saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
(Williams, 2003)
Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui.
Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi
menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu
pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas
berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003)
Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu
yang terutama tersusun dari kolesterol.
1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi
dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis,
hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus
dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita
batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan
sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah
empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan
membentuk batu empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang
menyebabkan perdangan dalam kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan batu
empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat
presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu
empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih
banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir
sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya
usia.(Williams, 2003)
Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas
yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual
dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada
sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan
kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-
colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi
vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama.
Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,
kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
• Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk
melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui
endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
• Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang
terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai
jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula
yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan
menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah
penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong
dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus
koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau
papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar;
pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan
kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada
ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu.
Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien
harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya
perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
• ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan
pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer,
2002)
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik
bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang
dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat
bilamana kondisi psien mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi
• Sfingerotomy endosokopik
• PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
• Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
• Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan)
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan
3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka
operasi)
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal
(sekunder terhadap imobilisasi)
6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan
(mual, muntah, drainase selang yang berlebihan)
7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi