Pendahuluan
“Kesepakatan semua imam mujtahid pada suatu masa setelah wafatnya Rasul terhadap
hukum syara’ mengenai mengenai suatu kasus.10
Ijma’ bisa dikatakan benar kalau semua mujtahid pada waktu itu memberikan
pendapatnya baik dengan perkataan,sikap maupun perbuatan. Kemudian secara rinci,
Wahbah Al Zuhaili menyatakan bahwa ijma’ itu dapat dikatakan sah apabila memenuhi
lima rukun di bawah ini :
1. Kesepakatan itu harus diambil oleh keseluruhan ulama mujtahid, oleh sebab itu
setiap mujtahid harus diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya. Dan
kalau salah satu orang saja dari mereka berbeda pendapat, maka ijma’nya ti dak
sah
2. Ijma’ itu harus dilakukan oleh para ulama secara berkeolompok, oleh sebab itu
ijma’ tidak sah kalau hanya dilakuka oleh satu orang mujtahid, walaupun pada
saat itu hanya dia mujtahidnya.
3. Tidak boleh ada ijma’ murakab, yakni perpecahan pendapat yang membentuk
kelompok-kelompok kecil, sehingga terdapat dua atau tiga pendapat dengan dua
atau tiga kelompok ulama.
4. Semua ulama harus menyatakan pendapatnya secara jelas baik dengan perkataan
maupun perbuatan. Kalau ada diantara mereka yang tidak menyatakan pendapat,
secara idel ijma’ tersebut tidak sah.
5. Para ulama itu harus dapat melahirkan keputusan-keputusan hokum pada saat
mereka melakukan pembahasan.11
C. Metodologi Kajian Hukum
1. Qiyas
Dilihat dari segi kebahasaan, kata qiaz berarti ukuran, yakni mengetahui ukuran seseuatu
denga menisbahkan pada yang lain.12 Sedang menurut istilah yang biasa digunakan para
ulama ushul adalah menghubungkan sesuatu yang belum dinyatakan ketentuan
hukumnya oleh nash, kepada sesuatu yang telah ditentukan ketentuan hukumnya oleh
nash karena keduanya memiliki kesamaan ilat hokum.13
Qiyas dapat dikatakan benar apabila memenuhi rukun berikut :
1. Ashal, yakni suatu kejadian yang telah dinyatakan ketentuan hukumnya oleh nash.
2. Furu’, yakni kejadian baru yang belum diketahui ketentuan hukumnya dan belum
terangkat oleh nash.
3. Ilat, yakni sifat-sifat yang menjadi dasar dari ketentuan hokum ashal.
4. Hukum ashal, yakni ketentuan hokum syara’ yang telah dinyatakan oleh nash
pada ashal, dan hendak diletakkan pula pada furu’.14
2. Istihsan
Secara bahasa”istihsan” berarti mengikuti sesuatu yang menurut analisis nalar adalah
baik. Sedang menurut istilah ulama hanafiah sebagai pemakai metode ini, adalah beralih
dari satu ketetapan qiyas pada hasil qiyas lain yang lebih kuat, atau dengan kata lain
mentakhsish Qiyas dengan dalil yang lebih kuat.