Anda di halaman 1dari 13

Oleh : Edy Santosa

Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ketahanan Nasional


UGM Tahun 2009

Soal No. 1

Dalam merumuskan Telstranas antara lain dilakukan analisa terhadap


perkembangan lingkungan strategik, bagaimana proses analisa tersebut
dilakukan ?. Jelaskan secara singkat !

Jawab :

Pengidentifikasikan isu strategik merupakan jantung dari proses


perencanaan strategik. Misi organisasi (dalam tulisan ini pemerintah) sering secara
eksplisit maupun implisit dimaknai sebagai suatu isu. Isu strategik sangat penting,
karena berperan sentral dalam pengambilan keputusan politis. Pengambilan
keputusan politis selalu beranjak dari isu-isu. Perencanaan strategik dapat
meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan dengan cara membingkai
isu-isu yang penting dan mengirim isu-isu tersebut kepada pengambil kebijakan.
(“Mengidentifikasi Isu Strategik”, Materi Diklatpim Tk.IV-2009. LAN RI).

Apabila isu strategik berhasil diidentifikasi, maka selanjutnya disusun


kerangka rincinya dalam beberapa subsekuensi, beberapa keputusan, dan
kerangka aksi. Apabila isu strategik berhasil dirinci seperti demikian, maka secara
politis akan mudah diterima dan lebih lanjut secara teknis dan administratif dapat
lebih mudah dikerjakan. Bahkan, secara filosofis dapat dikaitkan dengan nilai dan
dasar organisasi baik ditinjau secara moral etis maupun legal. Identifikasi isu
strategik secara tipikal harus melalui serangkaian proses berjenjang yang harus
dilakukan pelaku perencanaan strategik.

Berkenaan dengan penyusunan isu strategik, terdapat tiga hal penting untuk
diperhatikan, yaitu (1) krisis kepercayaan dapat menyebabkan perubahan karakter
organisasi; (2) setelah menyelesaikan langkah pengidentifikasikan isu strategik ini,
maka pembuat keputusan kunci dalam organisasi memutuskan perlu mendorong
penguatan karakter organisasi; dan (3) penguatan karakter organisasi hanya dapat
1

tumbuh apabila para perencana mempertanyakan pendekatan konvensional


(“Mengidentifikasi Isu Strategik”, Materi Diklatpim Tk.IV-2009. LAN RI).

Dengan proses identifikasikan isu strategik tersebut diharapkan


menghasilkan agenda isu strategik yang dapat digunakan organisasi. Agenda ini
merupakan suatu intermediate outcome yang dapat berkontribusi pada hasil utama,
yaitu : Pertama, tercapainya daftar isu-isu yang dihadapi organisasi. Daftar isu
dapat berasal dari beberapa sumber, namun harus disimpulkan hati-hati oleh para
palaku perencanaan strategik. Kedua, pemilahan daftar isu-isu ke dalam dua
kategori, yaitu kelompok isu strategik dan kelompok isu operasional. Ketiga,
adanya pengaturan isu strategik secara berurutan berdasarkan prioritas, logika,
dan/atau daftar isu sementara.

Strategi adalah kegiatan, mekanisme, atau sistem untuk mengantisipasi


secara menyeluruh dan meramalkan pencapaian tujuan ke depan melalui
pendekatan rasional. Strategi ini disusun dengan memadukan antara kekuatan
(strength, S) dengan kelemahan (weakness, W), peluang (opportunity, O), dengan
ancaman (threath, T) yang dikenal sebagai strategi SWOT. Strategi S-O
dimaksudkan sebagai upaya memaksimalkan setiap unsur kekuatan yang dimiliki
untuk merebut setiap unsur peluang yang ada seoptimal mungkin, sedangkan
strategi W-O dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masing-masing unsur
kelemahan agar dapat memanfaatkan seoptimal mungkin setiap unsur peluang
yang ada, sementara strategi S-T dimaksudkan sebagai upaya untuk
memaksimalkan setiap unsur kekuatan dalam upaya menangkal dan menundukkan
setiap unsur ancaman atau tantangan seoptimal mungkin.

Dengan demikian akan diperoleh berbagai strategi pilihan yang merupakan


hasil perpaduan antar unsur kekuatan, kelemahan, dan peluang. Masing-masing
strategi pilihan tersebut harus diuji kembali relevansi dan kekuatan relasinya
strategi nasional yang dikehendaki oleh Pemerintah.

Soal No. 2
2

Perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia pernah mengalami keisis


nasional, kepemimpinan Soekarno berakhir dengan krisis, demikian pula
dalam kepemimpinan Soeharto, (Krisis Nasional Tahun 1965, Krisis Nasional
Tahun 1998, Krisis Nasional Tahun 2008), apa penyebab krisis tersebut ?

Jawab :

a. Krisis Nasional Tahun 1965.

Krisis nasional adalah suatu kondisi nasional dimana seluruh bangsa


mengalami kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa yang
mengkhawatirkan kelangsungan kehidupan bangsa, sehingga memerlukan
perhatian segenap komponen bangsa untuk mendahulukan kepentingan
negara dan bangsa.

“ Krisis nasional Tahun 1965 yang kemudian diikuti oleh jatuhnya


kepemimpinan presiden Soekarno, disebabkan oleh sikap konsekuen
Soekarno yang mendasarkan diri pada pengenalan mendalam atas
siasat imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme”. (A.S. Munandar ,
dalam pertemuan besar ” Peringatan 40 Tahun Peristiwa Tragedi Nasioal 65”, di
Dieman (Nederland) pada tanggal 15 Oktober 2005).
“ Di depan Sidang Umum ke-IV MPRS tanggal 22 Juni 1966,
Presiden Soekarno membacakan Pidato Nawaksara, dan pimpinan
MPRS melalui keputusannya No. 5/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli
1966, meminta Presiden Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.
Kemudian pada 10 Januari 1967, Bung Karno menegaskan bahwa atas
dasar penyelidikannya yang seksama peristiwa G30S “ditimbulkan
oleh pertemuannya” tiga sebab, yaitu: a) keblingeran pimpinan PKI,
b) kelihaian subversi nekolim, c) memang adanya oknum-oknum yang
‘tidak benar’”. ("Proses Pelaksanaan Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996
Tentang Tanggapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Terhadap Pidato Presiden/Mandataris MPRS di Depan Sidang Umum
Ke-IV MPRS Pada Tanggal 22 Juni 1966”).

MPRS yang sudah “dicopoti” semua elemen yang mendukung Bung


Karno dan yang kritis terhadap AD menolak pidato Presiden. Melalui
penyalahgunaan “supersemar”, akhirnya Presiden Soekarno diturunkan dan
sampai meninggal berstatus ‘tahanan rumah’. Jatuhnya kepemimpinan
Soekarno merupakan peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah,
terhadap terjadinya krisis nasional.
3

Pada tanggal 9 Februari 1967, DPR-GR mengeluarkan Memorandum


mengenai Pertanggungan-jawab dan Kepemimpinan Presiden Soekarno dan
Persidangan Istimewa MPRS. Pada tanggal 25 Februari 1967, Pemerintah
mengeluarkan Keterangan Pers, mengenai telah dilakukannya penyerahan
kekuasaan pemerintahan negara oleh Soekarno kepada Pengemban
Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966, yakni Jenderal Soeharto.

Pada tanggal 7 Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa


dengan menghasilkan 26 Ketetapan. Ketika sidang MPRS itu dilakukan,
hasilnya, antara lain (seperti dituangkan dalam TAP MPR No.
XXXIII/MPRS/1967), yakni Mencabut Kekuasaan Pemerintah dari Presiden
Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga
dilaksanakannya Pemilu.

Dari uraian diatas, Penulis berpendatan bahwa krisis nasional yang


terjadi pada tahun 1965 disebabkan oleh beberapa hal :

1) Penolakan Pidato pertanggungjawaban Priseden Soekarno pada


sidang istimewa MPRS.

2) Pimpinan PKI yang menyalahgunakan kepercayaan Soekarno.

3) Adanya kolusi antara kelompok neokolonialisme dengan petinggi


TNI-AD, karena kelompok neokolonialisme tidak menginginkan prinsip
berdikari Soekarno, yang menutup investasi asing.

4) Adanya “Oknum” yang ingin mengambil alih kekuasaan.

b. Krisis Nasional Tahun 1998.


Presiden Soeharto memimpin selama 32 tahun, banyak prestasi yang
dapat dicapai selama pemerintahan Presiden Soeharto, pertumbuhan
ekonomi meningkat pesat, pembangunan dapat dilaksanakan, bahkan
Presiden Soeharto disebut sebagai “Bapak Pembangunan”.

Setelah lebih 30 tahun pemerintahan Presiden Soharto, krisis nasional


terjadi. Krisis yang terjadi pada bulan Juli 1997, dimulai dengan krisis
4

moneter, seperti melemahnya secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi. Krisis
ekonomi akibat rusaknya tatanan ekonomi nasional, dan rusaknya tatanan
kehidupan politik menyebabkan kondisi perpolitikan nasional bergejolak
secara cepat yang berakhir dengan kejatuhan Presiden Soeharto. Krisis
ekonomi dan krisis politik saling berkaitan dengan erat, demikian pula
dengan tatanan hukum di Indonesia. Hukum cenderung digunakan untuk
kepentingan penguasa sehingga fungsi hukum bukan untuk memberikan
keadilan, tetapi untuk memberikan keistimewaan kepada mereka yang
berkuasa dan memiliki uang. Krisis hukum ini menjadikan hukum tidak
berfungsi sebagai pelindung keadilan malah menciptakan banyak
ketidakadilan terutama bagi rakyat kecil. Rasa aman, damai dan tenteram
tidak dapat dirasakan oleh rakyat banyak. Sebagai akibat hukum tidak
memberikan perlindungan keadilan, maka hukum diambil ketangan mereka
sendiri dan karena akhirnya muncul krisis etika dan moral bangsa yang
ditandai dengan merebaknya tindak kekerasan, penjarahan, perampokan
massal, dan meningkatnya tindak kriminal di masyarakat. Etika dan moral
yang menjadi pegangan cenderung melemah dan kejernihan berpikir untuk
selalu bertindak dan berbuat yang benar mulai kehilangan arah. Krisis
kepercayaan muncul karena akumulasi krisis yang merasuk masuk ke segala
lapisan masyarakat, dan kepercayaan masyarakat kepada aparatur negara
sangat memprihatinkan. Krisis kepercayaan inilah yang kemudian
menyebabkan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat menuntut
presiden Soeharto untuk mundur.

Pada era kepemerintahannya presiden Soeharto, selain krisis


dibidang Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya, sebenarnya juga dihadapkan
pada krisis dibidang Idelogi dan hankam. Dibidang Ideologi, Pancasila
sebagai Ideologi negara telah diselewengkan oleh pemerintah berkuasa
dengan menjadikan Pancasila sebagai doktrin resmi yang
dioperasionalisasikan secara represif oleh aparatur pemerintah dalam
5

berbagai kesempatan (misal keharusan mengikuti penataran P4, Litsus,dll),


sehingga tingkat pemahaman P4 kemudian menjadi ukuran bagi sesuatu
yang oleh negara dianggap sebagai kadar komitmen terhadap Pancasila.
Persoalan muncul bukan pada nilai–nilai ideal yang terkandung dalam P4,
namun terletak pada kesenjangan antara nilai–nilai ideal dalam penjabaran
Pancasila dengan praktek kenegaraan.  Tak hanya itu,Pancasila pun
digunakan sebagai instrumen untuk melakukan penataan politik yang
muaranya adalah menjaga legitimasi dan stabilitas kekuasaan rezim yang
berlangsung.  Atas nama Pancasila,penguasa secara sewenang–wenang
melakukan tindakan represi terhadap masyarakat kritis yang dianggap
potensial menjadi ancaman bagi kekuasaan. 

Sementara dibidang Hankam, sebuah penelitian tentang


perbandingan kekuatan politik militer era orde baru dengan era reformasi,
menyebutkan bahwa : “ pada masa era orde baru yang dipimpin oleh Presiden
Soeharto, militer dijadikan sebagai kekuatan politik yang dominan dan stabilisator,
militer sebagai kekuatan negara, sebagai kekuatan politik. Peran militer pada masa
pimpinan Soeharto, bukan saja sebagai pertahanan dan keamanan negara, militer juga
berkecimpung dalam politik praktis”.Yusuf Yazid, Pusat Kajian Politik dan Militer, dalam “Di
Antara Sipil dan Militer”, 6 Pebruari 2003. 

Berbagai krisis tersebut juga berimplikasi terhadap seluruh aspek


kehidupan bangsa Indonesia. Keseluruhan krisis ini saling terkait sehingga
membentuk satu masalah yang kompleks dan rumit sehingga terjadi krisis
multidimensi. Peta krisis ini merupakan indikasi bahwa krisis nasional sudah
sedemikian parah.

