Anda di halaman 1dari 7

TUGAS mata kuliah THT

Nama : Marsha D.C.


NIM : 0610710081

PENATALAKSANAAN SINUSITIS MAKSILARIS

I . PENDAHULUAN
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada
pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita
rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusumo, 2007). Kejadian sinusitis umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis
adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal, bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
maksilaris, kemudian ethmoidalis, frontalis, dan spheinoidal (Mansjoer, 2000). Yang
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini
terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari
(Mangunkusumo, 2007).

II. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagia atas : ( Peter , 1997)
1. Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu
2. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan
3. Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis (Arisandi, 2008)


1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya Rinitis
Akut (influenza) dan Polip, septum deviasi
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalah
Streptococcus pneumoniae, Hamophilus influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus
aureus, Branchamella catarhatis
III. Etiologi
1. Sebab-sebab lokal
Sebab lokal sinusitis supurativa :
- Patologi septum nasi seperti deviasi septum.
- Hipertrofi konka media.
- Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air
terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.
- Polip nasi.
- Tumor di dalam rongga hidung.
- Rinitis alergi dan rinitis kronik.
- Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.
2. Faktor-faktor predisposisi regional.
Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah:
- Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau abses
apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi tersebut
didekat dasar sinus maksilaris.
- Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas,
radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor palatinum
jika ada perluasan regional.
3. Faktor-faktor sistemik.
Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :
- Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.
- Diabetes yang tidak terkontrol.
- Terapi steroid jangka lama.
- Diskrasia darah.
- Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme (Peter, 1997).
.
IV Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi
drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa.
Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian
besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan B,
parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 %
pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran radiologis yang
melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada
dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi
pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus (Peter,
1997).
Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal
instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia. Virus tersebut
juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan
mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi
kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan
media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif
fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus.
Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,
environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa,
parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome). Adanya bakteri dan lapisan
mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau
reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk
berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi
pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi
lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen. Menurut teori,patogenesis pasien di atas
disebabkan oleh deviasi septum. Deviasi septum tersebut didapatkan dari pemeriksaan
fisik

V Diagnosis
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum: (Pletcher, 2003)
1.Kriteria Mayor :
- Sekret nasal yang purulen
- Drenase faring yang purulen
- Purulent Post Nasaldrip
- Batuk
- Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum
- Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus
2.Kriteria Minor :
- Edema periorbital
- Sakit kepala
- Nyeri di wajah
- Sakit gigi
- Nyeri telinga
- Sakit tenggorok
- Nafas berbau
- Bersin-bersin bertambah sering
- Demam
- Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
- USG
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :
Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor
 Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
- Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut
- Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan
pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak
respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang
disebabkan sinusitis.
2.Imaging
- Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan
perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi.
- CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu
air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada
pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
- MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai
sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut

VI Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi
oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari
dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan
silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi
dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat (mansjoer, 2000)
Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas atas yang ringan.
Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor-faktor
predisposisi lokal yang paling sering ditemukan. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa
demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
analgetik biasa seperti aspirin. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata
dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan
depan telinga (Mansjoer, 2000). Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada
gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat
nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Selama
berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya
pus dalam hidung. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada (Peter, 1997)
Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan mukosa,
selanjutnya opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat
akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Biakan bakteri yang muncul biasanya
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, bakteri anaerob, Branghamella
catarrhalis. Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat Sinusitis maksilaris akut
dapat berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang berlangsung selama beberapa bulan
atau tahun (Peter, 1997) .
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan


(operasi). Ada 3 jenis obat yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:
1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sinusitis
akut telah hilang.
2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.
3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium sinus
sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris dilakukan
dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris.
Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
5. Menghilangkan faktor predisposisi
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah
terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang
tertahan oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan
Pada Sinusitis kronis dapat ditangani dengan cara :
1. Medikamentosa. Pemberian antibiotik selama minimal 2 minggu dan obat simptomatik
lainnya.
2. Tindakan. Meliputi diatermi, pungsi & irigasi sinus (sinusitis maksila), pencucian Proetz
(sinusitis etmoid, sinusitis frontal & sinusitis sfenoid), pembedahan radikal & tidak radikal.
Diatermi menggunakan gelombang pendek di daerah sinus paranasal yang sakit selama
10 hari.Pungsi & irigasi sinus dan pencucian Proetz dilakukan 2 kali seminggu. Jika
tindakan ini telah kita lakukan lebih 5-6 kali namun masih belum ada perbaikan dimana
sekret purulen masih tetap banyak maka keadaan ini kita anggap telah irreversibel.
Artinya mukosa sinus paranasal tidak dapat lagi kembali normal. Hal ini dapat diketahui
dengan pemeriksaan sinoskopi dan dapat diatasi dengan tindakan operasi radikal.
Pemeriksaan sinoskopi melihat langsung antrum (sinus maksila) menggunakan bantuan
endoskopi.
3. Operasi radikal dilakukan setelah pengobatan konservatif tidak berhasil. Tindakan ini
bertujuan mengangkat mukosa sinus paranasal yang patologis atau melakukan drainase
sinus paranasal yang sakit. Pembedahan untuk sinusitis maksila dikenal dengan Operasi
Caldwell-Luc.
Belakangan ini, para ahli mengembangkan tindakan pembedahan sinus paranasal yang
bukan radikal dengan menggunakan bantuan endoskopi. Prinsipnya membuka dan
membersihkan daerah kompleks osteomeatal sebagai sumber sumbatan dan infeksi sehingga
ventilasi dan drainase sinus paranasal lancar kembali melalui ostium alami. Akhirnya sinus
paranasal diharapkan dapat normal kembali. Tindakan ini disebut Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional (BSEF).

Daftar Pustaka
Arisandi, Defa. 2008ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINUSITIS
(online), (http://stikep.blogspot.com, diakses tanggal 1 juni
2010 pukul 21.00)
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
Mansjoer, Arif, et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media
Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106
PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505
Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor,
BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 –
258.

Anda mungkin juga menyukai