Anda di halaman 1dari 58

http://www.bic.web.

id/

Sehat dengan Sabun Minyak Jarak

Lilin Sehat dari Si Manis 652 10 'Teh Jawa' Berkhasiat 11 Buah Murbei yang (Tak) Terlupakan 773 12
Menghitung Cahaya Mikroskopik 502 13 Jahe-Mengkudu bagi TB 797 14 Spirulinatex: Spirulina di Limbah
Latex 1967 15 Air Murni dari Air Laut 2767 16 Sukun: Roti untuk Jantung Anda 2193 17 21 Lipstik Murah
Kualitas "Wah" 1783 22 26 Tabir Surya dari Mangrove 2040 Pupuk Elektrik 807 10 Otot Komposit Tulang
Rami 548# 1 Hutan dalam Rumah Kaca 482 12 Ambil Garamnya, Tiup Airnya 517 22 Sarang Tawon
Penghapus Warna 449 23 0 24 ELPONE: Pohon Elektrik 705 29 Sarang Laba-Laba ramah Gempa 2605 30
Papan Wangi Anti Nyamuk 2139 31 Gabus Busa Alami 2149 32 Asap Cair Pengusir Bau 3046 464 34
Keramik Ramah Lingkungan 2134 35 Alternatif Bernama Biokomposit Hijau 1664 36 Formula Jamur
Pengolah Limbah 2077 37 Plastik Ramah Lingkungan 2619 38 Kompenit: KOMpos PEnambat NITrogen
1973 Protease dari Limbah Tahu 2914 45 Plastik Polyolefin Multi Fungsi 1650 46 Kembali ke Alam
Dengan Bambu 1934 47 2163 48 Air Ozon untuk Limbah Cair 2609 49 Mineral Alam Penguat Beton 2214
50 Perekat Kayu Alami Tahan Air 54 Chitosan: Sang Penjernih Air 11 56 Hamparan Bambu bebas buku
501 Sungai Bersih Tanpa Repot 647 59 Lem Kayu Lapis dari Limbah Pulp 1013 60 Pembakaran Sampah
Ramah Lingkungan 1258  

Rabu, 10 September 2008 | 09:06 WIB

Batik ternyata tidak melulu berkaitan dengan seni tradisional. Selama ini kita hanya mengenal
batik tulis dan batik cap dengan proses pengerjaan murni buatan tangan.

Namun ternyata, dengan hitungan matematika motif batik dapat dibuat dengan mudah lewat
komputer. Hasilnya, motif batik dapat dibuat dengan waktu relatif cepat, dan mudah
diperbanyak. Tak hanya itu, selain bisa diaplikasikan di selembar kain, motif batik buatan
komputer ini juga bisa diaplikasikan di media kayu dan akrilik.

Tiga serangkai asal Bandung , Muhammad Lukman, Nancy Margried Panjaitan, dan Yun Hariadi
mencoba "memodernkan" batik. Setelah melalui penelitian yang panjang sejak tahun 2007, 
mereka pun meluncurkan batik fraktal, suatu batik dengan desain geometri yang terus berulang,
[ada Mei silam di Bandung.

Menurut Head of Business Pixel People Project Research & Design Nancy Margried Panjaitan,
semula mereka bertiga hanya teman ngobrol di sela-sela acara desain dan mode yang banyak
digelar di Bandung. Akhirnya mereka bertiga membentuk kelompok kerja yang bernama Pixel
People Project tahun 2007 lalu. Selain batik fraktal, mereka menghasilkan karya, seperti robot,
desain gedung dan sebagainya. "Kami tak memiliki satu pemimpin dan tak memiliki kantor,"
tutur Nancy.

Mereka menganut konsep mobile office. Untuk mengerjakan sesuatu, mereka cukup
mengkoordinasikan pekerjaan lewat alat komunikasi dan bertemu muka sesekali saja.
Ketika mendirikan usaha, mereka bertiga harus banyak bertaruh. Nancy dan Luki rela
meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai karyawan dan berpindah menjadi pengusaha. Modal
awal senilai Rp 20 juta berasal dari membobol tabungan masing-masing, sebagian besar
dihabiskan untuk penelitian. Tak sampai satu tahun perusahaan bisa menutup modal usaha.
Maklum, mereka membanderol produknya dengan harga  tinggi, yakni antara Rp 500.000 dan Rp
20 juta per lembar kain batik.

Di tengah penelitian mereka tentang motif batik, mereka bertiga sempat diundang untuk
mempresentasikan penemuannya dalam 10th Generative Art Conference, Politecnico, di Milan,
Italia, Desember 2007 lalu.

Semenjak batik fraktal diluncurkan mereka mendapat dukungan dari Kementerian Riset dan
Teknologi. Tiga serangkai ini kemudian ditawari untuk melakukan pameran, Mei 2008. Semua
kegiatan selama pameran berlangsung disponsori oleh Kementerian Riset dan Teknologi

Karena usia abtik fraktal yang baru tiga bulan, Nancy mengatakan usaha ini masih dalam situasi
yang menantang. Mereka kesulitan mencari investor untuk menanam modalnya dalam
pemasaran dan pengembangan produk ini. Sejak tahun lalu, mereka telah mengajukan sejumlah
proposal pendanaan tambahan ke sejumlah perusahaan.

Namun, konsep ini belum diapresiasi dengan baik oleh para pemodal. Alasan mereka, tutur
Nancy,  inovasi ini belum teruji sehingga terlalu beresiko untuk dibantu secara permodalan.
"Menurut saya itulah resiko sebuah inovasi baru. Tapi kami terus mengembangkan karya kami
dan terus mencari investor yang sesuai untuk usaha ini," kata Nancy.

Menristek pemakai batik fraktal pertama

Untuk memasarkan usaha batik fraktalnya, mereka melakukan bermacam jurus. Selain lewat
pameran, penjualan juga dilakukan secara personal, made to order, pemesanan khusus, 
pemasaran lewat internet, dan bekerja sama dengan beberapa desainer dan butik fesyen yang ada
di Jakarta. "Hingga saat ini, pembeli kain batik fraktal kebanyakan pemakai perorangan," tutur
Nancy.

Bahkan, hingga kini Menteri Ristek Kusmayanto Kadiman merupakan salah satu pelanggan setia
batik fraktal ini.  Ungkap Nancy, "Menristek adalah orang pertama yang memakai kemeja batik
fraktal di hadapan publik lho."

Kini, selain membatik di atas kain, mereka juga membatik di atas media kayu dan akrilik.
Bedanya, jika biasanya mereka menggunakan canting untuk menggambar motif batik fraktal di
atas kain, maka untuk media kayu dan akrilik ini mereka menggunakan laser.

"Rencananya, batik fraktal akan dikembangkan dalam industri interior, furnitur, sepatu dan
berbagai industri lainnya," kata Nancy.

=======================
Pixel People Project
e-mail: pxl_ppl@yahoo.com
08122311611
Website: www.pxlpplproject.com

BATIK FRAKTAL: PERPADUAN


WARISAN BUDAYA DAN SAINS SEBAGAI
WUJUD INOVASI BUDAYA
Angga Prasetyawan

 
 
Pendahuluan
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Keberagaman dan kekhasan
budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan budaya
(cultural heritage) merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki oleh setiap
suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya dapat pula ditafsirkan sebagai bagian inti dari jati diri
suatu bangsa. Dengan kata lain, martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya yang
mencakup unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Warisan budaya adalah kekayaan bangsa Indonesia yang harus kita pelihara dan
kembangkan. Warisan budaya yang kita miliki bersama ini sangat bernilai sosial dan ekonomi.
Kita tidak pernah memikirkan bahwa sebetulnya khazanah budaya, baik yang berbentuk artefak-
kebendaan (tangible) maupun yang non-kebendaan (intangible), sesungguhnya menyimpan
potensi yang luar biasa untuk dikembangkan (Sedyawati, 2003: xi—xiii).
Indonesia harus dapat memanfaatkan setiap peluang untuk mengembangkan warisan budaya
bangsa menjadi sebuah aset berharga bagi pertumbuhan sosial. Kemajemukan budaya Indonesia
sangat bernilai dan berpeluang menjadi investasi besar bagi pengembangan daya saing bangsa.
Hal itu akan berdampak pula pada peningkatan potensi keunggulan bangsa yang luar biasa.
Pada saat ini, pemahaman tentang peran budaya dapat mengubah banyak hal (termasuk
perekonomian kita) mulai banyak dibicarakan oleh orang. Banyak orang mulai berpikir tentang
cara untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan inovatif, tetapi tetap menonjolkan budaya
bangsa. Pernyataan tersebut sejalan dengan kutipan berikut.
 
Para ahli semakin memahami peran budaya dalam mengubah banyak hal, termasuk perekonomian suatu
bangsa. Mereka bertolak dari kenyataan bahwa pembangunan ekonomi selama ini terbukti tidak dapat
memperbaiki kualitas hidup manusia secara ideal dan bahkan membuat masyarakat jadi amat bergantung pada
birokrasi sentralistik yang memiliki berbagai fasilitas dan akses. Selain itu, perubahan dari budaya agraris ke
budaya industri dan budaya pascaindustri telah menyebabkan perubahan dalam tata kehidupan masyarakat,
termasuk masyarakat Indonesia. Secara sistematis dan terstruktur, pendekatan ekonometrik yang sangat
sentralistik (khususnya di Indonesia) telah meniadakan potensi lokal untuk memperlihatkan kekuatan dan
sekaligus keunggulan komparatifnya
(Pudentia, 2008: 3). 
 
Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang juga merupakan identitas bangsa.
Dewasa ini, kehadiran batik sudah mendapat penghormatan dari dunia internasional. Batik tidak
hanya dapat ditemukan di Indonesia, tetapi juga dapat ditemukan di beberapa negara lain.
Namun demikian, jika ditanya mengenai batik yang unik (dalam hal proses pembuatan batik
tradisional) dan berkarakter (dalam hal motif dan pakem), jawaban yang pasti adalah batik
Indonesia. Sebagai sebuah warisan budaya bangsa Indonesia, batik mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Perkembangan itu membuat eksistensi batik sebagai bagian dari identitas
bangsa semakin kuat di tengah masyarakat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memungkinkan terjadinya sebuah inovasi—
termasuk di Indonesia. Selain itu, hadirnya inovasi tersebut juga mencerminkan kualitas sumber
daya manusia bangsa Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Mereka telah berpikir secara
kreatif tentang cara menghasilkan sesuatu secara inovatif dan tetap mengangkat serta
menonjolkan warisan budaya bangsa.

Batik-batik di Indonesia pada umumnya merupakan buah karya para pembatik yang memiliki
keterampilan membatik secara turun-temurun. Para pembatik mengikuti kaidah yang diajarkan
orang tua atau pendahulunya, mulai dari kegiatan mendesain, menulis (untuk batik tulis) atau
mencetak (untuk batik cap), hingga proses akhir sampai dihasilkannya kain batik yang indah.
Kegiatan tersebut begitu sederhana dan tidak menggunakan rumus, teori, atau teknologi yang
canggih.
Secara tidak sadar, nenek moyang bangsa Indonesia ternyata telah berpikir secara sistematis.
Hal ini terlihat dari motif batik yang dihasilkannya, yang ternyata dapat dihitung dimensi
fraktalnya. Menurut Muhamad Lukman, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pixel People
Project Reseacrh and Design pada tahun 2007, motif-motif batik Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem fraktal, yaitu suatu sistem di alam semesta ini yang memiliki prinsip
utama  iterasi (pengulangan). Dari kenyataan itu, motif batik Indonesia dapat diteliti dari sudut
sains (matematika) (Lukman, 2007: 2—3).
 
Konsep Batik, Inovasi, dan hubungannya dengan Kebudayaan
Dalam Pengantar Ilmu Antropologi (1990), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupannya yang dijadikan milik diri dengan
cara belajar. Kebudayaan mempunyai tiga wujud dasar, yaitu sebagai ide atau gagasan, sebagai
perilaku manusia yang berpola, dan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Selain itu,
kebudayan memiliki tujuh unsur utama. Ketujuh unsur itu; sistem pengetahuan, sistem peralatan
hidup dan teknologi, organisasi sosial, sistem bahasa, sistem religi, sistem mata pencaharian
hidup, dan kesenian.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, batik dianggap sebagai hasil kerajinan asli yang
diwariskan secara turun-temurun. Batik berkaitan erat dengan aspek kehidupan sebagian besar
orang Jawa. Motif yang terdapat dalam batik seringkali dikaitkan dengan berbagai simbol yang
bermakna khusus dalam budaya mereka. Pada dasarnya, seni batik termasuk seni lukis dengan
menggunakan alat yang dinamakan canting. Batik adalah lukisan atau gambar pada kain mori
yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Hasil dari proses membatik adalah
terciptanya sebuah produk yang disebut batik atau batikan yang berupa macam-macam motif
(Hamzuri, 1989: vi).
Batik memiliki ragam hias yang bervariasi. Beberapa ragam hias tersebut; ragam hias Merak
Ngibing (Indramayu dan Garut), Fajar Menyingsing (Madura), Merak Merem (Jambi), Semen
Gurdo (Cirebon), Tambal (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, dan Cirebon), Parang Rusak Barong
(Yogyakarta), Kawung Prabu (Yogyakarta), Limar (Solo), dan lain sebagainya. Ragam hias
batik yang bervariasi tersebut umumnya dipengaruhi oleh: (1) letak geografis daerah pembuat
batik yang bersangkutan; (2) sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan; (3)
kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan; (4) keadaan alam
sekitarnya, termasuk flora dan fauna; dan (5) adanya kontak atau hubungan antardaerah
(Djoemena, 1990: 1—11).
Meskipun hingga sekarang belum dapat dipastikan asal-usulnya, kata batik dianggap berasal
dari bahasa Jawa, yaitu ambatik (menggambar atau menulis). Ada dua pendapat tentang asal-
usul batik. Pendapat pertama, adanya kecenderungan untuk mengatakan bahwa di Mesir pada
abad VI telah terdapat kain batik dan pada akhirnya menyebar ke Jazirah Afrika. Ada bukti
bahwa orang Mesir dan Persia memakai pakaian batik dalam relief-relief yang terdapat pada
piramida. Pendapat kedua, berdasar pada bukti arkeologis yang menyatakan bahwa orang India,
Cina, Jepang, dan negeri lain di Asia Timur juga telah mengenal batik. Namun demikian, ada
fakta yang jelas bahwa batik telah ada di Jawa pada abad XII sebagai bagian penting dari
kebudayaan dan ekonomi Kerajaan Majapahit (Purwanto, 2003: 14).
Dalam perkembangan awal di Indonesia, batik beredar di lingkungan keraton sebagai
perhiasan dari istri raja. Dari keraton, batik lalu dikenal sebagai barang istimewa yang
menunjukkan status tinggi pemakainya. Dalam sejarah nasionalisme Indonesia, batik menjadi
pakaian nasional yang digunakan oleh perempuan dan lelaki untuk membedakan dengan bangsa
Barat (kaum kelas satu) yang umumnya berpakaian kemeja dan jas serta bangsa Timur lain
(kaum kelas dua) yang umumnya menggunakan pakaian khas mereka (Purwanto, 2003: 14).
Sebagai warisan budaya, batik lahir dari keluhuran spiritual yang mengandung nilai-nilai
filosofis tersendiri, khususnya bagi masyarakat Jawa. Orang Jawa percaya bahwa untuk
mencapai kebaikan dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan antara manusia, lingkungan, dan
alam. Keyakinan tersebut perlu diwujudkan dalam budaya material yang dihasilkan dan
dikembangkan dalam lingkungan keraton, termasuk dalam proses pembuatan batik. Sofistikasi
teknik, makna simbolik, dan aspek spiritual batik juga menyebar ke luar keraton.
Ragam hias batik  berkaitan dengan kedudukan sosial seseorang, misalnya; batik dengan
ragam hias parang rusak barong dan kawung. Batik yang menggunakan ragam hias tersebut
hanya boleh digunakan oleh para raja beserta keluarga dekat. Hal itu berkaitan dengan arti atau
makna filosofis dalam kebudayaan Hindu-Jawa. Kedua ragam hias tersebut sering disebut
sebagai ragam hias larangan (tidak semua orang boleh menggunakannya) (Djoemena, 1990: 12).
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, kedua ragam hias batik tersebut telah menjadi milik
masyarakat bersama. Dengan kata lain, masyarakat bebas untuk menggunakannya.
Hakikat kebudayaan adalah perwujudan kehidupan masyarakat itu sendiri dan proses
perkembangannya. Kebudayaan merupakan manifestasi kepribadian suatu masyarakat yang
memberikan pengertian bahwa identitas masyarakat tercermin dalam orientasi yang
menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilainya dalam persepsi untuk melihat dan
menanggapi dunia luar, dalam pola serta sikap hidup yang diwujudkan, dalam tingkah laku
sehari-hari, serta dalam gaya hidup yang mewarnai kehidupannya (Poespowardojo, 1986: 29).
Kebudayaan dapat dikatakan maju dan berkembang jika di dalam kebudayaan itu terdapat
anasir kebudayaan baru yang dapat terjadi karena adanya penemuan baru (invention) atau
modifikasi dari penemuan baru (innovation) dengan adanya pencampuran kebudayaan (culture
acculturation). Istilah penemuan mengandung dua pengertian, yang pertama invention mengacu
pada penemuan yang benar-benar baru dengan segala pertimbangan yang disesuaikan dengan
kebutuhan lingkungan. Keduanya akan menciptakan tingkah laku baru sebagai akibat munculnya
pengalaman baru dari masyarakat pendukung (Sjafei, 1986: 97).
Menurut Koentjaraningrat, inovasi merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang
terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlampau lama. Proses tersebut meliputi suatu penemuan
baru, jalannya penemuan baru tersebut di tengah-tengah masyarakat, dan cara penerimaannya
dalam masyarakat. Selain itu, inovasi adalah suatu proses pembaharuan dari penggunaan
sumber-sumber alam, energi, modal, pengaturan tenaga kerja, dan penggunaan teknologi yang
menyebabkan adanya sistem produksi dan produk-produk baru. Dengan demikian, inovasi
berkaitan dengan pembaharuan kebudayaan yang menyangkut pada aspek teknologi dan
ekonomi (Koentjaraningrat, 1990: 135).
Di dalam ilmu Antropologi,  penemuan—berkaitan erat dengan inovasi—sendiri dibedakan
menjadi dua macam kata; discovery dan invention. Discovery adalah penemuan suatu unsur
kebudayaan baru, baik yang berupa suatu bentuk konkret (produk), maupun yang berupa suatu
bentuk abstrak (ide), yang diciptakan oleh seorang individu atau suatu kelompok dalam
masyarakat. Suatu discovery dapat menjadi sebuah invention jika telah terjadi pengakuan,
penerimaan, dan penerapan terhadap penemuan baru tersebut dalam masyarakat. Pada saat suatu
penemuan baru tersebut sudah menjadi invention, proses inovasi belumlah selesai. Penyebaran
penemuan baru tersebut di tengah-tengah masyarakat masih harus terus digalakkan
(Koentjaraningrat, 1990: 135).
Menurut Koentjaraningrat, faktor pendorong terjadinya penemuan baru meliputi: 1)
kesadaran dari individu-individu akan kekurangan dalam kebudayaannya; 2) kualitas dari ahli-
ahli dalam suatu kebudayaan; dan c) sistem perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam
masyarakat. Menemukan suatu hal yang baru pasti membutuhkan daya yang besar, tetapi
menyebarkan sesuatu hal yang baru pasti membutuhkan daya yang lebih besar lagi
(Koentjaraningrat, 1990: 135—136).
 