Dari uraian diatas, Penulis berpendatan bahwa krisis nasional yang


terjadi pada tahun 1998 disebabkan oleh hal sebagai berikut:

1) Terjadinya krisis kepercayaan kepada pimpinan nasional


(Aparatur Penyelenggara Pemerintahan).
6

2) Terjadinya kesalahan dalam membangun tatanan kehidupan


dinamis bangsa Indonesia baik pada aspek Ideologi, Politik, Ekonomi,
Sosial Budaya, dan Hankam.

c. Krisis Nasional Tahun 2008.


Pada tahun 2008, bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan
penting bagaimana mengatasi masalah dampak krisis ekonomi global. Krisis
perekonomian global yang terjadi pada tahun 2008 memberi pelajaran
mengenai pentingnya tindakan antisipasi serta sikap konservatif dalam
menyikapi indikasi krisis.

Selain dampak krisis ekonomi global, Indonesia juga dilanda krisis


kepemimpinan nasional, salah satu indikasinya adalah dalam pelaksanaan
pemilu Pres/Wapres 2009, para pesertanya masih tokoh-tokoh lama, untuk
jangka lima tahun kedepan kondisi ini masih belum jelas apakah bisa
teratasi. Pendapat senada dilontarkan pendiri Forum Indonesia Muda (FIM)
Elmir Amien di sela-sela kegiatan “Leadership Lifeskill Training” tokoh
pemuda dan mahasiswa tingkat nasional angkatan VII di kawasan Bumi
Perkemahan Cibubur Jakarta, yang berakhir 03 Mei 2009. Partai-partai besar
pada umumnya kurang memiliki landasan kaderisasi yang kokoh, sehingga
kerap mengalami kesulitan saat harus melakukan transformasi
kepemimpinan. Krisis kepemimpinan juga dikemukakan oleh THC (The
Habibie Center), dalam salah satu seminar berjudul "Krisis Kepemimpinan
dan Kepemimpinan dalam Krisis: Refleksi THC tentang Kepemimpinan
Nasional", tanggal 25 November 2008, bertempat di Ballroom Hotel Gran
Melia.

Ada beberapa hal menarik disampaikan dalam refleksi THC tentang


kepemimpinan nasional antara lain: Pertama, sesungguhnya banyak potensi
(muda) yang berkualitas di partai maupun sumber yang lain untuk jadi
presiden, masalahnya adalah sedang terjadi "sumbatan" pada proses
rekruitmen dan aktualisasi potensi calon. Kedua, THC juga mencermati
7

bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami sindrom kepemimpinan "semu"


(quasi leadership syndrome). Attitude lebih sebagai politisi dari pada sebagai
pemimpin (leader); Behavior lebih transactional daripada transformative; dan
dalam action dan decision lebih simbolik (hadir secara fisik yang dirundung
krisis, kunjungan ke lokasi bencana) daripada functional (aksi nyata berupa
keputusan atau kebijakan yang tertata, terukur dalam mengatasi persoalan
secara tepat dan cerdas). Ketiga, THC berpendapat bahwa banyak
pemimpin saat ini melihat kekuasaan sebagai tujuan dan bukan sebagai alat
mencapai tujuan. Kepemimpinan transactional lebih diambil dengan
pertimbangan "untung rugi" seperti perdagangan, bukan benar-salah atau
tepat-melenceng; mengandalkan hard power seperti perintah, reward,
hukuman dan kepentingan pribadi (self interest) sementara kepemimpinan
transformative berorientasi pada perubahan demi mencapai tujuan, dengan
melibatkan sebanyak mungkin pengikut serta lebih memanfaatkan soft power
seperti; memberi contoh, memotivasi pengikut untuk memiliki idealisme
dalam mencapai tujuan.

Dari uraian diatas, Penulis berpendat bahwa pada tahun 2008,


Indonesia mengalami Krisis Nasional di bidang Kepemimpinan Nasional.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

1) Terjadi kelangkaan tokoh yang memiliki figur sebagai pemimpin


nasional yang “Ideal”.

2) Kurangnya peran partai politik dalam melakukan kaderisasi.

3) Terjadinya sindrom kepemimpinan.

4) Banyak pemimpin saat ini melihat kekuasaan sebagai tujuan,


bukan sebagai alat mencapai tujuan.

