Anda di halaman 1dari 4

Wiki: CSSD

Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah unit yang bertanggung jawab atas pencucian
dan distribusi alat yang telah disterilkan di rumah sakit.

Daftar Isi:
1. Peranan CSSD dalam Rumah Sakit
2. Reality Check
3. Perkembangan Terkini
4. Apa yang menghambat perkembangan CSSD?
5. Penutup
6. Bibliography
7. Lihat pula
8. Pranala luar

1. Peranan CSSD dalam Rumah Sakit

Konsep dan peranan Central Sterile Supply Department (CSSD) telah berkembang dari hanya
suatu departemen di rumah sakit menjadi koordinator dari suatu sistem kerja supply dan alat alat
steril, hal ini dapat dianalogikan seperti satu unit autoclave untuk sterilisasi menjadi sistem
infection control di rumah sakit. Secara ideal, CSSD adalah satu departemen yang independen
dengan fasilitas untuk menerima, membersihkan, mengemas, men-disinfect, men-steril,
menyimpan dan mendistribusikan alat alat (baik yang dapat dipakai berulang kali dan alat sekali
pakai), sesusai dengan standar prosedur. Beban kerja untuk CSSD berbeda dari satu rumah sakit
dibandingkan dengan rumah sakit lainnya.

Dengan CSSD independent yang terpisah, kita dapat menghemat pengeluaran pembelian alat
sterilisasi dengan memusatan alat-alat di satu departemen. Hal ini juga memastikan bahwa proses
steril akan diawasi oleh staff khusus dan berjalan sesuai dengan standar prosedur operasi (SOP).

CSSD memerlukan kemampuan teknis khusus, hal ini dapat diartikan bahwa departemen ini
mengontrol semua kegiatan dan manajemen aset yang secara tidak langsung juga mempengaruhi
pembelian alat-alat operasi umum dan khusus serta inventaris lainnya. CSSD di satu rumah sakit
mencerminkan satu layanan berkualitas yang langka. Bertambahnya jumlah penderita yang
mengalami infeksi di rumah sakit (nosocomial infection), telah membuka mata akan pentingnya
CSSD. Jika CSSD tidak ada, maka ada kemungkinan peningkatan terjadinya infeksi nosocomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi nosocomial yang menyebabkan peningkatan angka kematian,
peningkatan jangka waktu rawat inap dan pengeluaran dapat diturunkan dengan membangun
CSSD yang baik.

Secara umum CSSD dilihat sebagai bagian penting dari sebuah Operating Theatre (OT) karena
pengguna terbanyak dari alat-alat steril adalah OT. Tetap hal ini telah berubah, CSSD adalah
bagian tak terpisahkan dari berbagai departemen seperti Out Patient Departemen, Dental, dan
lain lain.
Salah satu faktor penting dalam menjalankan CSSD adalah sistem kerja yang baik. Untuk
memiliki sistem kerja yang baik, proses sterilisasi membutuhkan fungsional dan kordinasi yang
baik dari 3 area: area kotor (soiled zone), yang juga dikenal sebagai area pencucian, area bersih
(clean zone) yang juga dikenal sebagai area assembly atau area packing, dan area steril (sterile
zone) yang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat alat steril. Rumah sakit yang
dibangun tanpa CSSD pada awalnya, akan mengalami kesulitan untuk design dan perencanaan di
tahap selanjutnya untuk mengintegrasikan CSSD departemen.

2. Reality Check

Walaupun teknologi ini telah tersedia tetap konsep CSSD belum terlalu popular di Indonesia.

Salah satu penyebab mengapa CSSD tidak popular di rumah sakit adalah absennya sistem
akreditasi standar. Jurang yang memisahkan konsep CSSD dan implementasinya di rumah sakit
juga dikarenakan langkanya dana dan kurangnya know-how di bidang ini.

Lagipula, manajemen rumah sakit sering kali tidak menganggap penting CSSD karena CSSD
dianggap sebagai cost center yang tidak menghasilkan laba.

