Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL MENGENAI SHOLAT

Pentingnya Shalat

Dalam wacana keagamaan, permasalahan shalat memang diwarnai oleh berbagai macam
anggapan yang berbeda. Ada sebagian orang yang hanya mengutamakan masalah ibadah semata,
mereka beranggapan bahwa orang yang beragama islam harus lebih mengutamakan shalatnya saja dan
biasanya kesalihan seseorang hanya dinilai dari shalatnya, padahal akhlaknya kepada sesama manusia
belum tentu baik. Dan sebagian orang lainnya beranggapan shalat atau tidak seseorang itu bukan yang
terpenting, yang penting adalah iman dalam hati saja serta akhlak yang baik.

Dan ada juga sebagian orang yang justru karena kecewa melihat banyak orang-orang yang
beragama tetapi malah melakukan banya hal merugikan dan menyakitkan hati orang lain (seperti
korupsi, pencurian, perkosaan, gaya hidup glamour, penelantaran anak-anak, bahkan yang dilakukan
oleh tokoh agama ternama, dll), mereka malah beranggapan bahwa ritual ibadah itu tidak penting lagi,
mereka lebih menaruh perhatian pada hal-hal ilmiah yang dianggap berguna dan membawa perbaikan
serta kemakmuran bagi orang banyak. Dari hal tersebut akhirnya muncul golongan orang-orang yang
‘tidak beragama’. Misalnya saja orang-orang yang mengabdikan dirinya pada kegiatan sosial, tetapi ia
tidak melakukan ritual ibadah dan mungkin saja ia tidak peduli mengenai ajaran agama. Begitu juga
dengan sikap mereka terhadap konsep ketuhanan, mukjizat para Nabi, konsep Qada dan Qadar, hari
akhir, surga dan neraka, itu semua mereka anggap hal0hal yang tidak dapat dinalar oleh akal pikiran dan
belum tentu membawa manfaat.

Pada dasarnya, ibadah menurut islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ibadah langsung kepada
Allah yang berupa ritual ibadah seperti shalat dan haji, ibadah kepada Tuhan melalui akhlak kepada
sesama manusia dan yang terakhir ibadah kepada Allah melalui akhlak kepada lingkungan sekitar,
termasuk pada hewan dan alam. Jadi kita tidak bisa memilih salah satu dengan meninggalkan yang
lainnya. Ibadah (baik shalat maupun yang lain) dan akhlak (perbuatan baik kepada sesama manusia) juga
sama-sama penting dan seharusnya berjalan seimbang—itu jika pemahaman agamanya baik. Justru hal
ini sering berjalan tidak seimbang dan sering juga ditinggalkan adalah karena pemahaman agama yang
kurang.

Artikel kali ini sengaja saya tulis karena rasa prihatin saya terhadap banyak orang-orang Islam
yang tidak mengerjakan shalat. Selain itu saya juga masih dalam proses belajar, jadi mungkin dengan
membagi pengetahuan, dan menerima masukan-masukan baru yang membangun, serta mengkritisi hal-
hal terkait, kita semua dapat memperoleh tambahan ilmu yang berguna. Dan juga saya hendak
memaparkan beberapa hal yang menjadi pengalaman pribadi saya. Mungkin saya dapat sedikit
memahami orang-orang yang kecewa dengan agamanya karena menyaksikan berbagai macam hal yang
mengakibatkan kegundahan dalam hati. Tetapi di sini saya sekaligus berpesan, carilah…maka kau akan
temukan. Tidak akan kita sampai ataupun mendekati suatu tujuan jika tidak ada langkah awal.

Dalam pembahasan ringan kali ini saya akan memaparkan beberapa keutamaan shalat dan
fakta-fakta tentang pentingnya shalat, antara lain yang pertama adalah pengertian shalat.

Secara etimologis (kebahasaan), shalat berasal dari kata ash-shollah dalam bahasa Arab yang
artinya do’a.

Secara istilah, shalat dapat diartikan sebagai suatu amal ibadah yang terdiri dari serangkaian
bacaan dan gerakan, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dikerjakan dengan
pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Panduan rangkaian bacaan dan gerakan dalam shalat
terdapat pada beberapa sunnah Rasul (Hadits).