Soal No. 3
8

Tantangan dan resiko dari end-environment analisys menghasilkan isu-


isu strategik. Menurut anda isu-isu strategik apa saja yang berkembang saat
ini ?. Sebutkan isu strategik dari setiap aspek kehidupan bangsa yang saat ini
yang perlu prioritas untuk diwaspadai dan diantisipasi.

Jawab :

Di era globalisasi saat ini, isu-isu yang diusung oleh pemerintah harus
melihat dan mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategik, baik pada
tingkat global, regional maupun nasional, dari perkembangan lingkungan strategik
tersebut akan terjadi perubahan yang berlangsung secara cepat. Karena
perkembangan lingkungan strategik bersifat dinamis, maka perubahan yang
terjadipun melingkupi pada banyak hal, disamping aspek trigatra yang cenderung
bersifat statis, perubahan yang cukup signifikan terjadi pada aspek Ideologi,
ekonomi, politik dan sosial budaya dan hankam.

Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan pengaruh, baik yang bersifat


positif maupun negatif. Dari pengaruh positif perlu dimanfaatkan sebagai peluang
dan pengaruh negetif yang merupakan kendala perlu diantisipasi kemudian
dieliminir. Berbagai pengaruh tersebut akan menentukan koreksi yang harus
dilakukan terhadap strategi nasional. Dengan demikian, isu-isu yang terjadi akibat
perkembangan lingkungan strategik haruslah diwaspadai dan diantisipasi agar
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Isu-isu strategik yang dapat mempengaruhi strategi nasional dalam


melaksanakan pembangunan nasional perlu diwaspadai dan diantisipasi serta perlu
mendapatkan prioritas diantaranya adalah :

a. Isu strategik di bidang Ideologi.


Penguatan Ideologi Pancasila
1) Tantangan : Kehadiran Ideologi diluar Pancasila (Ideologi
keagamaan, liberalisme dan kapitalisme, dan Ideologi Kosmopolitan)
2) Resiko : Tergersernya Ideologi Pancasila.

b. Isu strategik di bidang Ekonomi.


9

1) Perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja


a) Tantangan : Kemampuan mengatasi dampak krisis ekonomi
global, sehingga perekonomian nasional tetap stabil dan mampu
menciptakan peluang kerja.

b) Resiko : Semakin meningkat angka kemiskinan dan


pengangguran.

2) Perbaikan kinerja dan stabilitas ekonomi makro


a) Tantangan : Pemeliharaan kinerja dan stabilitas dalam hal
nilai tukar rupiah, cadangan devisa, laju inflasi dan fiskal; dan
Pemantapan kondisi perbankan dan lembaga keuangan.

b) Resiko : Krisis ekonomi tidak teratasi.

c. Isu strategik di bidang Politik.


1) Pembenahan Politik dan Sistem Hukum
a) Tantangan : Substasi hukum, Struktur hukum dan budaya
hukum belum optimal.(Peraturan perundang-undangan tumpang
tindih dan inkonsistensi, Penegakan hukum rendah, dan budaya
hukum masyarakat rendah)

b) Resiko : Penegakan dan kepastian hukum tidak berjalan


secara berkesinambungan.
c)

2) Perwujudan lembaga demokrasi yang semakin kokoh.


a) Tantangan : Belum optimalnya implementasi peran dan
fungsi lembaga-lembaga politik.

b) Resiko : Momentum konsolidasi demokrasi yang sudah


terbentuk menjadi rusak dan tidak berkelanjutan.

d. Isu strategik di bidang Sosial Budaya.


1) Peningkatan kualitas SDM
a) Tantangan : Meningkatkan SDM yang mampu bersaing
secara global.
10

b) Resiko : Generasi mendatang kurang berkualitas.

2) Peningkatan akses layanan kesehatan kepada masyarakat.


a) Tantangan : Kemudahan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan.

b) Resiko : Derajat kesehatan masyarakat rendah.

3) Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama


a) Tantangan : Meningkatan Kualitas Pelayanan dan
Pemahaman Agama serta Kehidupan Beragama dan
Peningkatan Kerukunan Intern dan Antar umat Beragama

b) Resiko : Terjadi konflik antar agama.

e. Isu strategik di bidang Hankam.


