NIM : 1100019065
ABSTRAK
Karena krisis ekonomi yang menerpa perekonomian Indonesia telah
memporakporandakan dunia usaha khususnya dunia usaha besar. Namun UKM yang
kurang mendapat perhatian pada masa-masa lalu justru lebih mampu bertahan dan
berkembang, hal ini menjadi pelajaran bagi kita untuk menjadikan UKM sebagai
tulang punggung perekonomian Indonesia.Oleh sebab itu UKM sudah harus
dikembangkan dan diberdayakan dengan berbagai cara. Salah satu cara alternatif
pengembangan UKM adalah dengan Trading House , Trading House terdiri dari dua
kata yaitu trading yang berarti dagang dan house yang berarti rumah. Disebut
rumah karena dalam kegiatan ini mencakup berbagai macam barang yang ada di
dalamnya dan disebut dagang karena menunjukkan kegiatan yang berlangsung
berkaitan dengan perdagangan yang dapat berbentuk ekspor, domestik maupun
lokal.
Studi tentang UKM telah banyak dilakukan, utamanya pada saat krisis
ekonomi menerpa perekonomian Indonesia semenjak. Deteksi atas UKM mengarah
pada muara kurang lebih sebagai berikut : pada dasarnya UKM mempunyai potensi
untuk berkembang, baik dalam omset maupun penyerapan tenaga kerja, tetapi
secara umum setiap peluang yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Peluang
ini tidak harus diartikan hanya yang ada pada setiap individu UKM tetapi semua
sumber daya yang ada yang dapat dimanfaatkan oleh UKM.
Berdasarkan berbagai studi tentang UKM, diketahui adanya unsur positif dalam diri
UKM sebagai berikut :
- lebih mampu bertahan dalam menghadapi goncangan
- menyerap tenaga kerja cukup besar
- tersebar ke seluruh pelosok daerah
- mempunyai variasi jenis produksi
- mempunyai peluang di pasar domestik maupun internasional
Namun demikian, pada kenyataannya UKM tidak terlepas dari berbagai
hambatan dalam perkembangannya.
Bab 1
Pendahuluan
1. Latar belakang
Trading House harus menjalankan bisnisnya dengan konsep "One Stop
Shopping". Prinsip ini adalah ibarat supermarket, yang ketika datang orang bisa
menemukan apa saja yang dibutuhkan. Tak perlu pindah ke toko lain. Pada
prinsipnya, Trading House mestinya memiliki akses yang baik terhadap peningkatan
modal, sistem manajemen, teknologi, akses pasar, bahan baku dan sistem informasi
dengan biaya yang murah, sehingga mempertinggi daya saing produk di pasar yang
dimasuki. Menurut beberapa kalangan, belum berkembangnya peran Trading House
sebagai lembaga niaga pembina UKM disebabkan oleh karena belum adanya
kebijakan teknis operasional dalam mengimplementasikan kebijakan umum yang
telah ditetapkan.Pelaksanaan UU No 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dan
Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 tentang kemitraan belum ditindaklanjuti
dengan kebijaksanaan operasional yang berkaitan dengan pengembangan Trading
House.
Untuk itu perlu adanya suatu konsep pengembangan Trading House yang
benar-benar dapat diimplementasikan di semua sektor, baik pemerintah pusat,
daerah, maupun swasta.Sekarang ini terkesan bahwa lembaga penjembatan ini
masih bersifat karitatif (hanya berdasar belas kasihan saja) atau karena desakan
pemerintah (formalitas). Lembaga yang dasarnya hanya belas kasihan atau
formalitas belaka, hampir selalu gagal di tengah jalan. Bahkan banyak yang gagal
sebelum berjalan.Berdasarkan data BPS, dari seluruh sektor usaha yang ada pada
tahun 2001, sekitar 99,99 persen adalah usaha berskala kecil dan menengah.
Dengan porsi yang sedemikian besar, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
mampu menyerap sekitar 89 persen dari total angkatan kerja yang ada serta mampu
menyumbangkan kontribusi sebesar 57 persen terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Melihat kenyataan ini, tidaklah berlebihan bila pemerintah menaruh perhatian
yang besar terhadap perkembangan UKM. Kini sudah ada 17 lembaga yang secara
khusus mengurusi UKM.