Batik Fraktal
 Batik fraktal merupakan penemuan Pixel People Project Research and Design (PPPRD),
sebuah kelompok riset dan desain di Bandung. Kelompok ini didirikan Nancy Margried,
Muhamad Lukman, dan Yun Hariadi pada tanggal 14 Februari 2007. Setelah dilakukan
penelitian yang mendalam oleh PPPRD, batik ternyata memiliki dimensi fraktal. Istilah fraktal
sebelumnya hanya dikenal dalam bidang matematika dan fisika.
PPPRD memfokuskan perhatiannya pada riset dan desain. Hasil yang sudah dicapai adalah
batik fraktal dan furniture dengan motif fraktal. Dalam tulisan ini, penulis hanya memfokuskan
perhatiannya terhadap batik fraktal. Di bawah ini terdapat kutipan yang penulis unduh dari laman
www.pxlpplproject.com.
 
We are a research and design group consist of three people, each handling researchs, design, and business.
We aim to give a different perspective on understanding science, art, and technology by combining the three
disciplines in a cutting edge research and design. Traditional Indonesian batik motif in batik fractal is our first
project and already presented before the Board Committee of 10th Generative Art International Conference,
Milan 2007.
(diunduh pada 24 September 2009 pukul 14.24 WIB)
 
Kreativitas gemilang dari PPPRD mendapat penghargaan dari United Nations Education,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) di bidang kebudayaan pada awal Oktober
2008. Penilaian UNESCO tersebut terfokus pada argumen bahwa batik fraktal dan furniture
dengan motif batik fraktal memiliki kualitas tinggi dan berpotensi besar di pasar internasional.
Batik fraktal merupakan batik yang didesain dengan menggunakan prinsip (rumus) fraktal.
Dengan kata lain, batik fraktal adalah motif batik tradisional yang ditulis ulang secara matematis.
Penulisan ulang yang telah dimodifikasi lebih kompleks (diubah formulanya) dapat
menghasilkan motif yang baru atau berbeda. Pada dasarnya, itu semua terkait dengan bahasa
pemprograman.
Kata fraktal—berasal dari kata fractus—memiliki arti pecahan yang menunjukkan bahwa
sifat angka yang ditunjukkan selalu bersifat pecahan (bukan bilangan bulat). Fraktal merupakan
fenomena matematika dalam alam, kebudayaan, dan anatomi manusia yang juga berkembang
menjadi ilmu matematika—yang juga dimanfaatkan dalam ilmu lain. Fraktal berpusat pada
pengulangan (iteration) dan kesamaan diri (self similarity) (Lukman, 2007: 1—2).
Sebelum menerapkan motif batik fraktal, dalam pembuatan batik fraktal dan furniture fraktal,
PPPRD melakukan penelitian terhadap batik dengan pendekatan fraktal. Penelitian tersebut
menemukan kesimpulan akhir bahwa batik itu sendiri membawa karakteristik fraktal sebenarnya.
Kompleksitas  fraktal muncul karena kepatuhan pada pakem (arti simbolis, harmoni dan simetri)
dan pembatasan media (canting dan lilin). Karena dapat dibahasakan secara matematis, lebih
jauh, Pixel People Project mengembangkan perangkat lunak batik fraktal. Program berbasis
Java ini memudahkan seseorang untuk mengembangkan motif batik dalam formula fraktal
(bersifat fleksibel). Hasil desainnya lalu disimpan dalam format png (Lukman, Muhamad, dkk.,
2007: 2—5).
Sebelum membuat batik fraktal, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengukur DNA
batik tersebut. Kita harus mengukur keteraturan motif dan ciri khas batik dengan menggunakan
alat yang disebut dimensi fractal. Hasil pengukuran tersebut selanjutnya disebut DNA batik.
Sebagai contoh, motif parang rusak dari Yogyakarta ditransformasikan dalam rumus
matematika fraktal dengan bahasa L-System. Rumus tersebut kemudian dimodifikasi dengan
mengubah parameter-parameternya sehingga menghasilkan rumus yang lebih kompleks dan
rumit. Selanjutnya, rumus tersebut diolah dengan program JBatik, sebuah aplikasi yang dibangun
dengan basis open source software.

 
Perangkat Lunak Jbatik
Rumus fraktal tersebut akan menghasilkan gambar motif batik yang berbeda dari motif asli.
Pendesain dapat terus mengubah parameter rumusnya sehingga gambar yang dihasilkan sesuai
dengan apa yang dikehendaki. Setelah pendesain mendapatkan motif yang diharapkan, motif
tersebut dicetak. Hasil cetakan dari komputer tersebut kemudian diberikan kepada pembatik
tradisional untuk dicanting atau dicap di atas kain.
Pengerjaan Batik Fraktal oleh Pembatik Tradisional
Proses akhirnya masih mempertahankan proses tradisional, yaitu dengan cap atau canting.
Para pembatik tradisional itu tentu tetap menggunakan malam (semacam tinta untuk menulis
batik). Setelah proses tersebut, pewarnaan dapat dilakukan dengan cara pencelupan. Pembuatan
batik dengan menggunakan rumus fraktal ini dapat memberi varian-varian desain baru yang tidak
terbayangkan sebelumnya oleh kita.
 
Motif Batik Fraktal dalam Pendekatan Inovasi
Analisis data—dari PPPRD—dilakukan dengan membandingkan motif batik klasik dan motif
batik fraktal berdasarkan komponen pembanding. Adapun komponen pembanding yang
digunakan adalah warna dan motif. Dengan melakukan perbandingan tersebut, kita dapat
mengetahui persamaan dan perbedaan di antara keduanya.
Beberapa istilah akan penulis gunakan; ragam hias utama (klowongan), isen, dan ragam hias
pengisi. Hal itu merupakan tiga unsur pokok motif batik. Isen merupakan hiasan yang mengisi
bagian-bagian ragam hias utama (klowongan). Sementara itu, ragam hias pengisi adalah hiasan
yang ditempatkan pada latar pola sebagai penyeimbang bidang agar pola secara keseluruhan
tampak rapi dan serasi (Doellah, 2002: 255—260).
Berdasarkan data, warna motif parang klasik cenderung tidak cerah sehingga terkesan tidak
mencolok. Warna-warna seperti itu merupakan salah satu ciri konvensional yang tampak dalam
batik klasik. Pemaduan warna juga masih mempertahankan formula batik klasik. Pemaduan
warna cokelat muda dan cokelat tua adalah dua warna yang sering kita jumpai dalam batik
klasik.
Ragam hias pengisi parang klasik merupakan pola yang berwujud garis miring. Dengan kata
lain, ragam hias pengisi parang klasik adalah pola batik yang terdiri atas satu atau lebih motif
hias yang tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut miring sekitar 45 o. Isen yang
terdapat dalam parang klasik tidak terlihat padat. Sedangkan ragam hias utama berada di dalam
ragam hias pengisi.
            
                                   (a)                                                       (b)
Perbandingan Parang Klasik (a) dan Parang Fraktal (b)
Warna motif parang fraktal terlihat terang. Warna terang pada motif parang fraktal tersebut
seakan-seakan menandakan ciri kontemporer yang tidak terikat lagi pada formula yang
terkandung pada batik klasik. Pemaduan warna juga cukup berani. Cukup berani itu dilandasi
oleh fakta penggunaan warna kuning yang dipadukan dengan warna biru sehingga terkesan
mencolok.
Ragam hias pengisi parang fraktal merupakan pola yang berwujud garis miring atau garis-
garis sejajar dengan sudut miring sekitar 45o. Isen yang terdapat dalam parang fraktal terlihat
lebih padat. Sementara itu, ragam hias utama berada di dalam ragam hias pengisi.
Berdasarkan data, warna motif kawung klasik terlihat tidak cerah. Fakta tersebut membuat
warna kawung klasik tidak mencolok. Warna-warna seperti itu merupakan salah satu ciri
konvensional yang tampak dalam batik klasik. Pemaduan warna juga masih mempertahankan
formula batik klasik. Pemaduan warna cokelat muda dan cokelat tua adalah dua warna yang
sering kita jumpai dalam batik klasik.
Ragam hias pengisi kawung klasik lazim disebut pola ceplok. Isen yang terdapat dalam
kawung klasik tidak terlihat padat jika dibandingkan dengan kawung fraktal. Sementara itu,
ragam hias utama berada di dalam ragam hias pengisi.
Warna motif kawung fraktal terlihat terang jika dibandingkan dengan warna motif kawung
klasik. Pemaduan warna antara warna merah dan hitam terkesan sangat cocok dan serasi.
Pemaduan warna tersebut terkesan tidak terlihat terlalu mencolok jika dibandingkan dengan
warna motif batik parang fraktal.

              
                      (a)                                                         (b)
Perbandingan Kawung Klasik (a) dan Kawung Fraktal (b)
Ragam hias pengisi kawung fraktal juga lazim disebut pola ceplok. Pola ceplok yang terdapat
dalam kawung fraktal lebih besar daripada yang terdapat dalam kawung klasik. Isen yang
terdapat dalam kawung fraktal terlihat padat. Sementara itu, ragam hias utama berada di dalam
ragam hias pengisi.
Setelah penulis melakukan analisis data antara motif parang klasik dan motif parang fraktal
serta motif kawung klasik dan motif kawung fraktal, penulis akan menyimpulkan
kecenderungan-kecenderunga yang penulis dapat. Kecenderungan-kecenderungan yang penulis
maksud adalah persamaan dan perbedaan di antara motif batik klasik (yang diwakili oleh motif
parang klasik dan kawung klasik) dan motif batik fraktal (yang diwakili oleh motif parang fraktal
dan kawung fraktal).
Tabel
Perbandingan Hasil Analisis antara
Motif Batik Klasik dan Batik Fraktal
 
       
No. Motif Batik Komponen Keterangan
Pembanding
 
       
1 Motif Parang Klasik Warna Cenderung tidak cerah sehingga
    terkesan tidak mencolok.
     
   Motif Ragam hias pengisi: berwujud
    garis miring.
     
    Isen:
    tidak terlihat padat.
    Ragam hias utama: berada di
    dalam ragam hias pengisi.
     
     
Motif Parang Fraktal Warna Warna motif parang fraktal
    terlihat terang.
   
Motif Ragam hias pengisi:
  berwujud garis miring.
   
Isen: terlihat lebih padat.
 
Ragam hias utama:
ragam hias utama berada di
dalam ragam hias pengisi.
 
       
2 Motif Kawung Klasik Warna Terlihat tidak cerah. Fakta
    tersebut membuat warna kawung
    klasik tidak mencolok.
     
  Motif Ragam hias pengisi: lazim
    disebut pola ceplok.
     
    Isen: tidak terlihat padat jika
    dibandingkan dengan kawung
    fraktal.
     
    Ragam hias utama: ragam hias
  utama berada di dalam ragam
  hias pengisi.
     
Motif Kawung Fraktal Warna Warna motif kawung fraktal
    terlihat terang.
     
  Motif Ragam hias pengisi:
    pola ceplok yang terdapat dalam
    kawung fraktal lebih besar
    daripada yang terdapat dalam
    kawung klasik.
     
    Isen: terlihat padat.
     
    Ragam hias utama: ragam hias
    utama berada di dalam ragam
  hias pengisi.
 
Batik fraktal merupakan bentuk inovasi, khususnya dalam tataran discovery. Batik fraktal
berawal dari sebuah ide kreatif yang diejawantahkan dalam bentuk konkret, yaitu produk batik
fraktal. Pada dasarnya, batik fraktal dapat saja berubah menjadi sebuah invention jika telah
terjadi pengakuan, penerimaan, dan penerapan terhadap penemuan baru tersebut dalam
masyarakat. Jika pengurusan copyright dan trademark oleh PPPRD selesai diurus, bukan tidak
mungkin batik fraktal akan berubah menjadi sebuah invention di tengah-tengah masyarakat.
Menurut penulis, kehadiran batik fraktal merupakan wujud ketidakpuasan dari individu-
individu terhadap motif batik klasik. Jika individu-individu tersebut merasa puas, mereka akan
mempertahankannya. Dalam kasus batik fraktal ini, mereka melakukan inovasi terhadap batik-
batik klasik. Hasil ketidakpuasan yang penulis maksud  tersebut justru menambah nilai estetika
dari batik klasik tersebut: dari suatu bentuk yang sudah indah menjadi suatu bentuk yang lebih
indah lagi. Ada peningkatan kualitas dengan jalan pemaduan antara ranah warisan budaya dan
sains.
Batik sebagai warisan budaya (cultural heritage) yang memiliki keluhuran nilai-nilai
memberikan inspirasi terhadap PPPRD. Dengan demikian, PPPRD mulai melakukan penelitian
secara serius terhadap batik. Batik ditelaah secara matematis. Kesimpulan akhir yang mereka
dapat adalah batik memiliki dimensi fraktal. Berdasarkan kesimpulan akhir tersebut, PPPRD
membuat sebuah perangkat lunak yang bernama JBatik (Java Batik) yang berbasis open source
software. Perangkat lunak tersebut menggunakan bahasa pemprograman java yang cenderung
lebih fleksibel. Setelah adanya perangkat lunak tersebut, PPPRD mulai menciptakan beragam
motif batik fraktal.
Menurut penulis, PPPRD telah berhasil melakukan sebuah kompromi antara wilayah klasik
dan wilayah modren. Wilayah klasik tentu saja diwakili oleh batik sebagai warisan budaya,
sedangkan wilayah modern diwakili oleh sains. Hasil inovasi yang masih bertaraf discovery
tersebut tercermin melalui produk yang dihasilkan PPPRD, yaitu batik fraktal.
Warisan Budaya
(Cultural Heritage)
BATIK
Pixel People Project Reseacrh and Design
Bandung
           
     
 
     
  Perangkat Lunak
JBatik
             
 
     
 
     
 
PROSES
  INOVASI
 

           HASIL INOVASI                                                  


   
 
 
Proses Penciptaan Motif Batik Fraktal

Batik Fraktal
            
     
     
 
 
 

Batik Fraktal sebagai Perwujudan Inovasi Budaya


 
Penutup
Dari pemaparan di atas, terlihat berbagai manfaat positif akan dapat terasa melalui
pengembangan potensi batik fraktal. Hal itu antara lain: manifestasi dari keunggulan tingkat
intelektualitas seseorang yang dapat menghasilkan sesuatu yang inovatif yang berbasis pada
warisan budaya dan sains; variasi motif batik yang tidak monoton; zaman dulu, pembuatan batik
hanya dapat dikerjakan secara manual, tetapi sekarang pengerjaannya dapat memanfaatkan
kecanggihan teknologi komputer. Pada akhirnya, hal itu akan menimbulkan standardisasi
pembuatan batik; menghemat waktu dan tenaga; ada pendokumentasian yang baik karena
penggunaan komputer yang terprogram; menunjang perekonomian negara yang berasal dari
sektor industri kreatif.
PPPRD harus menyebarkan batik fraktal ke masyarakat luas. Caranya adalah memikirkan
cara agar batik fraktal dapat menjadi salah satu ikon dari kota Bandung.  Penulis menyadari
proses itu tidaklah mudah karena batik fraktal sendiri masih dalam proses pematenan. Oleh
karena itu, diperlukan usaha dan kerja keras untuk mewujudkannya.
Pada akhirnya, hal yang dapat diambil dan direnungkan bersama dari kehadiran batik fraktal
adalah pencarian makna keindonesiaan yang dinamis; dapat pula berpijak pada khazanah warisan
budaya klasik yang ada di Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang kaya akan warisan budaya
dan sudah menjadi kewajiban kita untuk mengangkat kembali berbagai warisan budaya tersebut.
Salah satu cara pengangkatan warisan budaya tersebut adalah dengan cara inovasi budaya dan
menggabungkannya ke ranah yang berbeda.