Yang kedua adalah pembagian shalat. Shalat ada yang fardhu dan ada yang sunnah. Seperti yang
diketahui masyarakat umum bahwa shalat yang diwajibkan atas umat muslim adalah shalat fardhu yang
lima yaitu subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’. shalat fardhu tersebut hukumnya fardhu ‘ain (wajib).
Shalat-shalat yang termasuk shalat sunnah tentu hukumnya pun sunnah, antara lain shalat rawatib,
hajat, fajar, tasbih, qiyamul lail (shalat malam), jenazah, gerhana, istikharah, dhuha, ied, dll.
Pembahasan mengenai shalat sunnah insyallah akan saya bahas lebih lanjut pada tulisan yang lain. Kali
ini kita fokuskan pembahasan urgensi shalat pada macam shalat fardhu saja.

Mengenai kewajiban shalat fardhu ini artinya bahwa shalat adalah bentuk ibadah yang
diwajibkan atas semua umat islam. Sekalipun dalam keadaan sakit, bepergian ataupun kendala-kendala
yang lain, dalam syari’ah telah diatur mengenai toleransi mengenai hal-hal tersebut, seperti ketentuan
jama’ dan qashar, shalat sambil duduk dan berbaring ataupun sambil menggendong anak kecil. Jadi tidak
pantas jika seorang muslim mencari-cari alasan yang bermacam-macam untuk membenarkan dirinya
meninggalkan shalat, sebab syari’ah tidaklah mempersulit umat islam untuk melaksanakan ibadah pada
Tuhannya. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut.

Allah berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.” (QS. AL-Baqarah : 2). Dan, “Allah tidak hendak menyulitkanmu.” (QS Al-Maaidah : 6)

Rasul sendiri mulai menerima perintah shalat fardhu ini saat ia dalam perjalanan isra’ mi’raj.
Sedangkan dalil-dalil naqly dari Al-Qur’an dan Hadist yang berkaitan dengan wajibnya shalat antara lain
sebagai berikut:

Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thahaa : 20)

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-
Baqarah : 43)
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu. Sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj : 77)

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 153)

Rasulullah bersabda: “Allah telah mewajibkan atas umatku pada malam isra’ mi’raj 50 kali
shalat, maka aku selalu kembali menghadap-Nya dan memohon keringanan sehingga dijadikan
kewajiban shalat 5 waktu dalam sehari semalam.” (HR. Bukhari dan Muslim, Shahih)

Sedangkan yang ketiga yang hendak saya sampaikan adalah faktor-faktor pentingnya shalat,
yang dapat saya rangkum antara lain sebagai berikut:

1. Shalat hukumnya fardhu ‘ain (wajib), sebagaimana dalilnya telah dipaparkan di atas. Jadi jika
kita mengaku sebagai seorang muslim yang baik, tentunya kita akan melaksanakan
perintah Allah. Orang yang bertaqwa ialah orang yang memelihara diri dari siksaan Allah
dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya

2. Mendirikan shalat adalah salah satu ciri orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah:
“Kitab (Al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman pada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kpd mereka.” (QS. Al-Baqarah : 2-
3)

3. Shalat dapat membersihkan diri dari dosa.

Sebagaimana hadits: dari Abi Hurairah ra. Rasulullah bersabda: “Shalat lima waktu dan
shalat jumat, dari shalat yang satu ke shalat yang lainnya, adalah sebagai pengjapus
dosa yang terjadi di waktu antara keduanya, kecuali dosa besar.”

4. Shalat merupakan amalan pertama yang akan dihisab di hari perhitungan. Hal ini
menandakan bahwa shalat itu merupakan ibadah yang utama (baik kita menyadari
manfaatnya ataupun tidak)

Hadits Rasul: “Amal yang pertama kali dihisab bagi seorang hamba pada hari kiamat
adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya yang lain. Dan jika
shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalnya yang lain.” (HR. Ath-Thabrani)

5. Shalat mencegah dari hal yang keji lagi munkar, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Ankabut : 45 yang berarti “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,, yaitu Al-
kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan munkar”. Orang yang senantiasa menjaga shalatnya, insyallah akan
timbul rasa malu saat ia melakukan dosa. Dan bahkan shalat yang terjaga dapat
menumbuhkan rasa cinta, takut dan malu kepada Allah, sehingga dapat mencegah diri
dari dosa.

