Anda di halaman 1dari 4

Keterbukaan Informasi dan Kebebasan Pers

Disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada Rapat Dengar Pendapat
dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tanggal 25 November 2009.

Latar Belakang

Bahwa kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip


demokrasi, keadilan dan supremasi hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU
No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 4 Undang-
undang yang sama bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara. Sebagai hak asasi warga negara, maka pers bebas dari bredel, sensor dan
larangan penyiaran (ayat 2). Ayat 3 pasal tersebut menegaskan, untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers bebas mencari, memperoleh dan menyebarkan gagasan
dan informasi.

Untuk mencari dan memeroleh informasi tersebut, lebih lanjut dijamin dengan
munculnya sunshine laws (produk-produk hukum yang menjamin keterbukaan
informasi dan transparansi). Salah satu sunshine laws tersebut adalah Undang-
undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-
undang KIP menjamin setiap orang, termasuk jurnalis, untuk mendapat informasi
publik.
Hak atas informasi bukan hanya hak yang diatur melalui undang-undang, namun
juga merupakan hak konstitusional warganegara. Pasal 28 F Undang-undang Dasar
1945 menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Sebagai hak kostitusional, maka hak tersebut tidak dapat dikuragi oleh peraturan
yang lebih rendah. Dengan kata lain, tidak boleh ada produk hukum yang dapat
membatasi ketentuan Undang-undang Dasar tersebut.

Selain itu, hak atas informasi juga merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi
pemerintah Indonesia pada tanggal 30 September 2005 dan menjadi Undang-
undang No. 11 taun 2005. Pasal 19 butir (2) Kovenan tersebut mengatakan, “Setiap
orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk
kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran
apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam
bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.”

Menurut butir (3) Kovenan tersebut, hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal
ini menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat
dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan seesuai dengan
hukum dan sepanjang diperlukan untuk: a) menghormati hak atau nama baik orang
lain atau b) melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan
atau moral umum.
Produk-produk hukum tersebut diatas menjadi acuan pers Indonesia untuk
menjalanan tugasnya, yaitu mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi dan
gagasan.

Pentingnya Keterbukaan Informasi bagi Pers

Keterbukaan informasi merupakan syarat bagi pers untuk mencari dan memperoleh
informasi. Untuk memperoleh informasi, pers sering kali terbentur oleh masalah-
masalah birokrasi atas nama rahasia negara, rahasia jabatan dan sebagainya.
Ketika berhadapan dengan masalah itu, pers gagal menjalankan fungsi tersebut.

Lahirnya Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik


diharapkan bisa mengatasi masalah tersebut. Dari segi pers, kini memiliki jaminan
hukum untuk mencari dan memperoleh informasi. Dari segi pemerintah,
kekhawatiran akan bocornya rahasia negara dan rahasia jabatan tak perlu ada,
sebab bab V (pasal 17-20) mengenai Informasi yang Dikecualikan.

Pembatasan dalam pasal 17 UU tersebut sangat komprehensif, dan detail.


Informas-informasi yang dikecualikan dari informasi menurut pasal 17 tersebut
meliputi:
1. Informasi yang dapat menggagung proses penegakan hukum;
2. Informasi yang dapat menggangu pertlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual;
3. Informasi yang dapat membahayakan pertanahan dan keamanan negara;
4. Informasi yang dapat mengungkap kekayaan alam Indonesia;
5. Informasi yang dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
6. Informasi yang dapat merugikan hubungan luar negeri Indonesia;
7. Informasi yang dapat mengungkap informasi pribadi dalam akta otentik atau
kemauan terakhir dalam wasiat seseorang;
8. Informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi;
9. Memorandum atau surat-surat badan publik yang menurut sifatnya rahasia
sebatas tidak dikecualikan oleh Komisi Informasi; dan
10. Informasi yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.

Butir satu hingga sepuluh diatas sudah mencakup semua informasi yang layak
dirahasikan, mulai dari rahasia negara hingga rahasia pribadi.

Dengan demikian, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik


telah berhasil menyeimbangkan dua kepentingan, yaitu kepentingan masyarakat
untuk mendapat informasi dan kepentingan pejabat merahasiakan informasi-
informasi yang penting untuk dirahasiakan.