 
Daftar Acuan
Alfian. 1986. Transformasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Nasional.   Jakarta: UI Press.
Amri, Arfi Bambani. “Matematika di Batik Fraktal”. http://airblogspot.com (5    Februari 2009,
pukul 23.45 WIB).
Besari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi.        Jakarta:
Salemba Teknika.
Djoemena, Nian S. 1990. Ungkapan Sehelai Batik: Its Mystery and Meaning.          Jakarta:
Djambatan.
Featherstone, Mike. 1994. Cultural Theory and Cultural Change. London: Sage      
Publications.
Haldani, Achmad. 2007. “Estetika Batik Tradisional dan Potensi           Pengembangannya”
dalam Seminar Internasional Generative Art. Milan.
Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.
Kadiman, Kusmayanto. “Batik Fraktal, Teknologi Mewariskan ‘Ruh’ Batik”.   
http://ristek.go.id (5 Februari 2009, pukul 23.32 WIB).
Kitley, Philip. 1986. Modern Techniques in Batik Art. Queensland: Darling     Downs Institute
Press.
Koentjaraningrat. 1958. “Beberapa Metode Antropologi dalam Penyelidikan     Penyelidikan
Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia: Sebuah     Ikhtisar”. Jakarta: Penerbitan Universitas.
Koentjaraningrat. 1986. “Peranan Local Genius dalam Akulturasi” dalam           Kepribadian
Budaya Bangsa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lukman, Muhamad, Yun Hariadi, dan Achmad Haldani Destiarmand. 2007.      “Batik Fraktal: 
Traditional Art to Modern Complexity” merupakan            bahan   presentasi dalam 10th    
Generative Art International Conference di   Milan,            Italia.
Mandelbrot, Benoit B. 1983. The Fractal Geometry of Nature. New York: W.H.      Freeman
and Company.
Mardimin, Johanes (ed.). 1994. Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya           Menuju
Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Pambudy, Ninuk Mardiana. “Batik Era Baru dengan Fraktal”. http://kompas.com          (5
Februari 2009, pukul 23.39 WIB).
Poespowardojo, Soerjanto. 1989. “Pengertian Local Genius dan Relevansinya  dalam  
Modernisasi” dalam Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta:          Pustaka Jaya.
Pudentia MPSS. 2008. “Warisan Budaya dan Pendampingan Masyarakat”       merupakan
makalah Kongres Kebudayaan Indonesia pada 10—12            Desember 2008.
Purwanto, Semiarto Aji. 2003. “Berdagang Batik: Memperjualbelikan Identitas atau Komoditas”
dalam Handicrafts and Socio-Cultural Change: A Study        of Batik Making in Cirebon and
Pekalongan. Depok: Center for Japanese            Studies University of     Indonesia.
Priyadi, Eko S. 2003. “Industri Batik dan Kemiskinan: Potret Pekerja Batik di   Cirebon dan    
Pekalongan” dalam  Handicrafts and Socio-Cultural           Change: A Study of Batik        
Making in Cirebon and Pekalongan. Depok:            Center for Japanese Studies University of
Indonesia.
Roojen, Pepin van. 1999. Batik Patterns. Boston: Shambhala Publications.
Sedyawati, Edi (Peny.). 2003. Warisan Budaya Takbenda: Masalahnya Kini di          
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya    Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia.
Siswadi, Anwar dan Sapto Pradityo. 2008. “Batik Rumus Matematik” dalam    Tempo edisi 1—
7 Desember 2008. Jakarta: Tempo.
Sjafei, Soewadji. 1989. “Peran Local Genius dalam Kebudayaan: Ikhtiar           Tanggapan”
dalam Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Thalab, Muhtar Ibnu. “Batik Fraktal Konvergensi Seni dan Sains”.       
http://kamusarea.blogspot.com (5 Februari 2009, 23.26 WIB).
Toekio, Soegeng. 1963. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung: Angkasa.
Umam, Zacky Khairul. 2007. “Keunggulan Batik Sebagai Warisan Budaya:       Pendekatan     
Industri Budaya Untuk Masa Depan Pelestarian Tradisi            dan Daya Saing Bangsa” dalam
Pesona Batik: Warisan Budaya yang Mampu Menembus Ruang dan Waktu. Jakarta: Yayasan
Kadin           Indonesia.
Penulis adalah mahasiswa program studi Indonesia di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia. Lahir di Pati 16 Januari 1988, penulis memiliki minat khusus pada
masalah linguistic dan kajian budaya. Hobi penulis yang suka membaca, meneliti, dan jalan-jalan
ini dituangkan dalam beberapa makalah ilmiahnya yang membahas kebudayaan local Indonesia.
Untuk menghubungi Angga, dapat melalui alamat email sayyestoangga@yahoo.com

 
Java merupakan salah satu bahasa pemprograman dalam komputer.
 
Setiap orang dapat memanfaatkan sumber informasi yang gratis tersebut dan setiap orang dapat
memodifikasi batik sesuai dengan desain yang dikehendaki.
 REVITALISASI BATIK SEBAGAI PRODUK BUDAYA UNGGULAN BANGSA DAN MODAL PROSPEKTIF
PADA PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF

Hendra Prasetya

Pendahuluan

Seni membatik di atas kain dengan corak yang khas dari setiap daerah di Indonesia hampir
tenggelam ditelan perkembangan zaman. Padahal, seni membatik merupakan kearifan lokal
masyarakat Indonesia yang mencerminkan penghargaan terhadap alam (Ayudea et al, 2009).
Sebagai contoh, batik irian. Batik ini didominasi corak burung cendrawasih yang
menggambarkan keadaan alam. Batik Irian melukiskan daerah Irian yang kaya pepohonan dan
bukit-bukit dengan burung cendrawasih diantara pepohonan (Suhersono, 2006).
Nilai budaya yang terkandung dalam batik mencerminkan tingginya nilai seni yang
dimiliki bangsa ini. Jika ditinjau dari berbagai sudut pandang, batik merupakan produk budaya
unggulan khas Indonesia. Dari sisi sejarah misalnya, batik telah dikenal sejak kerajaan
Majapahit. Dari sisi ragam dan coraknya, batik mempunyai variasi yang begitu banyak.
Begitupun dari sisi yang lainnya, batik memiliki keunikan yang luar biasa (Steen, 1996).
Tak dapat dipungkiri, Indonesia memang patut berbangga hati telah menyumbangkan
konsep “batik” sebagai terminologi dalam khazanah tekstil dunia yang kini penggunaannya
begitu menyebar, membentang mulai dari Afrika hingga Cina (Anonim, 2009). Namun, sungguh
ironis melihat pewaris seni budaya batik Indonesia sendiri jumlahnya masih begitu sedikit.
Padahal seni budaya batik disuguhkan dengan dorongan penuh atas kecintaan dan apresiasi
tinggi.
Ironisnya lagi, sebagian orang berpikir bahwa memakai batik hanyalah dilakukan ketika
hendak pergi ke undangan kerabat ataupun menghadiri acara formal. Bahkan ada pula yang
menganggap bahwa batik merupakan pakaian kuno dan hanya cocok dipakai orang tua saja. Jika
hal ini dibiarkan begitu saja, tentu budaya membatik di Indonesia akan memudar dan tidak
menutup kemungkinan akan lenyap seiring berkembangnya zaman. Terlebih lagi, beberapa
waktu yang lalu ada negara tetangga yang mengklaim bahwa batik adalah budaya dari negara
mereka.
Oleh karena itu, melalui karya ini penulis bermaksud memaparkan bahwa saat ini dan
kedepannya perlu dilakukan upaya revitalisasi budaya batik agar tetap menjadi budaya yang
tetap diunggulkan. Apalagi mengingat bahwa pada saat ini tengah diterapkan dan dibangun
sistem perekonomian kreatif. Batik akan menjadi modal yang sangat prospektif dalam
berkontribusi membangun perekonomian kreatif tersebut.
Secara umum, penulis dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu  apakah
keistimewaan batik sebagai bentuk seni budaya bangsa Indonesia; bagaimana kondisi budaya
atau seni batik di Indonesia masa kini; bagaimana upaya untuk merevitalisasi batik agar tetap
lestari, diminati bangsa ini, dan mengalami perkembangan; apakah batik dapat memberikan
kontribusi dalam  memajukan ekonomi kreatif Indonesia; dan bagaimana batik dapat menjadi
pilar kemajuan bangsa di era global.
Adapun tujuan dari karya ini adalah untuk memaparkan budaya batik sebagai produk
unggulan khas Indonesia. Selanjutnya, mengkaji tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk merevitalisasi budaya batik Indonesia agar keberadannya dapat tetap dipertahankan dan
dikembangkan. Pada akhirnya, bertujuan untuk menjelaskan arti pentingnya pengembangan batik
nusantara sebagai modal yang sangat prospektif untuk memajukan perekonomian kreatif
Indonesia.
 
Batik Sebagai Produk Budaya Unggulan Khas Indonesia.

Secara etimologi, kata "batik" berasal dari gabungan dua kata (bahasa Jawa), yaitu "amba"
yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik" (Anonim, 2009). Batik mengacu
pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk
mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai
wax-resist dyeing. Yang kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut,
termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan (Utomo, 2009).
Budaya membatik telah mengakar dari ribuan tahun lalu. Pada awalnya, kain batik hanya dikenal
sebatas lingkungan keraton atau kerajaan yang semula hanya dipakai oleh kalangan bangsawan dan
raja-raja. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kain batik selanjutnya dikenal luas di kalangan
rakyat dan terus berkembang hingga masa sekarang. Jumlah dan jenis motif kain batik yang mencapai
ribuan jenis ini mempunyai ciri khas pada masing-masing daerah di Indonesia. (Fuadi, 2009)

Nilai budaya yang terkandung dalam batik mencerminkan tingginya nilai seni yang dimiliki bangsa
ini (Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001). Nilai historis perjalanan bangsa Indonesia dengan akulturasi
budaya bangsa lain seperti Cina, nilai keluhuran budaya kerajaan-kerajaan zaman dahulu, nilai kreatifitas
bangsa Indonesia, dan nilai kerukunan bangsa Indonesia tercermin dalam batik.

Jenis dan corak batik tergolong amat banyak, tetapi corak dan variasinya sesuai dengan filosofi
dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam (Steen, 1996). Khazanah budaya bangsa
Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional
dengan ciri kekhususannya sendiri. Di dalam batik, terdapat filosofi yang menggambarkan keramahan
masyarakat Indonesia terhadap alam (Ayudea et al, 2009).

Keunikan lain dari seni membatik adalah proses pembuatannya. Proses pembuatan motif dimulai
ketika seluruh bahan, terutama kain mori, telah siap. Pembuatan motif ini dilakukan dengan bahan
utama lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Bila ingin membuat batik tulis,
maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu canting sementara batik cap menggunakan cap
batik yang telah didesain sesuai motif yang diinginkan (Utomo, 2009). Secara prinsip, terdapat 11
tahapan yang umumnya dilalui dalam pembuatan batik tradisional, yakni nggirah, nganji, nyimpong,
njereng, nerusi, nembok, medel, mbironi, nyoga, dan glorod. Untuk menghasilkan satu kain batik,
biasanya memakan waktu 2-3 hari (Kerlogue, 2004).

Jika ditinjau dari sisi historis, seni membatik adalah budaya asli Indonesia. Sejarah pembatikan di
Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di
tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan
Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Jadi, kesenian batik di Indonesia telah
dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang sampai kerajaan dan raja-raja
berikutnya.

Jadi, batik jika ditinjau dari berbagai sudut pandang merupakan produk budaya unggulan asli dan
khas Indonesia yang patut untuk dibanggakan. Batik merupakan khazanah budaya pertiwi yang akan
menjadi daya saing bagi bangsa-bangsa tangguh dengan produk budaya bangsa lain tentunya.

 
Kondisi Seni Batik Masa Kini

Perkembangan batik sebagai kostum dan karya seni di Indonesia memang demikian dinamis.
Dipengaruhi berbagai unsur asli dan luar, pada masa jayanya batik berperan sebagai alat dan simbolisme
yang memperkuat supremasi aristokrasi keraton Jawa dan Sumatera, seperti ditunjukkan pada desain,
motif, warna, gaya penggunaan maupun jenis-jenis batik yang selama ini dihasilkan. (Ayudea, 2009)

Dalam perkembangannya lewat kantong-kantong produsen batik di Jawa maupun Sumatra, batik
semakin kokoh perannya sebagai saksi budaya penting ketika aktivitas kolonialisme dan dominasi
modernisasi barat mulai kuat hadir dalam panggung sejarah Indonesia. Revolusi seni yang terjadi
terutama sejak tahun 1960-an di Indonesia telah memberi dorongan bagi seni lukis batik untuk kian
berkembang. (Kerlogue, 2004)

Akibat proses globalisasi dunia, seniman batik Indonesia tidak lagi terpaku pada inspirasi lokal
semata, namun juga dipengaruhi secara kuat oleh seni barat yang bagi penulisnya memperlihatkan
konteks kelenturan batik dari masa ke masa. Kini, adalah pemandangan umum di Indonesia mulai dari
Aceh hingga Papua akan luas dan meratanya penggunaan batik di Nusantara. Di mana saja dan di
kesempatan apapun, baik formal maupun informal, batik menjelma menjadi ikon ungkapan kebanggaan
nasional yang penting, satu dari elemen kuat ekspresi nasionalisme Indonesia yang merata, dikenakan
pria-wanita, tua-muda, mulai dari orang biasa hingga presiden. (Djatmiko, 2009)

Batik dikenakan tidak saja ketika wanita bekerja di sawah, namun juga hadir di rumah-rumah,
dalam resepsi dan upacara adat, muncul di tingkat bawah maupun elit, bahkan di tingkat kenegaraan.
Lebih dari itu, kita juga menyaksikan batik semakin menjadi ekspresi seni yang tidak lagi anonimus,
berfungsi tidak saja sebagai kostum semata-mata, namun juga sebagai dekorasi, barang seni, bahkan
suvenir wisata wajib yang populer. (Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001)

Tak dapat dipungkiri Indonesia memang patut berbangga hati telah menyumbangkan konsep
“batik” sebagai terminologi dalam khazanah tekstil dunia yang kini penggunaannya begitu menyebar,
membentang mulai dari Afrika hingga Cina. . (Djatmiko, 2009)

Revitalisasi Batik Melalui Upaya Pelestarian


Beberapa waktu terakhir pemakaian batik mulai disosialisasikan kembali kepada kaum muda
setelah adanya klaim bahwa batik merupakan kebudayaan khas Malaysia. Sejak saat itu berbagai
kalangan merespon klaim batik tersebut dengan berbagai cara. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia
telah memperjuangkan batik Indonesia kepada UNESCO agar terdaftar sebagai Budaya Takbenda
Warisan Manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity). Setelah melalui proses legitimasi yang
panjang pada pembahasan kelayakan dalam sidang di Abu Dhabi yang berlangsung 28 September hingga
2 Oktober 2009, pada akhirnya tanggal 2 Oktober 2009 diputuskan bahwa batik merupakan warisan
budaya dunia khas Indonesia dan termasuk dalam Budaya Takbenda Warisan Manusia (Intangible
Cultural Heritage of Humanity). (Djatmiko, 2009)

Jika pada masa-masa sebelumnya batik hanya dilirik oleh segelintir orang saja, masa sekarang dan
yang akan datang batik harus menjadi sesuatu yang dibanggakan dan diunggulkan. Mengapa demikian?
Alasannya beragam. Pertama, seni dan budaya batik—seperti yang telah dijelaskan sebelumnya—
merupakan produk budaya khas Indonesia yang berbeda dengan produk budaya lainnya. Kedua, cinta
terhadap batik menunjukan kecintaan kita terhadap bangsa ini. Terlebih batik sudah diakui
keberadaanya dimata dunia. Ketiga, batik merupakan modal prospektif bagi bangsa ini untuk
mengembangkan sektor perekonomian kreatif yang saat ini sedang digalakkan pemerintah. Dengan
kegiatan membatik, sentra kerajinan; industri kreatif; kursus; desa budaya; pariwisata; dan subsektor
lainya dapat diciptakan.

Berikut adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk merevitalisasi batik.

Membiasakan diri mengenakan batik.

Membuka sentra-sentra kerajinan batik.

Menjadikan membatik sebagai mata ajaran muatan lokal pada daerah yang dikenal sebagai sentra batik.

