Anda di halaman 1dari 1

GANGGUAN HORMON PICU GIGANTISME

     BILA TIDAK DIOPERASI BISA TIMBULKAN KOMPLIKASI.


     MASIH ingat kasus nyonya Mulia, wanita raksasa dari Kalimantan yang memiliki tinggi 234
sentimeter? Beberapa waktu yang lalu, tim dokter RSU dr. Soetomo Surabaya berhasil
menangani kasus serupa. Kali ini, kasus gigantisme (tubuh meraksasa) terjadi pada Agung
Sedayu, remaja berusia 17 tahun yang memiliki tinggi 193 sentimeter.
     Siswa SMA Persit Kartika Surabaya ini berhasil dioperasi di RSU dr. Soepomo, Senin lalu
(17/10/2005). Sebenarnya, apakah gigantisme itu? Disebabkan oleh apa dan bagaimana
pengaruhnya bagi tubuh?  Jawabnya adalah Growth Hormone berlebih. "Gigantisme
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai peninggian badan yang progresif (sangat cepat,
red)," terang dr. Joni Wahyuhadi SpBS. Akibat peninggian yang begitu cepat, penderitanya
akan memiliki tinggi badan jauh di atas normal. Karena itu, tak salah jika orang sering
mengidentikkan gigantisme dengan tubuh seperti raksaksa.
     Keadaan ini disebabkan produksi hormon pertumbuhan (Growth Hormone) yang berlebihan. 
"Ini bisa terjadi sejak usia pertumbuhan, kira-kira di bawah 17 tahun, di mana lapisan tumbuh
tulang (epiphyseal growth plates) belum menutup," tambah dokter specialis bedah saraf ini.
     Banyak hal yang bisa menyebabkan kelainan ini. Namun, yang terbanyak adalah tumor.
"Lebih dari 80 persen kasus disebabkan oleh tumor pada kelenjar hipofisis, salah satu bagian
otak yang memproduksi hormon pertumbuhan," jelas dokter yang ikut menangani kasus Agung
ini.
     Tak hanya memproduksi hormon pertumbuhan, kelenjar hipofisis juga memproduksi
hormon-hormon lain. Diantaranya, hormon prolaktin yang berfungsi mengatur siklus menstruasi
dan tanda-tanda seks sekunder. Lalu, kortikotropin yang bertugas mengatur pencernaan gula
dan zat-zat penting untuk metabolisme tubuh. Juga, hormon stimulan kelenjar tiroid yang
mengatur fungsi kelenjar tiroid yang mengatur fungsi kelenjar tiroid, hormon kelamin yang
mengatur tanda-tanda dan fungsi seks serta produksi air susu ibu.
     Gangguan beragam organ seperti tumor ini, bisa mengenai sel-sel yang memproduksi
hormon-hormon tersebut secara spesifik. Jadi, kelainannya juga bergantung bagian hipofisis
mana yang terkena. Pada kasus gigantisme, tumor berada pada sel-sel tempat hormon di
produksi. "Namun, bukan hal yang mustahil jika tumor ini mengenai bagian lainnya, sehingga
fungsi hormonal lain bisa mengalami gangguan," ujar dokter RSU dr. Soetomo Surabaya ini.
     Akibat gangguan hormon ini, bagian tubuh lain juga bisa mengalami perubahan. Seperti,
penebalan jaringan saraf perifer (neuropathy perifer).  Gangguan saraf itu berupa rasa tebal,
nyeri dan rasa tidak enak dikulit.(wei)

SUMBER:
Radar Bogor  
Minggu, 23 Oktober 2005
19 Ramadhan 1426 H

1/1

Anda mungkin juga menyukai