1) Pencegahan dan penanggulangan separatisme.
a) Tantangan : Tantangan terbesar Integrasi di provinsi Papua
dan Nangroe Aceh Darussalam. Ada sebagian masyarakat yang
mengkhawatirkan kemenangan partai lokal dalam pemilu
legislatif 2009 di provinsi NAD, gangguan keamanan di provinsi
Papua akhir-akhir ini meningkat.

b) Resiko : Lepasnya kedua provinsi tersebut dari wilayah NKRI


cukup tinggi.

2) Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas

a) Tantangan : Tantangan terbesar yaitu : Kriminalitas belum


ditangani secara optimal; Meningkatnya ancaman kejahatan
transnasional terhadap keamanan dalam negeri; dan Lemahnya
Penegakan Hukum.

b) Resiko : Resiko terhadap keamanan dan ketertiban


masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tidak dapat
11

terjamin. Kondisi ini dapat berakibat pada tingkat eskalasi


gangguan Kamtibmas yang cukup tinggi.

3) Peningkatan kemampuan Sistem Pertahanan Negara


a) Tantangan : Tantangan terbesar yaitu kemampuan untuk
mempertahankan seluruh wilayah NKRI dari berbagai ancaman
militer maupun nirmiliter baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, dihadapkan pada keterbatasan anggaran Hankam.

b) Resiko : Kemampuan cegah tangkal melemah, terjadi


assymetric threat dari militer negara lain, dan kejahatan lintas
negara meningkar, serta gangguan keamanan lainnya tidak
dapat teratasi.

Dari uraian diatas, Penulis berpendapat, karena lingkungan strategik bersifat


dinamis, maka isu-isu strategik yang perlu dijadikan prioritas untuk diwaspadai dan
diantisipasi adalah isu-isu yang terkait dengan aspek kehidupan dimanis bangsa
Indonesia yaitu di aspek Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Oleh sebab itu, dalam menyusun strategi nasional perlu mencarikan solusi untuk
mengatasi berbagai tantangan yang berkembang pada lingkungan strategik.

Untuk memperjelas pembahasan ini Penulis melampirkan :

a. Matrik analisis perkembangan lingkungan strategis.

b. Kerangka pikir.

c. Alur pikir.
12

DAFTAR BACAAN

A.S. Munandar, dalam pertemuan besar ” Peringatan 40 Tahun Peristiwa Tragedi


Nasioal 65”, di Dieman (Nederland) tanggal 15 Oktober 2005).

Asvi Warman Adam, Kontroversi Gerakan 30 September, Pusat Studi Sejarah dan
Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Medan.

Elmir Amien, Forum Indonesia Muda (FIM) kegiatan “Leadership Lifeskill Training”
tokoh pemuda dan mahasiswa tingkat nasional angkatan VII di kawasan
Bumi Perkemahan Cibubur Jakarta, 3 Mei 2009.

Keputusan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004 – 2009.

Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP), Anwar Ma'ruf dan Rendro
Prayogo, Tragedi Mei 1998 adalah Tumbal Krisis Kapitalisme Global dan
Kekuasaan Borjuis, Jakarta, 13 Mei 2009.

LAN RI, “Mengidentifikasi Isu Strategik”, Materi Diklatpim Tk.IV-2009.

Lokakarya terbatas “Rancangan Penulisan Buku Krisis Nasional 1965”, Jakarta 12-
13 April 2005.

Mabes TNI, Pokok-Pokok Pikiran ABRI Tentang Reformasi Menuju Pencapaian


Cita-Cita Nasional, Jakarta, 1998.

Pidato NAWAKSARA Bung Karno, pidato pertanggungjawaban sikapnya kepada


MPRS, Jakarta 10 Januari 1967.

Proses Pelaksanaan Keputusan MPRS No.5/MPRS/ 1996 Tentang Tanggapan


Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Terhadap
Pidato Presiden/Mandataris MPRS di Depan Sidang Umum Ke-IV MPRS
Pada Tanggal 22 Juni 1966.

Randy R. Wrihatnolo, Identifikasi Isu Strategik, Jakarta 16 April 2009.

THC (The Habibie Center), dalam salah satu seminar berjudul "Krisis
Kepemimpinan dan Kepemimpinan dalam Krisis: Refleksi THC tentang
Kepemimpinan Nasional", tanggal 25 November 2008, di Ballroom Hotel
Grand Melia.

Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005 – 2025.

Yusuf Yazid, Pusat Kajian Politik dan Militer, dalam “Di Antara Sipil dan Militer”, 6
Pebruari 2003. 

Anda mungkin juga menyukai