Menyelenggarakan batik day atau hari batik di berbagai lembaga atau institusi pada hari tertentu.

Mengembangkan industri kreatif, terutama industri tekstil, dengan berbasiskan motif batik pada produk-
produknya.

Mendirikan musium batik baik ditingkat lokal, maupun nasional.

Mengadakan program gelar budaya batik secara berkelanjutan di dalam dan luar negeri.
Mendirikan sekolah atau kursus membatik.

Bagi para mahasiswa, masyarakat umum, atau bahkan warga dunia, upaya melestarikan batik
bukan merupakan hal yang mustahil. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mempertahankan batik
sebagai budaya yang arif.

Mahasiswa

Di kalangan mahasiswa, memakai batik sebagai pakaian untuk menjalani proses belajar di
kampus dianggap hal yang tidak fleksibel. Kebanyakan mereka hanya berpikir memakai batik untuk
pergi ke undangan kerabat ataupun menghadiri acara formal. Bahkan ada pula yang menganggap
bahwa batik merupakan pakaian kuno dan hanya cocok dipakai orang tua saja.

Padahal, sebenarnya batik dapat divariasikan menjadi berbagai macam model. Demi
menyebarluaskan batik pada kalangan mahasiswa, para pengrajin batik kini telah membuat model
baju batik yang lebih familiar, terkesan gaul, tetapi tetap mempertahankan filosofi batik itu sendiri.
Selain itu, batik juga divariasikan menjadi bentuk jaket, tas, sendal, sepatu, soft case laptop, dan alat
salat seperti mukena dan sajadah.

Mahasiswa di beberapa fakultas dan universitas juga kini sering mengadakan hari batik secara
bersamaan untuk menunjukan solidaritasnya. Hal ini dilakukan untuk memberi contoh
membudayakan memakai batik kepada masyarakat, sehingga tidak ada lagi kesan untuk malu
memakai batik karena batik adalah kebudayaan yang diakui oleh PBB sebagai kebudayaan asli
Indonesia yang bernilai seni tinggi. Sebagai contoh, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
saat ini sudah menetapkan hari kamis sebagai hari mengenakan batik.

Masyarakat Umum

Upaya melestarikan batik sebagai penopang pilar kemajuan bangsa di tingkat masyarakat
dapat dilihat dari berbagai sisi. Di tingkat masyarakat pengrajin misalnya, pengrajin dapat membantu
membudayakan batik dengan membuat ide-ide kreatif motif batik dan bahan. Membuat strategi
pemasaran baru dan pembinaan dari pemerintah untuk memajukan usaha batik akan menarik minat
konsumen untuk membeli batik.

Di tingkat sekolah dan instansi pemerintah, budaya memakai batik dapat dilakukan dengan
cara menetapkan hari batik pegawai dan pelajar. Sekolah dapat membuat peraturan untuk
mengenakan batik pada jadwal seragam sekolah. Pemerintah pun berperan dalam hal ini. Sebagai
contoh, mengimbau sekolah-sekolah yang masih belum menerapkan hari wajib batik. Pembinaan
membatik juga dapat dimasukan dalam kurikulum sekolah sebagai pelajaran tambahan. Bila perlu
sekolah memfasilitasi adanya kegiatan ekstrakurikuler batik.

Instansi pemerintah pun dapat ikut melestarikan batik dengan menggalakkan hari batik.
Terlebih lagi, jika batik dijadikan sebagai pakaian wajib bagi pegawai badan pemerintah. Hal tersebut
juga merupakan sebuah cerminan bagi masyarakat untuk menghargai kebudayaan lokal dengan cara
mengenakan batik.

Di tingkat pegawai nonbadan pemerintah, penerapan memakai batik juga dapat diterapkan
layakknya di sekolah-sekolah. Penerapan hari batik hendaknya diefektifkan sebagai peraturan baru di
kantor, bahkan akan lebih baik lagi bila sebuah kantor memiliki batik khusus sebagai baju kerjanya.

Di tingkat rumah tangga, batik dapat divariasikan menjadi pelengkap interior rumah tangga
baik menjadi lukisan batik pada kanfas; pigura batik; taplak meja; kain kursi tamu, maupun menjadi
gorden yang cantik di kamar. Tambahan lagi,  mengganti kain konvensional menjadi kain motif batik
dapat disebarluakan dalam berbagai bidang, misalnya bidang otomotif; hiburan; dan teknologi
informasi.

Alhasil, jika semua kalangan mengaplikasikan batik, selanjutnya akan timbul kesan bahwa
Indonesia sangat bangga dengan batik dan menjadikan batik sebagai ciri bangsa Indonesia. Tentunya
dengan dukungan semua pihak terkait maka usaha-usaha membudayakan batik dan menjadikannya
core of culture akan lebih optimal.

Warga Dunia

Ketika kepribadian telah menjadikan batik sebagai pusat fashion dan life style (gaya hidup) di
masyarakat Indonesia sudah stabil, penerapan budaya batik bagi warga dunia pun bukan hal yang
mustahil. Warga dunia yang bersifat terbuka di era globalisasi dapat kita pengaruhi dengan
kebudayaan memakai batik. Kesan fashionable dan stylish akan lebih mudah mempengaruhi warga
dunia untuk melihat batik sebagai kain yang bernilai tinggi dan fleksibel. Hal itu dapat kita contohkan
melalui konsistensi bangsa Indonesia yang menajadikan batik sebagai salah satu core of culture.

Jika kesan tersebut sudah tertanam, tentunya nilai jual batik di kancah internasional akan
menjulang tinggi. Hal ini akan sangat berguna bagi bangsa ini dalam meningkatkan perekonomian.
Efek lainnya adalah negara Indonesia akan dikenal oleh dunia internasional sebagai negara dengan
khazanah budaya yang begitu melimpah dan menakjubkan.

Ekonomi Kreatif Berbasis Inovasi dan Pengembangan Batik

Secara istilah, ekonomi kreatif didefinisikan sebagai ekonomi yang mengedepankan


pembaharuan (inovasi) dan kreasi dari para pelakunya (sumber daya manusia), sehingga output
yang dihasilkan merupakan sesuatu yang unik karena tercipta dari pola pikir yang diluar dari
kebiasaan sebelumnya. Ekonomi kreatif menjadikan setiap limitasi yang ada justru menjadi
kekuatan tersendiri untuk mengembangkan diri. (Howkins, 2002)
Tahun 2009 ditengarai sebagai tahun ekonomi kreatif, walaupun sebenarnya istilah ini
sudah muncul sejak sepuluh tahun yang lalu (Howkins, 2002). Berbagai negara baik itu negara
maju, maupun berkembang tengah menjadikannya sebagai sektor unggulan dalam pembangunan
nasional. Bahkan dalam pidatonya, Presiden SBY menyatakan bahwa ekonomi kreatif
merupakan modal utama pembangunan ekonomi di gelombang empat peradaban.
Selanjutnya, menindaklanjuti diakuinya batik sebagai warisan budaya dunia yang berasal
dari Indonesia oleh UNESCO, bangsa ini berkewajiban mengembangkan budaya batik Indonesia
dan menjadikannya sebagai modal yang sangat prospektif dalam memajukan ekonomi kreatif
Indonesia. Upaya pengembangannya, misalnya dengan meningkatkan sentra-sentra produksi
batik, terutama sebagai kawasan khusus. Banyak sentra industri batik yang bisa dijadikan
kawasan khusus pengembangan ekonomi berbasis budaya, seperti Laweyan (Solo) dan
Pekalongan (Fuadi, 2009). Kawasan tersebut tidak hanya menjadi sentra produksi, tetapi juga
bisa menjadi daerah tujuan wisata.
Oleh karena itu, perlu ada perlakuan khusus terhadap sentra-sentra yang memproduksi
batik. Terlebih, produk budaya merupakan sebuah sarana untuk membangkitkan nasionalisme.
Contohnya, ketika batik diakui secara resmi sebagai produk budaya Indonesia, pada 2 Oktober
2009 masyarakat banyak menggunakan batik (Djatmiko, 2009).
Menjawab tantangan akan adanya ekonomi kreatif itu diperlukan inovasi hasil produksi
batik. Sebagai contoh, baju batik dengan model gaul; bentuk jaket; tas; sendal; sepatu; soft case
laptop; alat salat seperti mukena dan sajadah; dan peralatan berbahan dasar kain lainnya.
Berikut adalah beberapa contoh gambar produk berbahan kain batik.
 
Gambar 1. Produk Kreatif dan Inovatif Berbahan Batik
Selain itu, pemerintah pun telah menetapkan Visi 2030 dan Roadmap (peta jalan) 2010-
2015 Pengembangan Industri Nasional telah memasukkan produk berbasis warisan tradisi dan
budaya sebagai industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurunan angka
kemiskinan. Hal ini menunjukan bahwa batik mempunyai peluang besar dalam memajukan
perekonomian Indonesia. (Ayudea, 2009)
Usaha pengembangan ekonomi kreatif berbasis batik di Indonesia dapat mencakup wilayah
yang sangat luas. Cakupannya misalnya adalah industri batik tekstil, kerajinan batik
(handycraft), pendidikan membatik, wisata budaya, dan cakupan bidang yang lainnya. Jika
bidang-bidang itu dikembangkan dan dikomersialisasikan secara luas, sektor pengembangan
budaya batik akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi majunya ekonomi kreatif
Indonesia.
 

Internasionalisasi Batik sebagai Pilar Kemajuan Bangsa di Era Global

Berbagai usaha penerapan batik menjadi salah satu core of culture bangsa Indonesia akan
membangkitkan kecintaan bangsa ini akan tingginya nilai budaya. Bentuk ini baru dinilai dari satu sudut
yakni batik, belum merambah kesenian lain yang begitu banyak di negeri ini.

Belum lagi dengan berbagai upaya internasionalisasi dan sosialisasi maka batik akan mendapatkan
tempat yang baik dalam kehidupan masyarakat dunia. Sebuah prestasi membanggakan akan terukir
ketika banyak orang luar negeri yang menggunakan pakaian batik atau berbagai macam peralatan yang
bermotif batik.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya di luar koleksi batik yang tersimpan di musium-musium
ataupun perorangan asing. Misalnya, koleksi Smend, sejumlah kain batik bernilai sejarah yang pernah
dimiliki keluarga-keluarga terpandang atau pemilik dinasti batik masa silam masih banyak yang belum
sempat berpindah tangan, bahkan masih dirawat dengan baik oleh ahli warisnya—baik perseorangan
maupun keluarga.

Bila kain-kain tersebut mulai bisa diinventarisasi dan dipublikasikan, apalagi bila disiapkan oleh
dan dari perspektif orang Indonesia sendiri, tentu akan lebih memperkaya seri penerbitan tekstil
bersejarah Indonesia yang berguna dalam upaya mengungkapkan secara lebih mendasar aspek historis,
kekokohan, keluhuran, dan arti signifikan batik sebagai bukti eksistensi jati diri bangsa. (Steen, 1996)

Potensi ini menjadi sebuah aset budaya yang berharga untuk tetap dipertahankan. Masyarakat
dunia akan melihat batik sebagai jati diri bangsa Indonesia ketika masyarakat dari berbagai kalangan
sudah dewasa pemikirannya dan tidak merasa canggung lagi menerapkan batik dalam kehidupan
masyarakat. Sektor perekonomian kreatif berbasis batik pun bisa menjadi salah satu sub sektor
unggulan. Pada akhirnya, kedudukan bangsa ini akan semakin mantap dalam kehidupan internasional
dan tidak menjadi bangsa yang tertinggal pada era globalisasi ini.

Penutup

Batik merupakan seni budaya khas Indonesia yang layak untuk diunggulkan dan dibanggakan. Saat
ini perlu dilakukan revitalisasi batik agar tetap dapat dipertahankan keberadaannya melalui berbagai
upaya pelestarian secara terpadu oleh berbagai pihak. Jika revitalisasi itu kemudian disertai dengan
upaya pengembangan, budaya batik dapat menjadi modal prospektif dalam memajukan ekonomi kreatif
Indonesia.

Daftar Acuan
Anonim. 2009. Batik. http://id.wikipedia.org/wiki/Batik. [8 Oktober 2009]

Ayudea, Fani et al. 2009. Melestarikan Budaya Batik dan Keris. http://www.suaramerdeka.com. [1
Agustus 2009]

Dewan Bahasa dan Pustaka. 2001. Dewan Sastra. DBP. Jakarta.


Djatmiko, K. A. 8 Oktober, 2009. Seni Batik Kini Diakui Dunia. Pikiran Rakyat. Anton. 2009. Batik
Indonesia Lebih Unggul Dibanding Malaysia. http://www.kompas.com. [5 Oktober 2009]

Fuadi, Dedi et al. 2009. Batik. http://pesonabatik.site40.net/index.html [10 Oktober 2009]

Howkins, John. 2002. The Creative Economy - How People Make Money from Ideas. Di dalam : The 2nd
WIPO International Conference on Intellectual Property and Creative Industries ; Bali, 2-3 Desember
2008. Suffolk : Penguin Books

Kerlogue, F. G. 2004. Batik : Design, Style, & History. London: Thames & Hudson.

Steen, G. L. 1996. Batik: A Play of Lights and Shades. Jakarta: Gaya Favourite Press.

Suhersono, Heri. 2006. Motif Batik. Bandung: Garamedia.

Utomo, Y. W. 2009. Kursus Batik, Menyelami Budaya Batik Tulis hingga Lukis. http://www.yogyes.com.
[1 Oktober 2009]

Penulis adalah mahasiswa jurusan Statistika di Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian
Bogor. Lahir di kota Banyumas 25 September 1989. Penulis memiliki minat khusus pada studi analisis
data (numerik dan kategorik) sampling method. Hobi menulis scientific paper dan membaca jurnal
ilmiah  yang membawanya pada kejuaraan-kejuaraan karya ilmiah yang diikutinya. Salah satunya adalah
penghargaan Dirjen Dikti pada Program Kreativitas Mahasiswa Artikel Ilmiah tahun 2009. Untuk
menghubungi Hendra, silakan melalui alamat e-mail mahee98@yahoo.com

01 Agustus 2010 | 13:05 wib

Jambore Teknologi 2010

Indahnya Kreasi Batik Fraktal

BERBAGAI motif batik fraktal terpajang di stan


Bale Merbabu yang motifnya tidak kalah
indahnya dengan batik tulis atau sablon. Perbedaan batik fraktal itu dengan batik pada umumnya
dari segi teknis pembuatan menggunakan komputer. Dimana batik tradisional itu menggunakan
canting sedangkan batik fraktal ini memanfaatkan software khusus atau ultrafraktal saat
membuat mendesain berbagai motif batik. Di dalam soft ware itu tersedia sebanyak 16 jenis
motif batik untuk dipilih. 

Dari belasan motif batik fraktal itu yang terkenal diantaranya motif julia. Kelebihan batik fraktal
itu selalu memiliki motif yang berbeda dari motif yang dibuat oleh masing-masing orang. Sebab,
setiap pembuat memiliki kreativitas sendiri untuk menuangkan idenya dengan membuat rumus
tertentu sehingga muncul motif dan warna tertentu. Seperti yang tampak pada desain batik di
lomba desain batik fraktal di ajang Jambore Teknologi 2010 di Pusat Rekreasi dan Promosi
Pembangunan Jawa Tengah di Komplek Puri Anjasmoro Semarang. Sebagian besar motif yang
dicetak diatas kertas gambar berukuran A 3 dan di letakkan di atas meja dan salah satu sisi
dinding stan lebih dominan warna kuning dan biru. Komposisi warna pada motif batik itu
cenderung lebih tajam dan jelas. Motif batik fraktal itu terlihat dari desain mirip motif pada baju
yang terkenal dari Bali berwarna kuning berbentuk matahari.

Berbeda dengan warna yang terdapat pada motif tulis lebih banyak menggunakan warna cokelat
dan kuning keemasan. Untuk membuat berbagai macam motif batik fraktal itu dengan sentuhan
teknologi hanya dibutuhkan selama tiga puluh menit sampai satu jam.

Saat ini perkembangan motif batik itu masih mengalami kendala belum semua bisa dijasikan
motif pada kain. Sebab, selama ini motif batik fraktal hanya menjadi mode di kalangan orang
tertentu saja dan hanya dipakai orang-orang kota besar seperti Jakarta dan kota lain. Oleh karena
tidak semua warna pada batik fraktal itu terlihat jelas saat dicetak di pakaian.

Salah-satu peserta lomba desain batik Fraktal, Diki Timotius mengakui saat mengikuti lomba di
PRPP ini dengan persiapan hanya tiga hari. Meskipun persiapan dia singkat, namun tiga motif
batik fraktal buatan dia berhasil masuk ke dalam nominasi untuk  berhak dinilai dari 27 karya
yang dipajang dari 50 peserta yang memasukkan motif batik ke panitia. "Saya sangat menyukai
desain batik fraktal ini. Harapan saya batik ini bisa menjadi terobosan baru bagi dunia perbatikan
dan menjadi berkembang," tuturnya.

Komposisi motif berbeda bisa dibuat dengan mengubah rumus matematika yang ada di dalam
software itu agar menjadi motif baru.