3. Perkembangan Terkini

Saat ini, alat sterilisasi telah dikontrol secara otamatis dengan computer dengan sistem backup
yang tidak meninggalkan celah untuk kesalahan. Secara teori, kita dapat mencapai 100 persen
sterilisasi, tapi dalam kenyataan di lapangan untuk mencapai hal tersebut sangatlah sulit.
Menurut guideline dari BGA (German Ministry of Health):

Disinfecting Levels for Washer Disinfectors Level A 90°C/1 min Destruction of vegetative
bacteria forms including mycobacterium, fungi and their spores. Level B 93°C/10 min
Irreversible inactivation of all virus Disinfecting Level for Autoclaves Level C 105°C/5 min
Destruction of bacterial spores up to the resistant level of bacillus anthracis Level D 121°C/20
min Destruction of all bacterial spores (e.g. clostridium tetani and perfringens)

* 90°C / 5 min is the lethal equivalance to 100°C/1 min, which is scientifically proven. Due
to safety reasons, BGA has marked up this equivalance to 9°C/10 min.

Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi hasil sterilisasi adalah: - Proses Vacuum Proses
vacuum sangat penting dalam pre-treatment proses sterilisasi, dikarenakan udara yang tersisa
dapat membentuk kantong udara pada saat sterilisasi dan menghalangi penetrasi uap panas/zat
kimia sehingga tinggi kemungkinan permukaan alat yang terhalang tersebut tidak steril. -
Positive Pulse Positive pulse merupakan kelanjutan dari proses vaccum dan merupakah bagian
yang penting karena proses ini meng-optimisasikan penetrasi uap panas pada saat proses steril
juga memungkinkan pencapaian temperature steril yang lebih cepat (energy effecient).

Trend yang popular pada saat ini adalah dengan menggunakan alat sekali pakai dan alat CSSD
yang telah di automasi. Namun tingginya dana yang dibutuhkan untuk alat sekali pakai dan
CSSD automation adalah salah satu keterbatasan di negara berkembang seperti Indonesia.
Ada kalanya rumah sakit membersihkan, men-disinfeksi dan men-sterilkan alat sekali pakai. Hal
ini hanya bisa dilakukan untuk mengurangi pengeluaran tanpa mengurangi kualitas yang dapat
membahayakan pasien.

Ada rumah sakit yang memilih untuk menggunakan alat sterilisasi dengan kualitas terbaik untuk
penghematan dana. Perawatan alat adalah hal penting yang menentukan kesuksesan dari CSSD.
Oleh karena itu rumah sakit sebaiknya memilih alat sterilisasi dengan kualitas terbaik yang dapat
mengoptimalkan kualitas, dengan biaya operasi dan biaya perawatan minimum.

Trend yang popular untuk rumah sakit kecil adalah menggunakan alat sterilisasi yang tidak dapat
dimonitor atau divalidasi. Hal ini tidak disarankan, hendaknya alat sterilisasi juga dilengkapi
dengan quality control check, dan memberikan digital output dalam bentuk print-out dan grafik.
Dengan ini kita dapat meminimalkan kemungkinan alat tidak steril, yang kemudian dapat
membahayakan pasien.

4. Apa yang menghambat perkembangan CSSD?

Seperti telah di uraikan di atas, ada beberapa macam hal yang menghambat perkembangan CSSD
di Indonesia.

Satu hal penting adalah minimnya pelatihan untuk CSSD.

Purdue University yang berada di West Lafayette, Indiana, US memiliki program untuk belajar
jarak jauh selama 6 bulan untuk para teknisi CSSD dan program 1 tahun untuk para supervisor
CSSD

5. Penutup

Dengan absennya guideline dan komisi yang memeriksa apakah alat telah disterilisasi dengan
baik dari pemerintah, maka rumah sakit di Indonesia seharusnya mengikuti standard dan
prosedur international European Norm (EN) dikarenakan International Organisation for
Standardisation (ISO) juga telah memilih untuk mengadopsi EN sebagai ISO seperti EN ISO
15883 untuk washer disinfector, preEN ISO 285 untuk sterilisator dan seterusnya.

Walaupun rumah sakit baru mulai membuka mata akan pentingnya CSSD, beberapa ahli
mengusulkan bahwa CSSD juga sebaiknya di-install di puskesmas dan klinik. Konsep ini masih
jauh ke depan, pada saat ini rumah sakit dapat mengambil inisiatif untuk melatih staff mereka
untuk menggunakan teknologi yang ada serta mempelajari guideline internasional mengenai
CSSD.

6. Bibliography

• GETINGE Training Materials


• INTERGASTRA Research
• INTERGASTRA Training Materials
• www.expresshealthcaremgmt.com
7. Lihat pula

Anda mungkin juga menyukai