Namun, bukan berarti bahwa sektor UKM menjadi bebas dari berbagai
macam kendala dalam memajukan usahanya. Masih saja muncul masalah di sana-
sini yang membuat UKM berjalan terseok-seok.Dari porsi yang demikian besar, kita
dapat katakan bahwa UKM sebenarnya berpotensi menjadi motor bagi pertumbuhan
ekonomi berorientasi ekspor. Namun sayangnya, kendala yang dihadapi oleh para
eksportir dari sektor UKM sangat kompleks. Mereka memiliki masalah mulai dari
akses terhadap pasar, pendanaan (kredit), pengadaan bahan baku, pemasaran dan
distribusi.
Masalah lain yang juga penting adalah soal harga produk ketika sampai di
pasar internasional, terutama untuk komoditas pertanian yang cenderung fluktuatif
dan merugikan petani. Pemerintah dirasa perlu menjawab berbagai tantangan yang
dihadapi para UKM tersebut. Apabila upaya pemerintah dalam mengeliminasi kendala
tersebut berhasil, konsekuensi logisnya ialah UKM dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap pembentukan total ekspor dari yang sekarang, yang hanya
sekitar 25 persen.
2. Rumusan masalah
- Berkaitan dengan peranan Trading House sebagai alternative pengembangan
UKM, pertanyaan yang relevan diajukan adalah seberapa penting Trading House
dalam pengembangan UKM?
- Bagaimana cara atau apa yang harus ditempuh untuk memajukan UKM di
Indonesia?
- Bagaimana upaya pemerintah dalam hal mengatasi keterbatasan bahan baku
bagi UKM?
3. Landasan teori
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih.
Pembahasan
Kita bisa lihat peran pentingnya dari berbagai sisi, salah satunya tentu saja
dari sisi makro ekonomi. Ilustrasi berikut ini bisa membantu memahami peranan TH
dari sisi makro ekonomi. Saat ini gandum sudah diimpor 100 persen, atau sebesar
4,1 juta ton/tahun. Di samping itu, rata-rata impor pangan antara tahun 1999-2001
berkisar 9 - 62,5 persen. Impor beras sudah mencapai 9 persen, yaitu sebesar 3,27
juta ton/tahun. Impor jagung sebesar 10 persen, atau sebesar 1,5 juta ton.
Sementara impor kedelai nilainya mencapai 1,35 juta ton/tahun.Tentu saja, jika
peranan UKM bisa diperdayakan, kita tak perlu mengeluarkan devisa untuk
mengimpor barang kebutuhan pokok tersebut. Agak aneh, kita yang adalah negara
agraris ini harus menjadi pengimpor dalam jumlah besar terhadap kebutuhan pokok
yang berasal dari sektor pertanian, perikanan dan perkebunan. Jadi mungkin saja,
jika UKM diiringi dengan adanya lembaga pendamping yang mampu menjembatani
UKM, keadaannya dalam jangka panjang akan berubah menjadi lebih baik. Jadi
secara ekonomi makro, kita akan diringankan karena kebutuhan impor diharapkan
akan bisa menyusut secara signifikan. Selain itu, penguatan UKM juga akan
berimplikasi pada peningkatan ekspor yang ditandai dengan semakin membaiknya
posisi tawar industri kita. Misalnya saja, sekarang ini, karena posisi tawar yang
sangat lemah, importir lada bisa dengan seenaknya memainkan harga ekspor kita.
Indonesia adalah salah satu penghasil lada dengan nilai ekspor sebesar 35.000
ton/tahun.
Namun para eksportir tidak mampu menentukan harga. Lima tahun lalu harganya
masih Rp 80.000/Kg, dan sekarang merosot menjadi hanya Rp 18.000/Kg saja. Dan
para pengusaha tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam kasus ini, keberadaan TH
juga diharapkan akan mampu menjadi lembaga pendukung UKM agar posisi
tawarnya menjadi kuat di hadapan para importir di luar negeri. Jadi bukankah TH
sangat strategis untuk menguatkan posisi tawar UKM kita, dan akhirnya
perekonomian kita? Inilah saat yang paling baik untuk memulai usaha tersebut.
Bagaimana cara atau apa yang harus ditempuh untuk memajukan UKM di Indonesia?
Bagaimana upaya pemerintah dalam hal mengatasi keterbatasan bahan baku bagi
UKM?
Kesimpulan
Daftar Pustaka
http://www.hs.facebook.com/group.php?v=wall&viewas=0&gid=363912575141