Sistim pemilihan motif untuk juara di lomba itu panitia menyediakan sebanyak 150 kuisioner
yang diberikan kepada pengunjung yang mendatangi stan tersebut untuk memilih dari puluhan
motif tersebut. Pengunjung bisa mencantumkan nomor dari masing-masing desain batik itu.
pengunjung bisa memberikan penilaian sebagai motif terbaik dan pemilihan komposisi warna
terbaik. Selain itu hasil penilaian akhir ditentukan dewan juri dan pemenang diumumkan pada
Minggu (1/8).

Adapun dalam lomba desain Batik Fraktal yang mulai digelar Jumat (30/7) lalu, sebagai juara
kategori komposisi warna terbaik diraih Jasson Prestiliano dari Salatiga, juara kategori komposisi
motif batik fragtal terbaik diraih Deddy Unggul W dari Kudus. Sedangkan juara umum disabet
oleh Ari Setiawan dari Temanggung.

Panitia lomba itu diselenggarakan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan bagi
masyarakat umum yang ingin membuat desain batik fraktal bisa datang dan belajar membuat
batik ke Fakultas Teknologi Informasi di universitas tersebut.

( Yulianto /CN28 )

Batik Fraktal
Dari PaloDozen

Batik merupakan maha karya adi luhung tradisionil bangsa Indonesia, yang kini telah diakui
dunia. Selama berabad-abad, bangsa Indonesia telah memapankan teknologi pembuatan batik,
dan juga menciptakan ribuan corak (motif) batik. Dari kajian ilmiah, ternyata banyak motif batik
Indonesia dapat dimodelkan dengan fraktal (ilmu matematis yang mempelajari terbentuknya
geometris kompleks dari aturan yang sederhana yang berulang). Hal ini membuka jalan
diciptakannya motif batik sebagai generative arts (seni yang dibangkitkan dengan komputer).

Deskripsi

Batik Fraktal merupakan terobosan inovasi dimana karya seni tradisional Indonesia ternyata bisa
dimodelkan dan dirancang secara sains modern. Langkah ini dimulai ketika tim Pixel People
Project menganalisis secara ilmiah bahwa banyak corak batik tradisional Indonesia memenuhi
sifat-sifat geometri fraktal <ref>Lukman, Muhamad; Yun Hariadi; Achmad Haldani
Destiarmand, "Batik Fractal : Traditional Art to Modern Complexity", Seminar, France,
2005</ref>. Ini berarti, batik dapat dikodekan atau dirumuskan dalam bahasa fractal. Metoda
fractal yang dipilih oleh Pixel People Project adalah L-System (metode lain misalnya Cellular
Automata, Mandelbrot, dll.). Metode ini diperkenalkan oleh Lindenmayer untuk memodelkan
pertumbuhan tanaman <ref>Prusinkiewicz; Lindenmayer, "The Algorithmic Beauty of Plants".
Springer- Verlag, New York, 1990</ref>, namun ternyata cukup general untuk memodelkan
berbagai bentuk geometris yang rekursif. Dengan metode L-System, saat ini Pixel People Project
telah berhasil mengkodekan berbagai rumus fractal untuk batik dengan corak geometris (parang,
kawung, banji, dll) dan juga corak batik yang organis seperti tumbuhan atau hewan. Bila rumus
fraktal suatu corak batik telah ditemukan, itu akan menjadi semacam kode genetik, yang bisa
dipakai untuk membangkitkan corak baru dengan cara mengubah-ubah parameternya (sudut,
panjang ruas, warna, dll).
Dasar Teknologi

Dasar teknologi batik fraktal adalah algoritma dan rumus-rumus matematik yang bisa
membangkitkan gambar ketika di kalkulasi oleh komputer. Ada beberapa jenis algoritma yang
memenuhi syarat ini.

L-System

Untuk merancang batik fraktal menggunakan JBatik, pengguna harus memasukkan rumus fraktal
tertentu, dalam hal ini sesuai dengan ketentuan L-System. Kode fraktal L-System dikembangkan
oleh Lindenmayer untuk memodelkan pertumbuhan tanaman dalam bidang 2-dimensi, maupun
ruang 3-dimensi, dengan mendefinisikan:

 Simbol : himpunan huruf (A-Z,a-z) atau tanda baca yang bisa diartikan sebagai gen yang bisa
tumbuh. Sebagian simbol memiliki arti perintah khusus, sedangkan yang lain sekedar sebagai
gen kosong untuk tahap tumbuh.
 Parameter : nilai yang mempengaruhi kelakuan gen.

 Aksiom : sekumpulan gen awal.

 Produksi : aturan pertumbuhan gen.

Sebagai contoh, beberapa simbol baku yang terdefinisi pada L-system adalah:

Simbol Keterangan

Maju membuat batang dengan panjang (length) dan tebal (thickness) tertentu pada arah
F
sekarang

f Maju sejauh panjang tertentu pada arah sekarang, tanpa membuat batang

+ Mengubah arah, berputar ke kanan sebesar sudut (angle) tertentu

- Berputar ke kiri sebesar sudut (angle) tertentu

[ Mulai membuat cabang, posisi awal disimpan

] Akhir cabang, kembali ke posisi awal yang disimpan ]

. Atur ulang arah tegak lurus ke atas

Kelakuan simbol-simbol khusus tersebut, berdasar beberapa parameter yaitu:


Parameter Contoh Nilai Keterangan

Angle 60 Sudut putaran untuk simbol + dan -

Length 12 Panjang garis untuk simbol F dan f

Thickness 2 Tebal garis untuk simbol F

Iteration 3 Banyaknya iterasi produksi

Untuk menggambarkan satu bentuk fraktal tertentu, maka harus didefinisikan dulu rantai simbol
awalnya yang disebut aksiom, misal

Aksiom Contoh Nilai Keterangan

Start .F Mulai dari sebuah batang tegak lurus ke atas

Kemudian aksiom akan tumbuh dengan satu atal lebih rumus produksi, misalnya:

Simbol Rumus Produksi Keterangan

Setiap batang F, akan tumbuh dua cabang, satu ke kiri satu ke kanan (seperti
F F[+F][-F]
huruf Y)

Definisi L-system tersebut dapat dihitung oleh komputer secara iteratif (atau rekursif). Hasilnya
adalah

Iterasi ke Rantai Simbol Gambar

0 F

0 F[+F][-F]

0 F[+F][-F][+F[+F][-F]][-F[+F][-F]]

F[+F][-F][+F[+F][-F]][-F[+F][-F]][+F[+F][-F][+F[+F][-F]][-F[+F][-F]]][-F[+F][-F][+F[+F][-
0
F]][-F[+F][-F]]]
Dari situ, terlihat bagaimana sebuah rumus yang sederhana bisa berkembang menjadi bentuk
kompleks.

Mandelbrot

Celular Otomata

Implementasi

Filosofi

Batik fraktal banyak mengundang kontroversi. Salah satu pendapat mengatakan:

Dalam pandangan saya, batik fraktal hanyalah salah satu bentuk pola visual
komputer.
Dan ketika saya amati hasil karyanya satu persatu, saya tidak menemukan hal
yang indah di sana.
Saya tidak tahu apa yang salah. Masa sepotongan gambar yang melengkung-
melengkung tidak
jelas lalu di gambar di kain bisa kita sebut batik?
Ini akan merusak nilai-nilai batik. Seni adalah rasa. Harus ada kreativitas.
Masa pembatik disamakan seenak perut dengan robot yang membatik.

(E-Mail Riana Helmi pada Menristek)

Menurut buku Understanding Comics, ada enam tahap berkarya. Batik adalah budaya yang
sangat unik di ke enam bidang tersebut. Mari kita bahas dari permukaan, hingga ke kedalaman
filosofis.

Permukaan

Pada permukaannya, batik adalah keindahan visual yang tertuang pada suatu media (bukan suara,
atau tarian, misalnya). Orang awan pun bisa langsung mengidentifikasi batik dari keunikan corak
dan warnanya, dibanding karya lain. Batik itu nampak ...

 Warnanya tidak banyak, namun serasi.


 Coraknya melekuk-lekuk dengan gaya klasik, jarang yang lurus bersudut.

 Tata letaknya geometris, kecuali jika ada obyek utama.

Pokoknya, ada rasa yang unik, klasik, tradisional. Jelas sekali bedanya baju batik, dengan baju
pantai tahiti atau seragam doreng militer, walau semuanya juga seni tersendiri.

Nah, ketika orang awam pergi berbelanja ke butik Danarhadi, Batik Keris, bahkan ke Pasar
klewer atau Pasar baru, keindahan visual inilah yang pertama kali dicari.
Simpulan

Batik Fraktal, tidak diragukan lagi, adalah terobosan baru yang memberi nuansa teknologi
modern pada batik tradisional. Meski demikian, seperti halnya proses mencipta yang berawal
dari 'bentuk', banyak 'gagasan' filosofis yang tertinggal. Apalagi para pembatik fraktal masa kini
sering menabrak pakem-pakem struktur maupun gaya klasik. Oleh karena itulah, buat mereka
yang mengerti batik, karya batik fraktal bagaikan mainan newbie yang 'kosong', tidak ada isinya.
Dengan demikian, sebaiknya para pembatik fraktal segera menemukan dasar filosofis yang kuat.
Dan untuk itu, apa lagi yang lebih tepat selain kembali ke esensi dasar fraktal,

Kesederhanaan yang elegan dibalik Kompleksitas yang Indah

membaca sebaris mantera-mantera atau do’a agar batik yang dibuatnya bisa memberikan
manfaat. Ragam hiasnya dibuat dengan penuh makna filosofis yang cukup tinggi.

Cerita tentang pembuatan sehelai kain batik tersebut mungkin benar dan kenyataannya bahwa
batik Indonesia masih eksis sekarang ini dikarenakan nilai estetis yang dikandung pada
keindahan batik tradisional Indonesia sangat luar biasa. Beberapa daerah di sebagian wilayah
Indonesia memiliki akar budaya batik yang yang sangat luhur dan sangat beragam, tidak ada di
negara manapun yang memiliki kekayaan ragam hias batik seperti yang ada di Indonesia, maka
sudah sangat pantaslah bila batik merupakan warisan budaya tak benda (Intengable culture
heritage humanity) dari Indonesia seperti penghargaan yang telah diberikan oleh Unesco pada
tanggal 2 Oktober 2009 yang baru lalu. Penghargaan Unesco yang diberikan untuk Indonesia
bukan karena banyaknya corak dan ragam hias batik yang dimiliki, namun karena nilai estetis
pada lembaran-lembaran batik dan karena batik masih digunakan, dilestarikan oleh sebagian
masyarakat Indonesia secara turun temurun.

Komunitas produsen dan pengguna batik fractal


ini masih sangat sedikit sekali bila dibandingkan
dengan motif-motif batik tradisional yang ada,
namun tidak menutup kemungkinan bilamana
tingkat ketertarikan konsumen semakin tinggi
yang diiringi dengan banyak bermunculannya
software-software komputer yang dapat
membantu dan mempermudah perancangan
desain fractal maka akan bermunculan desain-
desain batik fractal yang beragam.

Bila mengamati batik fractal, setidaknya bisa kita dekati dengan melihat bahwa batik fractal
adalah hanya sebagian kecil dari pengembangan desain-desain batik secara keseluruhan.  Kita
bisa menilainya hanya bagian dari kegiatan kreatif semata (creative activity), mungkin pula ada
yang menilai sebagai suatu seni (art activity). Batik Fractal bila dilhat dari aktivitas dan karya,
bisa dipastikan bahwa dapat didudukkan  dalam suatu tempat yang objektif, yaitu sebagai suatu
kegiatan riset yang menekankan segi inovasi, eksperimentasi dan kreativitas. Ada juga yang
mengatakan bahwa kegiatan pengembangan batik fractal adalah wujud dari penggabungan
teknologi, sains, art dan economy.

Kreatifitas yang dilakukan oleh komunitas penggagas batik fractal hendaknya kita dukung,
diakarenakan dampak ekonomi yang nyata adalah bisa memberikan lapangan kerja baru,
setidaknya akan bermunculan jasa programmer-programmer desain batik fractal serta jasa
penterjemah desain-desain batik fractal, yang ujungnya pasti menyentuh pembatik-pembatik
tradisional. Asalkan dengan catatan bahwa desain batik yang telah dibuat tidak diproduksi
dengan teknik sablon. Bilamana bisa disinergikan dengan dunia pendidikan menengah, kejuruan
dan perguruan tinggi, maka tidak menutup kemungkinan batik-batik Indonesia akan lebih
berkembang sangat pesat, dengan beragam teknik-teknik produksi yang baru dan dengan desain-
desain yang bisa menembus pasar dengan tiada batas.

Pengembangan produksi batik fractal ke depan sampai kapanpun tidak akan bisa mengantikan
kedudukan dan keluhuran batik-batik motif bercorak tradisional. Cerita tentang motif dan corak 
batik tradisional sudah terukir dengan tinta emas dan menempati seluruh relung-relung
kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia yang sangat luhur sejak dahulu kala hingga sekarang.
Pengembangan batik fractal harus tetap menggunakan teknik batik  tulis maupun cap, sehingga
mudah-mudahan akan terus bisa menambah perbendaharaan motif-motif batik Indonesia,
meningkatkan dan memberikan lapangan kerja baru bagi industri kerajinan batik.
Kita sudah sepakat dan terus menjaga bahwa kain dengan dengan bentuk gambar apapun yang
tidak dikerjakan dengan lilin sebagai proses perintang warnanya, maka tidak bisa kita namakan
batik, namun disebutnya adalah tekstil bermotif batik atau kain sablon bercorak batik.

Tentang Penulis: Komarudin Kudiya


 RSS Feed

H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds. (40) lahir dan dibesarkan di Desa Trusmi Plered Cirebon.
Terlahir dari lingkungan pengrajin batik Trusmi Cirebon dan merupakan generasi ke lima dari keluarga
pengrajin batik yang handal. Setelah lulus dari SMA melanjutkan sekolah Diploma 3 di UNPAD jurusan
Adminitrasi Logistik, kemudian melanjutkan ke program Extensi Hubungan Internasional S1 di UNPAD
lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 lulus dari Program Magister S2, Jurusan Desain FSRD – ITB.

Pada tahun 1992 – 1996 pernah bekerja di Jakarta di perusahaan yang bergerak pada bidang
pengembangan Sistem Komputerisasi dan Perakitan Komputer untuk peralatan jalan tol. Selama bekerja
di Jakarta tiap ada kesempatan selalu aktif menjajakan batik-batik Cirebonan ke beberapa gallery dan
showroom batik yang berada di sekitar Jakarta.
Pada tahun 1998 mendirikan batik Komar di Bandung, diawali dengan mendapatkan penghargaan juara
pertama festival Lomba Desain Selendang Batik Internasional di Jogyakarta pada tahun 1997.

Sejak tahun 1998 aktif melakukan pameran di dalam negeri dan di luar negeri. Kegiatan yang
berhubungan dengan dunia batik diantaranya : memberikan pelatihan batik yang bekerjasama dengan
beberapa dekranasda dan dinas perindustrian dan perdagangan hampir dari seluruh propinsi di tanah air
sejak tahun 2000 hingga sekarang. Selain memberikan pelatihan batik, yaitu menjadi nara sumber untuk
kegiatan seminar yang berkenaan dengan memotivasi jiwa enterpreuneur bagi pebisnis pemula
(pengrajin UKM) dan kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan desain batik di beberapa kota dan
kabupaten di seluruh Indonesia. Pada saat sekarang memiliki mitra binaan batik lebih dari 250 orang
pekerja di Bandung dan Cirebon.

Beberapa karya desain batik yang pernah dibuat diantaranya sbb:

Desain batik dengan tema Moluska (Kerang) dari filum Gastropoda dan filum Bivalvia, motif Salju (kristal
air), motif Satwa Laut, motif Pamor Keris, motif Satwa Liar, motif Sekarjagad Latar Belah Ketupat, Tiga
Ranting Rendeng-rendeng, Sekar Padu Suplir Mekar, Antares, Rumpun Bambu dan lain-lain.

Karya fenomenal dalam dunia batik Indonesia yang gaungnya hingga ke seluruh belahan dunia adalah
ketika membuat karya batik terpanjang sedunia yang tercatat di Guinness World Record dan MURI pada
tahun 2005 dengan mencatatkan batik sepanjang 446,6 mtr berbahan sutra tenun, dengan jumlah motif
407 mewakili desain-desain batik seluruh Indonesia dengan memiliki 112 komposisi warna dikerjakan
selama 1,5 tahun dengan mendapatkan bantuan sponsor dari YBI dan Deperin.

Beberapa kegiatan organisasi dintaranya sbb: sejak tahun 2005 hingga sekarang sebagai pengurus
Yayasan Batik Indonesia untuk bidang pengembangan desain dan sumber daya manusia. Sedangkan
dibidang persuteraan adalah pendiri Paguyuban Sutera Parahyangan dan pengurus Masyarakat
Persuteraan Alam Indonesia (MPAI).

Desain-desain batik yang sudah diciptakan dan dikumpulkan dalam bentuk dokumentasi buku-buku
serta berupa file komputer sudah lebih dari 4000 desain. Beberapa desain batiknya telah dikumpulkan
dalam beberapa jilid buku yang belum diterbitkan dan masih menjadi koleksi pribadi, selain itu. buku
tentang warna-warna batik yang berisi kumpulan beberapa rumus zat warna batik lengkap dengan
contoh warna aslinya. Desain batik yang telah didaftarkan di Direktorat HAKI berjumlah 125 desain
dengan bantuan pendaftaran dari Direktorat Sandang DEPERIN serta dari kementerian UKM dan
Koperasi.