6. Shalat merupakan sarana yang disediakan Allah bagi hambaNya untuk mendekatkan diri
kepadaNya dan untuk menambah pahala. Jadi, walaupun shalat itu merupakan
kewajiban kita kepada Allah, semestinya kita memahami shalat bukan sebagai beban
melainkan sebagai anugerah. Cobalah untuk memahami shalat bukan sebagai keharusan
tetapi sebagai kebutuhan seorang hamba. Jika kita sudah dapat memahami bahwa
shalat merupakan sarana mendekatkan diri, tentu kita akan merasa kurang jika hanya
melakukan shalat lima waktu dalam sehari. Oleh karena itu kita patut mengetahui
bahwasanya Allah menyediakan banyak jalan bagi hambanya untuk terus mendekatkan
diri padaNya. Sebagaimana shalat, walaupun yang diwajibkan hanya lima waktu, tetapi
kita sebagai hamba yang membutuhkan kedekatan dengan Rabbnya masih dapat
mengerjakan berbagai macam shalat sunnah. Belum lagi berbagai macam doa dan zikir
yang diajarkan dalam agama Islam, yang kesemua itu selain merupakan sarana
mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, juga merupakan amalan ibadah yang
mengandung banyak pahala jika dikerjakan.

7. Shalat merupakan obat hati. Ia dapat menyinari hati, menyucikan diri, melapangkan hati,
mendatangkan ketenangan dan ketentraman dalam hati seseorang, serta keselamatan
bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam shalatnya.

8. Shalat merupakan bagian dari syari’at (hukum/aturan). Syari’at merupakan salah satu ilmu
lahir, dan pentingnya ilmu lahir adalah sebagai pendukung ilmu bathin. Jadi, mustahil
jika kita dapat mengenal Allah tanpa diawali dengan mengamalkan syari’at, kecuali
karena kehendak Allah. Maka dari itu mengamalkan syari’at merupakan hal yang
penting dan bermanfaat.

9. Shalat mempunyai manfaat bagi tubuh secara medis. Jadi selain bermanfaat untuk bathin,
shalat juga baik bagi tubuh, sebagaimana hukum-hukum Allah lainnya, semuanya
membawa manfaat baik bagi makhlukNya, hanya saja terkadang kita yang tidak
memahaminya.

10. Kesulitan-kesulitan yang kita alami karena hendak mendirikan shalat sebenarnya
merupakan berkah. Misalnya sulitnya bangun saat akan shalat subuh atau shalat malam,
dinginnya yang dirasakan saat akan wudhu, lelahnya badan setelah seharian bekerja,
atau sulitnya melawan rasa malas untuk berjalan mengambil air wudhu kemudian
shalat. Rasulullah bersabda: “barangsiapa dari seorang mukmin yang mendapat
musibah, meskipun hanya tertusuk duri, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya
dan menghapus dosanya”.
11. Shalat dapat menghindarkan kita dari sifat kikir dan keluh kesah. Sebagaimana dalam
firman Allah dalam surat Al-ma’arij : 19-23 yang berarti “Sesungguhnya manusia itu
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakannya”. Dari ayat tersebut dapat
kita ambil beberapa inti kandungan yaitu bahwa sifat dasar manusia adalah berkeluh
kesah saat ditimpa kesulitan dan kikir saat mendapat kesenangan. Tetapi orang-orang
yang mengerjakan shalat, dan ia menjaga shalatnya, insyallah akan terhindar dari hal
tersebut. Tapi perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud menjaga shalatnya di sini
bukan hanya sekedar ritual sujud-bangun tanpa menghayati makna bacaan shalat dan
arti shalat itu sendiri.

12. Shalat dapat membangun dan melatih kedisiplinan diri, menumbuhkan ketaatan dan
ketundukkan dalam hati serta meningkatkan ketakwaan. Jika kita berlatih sedikit-demi
sedikit untuk meninggalkan segala hal yang sedang kita kerjakan untuk sejenak
mengerjakan shalat, kitapun akan terlatih untuk mempunyai sikap disiplin dan sikap ini
dapat bermanfaat juga di berbagai kegiatan yang lain. Kemudian setelah kita mampu
menjaga waktu shalat dengan tidak menunda-nundanya, maka belajarlah untuk
meningkatkan kualitas shalat kita. Pelajari arti dari bacaan-bacaan shalat mulai dari
takbir sampai salam. Kemudian praktekkan dengan cara menghayati setiap bacaan yang
kita ucapkan dalam shalat, singkirkan dulu segala macam pikiran yang merasuki benak.
Serahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah. Insyallah shalat kita akan membawa
ketundukkan hati hanya kepadaNya.

13. Saat shalat, kita langsung menghadap kepada Yang Maha Suci dan Maha Mengetahui.
Bayangkan Allah menatap langsung ke wajah kita. Allah Maha Mengetahui apa yang ada
di dalam hati kita. Bayangkan kita menundukkan diri sambil memuji keagunganNya dan
merasa semakin hina dan tak berdaya di hadapanNya, sementara Allah menatap
langsung ke hadapan wajah kita. Bayangkan kita memohon ampun di setiap bungkuk,
sujud dan duduk bersimpuh, berserah diri. Jika seseorang dapat memahami dan
menghayati perasaan semacam ini, insyallah shalatnya bukanlah merupakan gerakan-
gerakan jungkir balik semata dan bacaan yang dibacanya bukan hanya hafalan semata.

14. Orang yang shalatnya baik, ditandai dengan timbulnya rasa tenang dan nikmat dalam
bathin di setiap usai pertemuannya dengan Allah Yang Maha Memiliki. Jika setelah
shalat kita masih belum merasakan basuhan rohani, maka perbanyaklah shalat sunat
dan zikir serta doa.

Selain beberapa hal yang saya jelaskan di atas, masih banyak lagi hal-hal yang merupakan
keutamaan shalat yang tidak dapat semuanya saya utarakan. Jadi pesan saya, cobalah mulai dari
sekarang. Karena seperti yang sudah saya katakan, tidak akan ada tujuan yang tercapai tanpa ada satu
langkah awal. Dan teruslah berusaha untuk memperbaiki kualitas shalat kita sebaik-baiknya secara
bertahap. Dan satu hal lagi yang penting, bahwa bukan berarti kita terfokus pada ibadah shalat dan lalai
pada ibadah yang lain serta lalai dari mempelajari akhlak dan ilmu-ilmu lainnya. Semua itu harus sedapat
mungkin berjalan secara seimbang.

Dirikanlah Shalat (1): Muqaddimah

Sudah bukan rahasia lagi bahwa shalat adalah ibadah yang paling utama. Diantaranya adalah
bahwa shalat merupakan amalan yang pertama kali akan dihisab di Hari Akhir kelak berkaitan
dengan hak Allah atas hamba-Nya. Beberapa keutamaan yang lain telah banyak kita ketahui.

Dengan memohon pertolongan Allah, kita akan berusaha membahas perkara shalat secara lebih
terperinci. Rujukan utama yang akan kita gunakan adalah kitab Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi. Agar kita dapat menyerap ilmu secara
bertahap dan memahaminya dengan benar, maka insya Allah pembahasan akan kita bagi menjadi
sepuluh seri:

1. Muqaddimah (meliputi: kedudukan shalat, hukum meninggalkan shalat, siapa yang wajib
melaksanakan shalat?)
2. Waktu-waktu shalat (meliputi: Kapankah waktu shalat tiba? Kapankah seseorang dapat
dianggap telah mendapatkan waktu shalat? Kapankah seseorang dianggap telah
mendapati waktu shalat?)
3. Waktu-waktu shalat yang terlarang dan tempat yang tidak boleh dijadikan tempat shalat.
4. Adzan dan iqamah (meliputi: amalan saat kita mendengar adzan dan iqamah
berkumandang), serta syarat sah shalat.
5. Rukun-rukun shalat.
6. Hal-hal yang wajib dalam shalat.
7. Sunnah-sunnah dalam shalat.
8. Hal-hal yang makruh dilakukan dalam shalat.
9. Hal-hal yang mubah (boleh) dilakukan dalam shalat.
10. Hal-hal yang membatalkan shalat.

Semoga antunna sekalian tidak jemu untuk terus mengikuti lanjutan setiap seri pembahasan.
Bersabarlah dan jangan mudah patah semangat.

Allahumma anfa’naa bi maa ‘allamtanaa wa ‘allimnaa bi maa yanfa’unaa wa zidnaa ‘ilman


(Yaa Allah, berikanlah manfaat atas ilmu yang Engkau ajarkan kepada kami serta ajarkanlah
kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan mohon tambahkanlah ilmu kepada kami)

Kedudukan Shalat dalam Agama

Saudariku muslimah, kedudukan shalat yang begitu mulia dalam agama Islam tergambar melalui
hadits berikut ini :

‫سال َ ِم َعلَى‬ َ ‫ي ْا ِإل‬ َ َّ‫سل‬


َ ِ‫ ( ُبن‬: ‫م‬ َ ‫ه َو‬ ِ ‫هللا َعلَ ْي‬
ُ ‫صلَّى‬ َ ِ‫ل هللا‬ ُ ‫س ْو‬ ُ ‫ل َر‬َ ‫ َقا‬: ‫ما‬َ ‫هللا َع ْن ُه‬
ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫م َر َر‬َ ‫ن ُع‬ ِ ‫ن َع ْب ِد هللاِ ْب‬ْ ‫َع‬
ْ َ
َ ‫ َو‬،َ‫ َو إِ ْي َتا ِء ال َّزكاة‬،َ‫صالَة‬ َ َ َ َ
‫ َو‬،‫ت‬
ِ ‫جِ البَ ْي‬
ّ ‫ح‬ َّ ‫ َو إِقا َما ِة ال‬، ِ‫ل هللا‬ُ ‫س ْو‬ ُ ‫م ًدا َر‬
َّ ‫ح‬ ُ َّ ‫ٍش َها َد ٍة أنْ ال َ إل َه إِال‬
َ ‫هللا َو أنَّ ُم‬ َ ‫س‬ ْ ‫م‬ َ ‫خ‬
) َ‫ص ْو ِم َر َمضَان‬
َ
Dari ‘Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda (yang maknanya):

“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, serta berpuasa pada bulan Ramadhan.”

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

Kaum muslimin telah bersepakat bahwa barangsiapa yang tidak menunaikan shalat lima waktu
maka dia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada kekafiran.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum orang yang meninggalkan
shalat, namun dia tetap meyakini bahwa shalat itu wajib dikerjakan. Perbedaan pendapat tersebut
disebabkan oleh hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan
bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, tanpa ada pembedaan yang tegas antara
orang yang benar-benar mengingkari kewajiban shalat (al-jaahid) dengan orang yang sekedar
meremehkan kewajiban shalat (al-mutahaawin). Adapun pendapat yang lebih kuat dalam
masalah ini adalah bahwa orang yang meninggalkan pelaksanaan shalat (meskipun dia yakin
bahwa sebenarnya shalat itu wajib dikerjakan) maka dia telah kafir. Dalil pendapat ini adalah
sebagai berikut:

Dalil dari Al-Qur’an

ُ َ‫ل ْاآليَاتِ لِ َق ْو ٍم يَ ْعل‬


َ‫م ْون‬ ُ ّ‫ص‬
ِ ‫ن َو ُن َف‬
ِ ‫د ْي‬
ِّ ‫ُم فِي ال‬
ْ ‫خ َوا ُنك‬ َّ ‫َفإِنْ تَا ُب ْوا َوأَ َقا ُم ْوا ال‬
ْ ِ‫صال َ َة َوآ ُت ْوا ال َّز َكا َة َفإ‬

Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui.” (Qs. At-Taubah: 11)

Dalil dari Hadits (As-Sunnah)

‫صال َ َة‬ ُ ‫ك َو ا ْل ُك ْف ِر تَر‬


َّ ‫ك ال‬ ِ ‫الش ْر‬
ِّ ‫ن‬
َ ‫ل َو بَ ْي‬
ِ ‫ج‬
ُ ‫ن ال َّر‬
َ ِ‫إِنَّ بَي‬

Artinya: “Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kesyirikan serta kekufuran adalah
meninggalkan shalat.” (diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Iman dari sahabat Jabir Ibn
‘Abdillah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Siapakah yang Wajib Mengerjakan Shalat?

Shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimat yang telah baligh dan berakal.

‫م‬
ِ ِ‫ن ال َّنائ‬ ٍ َ‫م َعلَى ثَالَث‬
ِ ‫ َع‬: ‫ة‬ ُ َ‫ع ا ْل َقل‬ َ ‫م َقا‬
َ ِ‫ ُرف‬: ‫ل‬ َ َّ‫سل‬
َ ‫ه َو‬ ِ ‫هللا َعلَ ْي‬
ُ ‫صلَّى‬ َ ‫ي‬ ِ ّ ‫ن ال َّن ِب‬
ِ ‫هللا َع ْن ُه َع‬
ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ي َر‬
ِ ّ ‫ن َع ِل‬
ْ ‫َع‬
‫ل‬
َ ‫ح َّتى يَ ْع ِق‬َ ‫ن‬
ِ ‫ج ُن ْو‬ َ ‫ن ا ْل‬
ْ ‫م‬ ِ ‫ َو َع‬R،‫م‬ َ ِ‫ح َتل‬
ْ َ‫ح َّتى ي‬
َ ‫ص ِبي‬ َّ ‫ن ال‬ِ ‫ َو َع‬،َ‫س َت ْي ِقظ‬ْ َ‫ح َّتى ي‬ َ

Artinya: “Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda
(yang maknanya), “Pena diangkat atas tiga golongan: dari orang yang sedang tidur hingga dia
bangun, dari anak kecil hingga dia dewasa, dan dari orang gila hingga dia waras (berakal).”
(Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (3513), Sunan Abu Daud (12/78/4380))

Untuk membiasakan anak melaksanakan shalat, maka wajib bagi orang tua untuk memerintahkan
anaknya yang masih kecil untuk shalat meskipun anak kecil tidak wajib melaksanakan shalat.

‫صال َ ِة َو‬ ْ ‫ ( ُم ُر ْوا أَ ْوال َ َدك‬: ‫م‬


َّ ‫ُم بِال‬ َ َّ‫سل‬
َ ‫ه َو‬ ِ ‫ل هللاِ َعلَ ْي‬
ُ ‫س ْو‬ ُ ‫ل َر‬َ ‫ َقا‬: ‫ل‬
َ ‫د ِه َقا‬
ِّ ‫ج‬َ ‫ن‬ ْ ‫ه َع‬ِ ‫ن أَبِ ْي‬ْ ‫ب َع‬ِ ‫ش َع ْي‬ُ ‫ن‬ِ ‫مرو ْب‬ ْ ‫ن َع‬
ْ ‫َع‬
) ِ‫جع‬ ِ ‫مضَا‬ ْ
َ ‫م فِي ال‬ َ
ْ ‫ َو ف ِرّ ُق ْوا بَ ْي َن ُه‬،‫ن‬ َ ‫سنِ ْي‬ِ ‫ش َر‬ َ
ْ ‫م أ ْب َنا ُء َع‬ْ ‫ه‬ َ
ُ ‫م َعل ْي َها َو‬ْ ‫ه‬ ُ ‫ض ِر ُب ْو‬
ْ ‫ َو ا‬R،‫ن‬ َ ‫سنِ ْي‬
ِ ‫ع‬َ ‫س ْب‬ َ
َ ‫م أ ْب َنا ُء‬
ْ ‫ه‬ ُ
Artinya: “Dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian
untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak
mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur
mereka.” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits
ini adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))

Tanda baligh bagi laki-laki dan perempuan adalah:

1. Telah mencapai usia 15 tahun. Berdasarkan hadits tentang seorang anak laki-laki (yaitu
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) yang belum dizinkan ikut berperang oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam karena saat itu belum berusia 15 tahun.
2. Telah mengalami “mimpi basah”.
3. Tumbuh rambut pada kemaluan.
4. Khusus bagi wanita, yaitu keluarnya darah haid dari farji.

Seorang muslim wajib mengerjakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Hak tersebut dilaksanakan semaksimal kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu,
tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak melakukan shalat ketika tidak ada udzur syar’i
(misalnya: wanita yang sedang haid atau nifas). Jika seseorang mampu shalat berdiri, maka dia
melakukannya sambil berdiri dengan menyempurnakan syarat sah dan rukunnya. Jika dia sakit,
maka dia mengerjakannya sambil duduk. Jika tidak bisa sambil duduk, maka dilakukan sambil
berbaring. Perincian mengenai hal ini insya Allah akan kita bahas pada seri-seri yang akan
datang.

Salat lima waktu


Salat Lima Waktu adalah salat fardhu (salat wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum
salat ini adalah Fardhu 'Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak
usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu.

Salat Lima Waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah salat
ketika peristiwa Isra' Mi'raj.

Kelima salat lima waktu tersebut adalah:

1. Shubuh, terdiri dari 2 raka'at. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya
putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya matahari.
2. Zhuhur, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Zhuhur diawali jika matahari telah tergelincir (condong) ke
arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
3. Ashar, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi
panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang
bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar berakhir dengan
terbenamnya matahari.
4. Maghrib, terdiri dari 3 raka'at. Waktu Maghrib diawali dengan terbenamnya matahari, dan
berakhir dengan masuknya waktu Isya'.
5. Isya', terdiri dari 4 raka'at. Waktu Isya' diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit
barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi'ah, Salat
Isya' boleh dilakukan setelah mengerjakan Salat Maghrib.

Khusus pada hari Jumat, Muslim laki-laki wajib melaksanakan salat Jumat di masjid secara
berjamaah (bersama-sama) sebagai pengganti Salat Zhuhur. Salat Jumat tidak wajib dilakukan
oleh perempuan, atau bagi mereka yang sedang dalam perjalanan (musafir).
Berdasarkan hadist, dari Abdullah bin Umar ra, Nabi Muhammad bersabda: Waktu salat Zhuhur
jika matahari telah tergelincir, dan dalam keadaan bayangan dari seseorang sama panjangnya
selama belum masuk waktu Ashar. Dan waktu Ashar hingga matahari belum berwarna kuning
(terbenam). Dan waktu salat Maghrib selama belum terbenam mega merah. Dan waktu salat
Isya' hingga pertengahan malam bagian separuhnya. Waktu salat Subuh dari terbit fajar hingga
sebelum terbit matahari. (Shahih Muslim)

Waktu salat relatif terhadap peredaran semu matahari

Waktu salat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu salat sangat
berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif terhadap bumi. Pada dasarnya, untuk
menentukan waktu salat, diperlukan letak geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian.

Syuruq adalah terbitnya matahari. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu Shubuh. Waktu
terbit matahari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan
algoritma tertentu.

Zhuhur

Waktu istiwa' (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa' juga dikenal
dengan sebutan "tengah hari" (bahasa Inggris: midday/noon). Pada saat istiwa', mengerjakan
ibadah salat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu zhuhur tiba sesaat setelah istiwa',
yakni ketika matahari telah condong ke arah barat. Waktu "tengah hari" dapat dilihat pada
almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu.

Secara astronomis, waktu Zhuhur dimulai ketika tepi "piringan" matahari telah keluar dari garis
zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika
berada di titik tertinggi (istiwa'). Secara teoretis, antara istiwa' dengan masuknya zhuhur
membutuhkan waktu 2,5 menit, dan untuk faktor keamanan, biasanya pada jadwal salat, waktu
zhuhur adalah 5 menit setelah istiwa'.[rujukan?]

Ashar

Menurut mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang
benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara madzab Imam Hanafi mendefinisikan
waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri.
Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga
dimensi. nm,Waktu salat Waktu salat relatif terhadap peredaran semu matahari

Waktu salat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu salat sangat
berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif terhadap bumi. Pada dasarnya, untuk
menentukan waktu salat, diperlukan letak geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian. [sunting]
Syuruq

Syuruq adalah terbitnya matahari. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu Shubuh. Waktu
terbit matahari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan
algoritma tertentu. [sunting] Zhuhur

Waktu istiwa' (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa' juga dikenal
dengan sebutan "tengah hari" (bahasa Inggris: midday/noon). Pada saat istiwa', mengerjakan
ibadah salat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu zhuhur tiba sesaat setelah istiwa',
yakni ketika matahari telah condong ke arah barat. Waktu "tengah hari" dapat dilihat pada
almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu.

Secara astronomis, waktu Zhuhur dimulai ketika tepi "piringan" matahari telah keluar dari garis
zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika
berada di titik tertinggi (istiwa'). Secara teoretis, antara istiwa' dengan masuknya zhuhur
membutuhkan waktu 2,5 menit, dan untuk faktor keamanan, biasanya pada jadwal salat, waktu
zhuhur adalah 5 menit setelah istiwa'.[rujukan?]

Maghrib

Waktu Maghrib diawali ketika terbenamnya matahari. Terbenam matahari di sini berarti seluruh
"piringan" matahari telah "masuk" di bawah horizon (cakrawala).

Isya dan Shubuh

Waktu Isya didefinisikan dengan ketika hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit, hingga
terbitnya fajar shaddiq. Sedangkan waktu Shubuh diawali ketika terbitnya fajar shaddiq, hingga
sesaat sebelum terbitnya matahari (syuruq).

Perlu diketahui, bahwa sesaat setelah matahari terbenam, langit kita tidak langsung gelap, karena
bumi kita memiliki atmosfer sehingga meskipun matahari berada di bawah horizon (ufuk barat),
masih ada cahaya matahari yang direfraksikan di langit.

Dari sisi astronomis, cahaya di langit yang terdapat sebelum terbitnya matahari dan setelah
terbenamnya matahari dinamakan twilight, yang secara harfiah artinya "cahaya diantara dua",
yakni antara siang dan malam. Dalam bahasa Arab, "twilight" disebut syafaq. Secara astronomis,
terdapat tiga definisi twilight:

 Twilight Sipil, yakni ketika matahari berada 6° di bawah horizon


 Twilight Nautikal, yakni ketika matahari berada 12° di bawah horizon
 Twilight Astronomis, yakni ketika matahari berada 18° di bawah horizon

Astronom menganggap "Twilight Astronomis Petang" menandakan dimulainya malam hari;


namun definisi ini adalah untuk keperluan praktis saja.

Secara astronomis, waktu Shubuh merupakan kebalikan dari waktu Isya'. Menjelang pagi hari,
fajar ditandai dengan adanya cahaya yang menjulang tinggi (vertikal) di ufuk timur; Ini
dinamakan "fajar kadzib". Cahaya tersebut kemudian menyebar di cakrawala (secara horizontal),
dan ini dinamakan "fajar shaddiq".

Bagi penentuan jadwal waktu salat (yakni munculnya "fajar shaddiq" dan hilangnya syafaq di
petang hari), terdapat variasi penentuan sudut "twilight" oleh berbagai organisasi. Banyak
diantara umat Islam menggunakan Twilight Astronomis (yakni ketika matahari berada 18° di
bawah horizon) sebagai waktu fajar shaddiq. Sebagian yang lain menetapkan kriteria fajar
shaddiq atau syafaq terjadi ketika matahari berada 17°, 19°, 20°, dan bahkan 21°. Sebagian yang
lain bahkan menggunakan kriteria penambahan 90 menit, 75 menit, atau 60 menit.

Sebuah penelitian dan observasi di berbagai tempat di dunia menunjukkan bahwa penentuan
sudut twilight tertentu ternyata tidak valid (tidak bisa berlaku) untuk seluruh tempat di bumi ini
terhadap peristiwa fajar shaddiq dan hilangnya syafaq [1]. Peristiwa tersebut merupakan fungsi
dari letak lintang dan musim yang bervariasi di tempat satu dan lainnya.

Imsak

Ketika menjalankan ibadah puasa, waktu Shubuh menandakan dimulainya ibadah puasa. Untuk
faktor "keamanan", ditetapkan waktu Imsak, yang umumnya 5-10 menit menjelang waktu
Shubuh.

Anda mungkin juga menyukai