Pembatasan Informasi

Pers bekerja untuk kepentingan publik, oleh karena itu pers mencari, memperoleh
dan menyebarkan informasi publik. Informasi publik tersebut sangat luas, karena
menyangkut segala segi kehidupan masyarakat. Namun demikian, pers juga dapat
dibatasi dalam memperoleh informasi. Batasan-batasan yang umumnya digunakan
dalam standar internasional menyangkut rahasia negara, rahasia bisnis dn privasi.
Rahasia Negara

Informasi yang tergolog rahasia negara memang tidak boleh diberitakan oleh pers.
Informasi-informasi tersebut sudah masuk dalam klasifikasi dalam pasal 17 UU No.
14 tahun 2008 tentangn KIP. Namun, rahasia negara juga ada batasannya, yaitu:

Pertama, setelah melampui masa retensi sebagaimana diatur dalam undang-


undang;
Kedua, setelah berubah menjadi informasi publik oleh karena berbagai sebab,
seperti dibuka di pengadilan maupun sudah terbuka di depan publik (misalnya
bocor).

Dalam beberapa kasus di luar negeri, rahasia negara juga dapat dibuka demi
kepentingan publik. Kasus Pentagon Papers di Amerika Serikat adalah salah satu
contohnya. Sebuah dokumen yang dikategorikan “sangat rahasia” dapat diungkap
oleh media massa karena ternyata dalam dokumen tersebut terkandung sebuah
skandal. Pengklasifikasian “sangat rahasia” bukan sungguh-sungguh dilakukan
untuk melindungi keselamatan negara, tapi untuk menyembunyikan skandal
pemerintah.

Rahasia di Bidang Bisnis

Rahasia bisnis yang sah umumnya juga digunakan untuk membatasi keterbukaan
informasi secara legal. Informasi-informasi yang umumnya dapat dibatasi meliputi
informasi yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk di dalamnya
adalah rahasia dagang, informasi yang menyangkut persaingan usaha. Rahasia
profesional (professional confidentiality) juga termasuk dalam kategori ini.
Namun, rahasia bisnis juga tidaklah bersifat mutlak. Rahasia di bidang bisnis juga
dapat dibatasi untuk kepentingan publik. Salah satu contohnya adalah rahasia
bisnis dalam perusahaan rokok di Amerika, sebagaimana diceritakan dalam film
The Insider. Sebuah media televisi dapat boleh mengungkap kandungan zat kimia
dalam produk rokok yang membahayakan masyarakat.

Privasi

Privasi atau rahasia pribadi termasuk hak yang dijamin oleh hukum. Pers tidak
boleh mengungkap rahasia pribadi seseorang, karena informasi pribadi bukanlah
konsumsi publik. Perlindungan rahasia pribadi menyangkut banyak hal, termasuk
komunikasi pribadi, kehidupan pribadi, rahasia medis dan sebagainya. Informasi
pribadi juga termasuk bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh berbagai
instrumen HAM. Kode Etik Jurnalistik juga mewajibkan jurnalis menghormati hak
atas privasi narasumber.
Namun demikian, privasi seseorang juga dapat dibatasi oleh kepentingan publik.
Misalnya, seseorang yang melakukan tindak pidana, maka banyak informasi
pribadinya yang diungkap di depan public, misalnya melalui persidangan yang
terbuka untuk umum. Dengan demikian, pers dapat menyebarkan informasi pribadi
orang tersebut.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:

Pertama, keterbukaan informasi merupakan prasyarat bagi adanya pers yang


merdeka. Tanpa keterbukaan informasi, pers tidak dapat mencari dan memperoleh
informasi yang dibutuhkan masyarakat, sehingga akhir juga tak dapat menyebarkan
informasi tersebut. Akibatnya, pers tidak dapat menjalankan fungsinya secara
maksimal. Dengan demikian, ketertutupan informasi akan merugikan masyarakat
juga pada akhirnya.

Kedua, pembatasan informasi publik dapat dilakukan dengan rigid melalui undang-
undang. Tidak semua pejabat dapat membuat pembatasan kebebasan informasi.
Tiga alasan yang umumnya dapat digunakan untuk membatasi informasi meliputi
rahasia negara, rahasia bisnis dan privasi. Ketiga hal tersebut sudah diatur dalam
Bab V UU No. 14 tahun 2008 tentang KIP.

Ketiga, pembatasan terhadap infirmasi publik sebagaimana dalam butir kedua di


atas, tetap dapat disimpangi atas nama kepentingan publik.

Rekomendasi

Pertama, agar produk-produk perundang-undangan yang mengandung muatan


pembatasan mengenai informasi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebebasan
pers dan kebebasan informasi, sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945, Kovenan
Hak Sipil dan Politik serta UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 tahun
2008 tentang KIP.

Kedua, hendaknya kepentingan publik diutamakan dalam legislasi terkait


informasi. Kepentingan publik merupakan tolok ukur apakah suatu informasi layak
dirahasiakan atau tidak.

Jakarta, 25 November 2009

Nezar Patria
Ketua

Anda mungkin juga menyukai