 
Proses Pembuatan Batik Fractal VS Batik Tradisional

Netsains.Com – Batik Fractal adalah batik yang sentuhan desainnya (corak dan ragam hiasnya)
dibuat dengan rumus-rumus matematika yang dikerjakan dengan teknologi komputer.  Secara
proses pembuatan batik fractal dibagi menjadi 2 tahap, tahap pertama adalah pembuatan desain
yang dilakukan oleh tim desain fractal, dan tahap kedua dilakukan oleh tim pembuat batik.

Pengembangan sofware Batik Fractal dilakukan di Bandung oleh Tim Pixel People dan Bandung
Fe Institute, sedangkan produksi batiknya dilakukan oleh Batik Komar di Bandung pula.
Pada tahap pertama hanya menghasilkan sampai batas pola gambar (warna) yang dicetak pada
selembar kertas dengan ukuran Folio. Tahap berikutnya akan dilanjutkan pada proses batik yang
dikerjakan oleh tim produksi batik.

Yun Hariadi salah satu anggota Tim Pixel People menjelaskan proses pembuatan desain batik
fractal sebagai berikut “Sebelum membuat batik, hal pertama yang harus dilakukan adalah
mengukur DNA batik tersebut.  Mengukur keteraturan motif dan ciri khas batik dengan
menggunakan alat yang disebut Dimensi Fractal. Hasil pengukuran tersebut selanjutnya disebut
DNA batik.  Sebagai  contoh motif parang rusak dari Yogyakarta.  Pertama-tama, motif batik
tersebut ditransformasikan dalam rumus matematika fractal dengan bahasa L-System. Rumus
tersebut kemudian dimodifikasi dengan mengubah parameter-parameternya sehingga
menghasilkan rumus yang lebih kompleks dan rumit.  Selanjutnya, rumus tersebut diolah dengan
program jBatik, sebuah aplikasi yang dibangun dengan basis open source software. Rumus ini
akan menghasilkan gambar motif batik yang berbeda dari motif asli.  Desainer dapat terus
mengubah parameter rumusnya sehingga gambar yang dihasilkan sesuai dengan estetika
desainer. Setelah desainer mendapatkan motif yang diharapkan, motif tersebut kemudian
diberikan kepada pembatik tradisional untuk dicanting di atas kain. “.

Masih dikatakan oleh Yun Hariadi, “Berangkat dari teori Chaos, yaitu teori yang membahas
kesensitifan pada kondisi awal, Tim berhasil mengaplikasikan matematika dalam software
JBatik. Fraktal muncul sebagai tanda keteraturan dalam kekacauan (chaos) dalam suatu sistem
yang kompleks. Salah satu cara untuk memahami fraktal adalah dengan menggunakan penggaris
dimensi fraktal yang membutuhkan geometri baru, geometri yang mampu mengakomodasi
konsep tentang kesamaan diri (Geometri Fraktal, Mendelbrot 1967). Geometri fraktal
mengakomodasi objek yang berdimensi pecahan, misalnya 0.7, 1.5, atau 2.75. Dengan penggaris
dimensi fraktal, tingkat fraktal suatu benda dapat dibandingkan. Dalam penjelasannya, hasil
perhitungan dimensi fraktal pada batik dengan sampel 200 motif batik menunjukan bahwa batik
memiliki dimensi fraktal 1.5. Hal ini menunjukan bahwa motif batik tidak cukup digambarkan
oleh benda berdimensi satu namun berlebihan jika digambarkan benda berdimensi dua.
Setelah kita mengetahui proses penciptaan desain batik fractal secara teori, maka akan saya
jelaskan secara detil proses memproduksi Batik Fractal secara tradisional. Berdasarkan
pengalaman yang telah saya lakukan, tahapan proses produksi batik fractal relatif lebih panjang
dan membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan proses produksi batik
tradisional. Walaupun pasti ada sisi lebih dan kurangnya bila dibandingkan antara pembuatan
batik tradisional versus batik fractal. Penjelasan proses produksi batik fractal secara rinci sebagai
berikut :
a.    Untuk mendesain awal batik fractal kita memerlukan beberapa alat yang cangggih seperti
seperangkat komputer dengan kemampuan yang tinggi, printer dan harus ada jasa layanan mesin
foto copy yang bisa memperbesar gambar hingga ukuran A0. Untuk mendesain motif fractal
harus memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan mengerti logika pemrograman
komputer. Seorang desainer batik fractal harus mampu  menggunakan beberapa sofware
komputer, diantaranya software Jbatik yang telah dibuat khusus untuk merancang desain fractal,
dan diharapkan harus orang yang memiliki kemampuan yang cukup dengan teknologi komputer,
sains dan art. Sementara untuk desainer batik tradisional cukup dengan menggunakan pensil atau
pena jenis rapido. Kalau sekedar gambar atau sketsa yang bentuknya asal kiranya dengan adanya
sofware Jbatik tersebut bisa sedikit memudahkan, namun bila motif-motif yang diinginkan harus
bagus dan menarik kiranya seorang desainer batik fractal harus bekerja keras dengan memutar
otaknya.

b.    Perlu kiranya saya sampaikan sedikit contoh penggalan rumus desain fractal dengan tema
“Patran Kangkung motif batik Tradisional Cirebonan” yang pernah dicoba dibuat sebagai
berikut:
“E=[A][B][C][D],A=C+FAE,B=C-FBE,C=C?FCE, D=C&FDE” artinya lambang [ ]
menandakan     percabangan, ‘+’, ‘-‘, ‘&’, ?, menandakan sudut dalam 3 dimensi.
Kelebihan dari sofware Jbatik ini yang kami rasakan adalah bilamana kita telah mendapatkan
beberapa modul gambar (rumus), maka pengolahan dan pengembangan desain selanjutnya akan
lebih mudah dan lebih banyak mendapatkan variasi desain yang berbeda dan sangat cepat sekali
bila dibandingkan dengan langkah mendesain secara manual. Kita bisa membuat simulasi desain
dengan komposisi lay-out motif, detail motif (lengkap dengan variasi isen-isen), visualisasi
desain dengan tiga dimensi, memperbesar dan memperkecil gambar, simulasi warna yang sangat
cepat dan indah sesuai dengan yang kita inginkan.

Gambar dibuat dengan Komputer


Gambar yang sudah disederhanakan

c.    Gambar atau desain yang telah dibuat oleh desainer batik fractal kemudian dicetak pada
selembar kertas ukuran Folio. Langkah selanjutnya gambar atau desain tersebut  harus kita
perbesar dengan menggunakan mesin fotocopy terlebih dahulu untuk mendapat ukuran yang
semestinya dengan lebar kain yang digunakan. Kain yang digunakan umumnya berukuran lebar
110 cm hingga 120 cm sedangkan panjang kain tergantung dari jenis batik yang akan diproduksi,
misalnya untuk bahan kemeja maka perlu panjang kain 270 cm. Khusus untuk desain fractal
yang akan dikerjakan dengan proses batik cap, maka desainnya tidak perlu dilakukan
pembesaran terlebih dahulu, desain fractal cukup di cetak dengan ukuran maksimal 20 cm X 20
cm.

d.    Desain fractal yang telah diperbesar dengan mesin fotocopy, kemudian harus kita salin ke
kertas transparan ukuran A0 dengan menggunakan spidol gambar atau pena rapido. Pekerja yang
menyalin (penterjemah) gambar asli fractal harus memiliki kemampuan proses membatik
tradisional dan mengerti membuat desain-desain batik. Desain fractal bentukan software Jbatik
harus sedikit direduksi dan disesuaikan dengan pola-pola kerja proses perajin batik dalam
menggunakan canting batik. Bilamana orang yang menyalin gambar desain fractal belum
mengerti proses mencanting dengan mengggunakan lilin batik maka desain fractal akan sulit
dikerjakan oleh perajin batik tradisional.

e.    Setelah desain fractal (gambar) tersalin di kertas transparan dengan ukuran A0, maka proses
selanjutnya desain fractal dituliskan pada selembar kain putih (bahan katun atau kain sutra),
dengan cara  bisa menggunakan ballpoint atau dengan di lengreng (langsung digambar dengan
menggunakan canting lilin/malam).  Tukang salin gambar (tukang lengreng) harus mengerti
betul pola-pola tentang produk batik, misalkan untuk produk kemeja maka harus bisa
menghitung ukuran lay-out dan tata letak gambar yang diperlukan.

f.    Proses selanjutnya, kain putih yang telah ada gambarnya kemudian dikerjakan dengan
menggunakan canting batik. Canting yang digunakan biasanya akan disesuaikan dengan besar
kecilnya garis-garis gambar. Ukuran lubang ujung canting sangat bervariasi, dan goresan canting
akan mengikuti dengan bentuk detil gambar, baik berupa pengerjaan isen-isen atau penutupan
(nembok).
g.    Setelah proses pelilinan selesai dikerjakan, kemudian kain diberi warna dengan teknik
rintang celup sesuai dengan yang kita inginkan. Setelah kain dijemur hingga kering, kemudian
kita tutupi lagi pada bagian detil gambar dengan menggunakan canting yang diisi lilin, setelah
selesai penutupan lilin kemudian dilakukan pewarnaan kembali dengan unsur warna yang
berbeda. Langkah selanjutnya bisa dilakukan berulang-ulang sesuai dengan proses pewarnaan
yang kita perlukan hingga diakhiri dengan proses pelorodan lilin (menghilangkan lilin dengan
cara direbus dengan air yang mendidih).

Proses Pelilinan

Batik Fractal yang telah selesai

Sehingga bisa disampaikan, bahwa proses pengerjaan batik fractal tidak semudah mengerjakan
batik-batik tradisional pada umumnya dan membutuhkan biaya produksi yang cukup besar,
namun hasilnyapun tidak kalah menariknya dengan desain-desain batik tradisional. Batik fractal
merupakan pelengkap ragam hias motif-motif batik tradisional dan memberikan pilihan baru
bagi pecinta batik Indonesia.  Waktu yang dibutuhkan untuk  mengerjakan satu desain batik
fractal hampir sama dengan pengerjaan batik tulis motif tradisional, ada yang memerlukan waktu
2 hingga 6 bulan untuk menghasilkan kualitas batik yang baik.
Sejarah Batik Pakuan Padjadjaran

Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah


berbahasa Sunda Kuno ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di
lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar. G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van
Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian “paku”, akan
tetapi harus diartikan “paku jagat” (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti
pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. “Pakuan” menurut Fouffaer setara dengan “Maharaja”.
Kata “Pajajaran” diartikan sebagai “berdiri sejajar” atau “imbangan” (evenknie). Yang
dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun
Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan
bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti “Maharaja yang berdiri sejajar atau
seimbang dengan (Maharaja) Majapahit”. Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913)
bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.

Naskah kuno yang dianggap sebagai ensiklopedi orang sunda diantaranya adalah naskah
SangHyang Siksakandang Karesian yang ditulis tahun 1518 M. Pada naskah ini berisi tentang
pandangan-pandangan dan tata cara kehidupan masyarakat sunda kuno. Masyarakat sunda
ternyata telah mengenal batik sudah sejak sekian lama. Tepatnya pada abad ke 12, saat zaman
kerajaan sunda dipimpin oleh Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu. Jika dihitung, usia nya
sudah cukup tua. Yakni sudah 900 tahun. Sampai zaman prabu siliwangi (1482-1521 M) jumlah
banyaknya batik yang sudah dikenal ada sekitar 37 macam. Ini bersumber dari yang disebutkan
naskah SangHyang Siksakandang Karesian.

Kira-kira beginilah bunyinya :

“Sarwa lwira ning boeh ma : kembang muncang, gagang senggang, sameleg, seumat saruhun,
anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng rengganis, jayanti, cecempaan,
paparanakan, mangin haris sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi
nyesoh, gaganjar, lusian besar,kampuh jayanti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten ; sing
sawatek boboehan ma pangayeuk tanya. (segala macam kain, seperti: kembang muncang,
gagang senggang, sameleg, seumat saruhun, anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang
ayakan, poleng rengganis, jayanti, cecempaan, paparanakan, mangin haris sili ganti, boeh
siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyesoh, gaganjar, lusian besar,kampuh
jayanti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten ; segala macam kain, tanyalah pada
pangeuyeuk).

Pangeuyeuk adalah istilah zaman dulu untuk seorang ahli tekstil. Sedangkan yang membuat sktsa
atau gambarnya disebut patekin. Selain membuat batik tulis, juga sudah dikenal batik tenun. Alat
yang digunakan adalah keuntreung.

Dari begitu banyaknya jenis motif batik yang ada, 33 diantaranya dibuat sebelum zaman
Padjadjaran. Nama-nama motifnya diantaranya :

Kembang muncang,Gagang senggang, Samele, Seumat Saruhun, Anyam Cayut, Sigeji, Pasi-
pasi, KalangkangAyakan, Poleng Rengganis, Jayanti, Cecempaan, Paparanakan, Mangin
Haris Sili Ganti, Boeh Siang, Bebernatan, Papakanan, Surat Awi, Parigi Nyesoh, Gaganjar,
Lusian Besar, Kampuh Jayanti, Hujan Riris, Boeh Alus, Ragen Panganten, Hihinggulan
Rama, Hihinggulan Resi (ada gambar Trisula), Hihinggulan Ratu Binokasih (ada ambar
Mahkota), Hihinggulan Nanoman, Kembang Wijayakusuma.

Sedangkan sisanya 4 motif batik lainnya dibuat pada masa Prabu Siliwangi. Catatan resmi
tentang siapa tokoh zaman dulu yang mulai memperkenalkan batik, membuat batik, belum
diketahui secara jelas. Sebuah sumber menyatakan bahwa pada masa kerajaan pajajaran sudah
banyak yang pandai membuat batik. yang dikenal amat terampil membuat batik kala itu antara
lain rei sutan pamangku dan istrinya yang bernama Dasimah Arthi Pahrih, Ambhir serta
barsama karibnya Silihandju dan anak perempuannya yang bernama Suranti Palihwarthi.

Makna Filosofis Motif Semen Romo

Netsains.Com - Keindahan yang kita temui pada motif batik melalui panca indera adalah
termasuk keindahan visual. Pada motif-motif batik klasik disamping keindahan visual terdapat
pula keindahan yang berhubungan dengan nilai atau paham kesaktian, yaitu karena pada saat
motif-motif berkembang didalam situasi atau lingkungan kesaktian budaya.

Nilai keindahan segi kesaktian budaya ini sebenarnya untuk kita generasi sekarang mungkin
secara persis tidak dapat merasakan nilai keindahan itu. Untuk sedikit mendekati pengertian
tentang nilai keindahan yang bersifat magis itu, maka diuraikan melalui simbol-simbol pada
ornamen-ornamen didalam motif, dan dicoba menghubungkan dengan kepercayaan yang
terdapat pada keadaan kesaktian budaya tersebut.

Kita akan meninjau makna filosofis secara singkat tentang motif “Semen Romo”. Nama motif
“Semen Romo” menurut beberapa pendapat, kata “semen” berasal dari kata “semi” yaitu artinya
“tumbuhnya bagian dari tanaman”. Dengan demikian pada motif Semen Romo selalu terdapat
ornamen yang menggambarkan tumbuhan atau tanaman. Ada juga yang mengaitkan kalau motif
ini ada hubungannya dengan cerita Ramayana.
Pada bagian cerita Ramayana yang terkenal adalah ajaran atau  paham “Hastha Brata”  artinya
ajaran keutamaan melalui delapan jalan. Pada motif-motif batik atau susunan seni batik klasik
pada umumnya untuk melambangkan atau mengajarkan hal-hal keutamaan atau kebaikan-
kebaikan.  Bilamana kita cermati pada motif Sawat/Semen Romo, maka apakah ada kaitan 
antara sembilan ornamen pokok pada Sawat/Semen Romo dengan ajaran Hastha-Brata yang
mengandung delapan simbol.

Bilamana pada selembar kain batik motif Semen Romo kurang memiliki dari sembilan unsur
pokok tersebut maka tidak bisa dinamakan Semen Romo.
1.    Ornamen Meru, melambangkan tanah atau bumi, atau gunung tempat para dewa.
2.    Ornamen Lidah Api, melambangkan api, agni, geni atau dewa api, Batara Brahma,
lambang yang sakti. Lidah api digambarkan juga sebagai cemukiran.
3.    Ornamen Baito, atau kapal laut, barang yang bergerak di pada air, atau dilambangkan
dengan binatang yang hidup di air seperti katak dan siput.
4.    Ornamen Burung, lambang dunia atas atau udara.
5.    Ornamen Garuda atau Rajawali, lambang dari matahari dan tata surya.
6.    Ornamen Pusaka, atau pusaka keraton dilambangkan dengan tombak. Pusaka itu
mempunyai makna semacam daru atau wahyu yaitu semacam cahaya gemerlapan, lambang
kegembiraan dan ketenangan.
7.    Ornamen Dampar atau Takhta atau Singgasana, lambang dari kekuasaan, kekuasaan yang
adil dan pelindung rakyat. Takhta adalah tempat duduk raja. Raja atau kekuasaan sakti itu
kadang-kadang dilambangkan dengan mahkota.
8.    Ornamen Binatang, binatang yang hidup di darat beberapa diantaranya dianggap binatang
yang keramat seperti sapi dan banteng. Pada paham triloka, binatang darat itu melambangkan
dunia tengah atau arcapada, madyapada.  Binatang dianggap juga sebagai penjelmaan dewa Wisn
u.

9.    Ornamen Pohon Hayat, melambangkan dunia tengah. Didalam seni wayang kulit, Pohon
Hayat digambarkan dengan bentuk gunungan.

Selanjutnya bila kita tinjau dengan watak-watak dalam ajaran Astha Brata adalah sebagai
berikut:
Astha Brata adalah wejangan keutamaan Ramawijaya kepada Wibisana ketika dinobatkan jadi
raja di negara Ngalengka. Jadi ajaran Astha Brata itu ditujukan kepada seorang raja atau
pemimpin rakyat, yaitu orang yang memegang kekuasaan. Penobatan raja ini di dalam motif
Semen Romo, mungkin dilambangkan dengan ornamen Dampar atau Takhta, yaitu lambang
kekuasaan.

Watak-watak atau brata yang diajarkan oleh Sang Rama yaitu:


1.    Enda-Brata, bersifat darma, pemberi kemakmuran dan pelindung dunia dengan pemberi
hujan, memelihara kehidupan dunia.
2.    Yama-brata, menghukum yang bersalah dengan memelihara keadilan. Dalam motif Rama
dapat disimbolkan dengan awan dan mega mendung.
3.    Surya-brata, atau watak matahari, yaitu mempunyai sifat tabah.
4.    Sasi-brata, atau watak Candra, bersifat menggembirakan dunia dan memberi hadiah kepada
yang berjasa.
5.    Bayu-brata, atau anila brata, yaitu watak luhur yang tidak nampak karena tidak ditonjol-
tonjolkan. Angin atau dunia atas dilambangkan dengan ornamen burung.
6.    Dhanaba-brata atau Kuwera-brata, ialah berwatak sentosa dan berusaha memberikan
kemakmuran (sandang pangan) kepada bawahannya.
7.    Pasa-brata atau Baruna-brata, ialah wataknya dewa air bersenjatakan Nagapasa yang sangat
berbisa. Dewa laut mempunyai hati yang lapang seperti lautan tetapi berbahaya bagi yang
mengabaikan. Dewa laut itu dilambangkan dengan bentuk kapal.
8.    Agni-brata, yaitu watak dewa api, yaitu kesaktian untuk memberantas musuh. Api
dilambangkan dengan lidah api, bentuk ornamen seperti cemukiran atau modang.
9.    Subyek Astha-brata, yaitu raja dilambangkan dengan Dampar.

Demikianlah gambaran ajaran keutamaan didalam Astha-brata yang mungkin sekali ada
hubungannya dengan arti filosofis didalam motif batik Semen Romo. Tentang kebenaran arti
filosofis tentunya kita kembalikan kepada  para cerdik pandai untuk menelaah lebih lanjut. 
Uraian diatas adalah hanya sedikit gambaran dari motif batik klasik dimana berkembang pada
zaman yang masih diliputi oleh kesaktian budaya sehingga didalamnya terkandung estetika
magis.

Pada umumnya ornamen pokok pada motif-motif yang tergolong Semen, adalah sbb:
a.    Pertama : ornamen yg berhubungan dengan daratan seperti tumbuhan atau lung-lungan,
binatang berkaki empat.
b.    Kedua : ornamen yang berhubungan dengan udara seperti burung garuda, burung-burung
atau megamendung.
c.    Ketiga : ornamen yang berhubungan dengan laut atau air seperti ikan, ular dan katak.

Jenis ornamen yang menjadi pokok penyusunan motif tersebut mungkin sekali ada hubungannya
dengan paham Triloka atau Tribawana pada zaman dahulu, yaitu paham adanya tiga dunia atau
tiga alam, dunia tengah tempat manusia hidup dengan  badan wadag (kasar) atau jasmaniah,
dunia atas tempat para dewa dan para suci, sedang dunia bawah tempat orang yang jalan
hidupnya tidak benar, durhaka dan angkara murka. Sehingga suatu ekpresi ajaran keutamaan
pada waktu itu disalurkan melalui hasil budaya diantaranya diciptakan motif-motif batik.

Motif-motif batik yang tergolong motif-motif modern, untuk mencapai keindahan jiwa biasanya
tidak menonjol atau tidak ada sama sekali, dan yang ada hanya merupakan keindahan visual.
Sehingga sering terjadi bahwa pemberian nama pada motif batik tidak sesuai dengan ragam hias
yang ada dalam motif tersebut. Salah satu penilaian yang diberikan oleh Unesco bahwa batik
merupakan warisan budaya tak benda milik bangsa Indonesia dikarenakan bahwa batik-batik
Indonesia tidak hanya memiliki keindahan visual namun keindahan jiwa yang penuh dengan
makna filosofis dan sebagian batik masih digunakan untuk acara-acara tertentu yang masih
melekat pada masyarakat Indonesia secara turun temurun.

Sumber : Bapak Sewan Susanto S.Teks


Unsur-unsur dan Pola Desain Batik Cirebon

Netsains.Com - Dalam sehelai wastra batik nampak indah dikarenakan terdapat beberapa unsur
pendukung berupa gambar atau bagian pola-pola tertentu yang disusun secara harmonis menjadi
sebuah desain batik yang utuh. Seringkali kita tidak memperhatikan bahwa ada bagian-bagian
tertentu dengan istilah-istilah yang telah digunakan oleh nenek moyang kita dalam membuat
selembar kain batik yang halus dengan penuh simbolis dan makna yang terkandung didalamnya.

Sebut saja dalam selembar wastra kain batik tulis maupun batik cap, maka akan terdapat unsur-
unsur desain pembentuk motif tersebut terdiri dari kepala kain atau tumpal (yang terdapat pada
pola kain panjang, sarung dan selendang), hiasan pokok atau ragam hias pokok (decoration),
hiasan pelengkap atau ragam hias pembantu (supplementary decoration), hiasan pengisi atau
disebut dengan isen-isen (filler decoration), hiasan pinggir, dan tata warna.

1. A. Kepala Kain (Tumpal)

Pada umumnya bagian kepala atau tumpal akan diberikan sentuhan pengolahan estetika yang
lebih oleh perancang batik (batik designer). Hal ini dikarenakan bagian ini sering ditampilkan di
bagian depan ketika kain ini digunakan oleh si pemakainya. Pada kain batik yang berbentuk
selendang, kepala kain ditempatkan pada kedua ujung kain. Pada kain sarung maka kepala kain
ini akan diletakkan pada bagian tengah atau bagian ujung yang sedikit menjorok ke bagian
tengah kain.

Bentuk tumpal ini pada umumnya tidak terdapat pada seluruh jenis kain batik, seperti misalnya
pada kain batik untuk kemeja atau batik untuk tutup kepala (scarf).

Bentuk-bentuk tumpal yang umum digunakan oleh perajin batik Cirebon diantaranya dikenal
dengan istilah tumpal sorot (pucuk rebung), tumpal cepet (tumpal kombinasi), tumpal buk,
tumpal bendera, tumpal kopi susu dan seritan.

1. B. Bogem (Papan)

Penggunaan bentuk papan dalam batik Cirebonan biasanya digunakan melengkapi bagian tumpal
pada kain. Bentuk papan adalah persegi panjang dengan lebar berkisar 9 cm dan memanjang
sesuai dengan yang diperlukan. Fungsinya adalah untuk sandaran atau pembatas antara badan
kain dengan kepala kain. Bentuk papan ini biasanya dikuti atau dikelilingi dengan garis pengapit
yang berukuran lebar sekitar 1,5 cm hingga 2 cm dan merupakan bingkai dari bogem tersebut.
Hiasan motif yang mengisi papan ini biasanya gabungan antara hiasan bentuk bunga daun dan
bentuk binatang. Hisan yang ada dalam pengapit biasanya diisi dengan bentuk-bentuk geometris
seperti pilin, garis menyudut seperti segitiga sama kaki yang dibolak balik adapula berbentuk
garis lengkung dan titik yang disesuaikan dengan panjang pengapitnya.

1. C. Hiasan Pokok (Decoration)

Hiasan pokok atau ragam hias yang terdapat pada batik Cirebonan biasanya akan dijadikan
sebagai nama motif (desain) atau judul batik tersebut. Bentuk-bentuk hiasan pokok ini akan lebih
dominan menghiasi seluruh bagian bidang kain (badan kain), disamping ada beberapa hiasan
pelengkap yang menyertainya. Bentuk-bentuk hiasan pokok ini tergantung pada tema desain
batik yang akan dikerjakannya. Secara garis besar ragam hias pokok ini diambil dari bentuk-
bentuk tumbuhan (flora), bentuk binatang (fauna), lambang-lambang, bentuk artefak bangunan
dan bentuk-bentuk benda yang ada di alam jagad raya.

1. D. Hiasan Pelengkap (Supplementary Decoration)

Hiasan pelengkap yang terdapat pada batik Cirebonan adalah hiasan yang melengkapi atau
mengikat hiasan pokok, atau sebagai perangkai hiasan pokok. Bentuk-bentuk hiasan pelengkap
biasanya akan disesuaikan dengan hiasan pokoknya agar nampak harmonis. Pada umumnya
hiasan pelengkap atau ragam hias pelengkap yang digunakan berbentuk beraneka macam bentuk
tumbuhan (daun dan bunga), bentuk binatang (kupu-kupu dan burung-burung kecil), bentuk
Wadasan (batu cadas) atau bentuk Megamendung (awan).

1. E. Hiasan Pengisi (Filler Decoration)

Bentuk-bentuk hiasan pengisi ini dikenal dengan istilah populer yaitu bentuk isen-isen. Isen-isen
ini fungsinya adalah untuk mengisi bidang-bidang kosong pada hiasan pokok mapun hiasan
pelengkap. Isen-isen ini banyak sekali bentuknya, diantaranya berbentuk tutul (isen tutul) yaitu
isen tutul rembet, tutul engkok, tutul tawur,  tutul telu, tutul papat, tutul engkok, dan byok.
Disamping tutul ada pula yang dikenal dengan sawud bisanya berbentuk garis-garis kecil yang
lurus dan lengkung atau gabungan dari keduanya. Istilah untuk bentuk-bentuk sawud (striations)
diantaranya sawud gunungan, sawud duwur, sawud eri (duri), sawud blarak, sawud plentus,
sawud cebong, sawud kembang suru, sawud kembang pari, sawud kembang pring, sawud ukel
kempes, sawung godong blimbling, sawud kembang jagung, cengkean, sawud manggaran (like
the coconut frond),kembang lombok (chilli pepper flower or blossom), cecek sawut (dots and
striations).

Istilah bentuk-bentuk isen-isen pada batik Madura kita kenal dengan istilah ukel (curl), ukel
cantel (hooked curls), Upan-upa (like rice grains), carcena lobang (carcena with aperturis), Ba-
rebba (weeds), Bangpadi (paddys blossom), Bangpakes (fern blossom), La-ola (caterpillars), 
Mo-ramo (roots).

Bentuk hiasan pengisi yang melengkapi pada pada bagian latar kain disebut dengan istilah
rentesan atau tanahan (istilah ragam hias pengisi pada batik Pekalongan). Bentuk ragam hias
pengisi ini ada pula yang kita kenal dengan istilah Tabur atau Ceplis. Bentuk tabur dan ceplis ini
sering digunakan untuk pengisi pada bagian tumpal kain.

A. Angsang

Isen-isen saja biasanya tidak cukup untuk mengisi pada bagian-bagian bidang kain yang cukup
luas, maka dibuatlah bentuk-bentuk baru dengan istilah Angsang. Angsang merupakan aksen
pelengkap dari bentuk isen-isen yang selalu muncul bersama-sama dengan bentuk isen tutul, isen
tawur dan tutul telu. Angsang biasanya disertakan kalau setiap kali memberi isen pada bidang
yang agak lebar. Bentuk angsang lebih besar dari pada isen-isen yang menyertainya.

B. Gresik (Gringsing)

Hiasan pengisi pelengkap dari bagian badan kain batik dikenal pula dengan istilah Gresik atau
gringsing (sisik). Penggambaran bentuk sisik ini diambil dari bentuk-bentuk sisik ikan, sisik
naga, sisik buaya atau bentuk sisik binatang lainnya. Pada umumnya berbentuk lengkung
setengah bulatan. Bentuk garis lengkungnya ada yang menggunakan satu garis dan ada yang
menggunakan dua garis rangkap. Pada bagian dalam lengkung biasanya diisi dengan garis atau
titik. Misalnya bentuk Gresik Gunung, Mata Deruk, Gresik Danas, Gresik Kkembang Tibo,
Gresik Iwak (scales).

C. Hiasan Latar

Hisan latar sering digunakan pada motif-motif batik bentuk pangkaan (buketan), hal ini
dikarenakan masih banyaknya ruang kosong yang ada pada badan kain sehingga perlu diisi
dengan bentuk-bentuk pengisi latar. Ragam hias pengisi latar ini bisa kita temukan pula pada
batik-batik yang dihasilkan oleh daerah lainnya.

Bentuk pengisi latar ini diantaranya yang cukup sering kita kenal yaitu bentuk Kerikilan (batu
kerikil), Kembang Kates (bunga pohon pepaya), Kembang Rangdu (bunga pohon Randu),
Godong Kanginan (daun yang tertiup angin), Kembang Suru (bunga tanaman sirih), Semanggen
(jenis tanaman rumput), Mlinjoan (buah melinjo), Sabrang-sabrangan (berbentuk tanaman
cabe), Meyeran (berbentuk setengah lingkaran yang diberi tembokan), Puger Lempeng (garis-
garis lurus yang disusun berdampingan), Puger Engkok (garis lengkung yang disusun
berdampingan), Beras Wutah atau Beras Tawur (berbentuk biji beras yang ditumpahkan)  dan
lain-lainnya.

Motif Batik Megamendung, nilai seni dan filosofinya

Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif dasar batik sudah
tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi masyarakat pecinta
batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif Megamendung berasal dari kota Cirebon pernah
dijadikan sebagai cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design karya
Pepin Van Roojen bangsa Belanda.

Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil
dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China
yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati
menikahi Ratu Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China
diantaranya adalah keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk aan dalam
beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme. Bentuk awan
merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan).
Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia kesenirupaan Islam pada abad 16 yang
digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Nilai-nilai dasar dalam Megamendung

Nilai-nilai dasar dalam seni apapun termasuk dalam seni batik motif megamendung bisa didekati
dengan cara sbb:

a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri
dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif
megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun
atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang
disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis
lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.

b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau
bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri
dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.

Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari
bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar)
menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan
ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun)
kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama)
dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan
diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya
(sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan
kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi
putaran kecil namun tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung
melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari
sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu
pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap
(dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.

Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk Megamendung banyak sekali
variasinya. Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya dan ada yang berbentuk bulat tumpul pada
ujungnya. Ada pula yang memiliki lekukan berbentuk menyudut pada bagian bentuk
lengkungannya. Dengan sendirinya bagi pendesain batik pemula yang tidak terbiasa dengan
proses membatik dan tidak mengerti makna filosofi Megamendung, bilamana menggambar
Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta kemungkinan akan terjadi kesalahan.
Yang harus diperhatikan lagi adalah motif Megamendung hampir mirip dengan motif Wadasan.
Akan tetapi tidak sama penempatannya dengan motif Wadasan (perlu dipelajari khusus pada
kesempatan berikutnya).

c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi
seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan
oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat
alat yang dinamakan canting terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati
sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur
warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang
kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang.
Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga
warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan
warna dasar merah.

Perkembangan dunia batik yang semakin berkembang ditambah dengan permintaan batik yang
demikian beragamnya, maka motif-motif Megamendung banyak dimodifikasi dengan
pendekatan berbagai macam, sbb:

1. Bentuk Motif

Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan dimodifikasi sesuai
dengan permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang busana (fashion designer).
Tidak dipungkiri bahwa kelompok perancang busana memberikan andil yang sangat besar bagi
kemajuan dunia batik termasuk untuk mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung
sudah dikombinasi dengan motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya.
Sesungguhnya keberadaan motif Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada
sejak dahulu dan telah dibuat oleh seniman batik tradisional. Namun belakangan ini setelah
diangkat secara total oleh perancang busana maka motif batik Megamendung semakin
berkembang pesat.

2. Proses Produksi

Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik tulis dan batik cap,
sekarang dikembangkan pula dengan proses produksi sablon (print). Dengan demikian harga
produksi bisa ditekan lebih murah. Walaupun kain bermotif Megamendung yang dibuat dengan
proses sablon tidak bisa kita namakan batik, namun secara komersil motif Megamendung
merupakan sasaran empuk bagi produsen tekstil yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.

3. Bentuk Produksi

Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif Megamendung tidak lagi
dalam wujud kain batik. Motif Megamendung digunakan sebagai hiasan dinding lukisan kaca,
pada produk interior berupa ukiran kayu, adapula yang dijadikan sebagai produk-produk sarung
bantal, sprei, taplak meja (household) dan lain-lain.

Saya setuju dan sangat mendukung pendapat sekelompok pecinta batik yang menjadikan motif
megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga
penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana
mestinya. Kita sebagai masyarakat yang berkecimpung di dunia batik tidak membatasi
bagaimana cara bentuk motif megamendung diproduksi, namun saya tidak setuju bilamana
motif-motif megamendung dengan berbagai bentuk dijadikan barang produksi berupa pelapis
sandal di hotel-hotel.

Penulis :
H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds. Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB).

Kain Batik dan Tekstil Bermotif Batik

Batik merupakan warisan budaya Indonesia, pada umumnya masyarakat Indonesia sudah paham
tentang hal tersebut, namun cara membedakan antara batik dan tekstil bermotif batik secara umum
masyarakat Indonesia atau para konsumen batik masih banyak yang belum paham. Seringkali konsumen
bangga dengan batik yang dikenakannya, dikarenakan beli di toko batik yang sudah cukup terkenal,
harganya lumayan mahal, tapi sebenarnya bukan kain batik yang didapatkannya namun kain tekstil
bermotif batik atau lebih dikenal dengan kain sablon (print).

Definisi batik secara umum yang telah disepakati pada saat konvensi batik Internaional di Yogyakarta
pada tahun 1997 adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun
denganmenggunakan lilin batik (wax)sebagai alat perintang warna. Bilamana prosesnya tanpa
menggunakan lilin batik maka tidak bisa dinamakan batik, dan dikatakan tekstil bermotif batik.

Bilamana dilihat dari sisi fungsi dan kegunaan, kain batik ataupun tekstil bermotif batik tidak ada
bedanya, begitupula bila dilihat dari sisi ekonomi keduanya adalah bagian dari bisnis yang sangat
menjanjikan dan dapat mendatangkan keuntungan bagi seluruh masyarakat. Harga batik yang asli relatif
lebih mahal maka dengan sendirinya bagisebagian masyarakat yang tingkat ekonominya rendah tidak
akan terjangkau untuk membeli kain batik. Maka dengan banyak beredarnya kain tekstil bermotif batik,
untuk masyarakatkelas menengah ke bawah akhirnya bisa mengenakan busana bermotif batik.

Masalahnya adalah bagi konsumen yang telah membayar dengan harga yang cukup mahal tapi yang
didapatnya bukan kain batik asli, namun sekedar tekstil bermotif batik.

Pemerintah melalui departemen perindustrian telah mengusulkan “Batik Mark” yaitu berupa tanda atau
label yang membedakan kualitas batik berdasarkan proses pembuatannya. Tanda tersebut meliputi
kualitas batik tulis, batik cap dan batik kombinasi tulis dan cap. Tujuan semula adalah agar konsumen
tidak akan merasa tertipu dengan melihat tanda yang ditempelkan pada kain batik tersebut, serta
keuntungan bagi produsen atau penjual bisa untuk meningkatkan harga jualnya sesuai dengan kualitas
yang ditawarkan. Namun hingga saat ini oleh produsen dan pedagang kain batik belum bisa
melaksanakan penandaan Batik Mark tersebut dikarenakan untuk proses mendapatkan label tersebut
perlu biaya dan waktu untuk mengurusnya.

Untuk mengetahui perbedaan antara batik dan tekstil bermotif batik tersebut ada tips yang bisa
membantu cara memilih kain batik sbb:

A. Kain Batik

1.Pada umumnya bahan dasar yang digunakan adalah terbuat dari serat alam atau serat selulosa atau
serat yang dihasilkan dari binatang. Jenis kain batik yang digunakan secara umum diantaranya adalah
kain katun, kain rayon, kain rami dan kain sutra. Proses batik tidak bisa menggunakan jenis kain yang
terbuat dari bahan polyester.

2.Gambar pada kain batik biasanya sebagian akan tembus hingga pada bagian belakang kain. Terlebih
lagi untuk jenis kain batik tulis halus, maka pengerjaan pelilinannya akan dilakukan pada kedua muka
kain. Khusus pada kain batik yang teknik produksinya dengan mengguna- kan teknik sablon lilin dingin
gambarnya hampir tidak tembus sama sekali, berbeda dengan yang menggunakan teknik lilin panas
maka hasilnya akan tembus hingga ke belakang kain tersebut.

3.Bau kain batik akan tercium aroma lilin. Untuk mengetahui aroma lilin ini, biasanya oleh konsumen
kain batik tersebut didekatkan pada indera penciumannya. Bahkan ada yang pernah mengatakan bahwa
kalau mencium aroma kain batik bisa mengingatkan pada kasih sayang orang tuanya yang dulu
menggendongnya ketika bayi dengan kain selendang batik. Ada pula yang mengatakan kalau sudah
mencium aroma kain-kain batik bisa menghilangkan stress.

4.Detail gambar pada kain batik relatif lebih sederhana bilamana dibandingkan dengan tekstil bermotif
batik. Khusus untuk detail gambar dengan ukuran yang kecil-kecil dengan warna lebih gelap akan sangat
susah didapatkan pada kain batik. Hal ini dikarenakan keterbatasan pada proses pengerjaan
pelilinannya.

5.Harga kain batik relatif lebih mahal dan jumlahnya terbatas.

6.Bentuk ragam hias atau ornamen pada sehelai kain batik terkadang tidak ada kesamaan yang tepat
antara motif yang satu dengan yang lainnya, sekalipun secara proses kain batik tersebut dibuat dengan
teknik batik cap. Apalagi bentuk motif yang ada pada satu lembar kain batik yang satu dengan yang
lainnya kemungkinan besar pasti ada perbedaan.

7.Kain batik jarang kita temui dalam bentuk kemasan gulungan. Biasanya kain batik dikemas dalam
bentuk lipatan atau dibungkus satu persatu atau set.

A. Tekstil Bermotif Batik (Sablon atau Print)

1.Pada umumnya bahan dasar yang digunakan adalah terbuat dari serat polyester walaupun ada juga
yang terbuat dari kain katun, kain rayon, kain rami dan kain sutra seperti halnya pada kain batik.

2.Gambar padakain tekstil bermotif batik (sablon) biasanya tidak akan tembus hingga pada bagian
belakang kain.

3.Kain sablon tidak tercium bau lilin dan hampir tidak ada aroma apapun.

4.Detail gambar pada kain sablon relatif lebih halus dan lebih lengkap bilamana dibandingkan dengan
kain batik. Pada kain tekstil bermotif batik (sablon) detail gambarnya lebih bisa mencapai ukuran yang
kecil-kecil dengan warna-warna yang lebih gelap bisa didapatkan, berbeda dengan kain batik. Hal ini
dikarenakan kemampuan proses sablon semakin bagus dan teknologinya semakin maju. Proses sablon
sendiri banyak macamnya diantaranya adalah dengan teknik sablon tangan (hand printing),
menggunakan plat dan sistem rotary yaitu dengan teknik pencetakan berputar menggunakan silinder.
Tiap teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing yang berhubungan dengan ukuran
gambar dan kualitas detail motifnya.

5.Harga kain sablon relatif lebih murah, serta jumlah produksinya biasanya lebih banyak hal ini ditempuh
agar biaya untuk pembuatan film/plat atau pembuatan screen sablon bisa tertutupi (break event point),
karena biaya pembuatan film cukup mahal, sehingga bila diproduksinya sedikit maka dengan sendirinya
harga kain akan sama mahalnya dengan kain batik.

6.Bentuk ragam hias atau ornamen pada lembaran kain sablon sudah pasti akan banyak kesamaannya
dan tepat antara motif yang satu dengan yang lainnya.

7.Kain sablon bisa kita temui dalam bentuk gulungan. Biasanya dalam satu gulung bisa mencapai
panjangnya lebih dari 100 meter.

Pada akhirnya, baik yang mengunakan busana kain batik maupun yang menggunakan busana sablon
atau tekstil bermotif batik yang pasti kita semua cinta batik Indonesia. Dan tidak berapa lama lagi pada
tahun ini bangsa Indonesia akan mendapatkan award dari UNESCO bahwa batik adalah budaya bangsa
Indonesia setelah diakuinya keris dan wayang kulit yang telah mendapatkan penghargaan dari UNESCO
terlebih dulu.

A.Contoh Kain Batik

Bahan Dasar Sutera Tenun ATBM

B.Contoh Tekstil Bermotif Batik

Bahan Dasar Polyester


Keunggulan Batik Trusmi Cirebon

Pada even pameran batik di Jakarta maupun di kota lain seringkali pengunjung menanyakan kepada saya
“Apa sih keunggulan batik Trusmi atau batik Cirebonan dibanding dengan batik-batik yang berasal dari
daerah lain?”.

Menurut pendapat saya bahwa pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh sentra-sentra kerajinan
batik di berbagai daerah pada umumnya bagus-bagus serta memiliki corak motif batik yang beragam.
Dengan demikian sifat khas dan keunikan batik-batik daerah tersebut tidak bisa dikatakan batik yang
satu lebih baik dari daerah lainnya. Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari batik-batik di
berbagai daerah merupakan kekuatan dan kekayaan yang sangat luar biasa, khususnya bagi kebudayaan
batik Indonesia.

Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di miliki oleh
bangsa Indonesia. Yang sangat membanggakan kita semua adalah, pada tiap-tiap daerah memiliki desain
serta motif-motif yang khas dengan penamaan motif yang menggunakan bahasa daerahnya masing-
masing. Misalnya saja motif batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra Doenya, Bungong Jeumpa. Dari Riau
ada Itik Pulang Petang, Kuntum Bersanding, Awan Larat dan Tabir. Batik dari Jawa diantaranya Jelaprang
(Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur (Solo), Patran Keris, Paksinaga Liman, Sawat Penganten (Cirebon),
dll.

Untuk mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif batik Indonesia contoh yang
paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa Barat, di wilayah ini terdapat puluhan sentra batik
diantaranya dari wilyah paling Timur ada Cirebon, wilayah bagian Utara ada Indramayu, kemudian ke
arah bagian Barat dan Selatan terdapat Kabupaten Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten
Garut.Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama (budaya Sunda), namun bisa
kita temui adanya perbedaan motif dan ragam hias batik yang jauh berbeda antara satu kabupaten
dengan kabupaten lainnya. Seperti pada daerah Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan
desain motif yang berbeda, terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut memiliki perbedaan motif,
corak serta ragam hias yang sangat signifikan perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh kultur
budaya dan tingkat keahlian dari para pengrajin batiknya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat
batik relatif sama baik dari bentuk canting, bentuk cap maupun jenis lilinnya. Namun ketika proses
produksi berjalan ada kalanya kondisi unsur air tanah dengan kualitas PH yang berbeda-beda bisa
mempengaruhi hasil pewarnaan akhir. Demikian pula dengan sifat kesabaran dan keuletan pengrajin
batik di tiap-tiap daerah, juga akan bisa mempengaruhi kualitas akhir batik yang dihasilkannya.

Daerah sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang konon letaknya di luar
Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau menuju arah Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya
terdapat lebih dari 1000 tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari
beberapa daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan
Kalitengah.
Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun juga sebagian batik
Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini dikarenakan Cirebon memiliki dua buah
keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua
keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan oleh
sebagian masyarakat desa Trusmi diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran
Keris, Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten,
Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.

Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh
batik Cirebon adalah sbb:

a.Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut sertakan
motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur
ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.

b.Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar (dasar kain) lebih
muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.

c.Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak
dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin
batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap pada
kain.

d.Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5
mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara
proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus
untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat
dari batang bambu yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta
dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).

e.Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning (sogan
gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna
kain krem atau putih gading.

f.Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi dengan ragam
hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias
tanahan atau rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.

Masih dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan yang sebelumnya yaitu
kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan Pesisiran sangat dipengaruhi oleh karakter
masyarakat pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh
budaya asing. Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik Cirebonan lebih
beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terangdan cerah, serta memiliki
bentuk ragam hias yang bebas dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-bentuk flora yang
beraneka rupa.

Pada daerah sekitarpelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah, berlabuh hingga terjadi
perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi), maka batik Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima
pengaruh budaya dari luar yang dibawa oleh pendatang. Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih
cenderung untuk bisa memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada
pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga warna-warna batik Cirebonan
Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna. Produksi batik Cirebonan pada masa
sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada
sebagian masyarakat pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan
dengan teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah,
dikarenakan kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang
lebih besar. Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa
dilihat dari bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa Trusmi
dan Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh masyarakat Trusmi
asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal dari luar Trusmi.

Contoh Koleksi Batik Cirebonan:

Koleksi Batik Komar Motif Ganggengan

Koleksi Batik Komar Motif Singa Payung

Perbedaan Batik Tulis dan Batik Cap

Perkembangan batik pada masa sekarang cukup menggembirakan, hal ini berdampak positif
bagi produsen batik-batik di berbagai daerah. Permintaan batik tulis maupun batik cap sangat
tinggi sekali, walaupun kebutuhan pasar batik tersebut sebagian sudah dipenuhi dengan tekstil
bermotif batik yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tekstil yang bermodal besar.
Beberapa pengrajin batik menghendaki untuk pembayaran di muka agar produksinya bisa lancar
dan pembeli akan segera menerima pesanan yang diminta, hal ini mengingatkan pada masa tahun
70-an dimana pada waktu itu batik juga mengalami permintaan yang cukup lumayan jumlahnya.

Perbedaan batik tulis dan batik cap bisa dilihat dari beberapa hal sbb:

Batik Tulis
Batik Tulis

1. Dikerjakan dengan menggunakan canting yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk
bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk
keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain.
2. Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar
nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan
dengan batik cap.

3. Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (tembus bolak-balik)
khusus bagi batik tulis yang halus.

4. Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif (batik
tulis putihan/tembokan).

5. Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah
sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan batik cap yang kemungkinannya bisa sama persis
antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.

6. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis relatif lebih lama (2 atau 3 kali lebih lama)
dibandingkan dengan pembuatan batik cap. Pengerjaan batik tulis yang halus bisa memakan
waktu 3 hingga 6 bulan lamanya.

7. Alat kerja berupa canting harganya relatif lebih murah berkisar Rp. 10.000,- hingga Rp.
20.000,-/pcs.

8. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal, dikarenakan dari sisi kualitas biasanya lebih bagus,
mewah dan unik.

Batik Cap

Batik Cap

1. Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sesuai
dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk pembuatan satu gagang cap batik dengan
dimensi panjang dan lebar : 20 cm X 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
2. Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar
nampak berulang dengan bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif relatif lebih besar
dibandingkan dengan batik tulis.

3. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.

4. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. Hal ini
disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit
seperti halnya yang biasa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar
harga jual yang lebih murah dan waktu produksi yang lebih cepat. Waktu yang dibutuhkan untuk
sehelai kain batik cap berkisar 1 hingga 3 minggu.

5. Untuk membuat batik cap yang beragam motif, maka diperlukan banyak cap. Sementara harga
cap batik relatif lebih mahal dari canting. Untuk harga cap batik pada kondisi sekarang dengan
ukuran 20 cm X 20 cm berkisar Rp. 350.000,- hingga Rp. 700.000,-/motif. Sehingga dari sisi
modal awal batik cap relatif lebih mahal.

6. Jangka waktu pemakaian cap batik dalam kondisi yang baik bisa mencapai 5 tahun hingga 10
tahun, dengan catatan tidak rusak. Pengulangan cap batik tembaga untuk pemakainnya hampir
tidak terbatas.

7. Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis, dikarenakan biasanya
jumlahnya banyak dan miliki kesamaan satu dan lainnya tidak unik, tidak istimewa dan kurang
eksklusif.

Disamping adanya perbedaan dari sisi visual antara batik tulis dan batik cap, namun dari sisi
produksi ada beberapa kesamaan yang harus dilalui dalam pengerjaan keduanya. Diantaranya
adalah sbb:

 Keduanya sama-sama bisa dikatakan kain batik, dikarenakan dikerjakan dengan menggunakan
bahan lilin sebagai media perintang warna.
 Dikerjakan hampir oleh tangan manusia untuk membuat gambar dan proses pengerjaan buka
tutup warnanya.

 Bahan yang digunakannya juga sama berupa bahan dasar kain yang berwarna putih, dan tidak
harus dibedakan jenis bahan dasar benangnya (katun atau sutra) atau bentuk tenunannya.

 Penggunaan bahan-bahan pewarna serta memproses warnanya sama, tidak ada perbedaan
anatara batik tulis dan batik cap.

 Cara menentukan lay-out atau patron dan juga bentuk-bentuk motif boleh sama diantara
keduanya. Sehingga ketika keduanya dijahit untuk dibuat busana tidak ada perbedaan bagi
perancang busana atau penjahitnya. Yang membedakan hanya kualitas gambarnya saja.

 Cara merawat kain batik (menyimpan, menyuci dan menggunakannya) sama sekali tidak ada
perbedaan.

 Untuk membuat keduanya diperlukan gambar awal atau sket dasar untuk memudahkan dan
mengetahui bentuk motif yang akan terjadi.

Berikut ini contoh lain dari batik tulis dan cap:

Semoga bagi konsumen pecinta batik tidak akan merasa tertipu lagi dan bisa mengenal lebih jauh
perbedaan antara batik tulis dan batik cap. Selamat berbelanja dan bravo batik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai