan penilaian harus selalu berorientasi
pada tujuan; karena antara tujuan dan penilaian merupakan komponen sistem pembelajaran yang
tidak dapat dipisahkan.
Prinsip penilaian selanjutnya adalah bersifat obyektif, artinya dalam melakukan penilaian
terhadap hasil belajar siswa, guru berusaha untuk meminimalisasi faktor subyektivitas. Menurut
Ign. Masidjo (1995: 25) obyek-tivitas pelaksanaan penilaian dapat dicapai dengan menaati
aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penilaian yang didasarkan atas kriteria penilaian yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat mengurangi faktor subyektivitas dalam melakukan penilaian.
Agar hasil penilaian dapat memberikan manfaat baik kepada guru, siswa, orang tua maupun
pihak sekolah, maka penilaian hendaknya dilaku-kan secara terbuka. Maksudnya baik proses
maupun hasil penilaian hen-daknya diinformasikan kepada pihak-pihak terkait, sehingga hasil
penilaian memiliki kebermaknaan bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Konsep Dasar Asesmen
Pengertian Asesmen
Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi
yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan
keputusan oleh guru un-tuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95;
Po-pham, 1995:3). Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-kurangya meliputi
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran yang diperoleh
guru dengan berbagai metode dan prosedur baik formal maupun informal, sebagaimana
dikemukakan oleh Corner (1991:2-3) sebagai berikut.
A general term enhancing all methods customarily used to appraise performance of an individual
pupil or group. It may refer to a broad appraisal including many sources of evidence and many
aspect of pupil's knowledge, understanding, skills and attitudes; An assess-ment instrument may
be any method and procedure, formal or in-formal, for producing information about pupil . . . .
Pengertian asesmen dalam berbagai literatur asing tersebut di atas selaras dengan makna
penilaian yang digariskan dalam Buku Pedoman Penilaian pada kurikulum pendidikan dasar.

3
Dalam buku tersebut tertulis bahwa, penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses
dan hasil belajar yang telah dicapai (Depdikbud, 1994:3). Ada pun yang dimaksud dengan
asesmen alternatif (alternative assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen diluar asesmen
konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan signifikan
mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Herman (1997) memberikan sem-
boyan khusus bagi asesmen alternatif dengan ungkapan "What You Get is What You Assess"
(WYGWYA). Dalam beberapa literatur, asesmen alternatif ini kadang-kadang disebut juga
asesmen autentik (authentic assessment), as-esmen portofolio (portfolio assessment) atau
asesmen kinerja (performsnce as-sessment). (Herman,1997:197-198; Niemi,1997:243; Harlen,
1992:6; Marzano, et al.,1993:13; Popham, 1995:142)
Tujuan dan Peran Asesmen dalam Pembelajaran
Tujuan utama penggunaan asesmen dalam pembelajaran (classroom assessment) adalah
membantu guru dan siswa dalam mengambil keputusan propesional untuk memperbaiki
pembelajaran. Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk antara lain untuk:
(1) mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
(2) memonitor kemajuan siswa,
(3) menentukan jenjang kemampuan siswa,
(4) menentukan efektivitas pembelajaran,
(5) mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
(6) mengevaluasi kinerja guru kelas,
(7) mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru

Setiap penggunaan asesmen alternatif bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal berikut:
(1) menuntut siswa untuk merancang, membuat, menghasil-kan, mengunjukkan atau melakukan
sesuatu;
(2) memberi peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan masalah;
(3) meng-gunakan kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
(4) menun-tut penerapan yang autentik pada dunia nyata;
(5) pensekoran lebih di-dasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih daripada
mengandalkan mesin. Untuk memperoleh asesmen dengan standar tinggi, maka peng-gunaan
asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan hasil belajar siswa; adil bagi semua
siswa; akurat dalam pengukuran; berguna; layak dan dapat dipercaya. (Herman,1997:198)

Agar penggunaan asesmen dalam kelas sesuai dengan pembelajaran dan dapat meningkatkan
pembelajaran tersebut Cottel (1991) menggagaskan 5 petujuk bagi guru penggunaan asesmen
dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah: pertama, senantiasa menganggap bahwa
pembelajaran terus berlangsung; kedua, selalu meminta siswa untuk menunjukkan bukti-bukti
bagaimana mereka belajar; ketiga, memberi siswa umpan balik tentang re-spon kelas serta
rencana pengajar tentang respon tersebut; keempat, melaku-kan penyesuaian-penyesuaian yang
tepat untuk meningkatkan pembela-jaran; dan kelima, menilai ulang bagaimana penyesuaian-
penyesuaian terse-but bekerja cukup baik.
Ada beberapa tujuan penilaian dilakukan guru, antara lain untuk grading (membedakan
kedudukan hasil kerja siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam satu kelas), alat seleksi
(memisahkan antara siswa yang ma-suk dalam kategori tertentu dan yang tidak, atau untuk
menentukan seorang siswa dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu), menguasai kompetensi
(me-nentukan apakah seorang siswa telah menguasai kompetensi tertentu atau belum),
bimbingan (mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka mem-bantu siswa memahami dirinya,
membuat keputusan yang harus dilakukan siswa, atau untuk menetapkan penjurusan), alat
prediksi (mendapatkan in-formasi yang digunakan untuk memprediksi kinerja siswa pada
pendidikan berikutnya) dan alat diagnosis (melihat kesulitan belajar atau dalam hal apa siswa
memiliki prestasi untuk menentukan perlu remediasi atau pen-gayaan). Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan penilaian berbasis kelas, jenis penilaian diagnosis, bimbingan, dan pencapaian
penguasaan kompe-tensi harus menjadi perhatian utama guru pada setiap kali mengajar. Guru
dituntut mampu melaksanakan penilaian mulai dari awal sampai akhir proses belajar mengajar.
Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis
penilaian perlu diberikan se-suai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk
kerja/kinerja (per-formance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja
siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Penilaian ber-basis kelas
merupakan suatu proses yang dilakukan guru melalui langkah-langkah perencanaan,
pengumpulan sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan
penggunaan informasi ten-tang hasil belajar siswa.

Anak Berbakat
Membahas masalah sistem pendidikan di Indonesia, kita tahu bahwa anak usia sekolah
ditempatkan secara berjenjang sesuai dengan usianya. Mulai anak usia TK, SD, SLTP dan SMU.
Kurikulum yang digunakan bersifat centralized (terpusat), artinya kurikulum yang dipakai untuk
seluruh wilayah Indonesia secara umum sama.
Dengan keterbatasan ini, maka ada beberapa hal yang belum tertangani dengan baik, misalnya
penanganan anak berbakat. Anak berbakat perlu dipikirkan bagaimana menanggulanginya,
sehingga segala kemampuan yang ada pada dirinya dapat tersalurkan melalui suatu lembaga
pendidikan khusus. Seperti halnya sekolah luar biasa (SLB) yang menangani anak-anak yang
memiliki kelemahan dikarenakan tidak berfungsinya salah satu bagian pada tubuhnya (tuna
netra, tuna rungu, tuna wicara dan sebagainya).
Pendidikan anak berbakat, sebagaimana halnya pendidikan pada umumnya, hama dilihat secara
sistematik meliputi program, fasilitas, guru, masukan dan tujuan (Raka Joni, 1982). Tujuan
pendidikan Indonesia tersirat dalam cita-cita bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam
falsafah hidup bangsa, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 31 dinyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh pengajaran,
dan pemerintah mengusahakan dan melaksanakan satu sistem pengajaran (pendidikan) nasional.
Berdasarkan kenyataan yang universal dan alamiah bahwa manusia itu berbeda satu sama lain
dalam berbagai hal, seperti dalam hal intelegensi, bakat, kepribadian, kondisi jasmani dan
sebagainya. Oleh karena itu perlu dipikirkan bagaimana menangani penyaluran berbagai
perbedaan ini.

5
Pendidikan anak berbakat merupakan bagian integrasi pendidikan pada umumnya, dengan
kekhususan memberi kesempatan maksimal bagi anak berbakat untuk berfungsi sesuai dengan
potensinya, dengan harapan bahwa pada suatu saat anak juga akan memberi sumbangan yang
maksimal bagi peningkatan kehidupan sesuai dengan aktualisasi potensinya itu. Hal itu sesuai
dengan citra masyarakat yang kita anut dengan memperhatikan kaitan fungsional antara individu
dengan masyarakat (Raka Joni,1982).
Apa Yang Dimaksud Dengan Anak Berbakat?
a. Pengertian anak berbakat
Menurut definisi yang dikemukakan Renzuli, anak berbakat memiliki pengertian, "Anak
berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang menyatu ikatan terdiri
dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata- rata, komitmen yang tinggi
terhadap tugas'tugas dan kreativitas yang tinggi. Anak berbakat ialah anak yang memiliki
kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap
tindakan yang bernilai. Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu masyarakat
memperoleh kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-
program pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).
Pengertian lain menyebutkan bahwa anak gifted adalah anak yang mempunyai potensi unggul di
atas potensi yang dimiliki oleh anak-anak normal. Para ahli dalam bidang anak-anak gifted
memiliki pandangan sama ialah keunggulan lebih bersifat bawaan dari pada manipulasi
lingkungan sesudah anak dilahirkan.
Keunggulan lain yang telah disepakati oleh para ahli ialah anak-anak gifted mempunyai
superioritas dalam bidang akademik. Kiranya hal itu tidak sulit untuk dimengerti, sebab salah
satu syarat penting untuk meraih prestasi akademik tertentu ialah persyaratan intelegensi.
Kepribadian memang merupakan salah satu sumbangan yang dapat diberikan oleh anak atau
orang-orang gifted. Dengan dasar kepribadian yang baik maka akan dilahirkan pula karya-karya
yang baik pula, sehingga masahat yang diberikan menjadi lebih besar dibandingkan
mudharatnya. Seperti kita ketahui bahwa sebuah karya yang besar tentu saja akan memberikan
pengaruh yang besar pula kepada hidup dan kehidupan manusia.
b. Karakteristik anak berbakat
berbagai mahluk sosial, anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat, pemikiran, sikap dan aktivitas anggota masyarakat yang lain. Dalam
pergaulan inilah emosi mereka merasa sedih atau bahagia.
Ditinjau dari budaya, anak berbakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
dipengaruhi tingkat kebudayaan di mana mereka memperoleh pengalaman budaya. Selain itu
faktor agama akan memberikan dasar dan norma pribadi anak berbakat.
Untuk mengenali karakteristik anak-anak berbakat dapat dilihat beberapa segi diantaranya
sebagai berikut
1. Potensi
2. Cara menghadapi masalah
3. Kemampuan (prestasi) yang dapat dicapai.

1. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul.
Potensi ini dapat disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U.
Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) terhadap tingkat kecerdasan. U.
Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada
kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan mental
seseorang (Kitano,1986).
Dilihat dari sudut ilmu pendidikan untuk menjelaskan hal tersebut di atas, kita dapat mengikuti
penjelasan dari Jane Healy. Penjelasan itu menyatakan bahwa semua wanita harus menyadari
pentingnya nutrisi yang baik demi anak yang dikandungnya. Selain itu janin harus terhindar dari
keracunan atau pengaruh sinar x yang datang dari luar (Healy, 1978). Dari sudut proses belajar
maka faktor kesadaran seperti yang disarankan oleh Healy adalah satu prestasi belajar yang
sebelumnya melibatkan proses kompleks. Faktor intelegensi, motivasi, emosi dan sosialisasi
sangat menentukan pencapaian hasil atau prestasi belajar dalam bentuk kesadaran.
Menurut penelitan Terman (1925) pada saat anak berbakat dilahirkan memiliki berat badan
diatas berat badan normal. Dari segifisik pada umumnya mereka juga memiliki keunggulan
seperti terlihat dari berat dan tinggi badan, koordinasi, daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan
pada umumnya (French, 1959). Mereka juga sangat energik (Meyen, 1978) sehingga orang salah
mendiagnosa sebagai anak yang hyperactive (Swassing, 1985).
Anak-anak berbakat berkembang lebih cepat atau bahkan sangat cepat bila dibandingkan dengan
ukuran perkembangan yang normal. Bila guru menemukan anak seperti itu maka guru dapat
menduga bahwa itu anak-anak yang berbakat. Hal ini disebabkan anak berbakat memiliki
superioritas intelektual (Gearheart, 1980), mampu dengan cepat melakukan analisis (Sunan,
1983), dan dalam irama perkembangan kemajuan yang mantap (Swassing, 1985). Bahkan dalam
berfikir mereka sering meloncat dari urutan berfikir yang normal (Gearheart, 1980)
Selain potensi intelegensi anak-anak berbakat memiliki keunggulan pada aspek psikologis yang
lain, yaitu emosi. Menurut French (1959) dan Gearheart (1980) anak-anak yang berbakat
memiliki stabilitas emosi yang mantap sehingga mereka akan mampu mengendalikan masalah-
masalah personal (Heward, 1980). Rasa tanggung jawab mereka sangat tinggi serta mempunyai
cita rasa humor yang tinggi pula.
Karakteristik sosial yang dimiliki anak-anak berbakat ialah cakap mengevaluasi keterbatasan dan
kelebihan yang dimiliki dirinya dan orang lain. Sifat ini akan membuat anak berbakat, tampil
bijaksana.
2. Cara menghadapi masalah
Cara menghadapi masalah disini adalah keteriibatan seluruh aspek psikologis dan biologis setiap
anak berbakat pada saat mereka berhadapan dengan masalah tersebut. Mereka akan memilih
metode, pendekatan dan alat yang strategis sehingga diperoleh pemecahan masalah yang efisien

7
dan efektif. Langkah awal dapat dilihat bahwa setiap anak berbakat mempunyai keinginan yang
kuat untuk mengetahui banyak hal (Gearheart, 1980) kemudian mereka akan melakukan
ekspedisi dan eksplorasi terhadap pengukuran saja. Setelah berfikir dengan baik maka mereka
akan memunculkan hasil pemikiran dalam bentuk tingkah laku. Tingkah laku yang dimunculkan
ialah mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis. Pertanyaan ini ditujukan pada diri sendiri
atau orang lain (sebaya atau orang dewasa).
Karakteristik yang dimiliki anak berbakat dalam menghadapi masalah diantaranya:
a). Mereka mampu melihat hubungan permasalahan itu secara komprehensif dan juga
mengaplikasikan konsep-konsep yang kompleks dalam situasi yang kongkrit.
b). Mereka akan terpusat pada pencapai tujuan yang ditetapkan (Gearheart, 1980)
c). Mereka suka bekerja secara independent dan membutuhkan kebebasan dalam bergerak dan
bertindak
d). Mereka menyukai cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai ntens untuk
berkreasi (Meyen, 1978)

3. Prestasi
Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik dan sosial. Prestasi
fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka memiliki daya tahan tubuh yang
prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959).
Anak berbakat mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan masa berjalan
anak-anak normal (Swanson, 1979).
Secara psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang unggul dan secara sosial pada
umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih mudah diterima (Gearheart,
Heward,1980).
Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat (otak
dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat mencapai tingkat kognitif
yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi meliputi berfikir aplikasi, analisis, sintesis,
evaluasi dan kognitif tingkat rendah terdiri dari berfikir mengetahui dan komprehensif.
Dalam usia yang lebih muda dari anak-anak normal, anak-anak berbakat sudah mampu membaca
dan kemampuan ini berkembang terus secara konsisten (Swassing, 1985, French, 1959). Mereka
mampu menggunakan perbendaharaan kata yang sudah maju (Ingram, 1983).
Selain memiliki keunggulan-keunggulan diatas anak-anak berbakat mempunyai karakteristik
negatif diantaranya (menurut Swassing):
1. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman pengetahuan
yang sedikit
2. Dapat mendominasi diskusi
3. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya
4. Sukaribut
5. Memilih kegiatan membaca dari pada berparfsipasi aktifdalam kegiatan masyarakat, atau
kegiatan fisik
6. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu
7. Jika memimpin diskusi akan membawa situasi diskusi ke situasi yang harus selalu tuntas.
8. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari
9. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang
10. Menggunakan humor untuk memanipulasi sesuatu
11.Melawan jadwal yang (hanya) didasarkan atas pertimbangan waktu saja bukan atas
pertimbangan tugas
12. Mungkin akan kehilangan interns dengan cepat.
Bagaimana Menangani Anak Berbakat ?
Kemampuan dasar atau bakat luar biasa yang dimiliki seorang anak memerlukan serangkaian
perangsang (stimulasi) yang sistematis, terencana dan terjadwal agar apa yang ada, yang dimiliki
menjadi aktual dan berfungsi sebaik-baiknya. Membiarkan seorang anak berkembang sesuai
dengan azas kematangan saja akan menyebabkan perkembangan menjadi tidak sempurna dan
bakat-bakat luar biasa yang sebetulnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi tidak
berfungsi.
Peran lingkungan sebagai pemicu rangsang sangat besar dalam ikut menentukan sampai di mana
tahapan, terealitas dan hasil akhir dari suatu perkembangan dicapai.
Pendidikan khusus yang direncanakan diberikan kepada anak-anak khusus (anak berbakat luar
biasa), jelas mempunyai tujuan mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki seorang anak
agar bisa mencapai prestasi yang luar biasa, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pendidik,
masyarakat dan pemerintah.
Dalam usaha mempengaruhi perkembangan anak untuk mengaktualisasikan seluruh potensi yang
dimiliki agar berfungsi secara optimal terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
mencapai hasil yang diharapkan, ialah :
a. Faktor yang ada pada anak itu sendiri, yaitu mengenal anak. Mengenali dalam arti mengetahui
semua ciri khusus yang ada pada anak secara obyektif. Dalam usaha memberikan pendidikan
khusus kepada anak berbakat perlu terlebih dahulu membedakan beberapa pengertian, yakni:
1) Berbakat luar biasa pada fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses informasi (kognitif)
dan karena itu mempengaruhi aspek-aspek lain.
2) Berbakat luar biasa hanya pada salah satu atau beberapa aspek, bisa mengenai aspek kognitif
atau aspek yang berhubungan dengan keterampilan-keterampilan khusus. Sedangkan aspek-
aspek lain secara umum tergolong biasa saja.

9
b. Faktor kurikulum yang meliputi:
1) Isi dan cara pelaksanaan yang disesuaikan dengan keadaan anak (Child centered) dan dengan
sendirinya telah dilakukan identifikasi mengenai keadaan khusus yang ada pada anak secara
obyektif.
2) Perlu ditekankan bahwa kurikulum pada pendidikan khusus hendaknya tidak terlepas dari
kurikulum dasar yang diberikan untuk anak lain, Perbedaan hanya terletak pada penekanan dan
penambahan sesuatu bidang sesuai dengan kebutuhannya dan tetap terpadu dengan kurikulum
dasar.
3) Kurikulum khusus diarahkan agar perangsangan yang diberikan mempunyai pengaruh untuk
menambah atau memperkaya program (enrichment program) dan tidak semata-mata untuk
mempercepat (accelerate) berfungsi sesuai bakat luar biasa yang dimiliki.
4) Isi kurikulum hams mengarah .pada perkembangan kemampuan anak yang berorientasi
inovatif dan tidak reproduktif serta berorientasi untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya sekedar
memunculkan apa yang dimiliki tanpa dilatih menjadi kreatif.
Kreativitas yang diarahkan agar tertanam sikap hidup yang mau mengabdi, melayani dan
mengamalkan pengetahuannya untuk kemajuan mesyarakat bangsa dan negara.
Pelaksanaan pendidikan anak berbakat
a. Percepatan (akselerasi) Ada 2 cara melaksanakan percepatan ini yakni:
1) Meloncatkan anak pada kelas-kelas yang lebih tinggi (skipping).
Sesuai dengan keadaannya di mana usia mental (mental age) pada anak berbakat lebih tinggi dari
usia sebenarnya (cronological age), maka mudah timbul perasaan tidak puas belajar bersama
dengan anak-anak lain seumurnya. Meskipun banyak aspek perkembangan lain pada anak
ternyata memang lebih maju dari pada anak-anak seumurnya, misalnya aspek sosial, akan tetapi
cara percepatan dengan meloncatkan anak pada kelas-kelas yang lebih 'tinggi dianggap kurang
baik, antara lain karena mempermudah timbulnya' masalah-masalah penyesuaian, baik disekolah,
di rumah maupun di lingkungan sosialnya. Kecuali norma yang dipakai adalah norma dari kelas
tinggi, yang belum tentu sesuai seluruhnya bagi anak karena norma yang diikuti bukan norma
dari anak berbakat itu sendiri.
Percepatan yang diberikan kepada anak berbakat untuk menyelesaikan bahan pelajaran dalam
waktu yang lebih singkat sesuai dengan kemampuannya yang istimewa.
Cara seperti ini oleh Samuel A. Klik dan James Gallagher disebut sebagai "telescoping grades",
Sebenarnya cara ini tergolong cara yang baik karena diberikan dan diselesaikan ditentukan oleh
keadaan, kebutuhan dan kemampuan anak itu sendiri.
Kesulitannya ialah pengaturan administrasi sekolah yang meliputi pengaturan-pengaturan tenaga
pengajaran karena harus memberikan pelajaran secara individual kepada anak. Pada anak sendiri
dikhawatirkan oleh para ahli akan timbul kesulitan dalam penyesuaian diri, baik sosial maupun
emosional karena terbatasnya hubungan-hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
b. Pendidikan dalam kelompok khusus (special grouping segregation)
Ada beberapa kemungkinan untuk melaksanakan ini, yakni:
1) Model A
Kelas biasa penuh ditambah kelas khusus (mini). Cara ini bisa dilakukan disetiap sekolahkarena
anak berbakat mengikuti secara penuh acara di sekolah dan setelah itu memperoleh pelajaran
tambahan dalam kelas khusus.
Waktu belajarnya bertambah dan mata pelajaran dasar atau yang berhubungan dengan
kemampuan khusus (misalnyamatematika) ditambah.kerugian pada anak ialah :
a) Berkurangnya waktu untuk melakukan kegiatan lain yang diperlukan untuk
memperkembangkan aspek kepribadiannya, misalnya pergaulan, olah raga dan kesenian.
b) Pada waktu anak mengikuti kelas biasa, ia merasa bosan dan pada anak-anak yang masih
kecil, kemungkinan mengganggu teman-temannya bertambah.
c) Di kelas biasa anak tidak terlatih bersaing dan bekerja keras untuk mencapai hasil yang
sebaik-baiknya.
2) Model B
Pada model ini anak mengikuti kelas biasa tetapi tidak seluruhnya (bisa 75%, 60%, 50%) dan
ditambah dengan mengikuti kelas khusus.
Jumlah jam pelajaran tetap dan hal ini menguntungkan anak sehingga ia masih mempunyai
waktu untuk melakukan dalam mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya.
Keuntungan lain ialah jumlah jam belajar. yang cukup lama di kelas khusus (meskipun mungkin
kelas mini) masih memperoleh kesempatan bersaing dengan teman-teman yangmempunyai
potensi berbeda.
Kerugian pada anak sendiri ialah seperti pada model A yakni ketika berada di kelas bisatumbuh
perasaan bosan dan mungkin mengganggu semua mata pelajaran adalahmudah akibat mudah
tumbuhnya perasaan sombong dan terlalu percaya diri.
3) Model C
Pada model ini semua anak berbakat dimasukan dalam kelas secara penuh. Kurikulum dibuat
secara khusus demikian pula guru-gurunya. Keuntungan pada model ini ialah mudah mengatur
pelaksanaannya dan pada murid sendiri merasa ada persaingan dengan teman-temannya yang
seimbang kemampuannya dan jumlah pelajaran serta kecepatan dalam menyelesaikan suatu mata
pelajaran bisa disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak. Kerugian akan terjadi pada
anak-anak normal yang sebaya, sehinga proses sosialisasi di sekolah menjadi berkurang.
Perlakuan istimewa oleh pihak sekolah dan guru-guru mudah menimbulkan perasaan harga diri
yang berlebihan (superiority Complex) Karena dalam kenyataannya ia berada dalam kelas yang
eksklusif.

11
4) Model D
Pada model ini, merupakan sekolah khusus yang hanya mendidik anak berbakat. Dari sudut
administrasi sekolah jelas mudah diatur. Tapi dari sudut anak banyak kerugiannya karena dengan
mengikuti pendidikan sekolah khusus, anak terlempar jauh dari lingkungan sosialnya dan
menjadi anggota kelompok sosial khusus dan istimewa. Perkembangan aspek kepribadian sangat
mengkhawatirkan karena kurangnya kemungkinan untuk mendefinisasikan aspek-aspek
kepribadian seluas-luasnya. Dalam hal ini bisa dicapai melalui pergaulan yang luas dan
bervariasi, nilai sebagai anggota masyarakat, ia akan mudah merasa sebagai anggota masyarakat
dengan kelas dan tingkatan tersendiri dan sulit menyesuaikan diri.
Beberapa kegiatan dalam implementasi kurikulum bidang studi tertentu.
Beberapa kegiatan khusus akan diuraikan secara kongkrit sebagai sampel (contoh-contoh)
program dalam menjalankan kurikulum anak berbakat di SD.
a. Membaca
Mata pelajaran yang paling mudah dipenuhi dan paling banyak manfaatnya adalah memberikan
bacaan-bacaan yang sangat berguna dan memberikan pendalaman tentang masalah yang
diminatinya.
Seandainya sekolah tidak mempunyai perpustakaan, maka materi dapat diambil dari
perpustakaan lembaga lain. Selain itu pemberian bacaan itu dapat dibarengi dengan tugas
memberikan komentar dan catatan tentang buku tersebut. Juga "display" tentang materi bacaan
yang dikumpulkan dari surat kabar, majalah atau sumber lain. (clipping) tentang topik-topik yang
lagi "hangat" dibicarakan di sekolah atau masyarakat banyak membantu. Meskipun anak
berbakat gemar membaca, tidak semua masalah dijangkau oleh minatnya. Pengarahan terhadap
topik-topik yang relevan perlu diperhatikan gurunya. Demikian pula majalah yang tidak merusak
pembentukan kepribadiannya merupakan masalah cukup penting. Pengarahan terhadap catatan,
komentar, sugesti yang bagaimana harus diberikan anak berbakat terhadap bacaan berasal dari
guru, umpamanya diarahkan; sesudah selesai membaca, beritahu karakter mana yang paling kau
sukai atau kagumi dan mengapa ?. Tokoh mana yang paling tidak di sukai dan mengapa ?.
Apakah dalam buku itu ada deskripsi Jelas tentang pribadinya secara nyata atau hanya
disimpulkan dari kejadian-kejadian yang diceritakan. Moral apa yang terkandung dalam buku
tersebut. Pengayaan melalui pelajaran membaca dapat juga dilaksanakan dalam kelompok kecil
untuk memperoleh "interaksi yang hidup" dengan teman sebaya.
b. Menulis Kreatif (mengarang)
Kehidupan imaginasi anak berbakat biasanya sangat aktif dan mengarang merupakan sesuatu
yang biasanya gemar dilakukannya. Namun ada anak berbakat yang cenderung minatnya ke ilmu
pengetahuan alam (I PA) kadang memperoleh kesukaran dalam menyatakan dirinya, meskipun
ide-ide dirinya banyak.
Mengarang adalah suatu sarana yang dalam memperoleh keterampilan menyatakan dirinya.
Kebimbangan memilih judul yang sesuai dapat dipancing dan diarahkan melalui.
1) Gambar seseorang atau sesuatu yang diperhatikan
2) "Passage" dalam bacaan seperti "Penerbang roket mengambil tempat duduknya dalam kapsul,
menunggu tanda keberangkatannya .
c. Ilmu Pengetahuan Sosial
Pelajaran Sejarah, Pendidikan Kewarga-negaraan (PPKn), dan Ilmu Bumi dapat dikaitkan
dengan membaca dan mempelajari berbagai tajuk sejarah maupun ilmu bumi melalui berbagai
bacaan.Integrasi dari kedua bacaan ini memungkinkan pendalaman suatu penguasaan yang
kongkrit dalam kaitan dengan kedua pelajaran tersebut. Juga menyuruh anak berbakat menemui
beberapa tokoh tua di tempat tinggalnya untuk menanyakan peranan dalam perang kemerdekaan
kita, dan memungkinkan kaitannya dengan PPKn. Suatu pameran tentang mata uang logam kuno
dari negeri sendiri atau negara lain, tata cara pakaian, alat perang dan benda lain dari masa lalu
serta pembangunan kini dapat menghidupkan sejarah, ilmu bumi dan PPKn secara integral.
Kejadian aktual seperti perjuangan bangsa Asia dan Afrika, perubahan dalam sistem transportasi,
penemuan baru seperti "concorde" dan sebagainya, dengan sendirinya merupakan hal-hal yang
akan sangatmenumbuhkan motivasi belajaranak berbakat.
Mata pelajaran lain seperti politik, ekonomi, antropologi sosiologi dan psikologi dapat diberikan
secara ilmiah populer. Umpamanya masalah "Intel-group relation" adalah suatu topik yang dapat
diperdalam dalam menggunting surat kabar atau majalah mengenai contoh konflik ada atau
kerjasama dari kelompok tertentu. Demikian juga kejadian aktual seperti pemilu merupakan
permasalahan politik yang dapat dijelaskan dalam kaitan dengan pemerintah. Suatu aktivitas
longitudinal dalam hubungan denganekonomi adalah investasi dalam bidang bisnis yang
berhubungan dengan usaha sekolah.
Demikian juga suatu masalah antropologi perlu dijelaskan melalui ensiklopedi, misalnya
karakteristik mana dalam masyarakat kita yang bersifat universal?
d. IPA dan Pendidikan Kesehatan
Keterampilan proses (proses skills) dalam IPA pada akhir abad ini telah digalakan sebagai
metodologi IPA yang membantu anak didik mengaitkan IPA dengan dasar kehidupan. Dalam
memecahkan masalah IPA bukan lagi menghapal hukum dan aksioma saja, tetapi pengembangan
aktivitas dan eksperimen yang membantu anak didik memperoleh keterampilan mengamati,
mengelola, meramalkan suatu gejala serta menilai proses tersebut. Dalam hubungan dengan ini
berbagai lomba ilmiah dapat diselenggarakan, atau mengadakan seminar para ahli di bidang IPA
dan Kesehatan.
e. Matematika
Untuk mencari jalan terpendek atau termudah dalam menyelesaikan suatu soal matematika patut
dilakukan anak berbakat. Pemahaman terhadap hubungan angka dengan membandingkan
berbagai metode perkalian, pengurangan atau penambahan merupakan sesuatu yang menarik
anak berbakat. Persoalan matematika yang dikaitkan dengan cerita akan sangat melatih
keterampilannya.

13
Demikian pula teka-teki angka akan banyak memberi kesempatan melatih keluwesan
kemampuan berhitung.
f. Kesenian dan Bahasa
Kreativitas anak berbakat dalam berbagai jenis kesenian dapat kesempatan berkembang dan
mudah dikaitkan dengan perkembangan bahasa (umpama drama, deklamasi), Tetapi ada juga
kegiatan kesenian yang secara khusus memperkaya perkembangan kesenian tertentu, seperti
musik (band sekolah), melukis, membatik dan lain-lain. Kreativitas merupakan satu ciri khas dari
anak berbakat. Kreativitas dapat diarahkan melalui berbagai kegiatan positif dan menantang.
g. Metode belajar dan guru
Metode belajar yang paling cocok untuk anak berbakat adalah belajar melalui kelompok kecil
atau individual. Bila anak berbakat harus belajar dalam kelas besar, maka prinsip pendekatan
full-out enrichment dan akselerasi harus menjadi dasar untuk pengembangan pada perbedaan
potensinya. Beberapa persyaratan yang diperlukan guru ialah guru harus seseorang yang
memiliki intelegensi tinggi dan mempunyai minat luas dalam berbagai bidang. Minat guru yang
ada harus dapat disampaikan dengan baik yang dimiliki orang lain. Keinginan guru belajar
mendalami ilmu bersama murid terus menerus merupakan syarat lain yang harus dipenuhi guru
anak berbakat.
Bagaimana Pendidikan anak Berbakat dalam Konteks Pendidikan Indonesia
Pembinaan bakat dan prestasi berkualitas tinggi penting bagi kelangsungan hidup serta kejayaan
bangsa. Hal ini berarti bahwa pendidikan anak berbakat harus berangkat dari landasan
konseptual filisofis yang sama untuk digunakan dalam pendidikan biasa. Sebagaimana halnya
dengan anak-anak yang mengalami hambatan (handicap) anak berbakat perlu mendapat layanan
yang berbeda dari yang diberikan kepada anak-anak. pada umumnya untuk memungkinkan
mereka mewujudkan potensinya secara maksimal.
Di Indonesia sampai saat ini layanan khusus untuk anak-anak berbakat yang dimaksud praktis
belum ada, meskipun pemikiran ke arah itu telah pernah dirintis, salah satunya pemberian
beasiswa (T. Raka Joni,1982).
Tinjauan sekilas di sejumlah negara lain memberikan gambaran yang tidak terlalu jauh berbeda,
perhatian jauh lebih banyak ditujukan kepada anak-anak yang mengalami hambatan, bukan
kepada anak-anak berbakat istimewa. Dan apabila kita ingin mulai merintis layanan khusus yang
dimaksud, maka seharusnya kerangka acuan dengan wawasan ke pendidikan yang lebih luas,
perlu dimantapkan terlebih dahulu, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti
berikut ini
1) Apakah yang dimaksud dengan bakat (istimewa) itu Apa bidang-bidangnya, dan bagaimana
diungkapkannya?
2) Untuk apa, baik dilihat dari segi individu maupun dari segi pemerintah dan masyarakat, bakat-
bakat istimewa tersebut terbina?
3) Bagaimana pembuatan bakat yang dimaksud dilaksanakan? Perlukah dilakukan penetapan
urutan prioritas? Apa isi program pembinaannya dan apa pula persyaratan sarana, prasarana serta
personelnya? Bagaimana program tersebut diorganisasikan serta diadministrasikan sehingga
dapat tercapai tujuan dengan efektiftetapi efisien?
4) Bagaimana kita bisa tahu bahwa prediksi prestasi berkualitas tinggi yang dibuat itu efektif?
Bagaimana kita tahu bahwa program pembinaan bakat istimewa itu berhasil? Apa indikator
keberhasilannya?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mudah-mudahan pemikiran untuk
mewujudkan lembaga pendidikan anak berbakat bisa terwujud. Tentu saja disesuaikan dengan
kondisi yang ada di masyarakat dan pemerintah Indonesia. Demikianlah uraian yang
menggambarkan anak berbakat, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Evaluasi Hasil Relajar Ranah Kognitif :


Ranah kognitif sebagai ranah hasil relajar yang berkenaan dengan
kemampuan pikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengetahuan yang
berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman,
konseptualisai, penentuan dan penalaran dapat diartikani sebagai kemampuan
intelektual; Bloom mengklasifikasi ranah hasil belajar kognitif atas enam
tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, síntesis dan
evaluasi.
14
Evaluasi hasil belajar kognitif dapat dilakukan dengan menggunakan tes
objektif maupun tes uraian. Prosedur evaluasi hasil belajar ranah kognitif dengan
menggunakan tes sebagai instrumennya meliputi menyusun tes, melaksanakan
testing, melakukan skoring, analisis dan interpretasi dan melakukan tindak lanjut.
EVALUASI HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR
1. Sasaran Evaluasi
Ranah ketrampilan motorik atau psikomotor dapat diartikan sebagai
serangkaian gerakan otot-otot yang terpadu untuk dapat menyelesaikan suatu tugas.
Sejak lahir manusia memperoleh ketrampilan-ketrampilan yang meliputi gerakangerakan
otot yang terpadu atau terkoordinasi mulai yang paling sederhana misalnya
berjalan, sampai ke hal yang lebih rumit ; berlari, memanjat, dan sebaginya. Akan
17
tetapi ketrampilan motor atau psikomotorik yang diperlukan oleh seorang tenaga
profesional seperti mengemudi mobil, berenang, mengambil darah dari pembuluh
vena, mengajar, harus dikembangkan secara sadar melalui suatu proses pendidikan
Penilaian ketrampilan psikomotor memang lebih rumit dan subjektif
dibandingkan dengan penilaian dalam aspek kognitif. Karena penilaian
ketrampilan psikomotor memerlukan teknik pengamatan dengan keterandalan
(reliabilitas) yang tinggi terhadap demensi-demensi yang akan diukur. Sebab bila
tidak demikian unsur subjektivitas menjadi sangat dominan. Oleh karenanya
upaya untuk menjabarkan ketrampilan psikomotor ke dalam demensi-demensinya
melalui analisis tugas (Task analyisis) merupakan langkah penting sebelum
melakukan pengukuran. Dengan analisis tugas itu akan dapat dipelajari ciri-ciri

15
demensi itu dan dapat tidaknya demensi itu untuk diobservasi dan diukur.
EVALUASI HASIL BELAJAR AFEKTIF :
1. Sararan Evaluasi
Ranah penilaian hasil belajar afektif adalah kemampuan yang berkenaan
dengan perasaan, emosi, sikap/derajad penerimaan atau penilakan statu obyek,
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Menurut Bloom, aspek-aspek domain afektif ádalah:
1) Menerima/mengenal, yaitu bersedia menerima dan memperhatikan
berbagai stimulus yang masíh bersikap pasip, sekedar
mendengarkan atau memperhatikan.
2) Merespons/berpartisipasi, yaitu keinginan berbuat sesuatu sebagai
reaksi terhadap gagasan, benda atau sistem nilai—lebih dari
sekedar mengenal.
3) Menilai/menghargai, yaitu keyakinan atau anggapan bahwa sesuatu
gagasan, benda atau cara berpikir tertentu mempunyai nilai/harga
atau makna.
4) Mengorganisasai, yaitu menunjukkan saling berkaitan antara nilainilai
tertentu dalam suatu sistem nilai, serta menentukan nila mana
mempunyai prioritas lebih tinggi dari pada nilai yang lain.
Seseorang menjadi commited terhadap suatu sistem nilai tertentu.
5) Karakterisasi/internalisasi/mengamalkan, yaitu mengintegrasikan
nilai ke dalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan,
serta perilakunya selalu konsisten dengan filsafat hidupnya
tersebut.
b. Menurut Anderson (dalam Robert K. Gable), aspek-aspek afektif meliputi:
attitude/sikap, self concept/self-esteem, interest, value/beliefs as to what
should be desired.

IT
Pergeseran paradigma dalam pranata pendidikan yang semula terpusat menjadi desentralistis
membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan, khususnya di tingkat sekolah. Kebijakan
tersebut dapat dimaknai sebagai pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah dalam
mengelola sekolah, termasuk di dalamnya berinovasi dalam pengembangan kurikulum dan
model-model pembelajaran. Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan
yang berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari komponen pendidikan
yang terkait. Kondisi ini gayut dengan perubahan kurikulum yang sedang diluncurkan dewasa ini
oleh pemerintah, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Konsekuensi yang harus
ditanggung oleh sekolah adalah restrukturisasi dalam pengelolaan sekolah (capacity building),
profesionalisme guru, penyiapan infrastruktur, kesiapan siswa dalam proses belajar dan iklim
akademik sekolah. Kebijakan penerapan KTSP dan pemberian otonomi pendidikan juga
diharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya daya saing sekolah.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan pembelajaran berbasis teknologi
informasi yang sangat pesat, hendaknya sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang
dicita-citakan dalam perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan
yang telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam
pembelajaran adalah program e-learning. Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh
para ahli teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana e-learning dapat difahami
sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer
yang dilengkapi dengan sarana telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia
(grafis, audio, video) sebagai media utama dalam penyampaian materi dan interaksi antara
pengajar (guru/dosen) dan pembelajar (siswa/mahasiswa). Model pembelajaran berbasis TIK
dengan menggunakan e-learning berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek
pembelajarannya. Setidaknya ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar
dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam
belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi,
mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal
yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang
ke empat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi
pembelejaran. Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat kesiapan peserta
belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan, efektifitas pembelajaran, sistem
penyelenggaraan dan daya dukung sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK.
Lalu, apakah mungkin program e-learning dapat dilaksanakan di sekolah? Ini yang menjadi
esensi dari kebermaknaan e-learning di sekolah. Menyiapkan program e-learning Pengalaman
menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah sesulit dalam bayangan kita,
asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa
komitmen dan dukungan secara teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan
terealiasi. Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of e-learning volume 5 tahun
2005, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan
efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam
mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung
kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar
bagi siswa. Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama
menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience,
ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang
tunai. Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-
LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian
berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan
bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta
menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak
dalam konteks investasi jangka panjang. Membudayakan belajar berbasis TIK Berkembangnya
teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995 an, salah satu kendalanya adalah
menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar berbasis teknologi informasi serta kurang
trampilnya dalam menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih
terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan model-model pembelajan.
Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan
kultur masyarakat akan teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak
bisa diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan anak
didik dengan teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High

17
School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah
siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi. Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada
tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-
learning. Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai
dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelelajaran. Kedua,
penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran
dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah
penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan
pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan,
menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan
pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut
selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung
oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan
dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran
sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter)
hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa
mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal meng-
upload ke situs e-learning yang telah dibuat. Dalam penetapan kualitas pembelejaran dengan
menggunakan model e-learning telah dikembangkan oleh lembaga Qualitative Standards
Scholarship Assessed: An Evaluation of the Professoriate yang dikembangkan oleh Glassick,
Huber and Maeroff, (2005), dengan indikator-indikator instrumen yang telah dikembangkan
meliputi: kejelasan tujuan pembelajaran, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penyiapan
metoda belajar yang sesuai, menghasilkan hasil pembelajaran yang signifikan positif, efektifitas
dalam mempresentasikan bahan pelajaran serta umpan balik yang kritis dari peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning / digital
classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk
mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan
efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media. Dengan mencermati perkembangan
teknologi informasi dalam dunia pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu
disiapkan serta pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program e-
learning di sekolah bukanlah suatuhayalan belaka bahkan sesegera mungkin untuk diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai