Anda di halaman 1dari 13

PENGUJIAN KONSTITUSIONAL DI AUSTRIA

Oleh: Karl Korinek (Ketua Mahkamah Konstitusi Austria)

Konstitusi dan Arti Pentingnya

Konstitusi merupakan pondasi dari ko-eksistensi masyarakat manusia


dalam sebuah negara demokratis. Konstitusi menetapkan aturan-aturan
tentang pemilu dan bagaimana pengorganisasian sebuah negara; yaitu,
konstitusi tidak hanya mengatur tentang tanggung jawab berbagai
lembaga negara, pengangkatan dan penataan organisasinya, serta
bagaimana komitmen lembaga-lembaga itu terhadap hukum, namun
konstitusi juga mengatur bagaimana kerjasama dan mekanisme kontrol di
antara lembaga-lembaga negara a quo. Inilah yang menjadi pondasi dari
demokrasi di bawah prinsip rule of law.

Selain itu, konstitusi juga berisi aturan-aturan terpenting mengenai


kedudukan individu di dalam negara dan masyarakat. Konstitusi
menciptakan hak bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam politik
sekaligus menjamin kesetaraan dan hak-hak dasar warga negara.

Lembaga-lembaga negara harus bertindak sesuai dengan konstitusi dan


peraturan perundang-undangan. Keterikatan pada perundang-undangan
ini memiliki arti penting yang khusus, karena hukum merupakan dasar
sekaligus elemen sentral dari keseluruhan tindakan negara. Konstitusi
juga membatasi ruang lingkup kebebasan/independensi
legislator/pembuat undang-undang. Para legislator tersebut hanya boleh
bertindak sejauh kewenangan yang diberikan oleh konstitusi, dan mereka
juga harus bekerja dalam koridor yang ditentukan oleh aturan-aturan
organisasnya dan hak-hak dasar yang diberikan kepadanya.
Tanggungjawab utama Mahkamah Konstitusi (verfassungsgerichtshof)
adalah untuk mengontrol atau mengawasi komitmen para legislator dan
lembaga-lembaga negara lainnya terhadap konstitusi. Peran Mahkamah
Konstitusi adalah untuk memberikan kekuatan yang efektif bagi konstisusi
tersebut. Umumnya, masyarakat masih belum memahami bagaimana
Mahkamah Konstitusi bekerja, apa saja yang menjadi kewenangan atau
yurisdiksi Mahkamah Konstitusi dan bagaimana ia bertindak, menata
organisasinya, serta siapa-siapa orang yang berada di balik putusan-
putusan Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, Saya menyambut gembira adanya gagasan untuk


menjelaskan secara transparan fungsi kontrol yang dimiliki oleh
Mahkamah Konstitusi, yang dilakukan melalui booklet ini, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang praktik constitutional
review di Austria. Pemahaman tentang hal tersebut merupakan prasyarat
bagi diterimanya putusan-putusan Mahkamah Konstitusi oleh masyarakat
di Austria. Diterimanya keputusan-keputusan negara oleh masyarakat
merupakan sebuah keharusan demi berfungsinya demokrasi di bawah
prinsip rule of law.

Tanggungjawab pokok Mahkamah Konstitusi adalah untuk melindungi


minoritas-minoritas politik, kemerdekaan-kemerdekaan dasar dan HAM
warga negara.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara tertinggi di Austria


yang berwenang melakukan uji konstitusionalitas terhadap undang-
undang. Dalam hal ini, pakar-pakar diperbolehkan memberikan komentar
mereka tentang apakah suatu peraturan perundang-undangan yang
dianggap kontroversial itu bertentangan dengan hukum atau tidak, atau
apakah suatu undang-undang yang diperselisihkan itu konstitusional atau
tidak. Sekalipun demikian, hanya putusan Mahkamah Konstitusi lah yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Melalui putusan-putusannya, para
hakim konstitusi mewujudkan kepastian hukum bagi para legislator baik di
tingkat federal maupun negara bagian, bagi admnistrasi pemerintahan,
dan bagi setiap individu warga negara. Inilah yang menjadi
tanggungjawab inti Mahkamah Konstitusi. Dengan cara inilah warga
negara Austria dapat meyakini fakta bahwa setiap peraturan perundang-
undangan yang tidak konstitusional pasti akan dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi juga merupakan salah satu lembaga politik tertinggi


di Austria. Kadangkala, hakim-hakim Mahkamah harus membuat
keputusan-keputusan yang memiliki konsekuensi politik sangat luas.
Misalnya, ketika pemerintah bermaksud untuk memasukkan suatu
usulan/inisiatif ke dalam suatu undang-undang, partai-partai pendukung
pemerintah di parlemen/mejelis nasional (Nationalrat) akan memberikan
persetujuannya terhadap rancangan undang-undang tersebut, dan
selanjutnya undang-undang itu pun mulai berlaku. Dalam hal ini,
Mahkamah Konstitusi dapat diminta untuk melakukan pengujian apakah
undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
Sebagai sebuah pengadilan, Mahkamah Konstitusi tidak dapat bertindak
atas inisiatifnya sendiri, namun Mahkamah Konstitusi wajib membuat
putusan jika memang diminta berdasarkan adanya suatu permohonan
yang dapat dibenarkan oleh undang-undang. Dengan demikian, pihak-
pihak yang menentang suatu undang-undang memiliki kesempatan yang
luas untuk menggugat undang-undang yang dianggapnya inkonstitusional
tersebut. Pengujian terhadap suatu undang-undang juga dimungkinkan
apabila Mahkamah Konstitusi, pada saat memeriksa suatu perkara
tertentu, ternyata menemukan keraguan terhadap validitas konstitusional
undang-undang tersebut.
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Amar putusan Mahkamah
merupakan kalimat-kalimat yang bersifat final. Ia harus diterima dan
dipatuhi. Namun, untuk memastikan bahwa isi putusan Mahkamah benar-
benar dapat diterima, maka Mahkamah harus memberikan penalaran dan
argumentasi yang transparan serta komprehensif sehingga Mahkamah
sampai pada suatu putusan.

Hal-Hal Apa Saja Yang Diputus Mahkamah: Kewenangan Mahkamah

Kewenangan Mahkamah Konstitusi di atur dalam Konstitusi Federal. Pada


prinsipnya, Mahkamah Konstitusi tidak dapat bertindak atas inisiatifnya
sendiri. Ia harus mendasarkan tindakannya pada adanya permohonan
yang diajukan kepada Mahkamah. Sekalipun para hakim konstitusi
berpendapat bahwa suatu undang-undang itu bermasalah dalam hal
konstitusionalitasnya, namun mereka tidak dapat bertindak apa pun
hingga ada seseorang atau institusi yang mengajukan permohonan
sehingga memungkinkan Mahkamah untuk melakukan interevensi. Ketika
suatu suatu permohonan (Antrag) atau komplain (Beschwerde) diajukan
kepada Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah berkewajiban untuk
memberikan putusannya, bahkan sekalipun isu yang diajukan sudah tidak
lagi relevan karena undang-undang terkait telah direvisi/diubah.

Kewenangan-kewenangan utama Mahkamah Konstitusi terdiri dari:

Kewenangan Administratif Khusus

(Pasal 144 Konstitusi Federal)

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji komplain


masyarakat terhadap keputusan-keputusan (Bescheide) yang dibuat oleh
otoritas-otoritas administratif. Dalam melaksanakan kewenangannya ini,
Mahkamah harus menguji apakah hak-hak konstitusional Pemohon yang
dijamin oleh konstitusi telah dilanggar atau apakah penerapan keputusan-
keputusan itu sendiri menyalahi hukum. Permohonan ini dapat diajukan ke
Mahkamah Konstitusi hanya jika Pemohon telah melalui tahapan-tahapan
banding (appeal) lainnya. Pada prinsipnya, Mahkamah Konstitusi dalam
menjalankan fungsi kontrolnya hanya bersifat retrospeksi (retrospect/ex
post). Dalam kasus-kasus tertentu, Mahkamah dapat memberikan
putusan “pembatalan sementara” (temporary suspension/aufshiebende
Wirkung). Jika permohonan dikabulkan oleh Mahkamah, maka
pemberlakuan keputusan yang diperselisihkan akan dihentikan sementara
waktu hingga majelis hakim Mahkamah sampai pada putusan akhir.
Putusan “pembatalan sementara” ini berpengaruh besar, misalnya,
terhadap undang-undang keimigrasian.

Pengujian Norma (Normprufung)

Pasal 139 sampai dengan 140a Konstitusi Federal.

Pengujian norma ini merupakan inti dari seluruh pengujian konstitusional


yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini, Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga negara yang diberi kewenangan untuk
menguji peraturan perundang-undangan, pemberlakuan kembali
(reenactment) suatu undang-undang, undang-undang itu sendiri, dan
perjanjian-perjanjian internasional (treaties) yang dibuat oleh negara-
negara bagian. Prosedur dari pengujian peraturan perundang-undangan
ini antara lain adalah Mahkamah Konstitusi memberikan putusan tentang
perundang-undangan federal maupun negara bagian.
Kewenangan dalam Perkara Pemakzulan

Pasal 142 dan 143 Konstitusi Federal

Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara-perkara


kelalaian maupun pelanggaran hukum yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga tertinggi di negara Austria. Kasus-kasus dalam perkara
pemakzulan ini misalnya adalah dugaan pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh presiden federal maupun oleh para menteri federal dan
pejabat-pejabat pemerintah negara bagian.

Kewenangan dalam Perkara-Perkara yang Terkait Dengan Masalah


Finansial Terhadap Pemerintah Federal, Negara Bagian Maupun
Suatu Komunitas Tertentu

Pasal 137 Konstitusi Federal

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan terhadap perkara-perkara


gugatan yang terkait dengan masalah-masalah finansial terhadap
pemerintah federal, negara-negara bagian, pemerintah daerah maupun
asosiasi-asosiasi pemerintah daerah. Kewenangan ini misalnya mencakup
kewenangan untuk menguji permohonan yang diajukan oleh lembaga-
lembaga administrasi regional mengenai masalah kesetaraan anggaran
(finanzausgleich).

Konflik Kewenangan

Pasal 138, 126a dan 148f Konstitusi Federal.

Dalam situasi sengketa, Mahkamah Konstitusi harus memberikan


klarifikasi apakah suatu permasalahan tertentu itu merupakan
kewenangan pemerintah federal ataukah merupakan kewenangan dari
salah satu negara bagian. Mahkamah juga berwenang untuk memutus
masalah konflik yurisdiksi antar pengadilan atau antara pengadilan
dengan otoritas administratif tertentu. Selain itu, Mahkamah juga
berwenang untuk memutus sengketa-sengketa mengenai ruang lingkup
hak uji yang dimiliki oleh kantor-kantor audit dan kantor ombudsman.

Kewenangan dalam Masalah Sengketa Pemilu

Pasal 141 Konstitusi Federal

Dalam sebuah negara demokrasi harus tersedia mekanisme untuk


melakukan pengujian terhadap legitimasi hasil pemilu. Oleh karena itulah,
maka di Austria, keseluruhan pemilu yang dianggap penting, seperti
pemilu, referendum, konsultatif referendum maupun inisiatif-inisiatif rakyat
dapat diuji di Mahkamah Konstitusi. Setiap pelanggaran hukum (ilegalitas)
dalam proses pemilu dapat berakibat pada pembatalan atau pengulangan
keseluruhan atau sebagian dari proses pemilu. Namun, ini hanya
dimungkinkan jika pelanggaran hukum di maksud berpengaruh terhadap
hasil akhir dari pemilu. Mahkamah juga berwenang untuk memutus
apakah seseorang harus kehilangan kursi yang telah diperolehnya dalam
pemilu atau tidak.

Siapa Saja Yang Dapat Mengajukan Permohonan

Mengenai siapa saja yang dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah


Konstitusi telah diatur secara eksplisit. Hal ini dapat dijelaskan dengan
mengilustrasikan dua jenis persidangan penting di Mahkamah Konstitusi.
Pada umumnya, setiap orang yang merasa hak konstitusionalnya
dilanggar oleh suatu keputusan/perundang-undangan atau oleh
penerapan suatu norma yang dianggap bertentangan dengan hukum
adalah dapat mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi.
Ketika seseorang hendak mengajukan permohonan, maka permohonan
itu harus dalam bentuk tertulis dan disampaikan melalui pengacara resmi.
Mahkamah Konstitusi, jika dianggap perlu dan dengan kriteria-kriteria
tertentu, dapat memberikan bantuan hukum, misalnya dalam bentuk
menyediakan pengacara secara gratis. Namun, agar suatu permohonan
dapat diterima Mahkamah, pemohon juga harus memenuhi persyaratan-
persyaratan lainnya, misalnya: telah terlebih dahulu melalui tahapan-
tahapan peradilan banding yang ada (undang-undang yang
dipersengketakan sudah tidak bisa lagi dimintakan banding ke otoritas
administratif yang lebih tinggi).

Pengorganisasian dan Jumlah Hakim

“Badan” yang membuat keputusan di Mahkamah Konstitusi adalah “Pleno”


(plenary/plenum). Pleno ini terdiri dari ketua, wakil ketua dan dua belas
orang hakim anggota. Selain itu, ada pula enam orang “hakim pengganti”
(substitute justices), yang siap penggantikan hakim utama/reguler,
misalnya dalam hal terjadi konflik kepentingan atau jika hakim-hakim
utama/reguler tersebut sakit. Selain itu, dikenal pula istilah “Permanent
Reporters” (standinger Referent), yang terdiri dari hakim-hakim yang
secara khusus ditunjuk untuk menangani dan memersiapkan suatu
perkara atau permohonan sedemikian rupa sehingga siap untuk
didiskusikan dalam forum Pleno hingga perkara atau permohonan
tersebut diputus. Untuk perkara-perkara yang secara yuridis dinilai lebih
mudah dipecahkan, perkara tersebut akan ditangani oleh majelis yang
lebih kecil yang disebut “small assembly” (kleine Besetzung).

Secara keseluruhan jumlah pegawai Mahkamah Konstitusi adalah 80


orang. Setiap hakim dibantu oleh dua atau tiga orang staf. Untuk
menjamin keseragaman, tersedia staf-staf peneliti yang selalu saling
berkoordinasi. Sekretaris Jenderal bertugas menjamin seluruh pekerjaan
rutin Mahkamah berjalan dengan baik dan lancar. Biro Manajemen
Operasional (Geschaftsstelle) bertugas mencatat/mendaftar seluruh
perkara yang masuk dan mengirim salinan putusan Mahkamah. Biro
Dokumentasi (Evidenzburo) merupakan pusat pengelolaaan dokumen
komprehensif di Mahkamah Konstitusi. Keseluruhan materi/bahan yang
dibutuhkan untuk membantu tugas para hakim disediakan di perpustakaan
Mahkamah.

Jalan Menuju Ke Putusan

Ketika Mahkamah Konstitusi dilibatkan dalam suatu sengketa atau


perselisihan, berarti bahwa Mahkamah akan dilibatkan dalam
penyelesaian sengketa atau perselisihan tersebut. Posisi Mahkamah
dalam hal ini adalah sebagai “arbiter”, demikian pula para hakimnya.

Pertama-tama, setiap perkara yang masuk akan dicatat oleh Biro


Manajemen Operasional (Geschaftsstelle). Seringkali, permohonan dikirim
oleh Pemohon melalui pos, atau kadangkala disampaikan secara personal
oleh pengacara/kuasa hukum pemohon. Untuk alasan keamanan, seluruh
dokumen yang masuk akan diperiksa terlebih dahulu sebelum dibuka oleh
staf. Selanjutnya, perkara-perkara yang baru masuk tersebut dibubuhi
stempel masuk dan didaftar oleh Biro Manajemen Operasional
(Geschaftsstelle).

Setiap permohonan yang ditujukan pada para hakim konstitusi tersebut


selanjutnya dikirim ke meja Sekretaris Jenderal yang kemudian akan
memasukkan data detail permohonan ke dalam sistem komputer internal
Mahkamah. Siapa pemohonnya, apa saja pokok-pokok permohonannya,
norma hukum yang dimohonkan untuk diuji, dan sebagainya.

Selanjutnya, Sekretaris Jenderal menyerahkan berkas-berkas


permohonan yang telah disiapkan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi
sekaligus memberikan informasi tentang permohonan-permohonan itu.
Sekretaris Jenderal juga memberikan masukan kepada Ketua Mahkamah
Konstitusi tentang siapa-siapa “Permanent Reporters” (Panel Hakim) yang
akan dipercaya menangani suatu permohonan. Selanjutnya, tugas Ketua
Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan nama-nama hakim yang akan
menangani perkara/permohonan a quo. Ketua MK memiliki kebebasan
dan diskresi penuh untuk menunjuk panel hakim ini. Biasanya,
penunjukan dilakukan berdasarkan keahlian atau spesialisasi yang dimiliki
para hakim.

Berikutnya, fokus beralih pada isi atau materi permohonan. “Permanent


Reporters” (Panel Hakim) pertama-tama akan memeriksa syarat-syarat
formal permohonan, khususnya tentang apakah Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk mengadili dan memutus permohonan tersebut, dan
apakah permohonan tersebut memenuhi syarat-syarat hukum atau tidak.
Pemohon diberi kesempatan untuk memerbaiki permohonannya apabila
permohonan yang diajukan dianggap mengandung inkonsistensi
prosedural. Setelah itu, “Permanent Reporters” (Panel Hakim) akan
memeriksa permohonan lebih lanjut sebelum dibawa ke majelis Pleno
untuk didiskusikan. Mahkamah biasanya akan memberikan kesempatan
pula kepada pihak Termohon untuk memberikan jawabannya atas
permohonan yang diajukan oleh Pemohon.

Jika oleh hakim yang melakukan pemeriksaan pendahuluan ternyata


suatu permohonan dianggap telah siap untuk diputus, maka akan
dipersiapkan draft pendapat hukum untuk diserahkan dan didiskusikan
bersama dengan hakim-hakim lainnya, berikut semua lampiran yang
diperlukan. Dalam pembuatan draft pendapat hukum ini hakim dibantu
oleh penitera pengganti (clerk).

Pembahasan suatu permohonan dilakukan berdasarkan pendapat hukum


yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pembahasan ini berlangsung
selama masa persidangan. Ke-14 hakim bermusyawarah sebanyak 4 kali
dalam setahun. Musyawarah dapat lebih sering dilakukan untuk
permohonan-permohonan yang dianggap mendesak/urgen. Musyawarah
biasanya dilakukan untuk mendiskusikan draft putusan, memberikan
pendapat atas draft yang telah dibuat dan untuk memberikan putusan.
Untuk perkara-perkara yang dianggap lebih mudah dipecahkan biasanya
ditangani oleh Majelis Kecil (small assembly), yang biasanya terdiri dari 4
orang hakim. Perkara-perkara lain biasanya ditangani oleh majelis hakim
lengkap. Musyawarah yang dilakukan oleh 14 majelis hakim biasanya
adalah sebagai berikut: para hakim membuat dan mempersiapkan draft
putusan beserta alasan-alasan hukum yang mendukung rencana putusan
yang diusulkan. Ketua Mahkamah Konstitusi kemudian membuka
musyawarah untuk mendiskusikan permohonan yang diajukan Pemohon.
Selanjutnya, dilakukan diskusi dan konsultasi tentang berbagai isu hukum
yang ada. Lebih jauh lagi, dilakukan diskusi panjang untuk membahas hal-
hal tertentu yang ada dalam draft putusan. Banyak hal yang harus
diperhatikan di sini, misalnya adalah bahwa amar putusan dan
pertimbangan hukumnya harus sesuai dengan putusan-putusan terdahullu
serta karya-karya akademis penting yang relevan dengan materi
permohonan. Pada akhir diskusi, para hakim memberikan suaranya atas
draft putusan yang telah dibuat, dan terhadap usulan-usulan tersebut
terbuka peluang untuk mengubah atau merevisi draft yang telah dibuat.
Jika draft putusan yang telah dibuat ternyata tidak mendapat dukungan
suara mayoritas maka harus dibuat draft putusan yang baru berdasarkan
hasil diskusi atau musyawarah yang telah dilakukan. Hakim-hakim lain
dapat turut serta mempersiapkan draft putusan yang baru ini. Putusan
akhir dihasilkan hanya jika telah diperoleh persetujuan mayoritas atas
draft putusan yang telah dibuat. Jika suatu perkara atau permohonan
dianggap cukup rumit maka musyawarah dapat diperpanjang beberapa
sesi.
Apabila pemeriksaan pendahuluan yang telah dilakukan terhadap suatu
permohonan dirasa tidak dapat menjawab keseluruhan isu hukum, atau
apabila suatu permohonan dianggap memiliki signifikansi hukum dan
politik yang khusus, maka Mahkamah Konstitusi dapat melaksanakan
public hearing (dengar pendapat publik). Dalam dengar pendapat publik
ini, para pihak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan lisan yang
diajukan oleh Majelis Hakim. Dengar pendapat ini dipimpin oleh Ketua
Mahkamah Konstitusi dan dihadiri oleh seluruh majelis hakim. Selama
pelaksanaan dengar pendapat ini, hakim-hakim mengenakan toga. Toga
dan topinya ini lazimnya hanya digunakan apabila hakim hendak
mengucapkan putusan.

Setelah draft putusan diterima/disetujui oleh Pleno, maka perkara


permohonan a quo ditutup. Hakim panel yang telah mendapatkan suara
mayoritas kemudian menyusun versi akhir dari draft putusan
(Ausfertigungsentwurf) yang telah memasukkan berbagai rumusan yang
telah disetujui dalam sidang pleno.

Ketua Mahkamah Konstitusi selanjutnya memeriksa dan mempelajari


secara seksama versi akhir dari draft putusan yang telah dibuat. Jika
diperlukan, Ketua masih dapat meminta klarifikasi tentang beberapa hal,
dengan persetujuan hakim Panel. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu
dan jika dianggap perlu, Ketua dapat melakukan konsultasi lagi dengan
hakim Panel. Setelah mendapatkan tandatangan Ketua, yang menyatakan
bahwa Ketua menyetujui draft akhir putusan, selanjutnya masih harus
dibuat bentuk akhir dari putusan tersebut. Disini, panitera pengganti
membaca dan memeriksa kembali naskah putusan sebagai bentuk
“quality control” terhadap putusan. Sesudah itu, barulah draft putusan
dicetak dan dikirim kepada para pihak melalui Biro Manajemen
Operasional Mahkamah Konstitusi. Pemberitahuan juga disampaikan
kepada media massa, terutama untuk perkara-perkara yang dianggap
sangat penting dan relevan bagi warga negara. Kurang lebih sembilan
bulan sejak pemohon yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan
memasukkan permohonannya kepada Mahkamah Konstitusi, ia akan
menerima putusan atas permohonan yang diajukannya itu.

Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi

Para hakim Mahkamah Konstitusi ditunjuk oleh presiden pemerintah


federal berdasarkan usulan-usulan yang disampaikan oleh pemerintah
federal, Dewan Nasional/Parlemen atau Majelis Federal.

Sekalipun penunjukan hakim konstitusi ini merupakan suatu keputusan


politis, namun para hakim konstitusi sepenuhnya independen dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya dan tidak terikat pada garis politik
mana pun. 14 hakim Mahkamah Konstitusi (termasuk enam orang hakim
pengganti) harus memenuhi syarat untuk menduduki jabatannya, misalnya
dilihat dari kajian hukum si calon hakim ataupun pengalaman profesional
yang relevan dan luas yang dimilikinya. Para calon hakim ini dapat berasal
dari berbagai profesi (misalnya, hakim, guru besar, pegawai negeri
maupun pengacara). Mereka juga boleh berasal dari berbagai negara
bagian dan latar belakang sosial-politik. Hal ini adalah untuk menjamin
komposisi Mahkamah yang pluralistik. Pegawai negeri yang masih aktif
terlebih dahulu harus mengundurkan diri dari jabatannya dan tidak lagi
menerima pendapatan apa pun yang terkait dengan jabatannya.
Sedangkan, yang berasal dari profesi lain, seperti hakim, pengacara atau
guru besar diperbolehkan tetap melanjutkan profesinya.

Para hakim konstitusi tetap menduduki jabatannya hingga mereka berusia


70 tahun dan tidak dapat diberhentikan dari jabatannya kecuali
berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi sendiri. (****)

Anda mungkin juga menyukai