Maksudnya bahwa prilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh setiting dimana
perilaku itu terjadi, dan mereka merasa bahwa perilaku dapat dimengerti secara baik apabila
diobservasikan dalam setting dimana peristiwanya terjadi. Dalam hal ini, ketika data
diperoleh, peneliti harus perlu mengetahui dimana data itu diperoleh, bagaimana memperoleh
data tersebut dan dibawah peristiwa apa data itu muncul atau terjadi.
Dalam hal ini instrume penelitian yang menjadi pondasi adalah peneliti itu sendiri, karena
desain, data yang dikumpulkan, dan fokus penelitian bisa berubah sesuai dengan kondisi
alamiah, sehingga peneliti dapat melakukan penyesuaian sejalan dengan kenyataan-kenyataan
yang terjadi dilapangan karena peneliti sebagai instrumen penelitian, ia bukan benda mati
seperti angka, skala, tes, dan sebagainya, tetapi ia dapat berhubungan dengan subjek
penelitian dan mampu memahami keterkaitannya dengan kenyataan di lapangan sehingga
dapat mengantisipasi dan mengganti strategi apabila kehadirannya akan mengganggu
fenomena yang terjadi.
Misalnya, untuk meneliti pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya maka peneliti akan
menterjemahkan pola asuh orang tua tersebut dengan mengobservasi bagaimana sikap dan
prilaku orang tua dalam interaksi sehari-harinya dengan anak-anaknya dan mengobservasi
bagaimana sikap dan prilaku anak-anak dalam berinteraksi dengan orang tuanya. Dengan
mengumpulkan data dari interaksi tersebut, maka peneliti baru dapat menarik kesimpulan.
Yaitu berusaha menggambarkan suatu gejala sosial, ekonomi dan keagamaan. Dalam hal ini,
data yang dikumpulkan adalah bentuk kata-kata atau gambar, data tersebut meliputi transkip
interviu, catatan lapangan, fotografi, vidiotapes, dokumen personal, memo, dan catatan resmi
1|Page
lainnya. Peneliti mencoba untuk menganalisa semua data yang diperoleh secara sama atau
sedekat mungkin dengan bentuk data aslinya saat data itu di catat atau direkam.
Peneliti mencari data tidak untuk menguji hipotesis tapi untuk melakukan abstraksi
berdasarkan fakta-fakta atau keterangan-keterangan yang telah dikumpulkan. Dalam
penelitian kualitatif terdapat batas yang ditentukan oleh fokus penelitian yang berdasarkan
interaksi antara peneliti dan permasalahan penelitian.
Untuk menjaga setting alamiah dan kelancaran memperoleh data yang diperlukan. Hasil
penelitian juga bergantung pada kualitas hubungan antara peneliti sebagai pencari data dan
subjek tau kelompok subjek yang menjadi sumber data.
Menuntut peneliti untuk secara fisik menjumpai atau mendatangi orang, masyarakat, setting,
tempat, institut (field) agar dapat mengobservasi fenomena yang diteliti dalam setting
alamiahnya.
Pada penelitian ini instrumen data berupa tes tertulis, kuesioner,dan kolom-kolom
pengamatan yag dibantu dengan alat tulis. Peneliti dapat menugaskan sejumlah enumerator
(petugas pengumpul data). Karena data yang akan dikumpulkan serta isntrumen yang
digunakan sudah baku. Insturmen penelitiannya telah disiapkan sebelumnya, sehingga tidak
mungkin untuk melakukan perubahan.
2|Page
2. Data Dapat Diobservasi Dan Diukur
Dalam penelitian kuantitatif, analisis datanya menggunakan proses matematik yang disebut
prosedur statistik, seperti menyediakan informasi untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis
penelitian.
Dipakai untuk menuju pada rencana penelitian tentang bagaimana ia akan melaksanakan
penelitian. Dalam hal ini termasuk di dalamnya langkah-langkah/prosedur, yang terdiri dari :
pengumpulan data, menganalisis dan melaporkan hasil penelitian.
Semakin banyak subjek (anggota sampel) yang diteliti semakin kuat keabsahan jeneralisasi
1. Dari segi teknik, masing-masing memberikan pada tekanan pada teknik tertentu
dalam prosedur, prosedur, pengumpulan data dan analisis data.
2. Dari Segi Kriteria Kualitas, Penelitian Kuantitatif menggunakan kriteria validitas
(internal dan eksternal), reliabilitas dan objektifitas untuk menentukan kualitas
penelitiannya. Sedangkan penelitian kuantitatif menggunakan kriteria relevansi dalam
menentukan kualitas penelitiannya (apakah yang dilaporkan peneliti sesuai dengan
kenyataan)
3. Dari segi sumber teori, Penelitian Kuantitatif teori secara opriori, yaitu menghasilkan
hipotesis dan kemudian dilakukan verifikasi. Sedangkan Penelitian Kualitatif,
merumuskan teori sejak awal dan bersumber dalam kehidupan nyata.
4. Dari segi maksud, Penelitian kuantitatif tujuannya adalah untuk mendapatkan
pengetahuan melalui pengujian hipotesis yang ditetapkan sebelumnya.sedangkan
Penelitian Kualitatif, merumuskan pengetahuan yang belum ada dalam teori yang
berlaku
3|Page
Perbedaan ini telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Guba dan Lincoln menyajikan
uranan yang cukup panjang dan mempertentangkan perbedaan – perbedaan paradigma kedua
penelitian ini. Untuk itu penelitian kuantitatif digunakan istilah scientific paradigma,
sedangkan penelitian kualitatif dinamakan naturalistic inquiry atau inkuiri alamiah.[5] Ada
juga perbedaan yang sangat jelas sekali antara perbedaan kualitatif dan kuantitatif, yaitu:
Yang harus menjadi catatan adalah metode kualitatif tidak anti verifikasi dan tidak
bertentangan dengan metode kuantitatif, tetapi penelitian kualitatif lebih memilih
menggunakan data sebagai sumber teori dari pada hanya untuk menguji kebenaran teori
terdahulu.
4|Page
menganalisis data
Jenis penelitian Eksperimen dan non Studi kasus, Etnografik,
eksperimen (deskriptif, kausal fenomologis, penelitian sejarah
komparatif, korelasional)
Asumsi What is the Reality is independent from Researcher interact with that
epistemologis relationship of that being researched being researched
the researcher
to that
5|Page
researched?
Asumsi What is the role Value-free and unbiased Value-bound and biased
aksiologis of values?
Asumsi What is the Deductive process; cause and Inductive process; mutual
metodologis process of the effect; static design categories simultaneous shaping of
research? isolated before study; context- factors; emerging design
free; genaralization leading to categories identified during
prediction, explanation, and research process; context
understanding; accurate and bound; patterns, theories
reliable through validity and developed for understanding;
reliability accurate and reliable through
verification.
6|Page
mengikat
1. Pendekatan kuantitatif
Pengaruh ilmu alam dalam konsep ilmu sosial dan humaniora terdapat dalam konsep heriditas
dalam psikologi dan pendidikan yang diadopsi dari eksperimen Morgan dalam lapangan
biologi, teori psikologi medan diambil dari teori medan magnet, teori belajar kuantum berasal
dari fisika kuantum, konsep individu, stimulus dan respons, juga merupakan konsep-konsep
dalam ilmu alam. Konsep termodinamika dalam fisika juga digunakan untuk menjelaskan
perilaku manusia. Manusia pada hakikatnya menyukai ketenangan, ketentraman, dan
7|Page
kedamaian, seperti air dingin yang tenang. Air yang tenang itu dapat berubah menjadi
mendidih dan bergejolak karena dipanaskan. Begitu juga, manusia diciptakan seperti bintang
agar mengorbit di wilayah keteraturannya. Kalau manusia melakukan tindakan kejahatan
maka dia keluar dari orbit keteraturannya sehingga menimbulkan benturan-benturan yang
dirasakan dalam bentuk kegalauan-kegalauan di hatinya. Bencana alam juga seringkali
dihubungkan dengan deviasi perilaku manusia.
Pengaruh ilmu alam dalam metode penelitian sosial terlihat dalam penggunaan metode
observasi yang diambil dari cara yang digunakan dalam ilmu astronomi, asumsi normalitas
dalam pengukuran psikologis, prosedur sampling, analisa kuantitatif, metode eksperimen,
perlunya definisi operasional, dan sebagainya. Oleh karena gejala sosial dalam satu variabel
yang diteliti memiliki keseragaman interindividu dalam masyarakat, maka hasil penelitian
sosial harus dapat digeneralisasikan. Setiap karakteristik memiliki ukuran atau kuantitas atau
frekuensi yang dapat diukur derajad eksistensinya. Gejala alam seperti berat, waktu, jarak,
kecepatan, dan sebagainya dapat diukur. Keadaan yang sama berlaku pula dalam ilmu-ilmu
sosial, sehingga manusia dapat dibedakan dalam kadar kejujuran, demokratisme, religiusitas,
sikap, tanggapan, perilaku dan sebagainya. Pengukuran gejala sosial ini memunculkan kajian
yang dikenal sebagai ekonomitri dalam lapangan ekonomi, sosiometri dalam sosiologi,
antropotri dalam antropologi, psikometri dalam psikologi dan pendidikan dan sebagainya.
Pengukuran ini harus dilakukan karena hubungan-hubungan gejala di dunia ini, baik fisik dan
sosial, sulit dibuktikan dengan pasti tanpa dilakukan proses pengukuran. Pengukuran telah
membuat manusia memahami makin banyak gejala yang semula tidak dikenali hubungannya
satu sama lain. Paham ini melahirkan sebuah pendekatan penelitian yang kemudian dikenal
sebagai penelitian kuantitatif. Dalam pandangan ini, ilmu haruslah positif, memusatkan
perhatian pada gejala yang nyata dan konkret tanpa halangan dari pertimbangan lainnya
(Soekanto, 1997 : 444). Berangkat dari pandangan ini penelitian didefinisikan sebagai
penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis, tentang fenomena-fenomena
alami, dengan dipandu oleh teori dan hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang dikira
terdapat antara fenomena-fenomena itu (Kerlinger, 1996 : 17). Secara historis, pendekatan ini
diilhami oleh pemikiran tokoh-tokoh filsafat seperti Rene Descartes, Auguste Comte dan
John Dewey.
Penelitian kuantitatif lebih diarahkan untuk meneguhkan teori (confirmatory analysis). Alur
logika penelitian kuantitatif dimulai dari mengkaji teori yang sudah ada, mendefinisikan,
melakukan fisikalisasi dan mengukur untuk mengumpulkan data di lapangan, kemudian
8|Page
menganalisis secara statistik untuk menolak atau menerima kebenaran teori. Proses bergerak
dari teori menuju lapangan (theory then research). Hal itu dilandasi oleh pemikiran bahwa
ilmu bersifat akumulatif. Pengetahuan baru dibangun di atas kemajuan pengetahuan yang
sudah ada. Tanpa sifat ini, pengetahuan tidak akan pernah berkembang. Pengetahuan
berkembang karena gotong-royong umat manusia. Kemajuan pengetahuan diketahui dengan
membaca teori. Manusia mempunyai tanggung jawab kolektif untuk menjadikan dirinya
manusia yang berbudaya. Adam diciptakan sebagai manusia yang berbudaya sempurna
sehingga kepadanya berhak menghuni surga. Namun karena dia telah melakukan kesalahan,
maka diturunkan dia di dunia. Di dunia, Adam dan anak cucunya terus-menerus berjuang
secara kolektif untuk membudayakan diri dan bumi yang dihuninya, menuju kesempurnaan
budaya. Teori memungkinkan adanya komunikasi budaya antara ilmuwan satu dengan yang
lain, antara generasi satu dengan generasi yang lain. Tanpa teori, maka tidak ada pengetahuan
manusia, kecuali generalisasi empirik. Teori memungkinkan manusia memiliki pengetahuan
yang mantap untuk dikomunikasikan. Oleh karenanya penelitian harus menggunakan teori
sebagai pemandu, sebagaimana Al Qur’an yang diturunkan secara deduktif untuk
mengarahkan agar akal memiliki panduan dalam menggali ayat-ayat kauniyah. Fungsi teori
sebagai pemandu memberikan kesempatan agar proses penemuan kebenaran tidak bersifat
coba-coba (trial and error). Teori-teori besar tidak lahir dari argumentasi satu orang dan
didasarkan atas satu hasil pengamatan saja. Teori besar lahir dari karya bersama dari
serangkaian pengamatan dan teori yang saling memperkuat. Teori gravitasi Sir Issac Newton
lahir melalui proses yang panjang : berawal dari revolusi pemikiran Copernicus, pengamatan
Galileo Galilei, dan data Tycho Brahe yang dikerjakan oleh Kepler. Teori relativitas Albert
Einstein dibangun bertumpu pada percobaan Michelson Morley, aturan yang dikembangkan
oleh Lorentz dan matematika yang dikembangkan oleh Minkovski. Teori kuantum
Schrodinger dan Hisenberg dirintis oleh rentetan eksperimen Planck, Rydberg, Bohr, Einstein
dan Somerfeld. Penemuan gelombang radio untuk telekomunikasi berawal dari pengamatan
gejala kelistrikan oleh Coulomb, Faraday, Ampere dan peramalannya oleh Maxwell, dan
sebagainya.
Penelitian kuantitatif menjunjung tinggi objektivitas dan menganggapnya sebagai salah satu
persyaratan dasar pengetahuan yang benar. Kebenaran harus bersifat objektif dan universal.
Kebenaran harus diserahkan penilaiannya kepada publik, karena kebenaran menjadi milik
dunia. Dalam hubungan antara subjek dan objek, maka objek harus ditempatkan di luar
subjek untuk memberi kesempatan kepada pengamat lain melihat dengan hasil pengamatan
9|Page
yang sama. Usaha menempatkan objek di luar subjek itu dilakukan dengan mengubah definisi
konseptual variabel yang masih dalam alam penafsiran peneliti ke dalam definisi operasional
yang dapat diamati (observable) secara sepakat oleh semua orang. Alat ukur atau instrumen
pengumpulan data yang akan dianalisis dikembangkan berdasarkan definisi operasional itu.
Selanjutnya peneliti tidak dapat lagi memasukkan unsur subjektivitasnya dalam pengumpulan
data karena begitu instrumen ada, pengumpulan data menjadi wewenang instrumen
sepenuhnya. Hasil pengumpulan data bersifat objektif karena instrumen tidak mempunyai
kepentingan, minat, preferensi atau tendensi apa-apa. Apabila pengumpulan data menjadi
pekerjaan instrumen maka tidak ada peluang bagi peneliti memasukkan unsur subjektivitas
dalam pengamatan.
Kebenaran adalah kesesuaian antara ide dan realitas pada semua pengamat. Kebenaran harus
terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain karena pengetahuan harus diterima oleh semua
orang. Realitas dapat dipecah-pecah dalam variabel-variabel dan kebenaran bersifat tunggal
dalam variabel yang diamati, sehingga dapat diuji oleh orang lain dengan hasil yang sama.
Sebuah kursi misalnya adalah sebuah kebenaran objektif, karena seorang pengamat
mengamati dengan hasil yang sama dengan pengamatan orang lain. Kesamaan itu dicapai
karena kursi adalah objek yang berada di luar subjektivitas subjek. Dalam cara yang sama,
penelitian kuantitatif melakukan proses ini. Kebenaran hanya dapat dicapai apabila meniru
kepada model penelitian pengetahuan alam. Zuchdi (1993) dalam usaha mencapai
objektivitas, penelitian literaturpun melakukan usaha kuantifikasi berbagai hal yang bersifat
kualitatif.
