Anda di halaman 1dari 6

MENINJAU PRAKTIK PASAR BEBAS DARI PERSPEKTIF ETIKA:

ETIS ATAU TIDAK?

BAB I
PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini, praktik pasar bebas sering dilakukan oleh beberapa Negara
untuk mempermudah para pelakunya untuk mendapatkan profitabilitas yang tinggi.
Meskipun tidak semua Negara menganut perdagangan tersebut, namun di
perdagangan internasional diperkirakan menuju ke arah pasar bebas dimana
persaingan yang terjadi adalah persaingan sempurna.
Pasar bebas (free market competition) merupakan pasar dimana di dalamnya
tidak ada unsur intervensi dari pemerintah. Mekanisme pasar atau tarik ulur demand
dan supply adalah yang mendasari berjalannya transaksi pasar. Jadi pasar bebas dapat
diartikan bahwa segala sesuatu yang ada dalam dinamika pasar, tidak dikendalikan
oleh pemerintah.
Jika berbicara mengenai konteks etika, maka hal yang ada dalam benak kita
adalah perilaku benar dan salah. K. Berten (2000) mendefinisikan etika sebagai
penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah namun pada suatu
wilayah perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan eknomi dan bisnis. Yang
menjadi permasalahan disini adalah sering kali pelaku bisnis dihadapkan pada
masalah moralitas dalam membuat keputusan, sehingga dia harus menentkan apakah
harus mengambil tindakan tertentu atau meninggalkannya. Tindakan tersebut,
pastinya juga akan diperhitungkan oleh pelaku bisnis bahwa segala tindakan memiliki
opportunity cost yang ada nilai keuntungannya.
Bedasarkan pemaparan pasar bebas dan etika, timbul suatu pertanyaan bahwa
apakah praktik pasar bebas etis? Perlukah etika dalam praktik pasar bebas?
Bagaimana pasar bebas dapat dijalankan secara etis?
BAB II
PEMBAHASAN

Terminologi Pasar Bebas


Pasar dalam bisnis diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk
bertransaksi atas suatu barang atau jasa. Disisi lain, pasar merupakan peluang
potensial adanya permintaan dan penawaran akan suatu barang atau jasa. Bebas
berarti tidak bersyarat, terserah individu yang menganut, tanpa paksaan dan
sebagainya.
Jika dua kata tersebut dirangkai maka maknanya akan menjadi pasar yang
menjamin adanya kebebasan dan tidak bersyarat bagi pelakunya. Hal inilah yang
mendasari kesalah-kaprahan dalam memaknai pasar bebas, bahwa segala sesuatunya
bebas bagi masing-masing individu, tanpa mempedulikan etika dalam kegiatan
bertransaksi. Padahal yang dimaksudkan bebas disini adalah tanpa paksaan dari
masing-masing pihak.

Ideologisasi Ekonomi
Wacana mengenai pasar bebas tidak terlepas dengan wacana idelogi ekonomi. Dalam
pembahasan sebelumnya, ada dua mainstream ekonomi yaitu sosialisme dan
liberalisme. Pertentangan Liberalisme dan Sosialisme merupakan dua ideologi yang
berbeda, yang menentukan keadaan ekonomi-politik bagi para penganutnya selama
abad ke-19 dan ke-20. Namun hingga sekarang, hampir tidak ada satupun Negara
yang menganut salah satu ideologi ekstrim tersebut, dan menggantinya dengan
ideologi campuran. Yang berbeda hanyalah kadar sosialisme/kapitalisme yang diukur
melalui perhitungan Keynessian.
Seperti dalam ajaran Marxisme oleh Karl Marx dan Fredrich Enggels,
ideologi ekonomi sosialisme mengacu pada adanya campur tangan pemerintah dalam
aktivitas ekonomi. Dengan adanya campur tangan pemerintah, diharapkan timbul
kesejahteraan dengan pendapatan yang terdistribusikan dengan sama sesuai dengan
proporsinya. Bentuk ekstrim dari sosialisme adalah komunisme, dimana masyarakat
ekonomi diharuskan sama rata dan sama rasa. Segala kendali ekonomi berada di
tangan pemerintah, dan pemerintah yang memiliki kewenangan dalam membagi
pendapatan pada rakyatnya. Pada intinya, sosialisme menolak kepemilikan pribadi
atas modal/capital karena hal tersebut akan merugikan masyarakat kecil.
Di lain sisi, ajaran Liberalisme yang dipelopori oleh Adam Smith,
menginginkan adanya kompetisi dalam aktivitas ekonomi, yang mana pemerintah
tidak diperbolehkan ikut campur dalam kegiatan ekonomi. John Locke
mengemukakan hak kodrat manusia ada 3 yaitu: life, freedom, and property. Hak
milik adalah hak yg paling mendasar untuk memahami dua hak lainnya. Jadi dalam
ajaran liberalisme (kapitalisme), adalah suatu bentuk yang wajar jika seseorang akan
menjadi kaya dengan segala usahanya dan kepemilikannya (capital) dan
mengesampingkan orang lain yang miskin karena mereka tidak mencoba dan
berusaha dengan keras.
Secara harfiah, dapat dipastikan bahwa pasar bebas menganut aliran
Kapitalisme Adam Smith, dimana pemerintah tidak ikut campur tangan dalam
perekonomian.

Moralitas
David Gauthier mengemukakan bahwa pasar yang sempurna tidak membutuhkan
moralitas. Dalam hal ini moralitas tidak dibutuhkan lagi rambu-rambu moral karena
kepentingan pribadi masing-masing individu secara sempurna sesuai kepentingannya.
Seperti ajaran Adam Smith dalam liberalisme, bahwa segala sesuatu dinilai dengan
kepemilikan atas modal/capital, sehingga orang akan berpikir bahwa bagaimana
caranya mendapatkan laba yang maksimal, tanpa memperhatikan orang lain maupun
lingkungan sekitar.

Pasar bebas tetap dianggap pasar yang paling unggul dibanding pasar yang lain
karena pada pasar bebas mempunyai kata kunci efisiensi yang artinya memproduksi
barang atau jasa dengan kuantitas yang banyak, kualitas yang tinggi dan dengan biaya
yang rendah. Dengan adanya pasar bebas maka kompetisi akan terbentuk dengan
sendirinya. Pada kompetisi yang sempurna hendaknya para pelaku pasar mempunyai
kemampuan dan keterampilan yang sama. Namun pada hahekatnya para pelaku pasar
tidak mempunyai kemampuan ataupun keterampilan yang sama, sehingga hal ini
dapat menyebabkan adanya kanibalisme.

Seharusnya semua peserta dalam pasar bebas harus berlaku dengan fair. Kejujuran
merupakan tuntutan yang penting dalam hal ini. Namun, pada prakteknya untuk
mencapai tujuan perusahaan pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa
peduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.

Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan
semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan-
perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis yang harus dipatuhi
seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di
perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak
perusahaan melakukan pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan
perusahaan.

Prinsip keterbukaan informasi tentang kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar di


BEJ, misalnya seringkali dilanggar dan jelas merugikan para pemangku kepentingan
(stakeholders),terutama pemegang saham dan masyarakat luas lainnya.Berbagai kasus
insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang di-suspend perdagangan
sahamnya oleh otoritas bursa menunjukkan contoh praktik buruk dalam berbisnis.
Belum lagi masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumber
daya alam dengan alasan mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa
memperhitungkan daya dukung ekosistem lingkungan. Padahal etika sangat penting,
karena:
• Etika digunakan pada keadilan sosial untuk mengurangi dampak
ketidaksamaan kemampuan pada setiap pemain pasar bebas.
• Etika sebagai jaminan agar kompetisi dapat berjalan dengan baik dari sudut
moral.
BAB III
PENUTUP

Praktik pasar bebas memang tidak dapat dihindarkan dari perekonomian global.
Dapat disimpulkan bahwa pasar bebas memang tidak bisa dibilang etis karena banyak
masalah moral yang disampingan dalam praktiknya.
Meskipun tidak ada pasar bebas yang benar-benar murni dalam penerapannya,
hendaknya para pelaku pasar bebas tetap memperhatikan etika yang ada sehingga
tidak ada pihak-pihak lain yang dirugikan mengingat pada intinya kegiatan ekonomi
adalah untuk pemenuhan kebutuhan masing-masing individu yang bersifat mutual.

Anda mungkin juga menyukai