Anda di halaman 1dari 1

Maukah kamu, menyambut jemariku ini?

Lantas menggenggamnya erat-erat, seperti se


buah jangkar yang mengikat perahu? Agar kuyakin bersamamu, bukan mimpi belaka.
Maukah kamu, menjadi bongkah-bongkah gula yang meleleh dalam bara yang mengurai?
Entah pada kopiku, atau teh, mengisi cangkir tempatku menyeruput rasa.
Maukah kamu, mengurai irama yang berima sebagai tuts piano? Lantas kita nyanyika
n serenada tentang hidup, dan chorus-nya adalah sesuatu bahagia yang melonjak-lo
njak lincah.
Maukah kamu, menjelma udara tempatku menghela sebuah takdir yang sesungguhnya te
ramat sederhana: bahwa aku tak akan pernah bisa tanpamu?
Maukah kamu, menjeda bersama tanda baca di alinea tentang kita? Entah itu seru y
ang teguh! Koma yang menggelitik, titik yang membintik. Atau bahkan tanya ragu?
Aku, menunggumu seperti ke-26 aksara menanti untuk menjejak nyata.
Maukah kamu, menggumpal sebagai warna dalam paletku? merah kuning hijau dan biru
, putih hitam bahkan abu-abu? Kita taburkan pelangi ke udara.
Maukah kamu, menggelung mesra seperti setangkup selimut hangat? Lantas kupeluk e
rat dirimu saat cuaca dingin atau sepi menderit. Lelapku, adalah di dalam dekapm
u.
Maukah kamu, bersama mengabadi di dalam album foto? Membingkai seluruh kenangan
ke dalam senyum, lalu kita kecoh waktu. Maka malaikat maut hanya bisa mendengus
cemburu: ada yang tak terpisahkan oleh ajal.
Lantas, maukah kamu, bila kuberikan padamu perca-perca rindu? Biar kita menambal
waktu dengan perban yang tak akan usang dan lekang..

Anda mungkin juga menyukai