Anda di halaman 1dari 9

c ‘ j 

Berbicara mengenai kebudayaan nasional Indonesia pada masa kini dan meletakkannya pada
ranah diskusi bukanlah sesuatu yang baru sama sakali. Pembicaraan ini telah menjadi sebuah
diskusi yang hangat, panjang dan tak kunjung henti bahkan tak pernah habis karena kebudayaan
itu bersifat dinamis. Dinamisitasnya terletak bahwa kebudayaan itu selalu berkembang dan
menuntut setiap orang yang bergelut di dalamnya untuk semakin berpikir dan bertindak kritis
terhadap aneka perkembangan yang terjadi. Maka, tak mengherankan jika konsep mengenai
kebudayaan nasional Indonesia telah menjadi polemik yang selalu didiskusikan dan dibicarakan
oleh para budayawan atau siapa saja yang berkecimpung dan memiliki keprihatian terhadap
kebudayaan Indonesia sejak lama.
Akan tetapi, ¯   konsep mengenai kebudayaan nasional Indonesia perlahan-lahan
tergerus dan tersingkir dari pusat pembicaraan dan perhatian kita sebagai bangsa Indonesia, kita
telah ³kehilangan´ makna dan arti dari kebudayaan nasional Indonesia itu sendiri. 1 Sehingga,
ketika ada beberapa unsur kebudayaan kita yang diklaim oleh negara lain sebagai miliknya
barulah mata kita terbuka dan menyadari ada unsur kebudayaan kita yang hilang. Misalnya
³Reog Ponorogo´ yang berasal dari Jawa Timur oleh Malaysia, lagu ³rasa sayang-sayange´ dari
Maluku oleh pemerintah Malaysia, dan lain sebagainya.2
Di samping itu, kebudayaan nasional Indonesia yang pada intinya merupakan hasil kreasi
anak bangsa seolah-olah telah berubah rupa menjadi kebudayaan barat. Di mana orientasi kita
sebagai bangsa Indonesia telah beralih pada hal-hal materialistik, intelektualistik dan
individualistik. Kita melupakan akar kebudayaan kita yang lebih mementingkan kerohanian,
perasaan dan gotong royong. Hal ini tidak berarti bahwa kita membentengi diri untuk tidak
menerima kebudayaan barat tetapi sejauh mana keterbukaan kita terhadap kebudayaan barat
tidak menggerus nilai dan makna kebudayaan nasional Indonesia bahkan lebih ekstrimnya jika
kebudayaan nasional Indonesia menjadi kebudayaan yang kebarat-baratan (indo). Unsur-unsur

c
Mengenai hal ini dapat dilihat lebih jauh pada http://pusakacita.wordpress.com/2008/02/19/kebudayaan-kita-
semakin-tergusur/ yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010. Artikel yang sejajar dengan pandangan ini dapat
dilihat pada http://celebrity.okezone.com/read/2010/08/30/33/368011/yovie-prihatin-dengan-kondisi-budaya-
nasional yang memuat tanggapan seorang artis mengenai keprihatinan terhadap kebudayaan nasional;
http://rimanews.com/node/3031 yang memuat mengenai [  ¯
Kebudayaan Indonesia? oleh Ikatan Alumni
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
2
Data selengkapanya dapat dilihat pada
http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia yang diakses pada tanggal 21
Oktober 2010.

c
esensial sebagai pembentuk kebudayaan nasional Indonesia mulai didominasi oleh unsur-unsur
asing yang secara perlahan masuk dan diadopsi yang berakibat pada universalisasi unsur-unsur
budaya bangsa Indonesia dan direduksinya makna budaya sebagai identitas nasional. 3
Bertitik tolak dari diskusi dan berbagai problem yang tak kunjung habisnya, penulis merasa
terpanggil untuk melihat kembali serta mempertanyakan arti dan makna kebudayaan nasional
Indonesia. Penulis meyakini bahwa absurditas pemahaman akan kebudayaan Nasional Indonesia-
lah yang mengakibatkan kita membiarkan negara lain ¬   kekayaan kebudayaan kita. Kita
dibutakan oleh gemerlapnya panorama budaya asing sehingga kita tak segan-segan
mendekonstruksi kebudayaan kita. Kita mengalami ¬
 ¯  di mana kita lupa bahwa
kebudayaan adalah kekuatan yang menyatukan seluruh bangsa dengan mempertahankan
eksistensinya terhadap ancaman baik dari dalam maupun dari luar.4 Lalu, kita dapat bertanya apa
sesungguhnya kebudayaan nasional Indonesia itu? Sejauh mana kebudayaan nasional berbicara
kepada kita sebagai  
  ¯
5 dalam mencintai dan melestarikan kebudayan nasional
Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan coba penulis jawab dalam paper ini di bawah
tema ³Apa Itu Kebudayaan Nasional Indonesia? (Sebuah Pertanyaan Reflektif-Filosofis Dalam
Usaha Merekonstruksi Pemahaman Mengenai Kebudayaan Nasional Indonesia)´.

Ô ‘   
   
Ô c    
Setelah kita melihat beberapa problem klasik yang telah dipaparkan di atas, maka sebelum
kita bertolak lebih dalam, guna merekonstruksi pemahaman mengenai kebudayaan nasional
Indonesia kita terlebih dahulu harus bertitik tolak dari pengertian kebudayaan itu sendiri. Akan
tetapi, perlu disadari bahwa konsep mengenai apa itu kebudayaan telah begitu banyak
didikonsepkan oleh para pemerhati budaya. 6 Oleh karena itu, term kebudayaan ini akan
diletakkan dan dianalisis dengan menggunakan model gunung es atau diistilahkan dengan

3
Bdk. Ignas Kleden, x  ¬  ¯      ¯   Jakarta: LP3S, 1987, hlm. 163; Soerjanto
Poespowardojo, x   ¯  x   ¯   

Gramedia: Jakarta, 1989, hlm. 244.
ü
Soerjanto Poespowardojo, x   ¯  x   ¯   

Gramedia: Jakarta, 1989, hlm. 236.
5
Penulis memberi tekanan pada bangsa Indonesia dalam pembahasan ini karena penulis mau membawa pembahasan
ini pada konteks kebudayaan nasional Indonesia sebagai sebuah identitas bangsa dan bukan pada suatu identitas
politik (negara Indonesia).

Bdk. Koentjaraningrat, Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional dalam Alfian (ed.),  


  
 ¯   Gramedia: Jakarta, 1985, hlm. 99.

Ô

  ¬¯      karena sesuai dengan konteks pembahasan paper ini yakni
merekonstruksi pemahaman mengenai kebudayaan nasional Indonesia.
Dalam   ¬¯      , sangat jelas digambarkan bahwa apa yang tampak sebagai
kebudayaan sesungguhnya adalah sebuah penampakkan dari apa yang tidak tampak. Maksudnya,
apa yang muncul ke permukaan dan menjadi puncak dari kebudayaan yakni       jalan
hidup), 
 ¯
¬
(hukum dan adat istiadat),
   
(intitusi-institusi),   
(ritual)
dan     (bahasa) merupakan hasil dari interaksi unsur-unsur lain dari kebudayaan yang
berada jauh di bawah dasar. Apa yang tampak ini diistilahkan dengan ¯    inilah yang
menampakkan dua unsur lain dari model ini yakni    yang mencakup ¬
(norma-
norma), 
(peran-peran yang dimiliki),  ¬      (kesadaran akan waktu),  

(kepercayaan) dan  

 (filsafat) dan    yang mencakup 
(nilai-nilai),
  
(harapan-harapan), 

¬ 
 (asumsi-asumsi) dan   ¯
 (sikap, pendirian)!
Setiap unsur ini bukanlah sesuatu yang statis tetapi dinamis di mana adanya interaksi dari setiap
unsur yang memiliki kesatuan dan integritas. Berikut ini kutipan yang menjelaskan interaksi
tersebut:
"#     
¬  ¬          ¯
 ¯

     
   
               
 ¬  ¬ 
 
  ¬      $ 
 %
  
 ¯
  ¯
     &
 

  ¯  ¯
 
 
  ¯   ¯
  
  ¯   
      
        ¯     
&       ¯
      ¬¬  ¬         ¬   

  ¯  
   
   '

Dari   ¬¯      ini, cakrawala berpikir kita tentang kebudayaan semakin
diperluas bahwa kebudayaan itu pertama-tama bukanlah sekadar obyek yang dapat dilihat seperti
³ala-alat´ yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan yang dikehendaki yang bersifat
kumulatif melainkan segala komponen yang merupakan ³sebuah cetusan dari akal budi

7
Model ini menjadi salah satu bahan dalam kuliah mimbar Filsafat Kebudayaan oleh Rm. Robertus
Wijanarko, CM semester 5 tahun 2010. Bdk.
http://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=Outreach/interlink/L
ESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTMyang juga membahas mengenai budaya dengan menggunakan
metode gunung es kendati ada perbedaan dalam istilah tetapi pada dasaranya model ini mau menjelaskan mengenai
apa yang tampak sebagai kebudayaan merupakan wujud dari apa yang tidak tampak yang menjadi dasar atau
fundamen sehingga terjadi interaksi tiap lapisan budaya tersebut.
º
 M. Sastrapratedjo,S.J., ³Filsafat Pancasila dalam Kehidupan Budaya Bangsa´, Jurnal filsafat, Fakultas Filsafat
Ilmu Universitas Gadjah Mada, 26 Desember, 1996, hlm. 24.

http://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=Outreach/interlink/
LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTMdiakses pada tanggal 25 Oktober 2010.


masyarakat´. 10 Bahkan lebih dari itu, unsur kebudayaan yang sulit ditembusi (dalam zona
   dan   ) merupakan unsur pembentuk kebudayaan dan menjadi dasar dan inti dari
kebudayaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil interaksi dari       dan
¯  yang menghasilkan bentuk-bentuk budaya yang dapat dilihat, dipandang dan dinikmati
serta bernilai dan bermakna sehingga menjadi sesuatu yang patut dibanggakan dan dijadikan
identitas suatu bangsa tertentu.

Ô Ô         


   cc
Di atas telah dikatakan bahwa kebudayaan adalah hasil interaksi antara     dan
¯ . Maka, dalam merekonstruksi kebudayaan nasional Indonesia kita perlu membedakan
pemahaman antara kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan nasional Indonesia.12 Kita juga
harus menyadari bahwa kebudayaan sebagai suatu hasil interaksi nilai-nilai vital dan bermutu
yang menghantar kebudayaan nasional Indonesia untuk tidak dipahami sebagai sesuatu yang
turun begitu saja dari langit yang langsung mengambil nama kebudayaan nasional Indonesia
melainkan sebagai hasil kreasi anak bangsa yang bertumbuh dan berkembang dengan berpijak
pada identitas bangsa Indonesia yang mendasari, mendukung dan mengisi masyarakat dengan
nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan dan membuat kehidupan seluruhnya menjadi lebih baik,
lebih manusiawi dan berperikemanusiaan.13
Akan tetapi, kebudayaan nasional Indonesia yang merupakan cetusan yang bernilai dan
bermakna dari kebudayaan daerah yang menguatkan dan menyatukan bangsa Indonesia semakin
jauh dari nilai dan cita-cita bangsa Indonesia. Di berbagai kalangan, unsur-unsur dan nilai-nilai
budaya bangsa kita bukan hanya terancam melainkan telah dipengaruhi oleh pengembangan
unsur asing. Peresapan dan pengapdosian ini secara perlahan tapi pasti menghancurkan makna
kebudayaan nasional Indonesia, gambaran dan makna akan kebudayaan nasional Indonesia

c
Prof. Dr. Armada Riyanto, CM, Relativisme, Pluralisme dan Pergulatan Budaya, dalam Rafael Isharianto
(penyunting),   ¬  ¬ 
  ¯  
( ¯ Malang: Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya
Sasana, 2010, hlm.37.
cc
Merekonstruksi berarti menyusun kembali setiap kepingan dari makna kebudayan nasional Indonesia yang telah
mengalami kehancuran akibat unsur-unsur asing yang diterima dan diadopsi begitu saja tanpa adanya filtrasi.
12
Kebudayaan di Indonesia berarti kebudayaan yang ada di Indonesia yang terdiri dari kebudayaan asli dan
kebudayan asing; sedangkan kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang lahir dan berasal dari
masyarakat Indonesia itu sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak luar/unsur asing manapun.
c
Soerjanto Poespowardojo, è  hlm 235.

ü
semakin tidak jelas sehingga berkembangnya dualisme kepribadian nasional Indonesia²pribadi
nasional Indonesia yang asli, yang menjunjung tinggi kebudayaan nasional Indonesia sembari
membuka diri terhadap budaya asing tanpa harus terbawa arus, dan pribadi ¯ nasional
Indonesia di mana kita menerima budaya asing dan meleburkannya dengan kebudayaan kita.
Menrekonstruksi. Demikianlah kata kerja yang digandeng dengan frase kebudayaan nasional
Indonesia. Penggandengan ini mau mengindikasikan bahwa pernah atau pada saat ini konsep
pemahaman kita mengenai kebudayaan nasional Indonesia mengalami dekonstruksi besar-
besaran di mana keterbukaan kita terhadap unsur-unsur asing malah semakin mengaburkan
pemahaman kita mengenai kebudayaan nasional Indonesia.
Perekonstruksian terhadap pemahaman kebudayaan nasional Indonesia ini, bukanlah untuk
memperpanjang polemik yang telah terjadi tetapi lebih dari itu sebagai bangsa Indonesia, kita
harus mempunyai patokan yang menjadi tolok ukur dalam mencintai dan melestarikan
kebudayaan nasional Indonesia. Sebab apa yang kita cintai dan lestarikan menjadi sebuah
kekosongan belaka ketika kita tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang kita cintai itu dan apa
yang harus kita lestarikan. Atau sebaliknya, kita mengetahui dan menyadari apa yang kita cintai
dan ingin kita lestarikan tetapi karena keterbukaan yang begitu besar terhadap kebudayaan asing
sehingga menyebabkan adanya ketergantungan yang luar biasa pada dunia luar, sehingga
terjadinya wajah ¯ dalam budaya kita. Ke- ¯-an dalam wajah budaya Indonesia inilah yang
secara perlahan mendekonstruksi makna dan nilai kebudayaan nasional Indonesia.
Inilah realitas kita sekarang. Realitas terkikisnya/ penghancuran makna dan nilai kebudayaan
nasional Indonesia. Realitas krisis yang terbesar dalam tubuh Indonesia. Realitas ¯
¯   

arti dan makna kebudayaan nasional Indonesia sebagai proses dan hasil cipta anak bangsa dalam
membentuk diri dan menafsirkan identitas diri yang berinteraksi dengan lingkungan budaya
sehingga setiap orang memolakan seluruh aspek dalam dirinya berdasarkan nilai yang dihayati
dari kebudayaan.
Realitas pendekonstruksian inilah yang harus kita sadari sejak dini bahwa Indonesia dengan
segala kekayaan kebudayaan yang dimiliki sebagai cetusan dari kekayaan budaya daerah itulah
yang harus dilestarikan dan diangkat bukan sebaliknya kita mengangkat dan menjunjung tinggi
unsur-unsur budaya asing. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan nasional
Indonesia adalah ³puncak-puncak dari kebudayaan daerah.´ 14 Puncak-puncak inilah yang harus

14
Koentjaraningratè  hlm. 109.


dibina dan dipupuk sebagai sesuatu yang dihayati di dalam masyarakat agar mampu memberikan
benih serta unsur-unsur dalam kebudayaan nasional. 15 Unsur-unsur tersebut merupakan ³yang
khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengindentifikasikan diri dan
16
menimbulkan rasa bangga.´ Karena apa yang khas dan bermutu inilah yang oleh
Koentjaraningrat dinamakan kebudayaan nasional. Dari sini kita dapat mengatakan bahwa
kebudayaan Nasional Indonesia yang ada kini, yang kita bangga-banggakan pada dasarnya lahir
dan berakar dari kebudayaan daerah. Oleh karena itu, sejajar dengan pendapat Sanusi Pane kita
harus sadar bahwa sebagai manusia Indonesia kita tidak boleh melupakan sejarah dan tidak
terjebak di dalam provinsialistis yang mengutamakan atau mengagung-agungkan sifat
kedaerahan yang berlebihan.17
Pengrekonstruksian ini secara tak langsung mau menghantar kita pada akar, dasar dari
kebudayaan nasional. Bahwa kebudayaan nasional kita yang harus kita junjung tinggi yang
selama ini kita abaikan adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah yang asli tanpa pengaruh
dari unsur luar manapun yang menjadi suatu sistem gagasan dan pralambang yang memberi
identitas kepada warga negara Indonesia, yang dapat dipakai oleh semua bangsa Indonesia untuk
saling berkomunikasi dan memperkuat solidaritas. Oleh karena itu, di dalam dirinya kebudayaan
nasional Indonesia merupakan hasil karya bangsa Indonesia, yang mengandung ciri-ciri khas
Indonesia dan di atas semuanya itu bernilai dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.18
Jadi, merekonstruksi kebudayaan nasional Indonesia bukan berarti kita mengonsepkan suatu
arti yang baru mengenai kebudayaan nasional Indonesia, bukan juga kita bersikap atau menjadi
regresif. Tetapi sebaliknya, menjadi progresif, bahwa saatnya telah datang, kebudayaan nasional
Indonesia dalam mencapai tujuan modernisasi di segala bidang kehidupan, sikap dan politik,
tetap mencerminkan kepercayaan pada diri sendiri, sadar akan kekuatan diri sendiri, kekuatan
yang juga dihasilkan oleh nilai-nilai tradisional yang baik, sehingga kita berani berhadapan
dengan pengaruh-pengaruh kebudayaan dari dunia luar dan tidak bergantung dan mengadopsi
begitu saja pengaruh dari dunia luar.19 Di sinilah tampak dengan jelas interaksi yang harmonis
antara     dan ¯  di mana kita tidak hanya berada dan berputar pada zona ¯ 
15
Soerjanto Poespowardojo, è  hlm. 309.
16
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/BudayaIndonesia yang diakses pada tanggal 08 Oktober 2010.
17
Koetjaraningrat, è 
18
Ir. M. Munandar Soelaeman Ms, ¬  ( ¯  
 
    , Bandung: Eresco, 1991, hlm. 43. Bdk.
Koentjaraningrat, Persepsi tentang kebudayaan Nasional dalam Alfian (ed.),  

 
   
 ¯   Gramedia: Jakarta, 1985, hlm. 111.
19
Bdk. J. W. M. Bakker, SJ, è , hlm. 132-133.


tetapi kita berani masuk, kembali ke akar kebudayaan kita, dengan menyadari akan pengaruh
yang diberikan oleh dua unsur kebudayaan yang tak tampak itu dalam mengembangkan dan
member makna kepada kebudayaan nasional Indonesia. Oleh karena itu, kebudayaan nasional
Indonesia itu tidak hanya berhenti pada apa yang tampak (bahasa daerah, tarian daerah, kesenian
daerah, lukisan, ukiran atau pahatan dan lain sebagainya) tetapi lebih dari itu kebudayaan
nasional Indonesia merupakan ³kesatuan budaya yang tumbuh dari dalam´, 20 yang sebagian
besar unsurnya tidak bisa dilihat, jauh lebih kaya, yang merupakan sebuah cetusan dari akal budi
masyarakat, inti hati dari pemahaman diri masyarakat, cara bagaimana masyarakat menafsirkan
dirinya, sejarah dan tujuan-tujuannya sehingga adanya integritas dan kesatuan dalam kebudayaan
nasional Indonesia.21 Kekayaan dan unsur yang tak dapat dilihat inilah yang kerap membuat kita
lupa akan identitas kita sebagai bangsa Indonesia sehingga kita tersandung dan terjebak pada
kedangkalan dalam memahami kebudayaan nasional Indonesia.

 ‘ j 
Seiring perjalanan waktu, kebudayaan nasional Indonesia telah (bahkan sedang)
merealisasikan dirinya dengan menunjukkan sikap yang terbuka yang selalu aktif²membuka
diri bagi kebudayaan lain²dan positif²menghargai kebudayaan asing sebagai sarana dalam
menemukan nilai yang lebih tinggi dan luhur sehingga kebudayaan kita semakin diperkaya.
Akan tetapi perlu disadari bahwa, kebudayaan nasional mencapai puncak dan semakin bermakna
ketika kebudayaan nasional Indonesia mampu mempertahankan bukan hanya eksistensinya
melainkan esensinya yang dapat memberi kehidupan dan kekuatan sehingga kebudayaan
nasional Indonesia tetap berada pada posisi yang dapat memberikan makna bagi seluruh bangsa
Indonesia.
Di samping itu, apa itu kebudayaan nasional Indonesia akan tetap menjadi sebuah pertanyaan
reflektif bagi kita yang menamakan diri bangsa Indonesia sehingga kita sadar akan identitas kita
sebagai bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya kita dapat bertanggung jawab dengan
menggandengi identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya ke tingkat internasional. 

Ô
Soerjanto Poespowardojo, è  hlm. 236.
21
M. Sastrapratedjo,S.J., è hlm. 24.

*
À  j  
À
 

Alfian (ed.).  


   ¯   Gramedia: Jakarta, 1985.

Bakker, J.W.M.,  
 ¯  x   , Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Isharianto, Rafael (penyunting),   ¬  ¬ 


  ¯  
( ¯ Malang:
Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana, 2010.

Kleden,Ignas. x ¬ ¯    ¯   Jakarta: LP3S, 1987.

Kusumohamidjojo, Budiono Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia, Yogyakarta dan


Bandung: Jalasutra-2009

Lubis, Mochtar,  ( ¯  


 ¯  
  ¯
 ) ¬   " 
 ¯  *+
¯ ,) - Jakarta: Obor, 1993.

Mashad, S., Abdul Kanim . x  , Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006.

Poespowardojo, Soerjanto. x    ¯  x    ¯    



 Gramedia:
Jakarta, 1989.

Sastrapratedjo, M., S.J. ³Filsafat Pancasila dalam Kehidupan Budaya Bangsa´. Dalam Jurnal
Filsafat, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Gadjah Mada, 26 Desember, 1996.

Soelaeman, Ir., M., Munandar, Ms. ¬  ( ¯  


 
    . Bandung: Eresco,
1991.




http://interlink.mines.edu/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM?CMSPAGE=
Outreach/interlink/LESSONS/TEACHERS/CURRICUL/LYNN/IB4.HTM diakses pada tanggal
25 Oktober 2010.

http://pusakacita.wordpress.com/2008/02/19/kebudayaan-kita-semakin-tergusur/ yang diakses


pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://celebrity.okezone.com/read/2010/08/30/33/368011/yovie-prihatin-dengan-kondisi-budaya-
nasional yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://rimanews.com/node/3031 yang diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia yang
diakses pada tanggal 21 Oktober 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/BudayaIndonesia yang diakses pada tanggal 08 Oktober 2010.

º


Anda mungkin juga menyukai