2. Pendekatan kualitatif
Penelitian kualitatif beranjak dari cara pandang bahwa manusia merupakan makhluk
kebudayaan yang unik dan spesifik, karena perilaku manusia tidak terstruktur. Kebenaran
diperoleh apabila tercapai pemahaman terhadap suatu perilaku, karena perilaku adalah sebuah
kebudayaan yang khas. Manusia adalah makhluk kebudayaan karena dia bisa mengambil
peran sebagai makhluk berakal (homo sapiens), makhluk ekonomi (homo economicus),
serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus), makhluk yang harus bekerja (homo
faber), makhluk yang suka bermain (homo ludens), makhluk yang mampu mengekspresikan
gagasannya dengan simbol (homo symbolism), dan sebagainya. Manusia sama sekali berbeda
10 | P a g e
dengan gejala-gejala alam. Termasuk tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah Max Weber,
Edmund Husserl, Max Scheler dan Branislaw Malinowski.
Dalam penelitian kualitatif, kenyataan dipandang sebagai sebuah keutuhan makna yang tidak
dapat dipecah-pecah dalam variabel. Sebuah rumah tidak dapat dianalisa berdasarkan batu
bata, pasir, semen dan unsur lain yang membentuknya. “Apa yang dinamakan kenyataan pasti
bersifat kealaman. …Kategori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan
adalah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan
penyusun kenyataan yang ada” (Kattsoff, 1996 : 216). Penelitian kualitatif adalah sebuah
pendekatan penelitian yang melihat bahwa kebudayaan menjadi amat penting dalam
penelitian manusia. Oleh karenanya Denzin dan Lincoln (1994) mendefinisikannya sebagai
“a field of inquiry in its own right” (h. 1). Fenomena tidak dilihat sebagai produk, tapi
sebagai proses dan dinamika. Tujuan penelitian bukan untuk menguji : deskripsi, eksplanasi,
asosiasi, estimasi, diskriminasi, dan analisis kuantitatif lain yang menghentikan proses, tapi
mengalami untuk memahami perilaku manusia (cultural behavior). Penelitian tidak
dimaksudkan untuk melihat struktur, tapi proses sosial dan komunikasi. Yang dicari bukan
keberlakuannya bagi populasi (generalizability), tapi makna (emic) dan keunikan. Manusia
tidak dijelaskan dengan menanyakan apa yang dipikirkan atau dirasakan melalui instrumen
yang telah dirancang, tapi peneliti sendiri menjadi instrumen untuk mengamati perilaku
budaya subjek penelitian. Hal itu disebabkan karena konsep dalam otak manusia merefleksi
dalam tingkah laku, as we think, so do we act (Schwartz and Ogilvy dalam Lincoln and Guba,
1984 : 14). Peneliti kualitatif harus mengalami pengalaman (experiencing experience) dalam
pengumpulan datanya.
11 | P a g e
menjadi instrumennya, maka dia memasukkan unsur subjektivitas dalam pengumpulan
datanya. Ketiga, interpretasi pengalaman. Subjektivitas bukan hanya terjadi dalam
pengumpulan data tapi juga dalam analisis dan penafsiran. Penelitian kualitatif dimaksudkan
untuk mencari makna, dan makna itu ditemukan dalam interaksi. Makna terjadi pada
peristiwa publik melalui tafsir. Penafiran penelitian kualitatif adalah menafsirkan konteks
sebagai sebuah teks. Berdasarkan fakta yang dikumpulkan, dibuatlah tafsir atau interpretasi.
Tidak ada peristiwa yang jelas dengan sendirinya, sehingga harus ditafsirkan. Kebenaran
adalah kebenaran subjektif menurut penafsir. Dalam lapangan penelitian manusia, antara
subjek dan objek menyatu, sehingga kebenaran mengenai objek sangat tergantung kepada
penafsiran subjektif subjek.
Mengingat karakteristik penelitian yang berbeda antara penelitian kuantitatif dan kualitatif,
maka rancangan yang digunakan akan berbeda pula. Kalau penelitian kuantitatif lebih
diarahkan untuk meneguhkan teori, maka penelitian kualitatif lebih merupakan usaha
pencarian teori baru (exploratory analysis). Penelitian di lapangan dilakukan terlebih dahulu
sebelum kemudian ditemukan teori dari fakta yang ditemukan di lapangan (research then
theory). Teori yang sudah ada diperlukan untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang
mungkin dijumpai di lapangan tapi tidak memandu secara ketat sebagaimana penelitian
kuantitatif. Tuntutannya bukanlah objektivitas, validitas dan reliabilitas, tapi otentitas.
Peneliti berada di luar teks untuk memberi peluang bagi subjek untuk berbicara sendiri-
sendiri. Hal ini akan membuat rancangan penelitian khas dan berbeda dengan rancangan
umumnya penelitian kuantitatif.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang dituntut rancangan penelitian yang ketat untuk
menjaga objektivitas dan “keilmiahannya”, ketidakterikatan penelitian kualitatif kepada dasar
teori dan dimulainya penelitian langsung dari lapangan mengijinkan penelitian kualitatif
memiliki rancangan yang longgar. Rancangan tidak bersifat linear tapi siklis. Masing-masing
peneliti kualitatif mungkin tidak saling sepakat tentang rancangan penelitian yang digunakan,
tapi hal itu tidak menjadi persoalan karena penelitian kualitatif sangat menghormati
perbedaan dan menghargai penafsiran. Tidak ada sesuatu yang objektif kecuali penafsiran itu
sendiri.
Paradigma penelitian kualitatif muncul akibat pengaruh penelitian literatur (library research)
yang melihat kebenaran dari tekstur sebagai sesuatu yang tafsiriah dan interpretif. Dalam
penelitian kualitatif, dinamika sosial merupakan konteks yang dapat dibaca sebagai sebuah
12 | P a g e
teks, sehingga penelitian kualitatif melakukan penafsiran konteks sebagai teks. Kebenaran
bersifat subjektif berdasarkan penafsiran subjek. Kebenaran tidak dapat diobjektifikasi karena
klaim objektif juga merupakan subjektivitas pihak yang mengajukan klaim. Kebenaran tidak
terletak pada peneliti sebagai orang lain, tetapi kebenaran ada pada perasaan subjek yang
dituturkan kepada peneliti sebagai sebuah emic.
Dari arah yang lain, penelitian kuantitatif merupakan hasil dari pengaruh penelitian lapangan
ilmu-ilmu alamiah (natural research). Premis yang diajukan, manusia seperti juga isi alam
semesta yang lain diciptakan oleh Allah dalam serba keteraturan dan berderajad. Segala
sesuatu, baik benda yang bersifat fisik maupun “benda” konstruksi pikiran, mempunyai
variasi dalam derajad. Semua yang bervariasi dalam derajad dapat diubah kualitasnya
menjadi kuantitas. Misalnya kalau benda fisik dengan menimbang beratnya dapat diubah
kualitas beratnya dari : sangat berat, berat, sedang, ringan dan sangat ringan menjadi berbagai
ukuran kuantitas berat timbangan 100 kg, 25 kg, 10 kg dan 5 kg. Konstruksi pikiran juga
dapat ditimbang dengan instrumen untuk mengubah kualitasnya misalnya tingkat kesetujuan :
sangat setuju, setuju, tidak berpendapat, tidak setuju dan sangat tidak setuju menjadi ukuran
kuantitas : 5, 4, 3, 2 dan 1 sebagai tanda dalam tingkat kesetujuan. Kebenaran merupakan
milik dunia dan bersifat universal, sehingga harus terbuka untuk diuji oleh orang lain dengan
kesimpulan yang sama. Kebenaran tidak bisa diletakkan pada penafsiran subjektif manusia
karena harus objektif. Mengubah kualitas menjadi angka matematika merupakan cara
mewujudkan objektivitas, karena angka tidak mempunyai kepentingan subjektif apapun.
Kualitatif Kuantitatif
1. Peneliti harus hadir dilapangan 1. Peneliti tidak hadir dilapangan.
13 | P a g e
(Research hertabe instrumen), dalam Peneliti tidak bertindak sebagai
penelitian ilmiah ini peneliti menjadi alat tetapi sebagai pelaksana
instrumen 2. Narraw lens lensa sempit
2. Wide lens lebih luas sesuai dengan yang diajukan hanya
pertanyaan peneliti pertanyaan-pertanyaan peneliti
3. Data diperoleh dengan ; tidak mau tahu
3. Data diperoleh melalui ;
Pengamatan,angket,wawancara, data sekunder
: data yang sudah tersedia Angket,tes,wawancara
14 | P a g e